Anda di halaman 1dari 11

KEBERAGAMAN AGAMA MAHASISWA DI LINGKUNGAN KAMPUS

UPN “VETERAN” JAWA TIMUR

Disusun Oleh:
WAHYU KRISNAWAN (22012010164)
MAULIDA EKA MEGA.A (22012010167)
NINDYA AYU (22012010156)
FAIZIAH MARIZCHA.A (22012010114)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL


“VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2022
ABSTRAK
Keberagaman merupakan suatu keadaan dimana setiap individu akan bertemu perbedaan dengan
individu lainnya, sehingga kehidupan yang homogen akan tergantikan. Pada pembahasan kali ini
yang akan diambil yaitu keberagaman pada kepercayaan setiap mahasiswa. Agama yang diakui di
Indonesia hingga saat ini berjumlah enam yaitu islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu.

Pada ruang lingkup kampus memang ada yang dikhususkan untuk satu agama seperti Universitas
Nahdlatul ulama surabaya untuk seorang muslim khususnya Nahdlatul Ulama dan universitas
Kristen Petra untuk umat kristian, tetapi untuk kampus umum seperti UPNVJT pasti akan terjadi
perbedaan kepercayaan sehingga diperlukan adanya toleransi untuk mencegah konflik yang tidak
diinginkan. Terdapat hadis riwayat imam Bukhari bahwasanya Ibnu 'Abbas bertanya kepada
Rasulullah SAW tentang agama manakah yang dicintai oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW
menjawab yaitu agama yang lurus lagi toleran.
PENDAHULUAN

Saat ini, wacana tentang pluralisme agama menjadi wacana yang kembali terdengar, khususnya di
Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari munculnya berbagai konflik atas dasar agama. Agama
dipandang sebagai sumber utama konflik antaragama, bersama dengan budaya dan sebagainya.
Konflik semacam ini sangat mungkin terjadi mengingat kehidupan di Indonesia yang berbeda
agama, dan tidak semua orang menerima perbedaan tersebut. , perlu mengedukasi masyarakat luas..

Pada kasus perguruan tinggi negeri maupun swasta, Pendidikan agama di lingkungan kampus
memang sudah diterapkan, tetapi mahasiswa perlu mendapatkan edukasi lebih mendalam lagi ketika
diluar jam kuliah. Edukasi yang didapatkan nantinya bisa menjadi pegangan mereka, karena setiap
agama tidak mengajarkan kalau agamanya yang paling benar dan yang lain salah, tetapi sebaliknya
agama mengajarkan bahwa toleransi penting untuk menjaga kerukunan pada perbedaan yang ada,
sehingga tidak ada pertikaian yang merugikan banyak orang nantinya.
METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Metode Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti merupakan
instrumen kunci (Sugiyono, 2005). Metode kualitatif disajikan berdasarkan pengumpulan data
sesuai keadaan di lapangan dan bisa ditambah dengan referensi dari buku yang sesuai dengan
pembahasan yang diambil. Metode ini mengutamakan kualitas daripada kuantitas sehingga data
yang sudah dikaji secara mendalam dapat terasa maknanya.
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pluralisme

Pada abad ke-20, pluralisme menjadi semakin populer dalam wacana filosofis dan teologis Barat.
Ernst Trolsch menunjukkan bahwa semua agama, termasuk Kristen, selalu mengandung unsur
kebenaran, dan tidak ada agama yang memiliki kebenaran mutlak. Kami memperkirakan
munculnya model baru kepercayaan atau agama universal, konsisten dengan tren tata kelola global.
Di sisi lain, sejarawan terkenal Inggris Arnold Toynbee (1889-1975), dalam bukunya tahun 1956
The Historian's Approach to Religion dan buku terakhirnya Christianity and World Religions
(1957), Ini dengan jelas mengungkapkan pandangan yang sama tentang pluralisme agama seperti
Ernst Trulsch . Ini disebut tahap pembentukan wacana.

Pada tahap selanjutnya, ide-ide ini dikembangkan sepenuhnya di benak teolog dan sejarawan
Kanada Wilfred Cantwell Smith. Dalam bukunya tahun 1981 Towards a World Theology, dia
mengusulkan teori teologi universal/global untuk digunakan sebagai dasar bersama untuk interaksi
dan sosialisasi agama-agama dunia yang damai dan harmonis. Saya menekankan perlunya
menciptakan sebuah konsep (al-ta` âyusy al-silmş ) bisa jadi. Karya ini tampak sebagai rangkuman
dan kesimpulan dari rangkaian kajian dan pergulatan gagasan pluralisme agama dalam karya-karya
ideologi awalnya The Meaning and End of Religion (1962) dan The Problem of Religious Truth
(1967).

Dalam dua dekade terakhir abad ke-20, pluralisme agama semakin matang dan berkembang
menjadi wacana pemikiran yang mandiri pada tataran teologi dan filsafat agama kontemporer. Saat
ini, kehidupan lintas agama, khususnya di Indonesia, seolah menjadi penjelasan atau 'pengaruh' bagi
gagasan pluralisme agama yang relatif terkonsep dengan baik dan berhasil dimatangkan dalam
kerangka teoritis tertentu John Hick. Dia menunjukkan ketekunan yang luar biasa dan
menerjemahkan pemikirannya ke dalam lebih dari tiga puluh karya intelektual dalam bentuk buku
dan karya lainnya. John Hick berhasil merekonstruksi dasar-dasar teoretis pluralisme agama
menjadi teori umum standar yang dapat digunakan untuk mengaitkan namanya dengan pluralisme
itu. Bukunya yang berjudul Interpretation of Religion: The Human Response to Transcendence,
diambil dari rangkaian kuliahnya, Gifford Lectures, yang diberikan di University of Edinburgh pada
tahun 1986-1987, merupakan bagian utama dari gagasan awalnya.
B. Konsep Pluralisme

Pluralisme adalah penyebab perubahan sosial sejauh ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi
sosial mempengaruhi mereka secara pribadi. Pluralisme memungkinkan harmoni sosial Menurut
Musa Asy`arie, hakikat pluralisme pada dasarnya adalah satu. Pluralisme mempromosikan
kebebasan, termasuk kebebasan beragama, dan merupakan pilar demokrasi. Tidak ada demokrasi
sejati tanpa pluralisme. Pluralisme di sini berarti bahwa pemerintah melindungi hak warga negara
untuk menganut agamanya sesuai dengan keyakinannya. Pluralisme berarti membangun toleransi
dan kita harus mengakui bahwa semua agama memiliki hak yang sama untuk hidup sebagai
pemeluknya. Oleh karena itu, yang perlu dibangun adalah perasaan dan sikap saling menghargai—
toleransi dalam arti positif. Pluralisme bukanlah sinkretisme atau relativisme. Perbedaan-perbedaan
itu harus dikembangkan justru karena pluralisme mengakuinya. Pluralisme tidak bisa begitu saja
dipahami sebagai masyarakat kita yang majemuk dan majemuk, terdiri dari berbagai suku dan
agama, yang hanya menimbulkan kesan fragmentasi. Pluralisme juga tidak dapat dipahami secara
sederhana sebagai kebaikan negatif, menilai bahwa itu hanya digunakan untuk menghilangkan
fanatisme, dipahami sebagai komitmen sejati. Pluralisme sangat penting untuk keselamatan umat
manusiaPluralisme adalah bentuk institusional di mana penerimaan keragaman meliputi masyarakat
tertentu atau dunia pada umumnya. Implikasinya melampaui toleransi moral dan koeksistensi pasif.
Toleransi adalah masalah kebiasaan dan selera pribadi, sedangkan koeksistensi hanyalah
penerimaan, bukan di luar ketiadaan konflik. Pluralisme, di satu sisi, membutuhkan langkah-
langkah kelembagaan dan hukum yang melindungi dan melegitimasi kesetaraan dan
mengembangkan rasa persaudaraan di antara orang-orang sebagai individu atau kelompok.
Demikian pula, pluralisme membutuhkan pendekatan yang serius untuk memahami pihak lain dan
kerja sama yang konstruktif untuk kepentingan semua. Semua manusia harus menikmati hak dan
pengaturan yang sama dan melakukan tugas yang sama sebagai warga negara dan warga dunia.
Semua kelompok berhak untuk berorganisasi dan berkembang, mempertahankan identitas dan
kepentingannya, serta menikmati hak dan kewajiban yang sama secara nasional dan internasional..

C. Kehidupan Beragama Di Lingkungan Kampus

Mahasiswa berperan sebagai penjaga nilai untuk menjaga nilai-nilai adat yang ada di Indonesia
salah satunya adalah toleransi beragama. Toleransi adalah saling menghargai dan gotong royong
antar kelompok masyarakat yang berbeda suku, agama, bahasa dan budaya. Politik juga . Di
lingkungan kampus dan kampus, nilai toleransi harus selalu menjadi yang utama untuk diajarkan
dan diamalkan. Karena sangat penting untuk menyatukan cara pandang para santri dan
memungkinkan mereka menjadi individu-individu pemikir yang berbeda pada tingkatan yang
berbeda. samping. Selain itu, penerapan nilai toleransi antarumat beragama menjadi urgen dalam
kehidupan mahasiswa, terutama dalam fase adaptasi dan proses sosialisasi di lingkungan dan
kehidupan kampus.

Tentunya di lingkungan kampus banyak mahasiswa yang berbeda keyakinan, mengingat


keberagaman itu nyata dan anugerah alam semesta. Oleh karena itu, sebagai siswa kita harus dapat
menerima dan menghormati kepentingan dan tujuan bersama sehingga siswa dapat hidup
berdampingan dengan orang yang berbeda keyakinan. Mempraktikan sikap saling menghargai,
menghormati perbedaan dan keyakinan yang ada menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis
serta meningkatkan persatuan dan kesatuan di antara setiap mahasiswa di lingkungan kampus.

D. Menyikapi Pluralisme di Kalangan Mahasiswa

Indonesia akan segera memasuki masa bonus demografi dari tahun 2020 hingga 2030, dimana
jumlah pekerja usia kerja akan melebihi jumlah pekerja bukan usia kerja. Tentunya hal ini juga
harus menjadi pertimbangan pemerintah dalam mempersiapkan generasi muda Indonesia untuk
kompetisi ini. Oleh karena itu, pemerintah meningkatkan jumlah siswa setiap tahun dan jumlahnya
terus meningkat. Menurut data BPS, ada sekitar 4,2 juta siswa SMA di Indonesia pada tahun 2015.
Dengan asumsi sekitar 30% lulusan SMA akan melanjutkan ke perguruan tinggi pada tahun 2016,
akan ada sekitar 1,35 juta mahasiswa baru.

Dikombinasikan dengan keragaman suku, ras, dan agama masyarakat di Indonesia, peningkatan
jumlah mahasiswa tentu akan menciptakan lingkungan yang beragam di perguruan tinggi.
Keanekaragaman kota-kota besar, khususnya DKI Jakarta, semakin besar, karena banyak calon
mahasiswa yang memilih untuk melanjutkan pendidikan yang lebih berkualitas di ibu kota. Hal ini
tentu menjadi tantangan tersendiri karena siswa akan dapat berinteraksi dengan teman-teman yang
berbeda suku, suku dan agama dengan dirinya sendiri, bukan masalah serius, “Bhinneka Tunggal
Ika” atau yang lainnya, tapi tetap satu.

Keanekaragaman juga secara alami menciptakan kelompok mayoritas dan minoritas. Kelompok-
kelompok ini dibagi menurut jumlah anggotanya. Di Indonesia sendiri suku Jawa merupakan suku
mayoritas, sedangkan suku bangsa lain seperti Tionghoa dan suku kecil lainnya merupakan suku
minoritas. Selain itu, dari segi agama, umat Islam merupakan kelompok mayoritas yang mencapai
87% dari jumlah penduduk, dan kelompok agama terkecil adalah Khonghucu yang mencapai 0,05%
dari total penduduk Indonesia. Akibat friksi, tidak jarang kelompok besar mengadu domba dengan
kelompok minoritas. Ini juga menciptakan prasangka minoritas terhadap mayoritas. Prasangka ini
memiliki potensi besar untuk mengisolasi minoritas dari mayoritas.

Dalam hal ini, kehidupan universitas sangat erat kaitannya dengan keberadaan mayoritas dan
minoritas. Dalam konteks ini, mahasiswa dipandang sebagai intelektual yang tidak menilai orang
hanya dari latar belakang suku, etnis, atau agamanya, sehingga diharapkan terhindar dari bau
mayoritas dan minoritas. dunia perkuliahan. Masih banyak siswa yang mengatasnamakan kelompok
dan mengambil kredit untuk siswa lain yang bukan bagian dari kelompok. Contoh sederhananya
adalah mengejek aksen ketika berbicara dengan orang lain yang dipengaruhi oleh bahasa setempat.

Kasus yang lebih ekstrim adalah ketika ada mahasiswa yang cenderung mendaftarkan atau merekrut
anggota dari latar belakang tertentu. Materi ini bukan tentang unit kegiatan mahasiswa yang lebih
tertutup, melainkan tentang unit kegiatan mahasiswa lain yang seharusnya lebih terbuka, seperti
olah raga, seni dan UKM lainnya. Organisasi yang berusaha terbuka mungkin didominasi oleh
kelompok tertentu dan mungkin memiliki keinginan untuk mempertahankan struktur keanggotaan
yang ada. Untuk mempertahankan struktur ini, mereka menolak pendatang baru dengan latar
belakang berbeda dan menerima anggota dari luar kelompok, tetapi tidak mungkin diberikan posisi
manajemen penting dalam organisasi.

Berkaitan dengan kegiatan organisasi yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, diperlukan
peran yang besar dari pihak yang mengawasi unit kegiatan mahasiswa universitas. Hal ini untuk
mencegah hal-hal yang tidak terduga seperti di atas. Pemangku kepentingan harus dapat
memastikan bahwa semua mahasiswa tidak menghadapi perilaku diskriminatif oleh pengurus
UKM. Mereka dapat menerapkan kebijakan dan hukuman yang tegas, termasuk penangguhan
organisasi, jika terbukti diskriminatif. Selain itu, perkumpulan tersebut masih memiliki banyak
mahasiswa yang membentuk kelompok monokultural atau berasal dari budaya yang sama. Hal ini
tidak terlepas dari perasaan ras lain dan prasangka minoritas terhadap mayoritas. Ini memastikan
bahwa asimilasi antara kelompok-kelompok ini dicegah. Dikhawatirkan kurangnya asimilasi ini
dapat menimbulkan kesalahpahaman dan friksi antar kelompok sehingga menimbulkan konflik
antar kelompok mahasiswa. Setiap kelompok secara alami merasa superior, kecuali kelompok yang
dianggap lebih lemah. Kelompok siswa yang berada di bawah tekanan kemudian tidak dapat
menerimanya dan akhirnya membelakangi kelompok yang memberikan tekanan, yang pada
akhirnya menimbulkan konflik.

Untuk mencegah hal tersebut, perlu dibangun kembali semangat Bhineka Tunggal Ika di setiap hati
siswa. Untuk itu, setiap perguruan tinggi dapat membuat kurikulum yang memuat mata pelajaran
Kewarganegaraan, dan dimungkinkan untuk menegaskan kembali bahwa pluralisme adalah
identitas bangsa Indonesia. Namun, selain kegiatan pembelajaran di kelas yang sebagian besar
melibatkan teori, kita juga membutuhkan kegiatan di luar kelas di mana siswa mempraktekkan apa
yang telah mereka pelajari di kelas. Contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah meminta seluruh
siswa untuk mengeksplorasi budaya tertentu dan memberikan pendapatnya tentang budaya tersebut.
Hal ini bertujuan untuk membuka mata siswa dari perspektif budaya yang berbeda agar tidak terjadi
kesalahpahaman dan prasangka buruk bagi masing-masing siswa. Selain itu, sangat penting bagi
siswa untuk memahami dan menghayati segala hal yang berkaitan dengan nilai pluralisme dan
toleransi. Segala nilai-nilai edukatif dan toleran yang berusaha ditanamkan kepada mereka akan sia-
sia jika siswa itu sendiri kehilangan keinginan untuk menghargai teman-temannya yang berbeda
suku, suku dan agama. sebuah tempat bernama Indonesia. Indonesia adalah negara dengan
keragaman yang luar biasa dan harus terbuka, menerima dan tidak mendiskriminasikan orang yang
berbeda dari mereka..

Sebab, wacana pertama munculnya negara Indonesia yang sangat luas dan beragam itu dirasakan
semua orang yang ada saat itu sedang mengalami hal yang sama: kolonialisme. Jadi jika memang
ada perasaan bahwa ada perbedaan di antara para siswa, perbedaan itu sebenarnya bukan faktor
yang mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang langgeng. Khususnya di kalangan
mahasiswa, mereka harus menjadi generasi penerus persatuan itu, bukan generasi yang mudah
berkonflik atau terpecah belah..
KESIMPULAN

Ernst Trolsch menunjukkan bahwa semua agama, termasuk Kristen, selalu mengandung unsur
kebenaran. Hawking, dalam Rethinking Mission (1932) dan Living Religion and World His Faith,
menyatakan bahwa tidak ada agama yang memiliki kebenaran mutlak. Kami memperkirakan
munculnya model baru kepercayaan atau agama universal, konsisten dengan tren tata kelola global.
Di sisi lain, sejarawan terkenal Inggris Arnold Toynbee (1889-1975) juga menulis dalam bukunya
tahun 1956 The Historian's Approach to Religion dan buku terakhirnya Christianity and World
Religions (1957): Ini jelas mengungkapkan pandangan yang sama dengan Ernst Trulsch. Dalam dua
dekade terakhir abad ke-20, pluralisme agama semakin matang dan berkembang menjadi wacana
pemikiran yang mandiri pada tataran teologi dan filsafat agama kontemporer.

Pluralisme, di satu sisi, membutuhkan langkah-langkah kelembagaan dan hukum yang melindungi
dan melegitimasi kesetaraan dan mengembangkan rasa persaudaraan di antara orang-orang sebagai
individu atau kelompok. Semua manusia harus menikmati hak dan pengaturan yang sama dan
melakukan tugas yang sama sebagai warga negara dan warga dunia. Semua kelompok berhak untuk
berorganisasi dan berkembang, mempertahankan identitas dan kepentingannya, serta menikmati hak
dan kewajiban yang sama secara nasional dan internasional.

Di lingkungan kampus dan kampus, nilai toleransi harus selalu menjadi yang utama untuk diajarkan
dan diamalkan. Karena sangat penting untuk menyatukan cara pandang para santri dan
memungkinkan mereka menjadi individu-individu pemikir yang berbeda pada tingkatan yang
berbeda. samping. Siswa harus menerima kenyataan bahwa mereka hidup di tempat keragaman
yang menakjubkan, Indonesia, dan merangkul dan merangkulnya dengan sepenuh hati dan tidak
mendiskriminasi mereka yang berbeda dari mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Mulyani, Sri. (2020). Akidah Akhlak. Surakarta:Putra Nugraha.

Latif, Muhammad. (2020). Al-Quran Hadis. Surakarta:Putra Nugraha

Mulyani, Sri. (2020). Akida Akhlak. Surakarta:Putra Nugraha

Mulyani, Sri. (2020). Fikih. Surakarta:Putra Nugraha

Latif, Muhammad (2020). Al-Qur’an Hadis. Surakarta:Putra Nugraha

Latif Muhammad (2020). Al-Qurt’an Hadis. Surakarta:Putra Nugraha

Anda mungkin juga menyukai