Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM :

“MENHWA COMMUNITY (MENTAL HEALTH WARRIOR


COMMUNITY) SEBAGAI BENTUK PENYULUHAN
TENTANG PENTINGNYA KESEHATAN MENTAL BAGI
PELAJAR DI KOTA BUKITTINGGI”

BIDANG KEGIATAN:
PKM PENGABDIAN MASYARAKAT

Diusulkan oleh:

Putri Syafriani S1 Akuntansi 23112028


Salwa D3 Akuntansi 23512005
Hafizah Nur Aisyah S1 Akuntansi 23112006
Refalia Reggy Ariesa S1 Akuntansi 23112017
Olivia Lourensia Bawamenewi S1 Akuntansi 23112025
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR (jika ada)...............................................................................ii
DAFTAR TABEL (jika ada)...................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN (jika ada)...........................................................................iv
BAB 1. PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Tujuan...............................................................................................................1
1.3 Manfaat.............................................................................................................1
1.4 Luaran PKM Pengabdian Masyarakat...............................................................1
BAB 2. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MITRA..................................1
2.1 Profil Masyarakat Mitra....................................................................................1
2.2 Ketepatan Solusi Bagi Masyarakat Mitra.........................................................2
BAB 3. METODE PELAKSANAAN......................................................................2
3.1 Perencanaan.......................................................................................................2
3.2 Pelaksanaan.......................................................................................................3
3.3 Monitoring dan Evaluasi...................................................................................3
3.4 Keberlanjutan Program.....................................................................................3
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN.....................................................3
4.1 Anggaran Biaya.................................................................................................3
4.2 Jadwal Kegiatan................................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................4
LAMPIRAN.............................................................................................................7
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota, serta Dosen Pendamping.......................7
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan.............................................................9
Lampiran 3. Susunan Tim Pengusul dan Pembagian Tugas..................................10
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Tim Pengusul..............................................11
Lampiran 5. Surat Pernyataan Kesediaan Bekerjasama dari Mitra........................12
Lampiran 6. Denah Detail Lokasi Mitra Program..................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


“Mens sana in corpore sano”, adalah sebuah kalimat dalam bahasa
Latin yang artinya adalah "Jiwa yang sehat dalam tubuh yang sehat".
Maksudnya jika jiwa seseorang sehat, maka tubuhnya akan sehat juga, begitu
pula sebaliknya. Namun sayangnya, kesehatan mental menjadi salah satu hal
yang sering diabaikan khususnya oleh remaja. Dalam kurun waktu 11 tahun
terakhir (2012-2023) tercatat ada 2.112 kasus bunuh diri di Indonesia.
Sebanyak 985 kasus (atau 46,63 persen) di antaranya dilakukan oleh remaja.

Survei lebih mendalam dilakukan Indonesia National Adolescent


Mental Health Survey (I-NAMHS) tahun 2022 yang mengungkapkan hasil
mengkhawatirkan. Dari seluruh sampel survei yang diambil dalam 12 bulan
terakhir, ada 1,4 persen remaja mengaku memiliki ide bunuh diri, 0,5 persen
telah membuat rencana untuk bunuh diri, dan 0,2 persen telah melakukan
percobaan bunuh diri. Lantas apa penyebab tingginya kasus bunuh diri di
kalangan remaja?

Masalah kesehatan mental adalah penyebab utamanya. Dari survei


yang sama, terungkap satu dari 20 remaja atau 5,5 persen remaja usia 10-17
tahun didiagnosis memiliki gangguan mental, biasa disebut orang dengan
gangguan jiwa (ODGJ). Sementara, sekitar sepertiga atau 34,9 persen
memiliki setidaknya satu masalah kesehatan mental atau tergolong orang
dengan masalah kejiwaan (ODMK).

Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara Kemendikbud Ristek RI


Ana Susanti memaparkan, faktor-faktor yang bisa menjadi penyebab masalah
kesehatan mental pada remaja, yaitu tekanan akademik, pergeseran sosial,
pengaruh media sosial dan totalitas harapan yang tinggi dari orang tua atau
keluarga.

"Selain itu, ada empat tanda dan gejala yang bisa dicermati pada
remaja yang mengalami masalah gangguan kesehatan mental," ujar Ana
dalam webinar berjudul “Literasi Kesehatan Mental untuk Pencegahan Kasus
Bunuh Diri pada Remaja”, yang digelar Komunitas Guru Satkaara Berbagi
(KGSB), Sabtu (16/12/23). Antara lain perubahan mood secara drastis,
perubahan pola tidur dan pola makan, menurunnya minat dan energi, serta
perubahan perilaku secara drastis termasuk penarikan diri dan perilaku
merusak.

Psikolog dan Dosen Prodi Psikologi dari FISIP Universitas


Brawijaya Ulifa Rahma menambahkan, hasil survei yang dilakukan bersama
tim dengan melibatkan 202 remaja usia 12-20 tahun mengungkapkan, efikasi
diri (kepercayaan terhadap kemampuan diri), penerimaan lingkungan sosial
dan depresi menjadi prediktor (variabel yang memengaruhi) munculnya ide
bunuh diri pada remaja berkontribusi sebesar 52 persen. Sebagai salah satu
prediktor munculnya ide untuk bunuh diri, depresi yang dalam ilmu psikologi
disebut sebagai mayor depressive disoder (MDD) memiliki beberapa
karakteristik. Antara lain timbulnya suasana perasaan yang rendah pada
hampir seluruh situasi dan terjadi setidaknya selama dua minggu. Gejala
tersebut juga disertai dengan rendahnya harga diri, hilangnya minat pada
aktivitas yang biasanya disukai, energi yang rendah dan rasa nyeri tanpa
penyebab yang jelas.

Kesadaran mengenai kesehatan internal remaja di masyarakat juga


perlu ditingkatkan. Tenaga profesional yang kurang ramah, menghakimi, tidak
terbuka, tidak menjaga kerahasiaan menjadi keluhan para remaja. smirch
negatif mengenai kesehatan internal yang berkembang di masyarakat juga
semakin menghambat remaja untuk mencari bantuan ke layanan kesehatan
jiwa. Misalnya, dianggap “kurang iman” ketika datang ke layanan kesehatan
internal.

Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk pemberdayaan


masyarakat terhadap kesehatan jiwa, hal ini dapat dicapai dengan suatu
manajemen pelayanan kesehatan khususnya pelayanan Kesehatan jiwa.
Selanjutnya perlu adanya Kerjasama antara institusi pendidikan keperawatan,
Puskesmas dan rumah sakit jiwa setempat serta bagaimana menggerakan
masyarakat untuk mendukung diadakannya manajemen pelayanan kesehatan
jiwa dimasyarakat.

Bentuk pendekatan manajemen pelayanan kesehatan jiwa ini salah


satunya adalah peran masyarakat dalam meningkatkan kesadaran kesehatan
jiwa masyarakat Kota Bukittinggi. Hal ini dapat mempermudah penanganan
gangguan jiwa yang ada di wilayah tersebut. Untuk itu, melalui
Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-PM)
dibentuklah MENHWA COMMUNITY (Mental Health Warrior Community)
untuk menangani kasus kesehatan jiwa di Kota Bukittinggi secara sistemik.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang


dapat difokuskan adalah:
1. Bagaimana membentuk komunitas MENHWA COMMUNITY
(Mental Health Warrior Community) di Kota Bukittinggi?
2. Bagaimana pelaksanaan Penyuluhan tentang Kesehatan mental
bagi pelajar di Kota Bukittinggi?
3. Bagaimana caranya menjadikan Kota Bukittinggi sebagai “Kota
yang Siaga Sehat Jiwa”?

1.3 TUJUAN PROGRAM


Tujuan dari program ini adalah mewujudkan Kota Bukittinggi menjadi
Kota Siaga Sehat Jiwa melalui:
1. Membentuk komunitas MENHWA COMMUNITY (Mental Health
Warrior Community) di Kota Bukittinggi.
2. Melaksanakan penyuluhan Kesehatan mental bagi pelajar di Kota
Bukittinggi.
3. Menjadikan Kota Bukittinggi sebagai “Kota yang Siaga Sehat
Jiwa”.
1.4 LUARAN YANG DIHARAPKAN
Membentuk MENHWA COMMUNITY dengan peran Masyarakat
sebagai tempat pelayanan pertama dan rehabilitasi penderita gangguan jiwa
yang sudah dinyatakan sembuh di Masyarakat, serta meningkatkan
pengetahuan masyarakat Kota Bukuttinggi mengenai pentingnya kesehatan
mental. MENHWA COMMUNITY juga dapat berperan sebagai suatu
komunitas bagi sesama pejuang kesehatan mental.

2 KEGUNAAN PROGRAM
Program MENHWA COMMUNITY ini nantinya diharapkan dapat
memberikan kontribusi sebagai upaya promotive dan preventif
pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran kesehatan jiwa
di Kota Bukittinggi.
1. Promotive (Peningkatan)
a. Dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran yang
dapat dimanfaatkan guna meningkatkan kesadaran
Pelajar ataupun Masyarakat terhadap kesehatan jiwa,
dapat berupa penyuluhan secara umum terbuka.
b. Sebagai bahan wacana dan rujukan bagi pengembangan
program serupa selanjutnya tentang peningkatan
kesehatan jiwa di lingkungan Masyarakat terkhususnya
bagi remaja.
2. Preventif (Pencegahan)
a. Tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan pertama
bagi penderita gangguan jiwa di masyarakat.
b. Membantu/memfasilitasi pelayanan kesehatan
jiwa bagi penderita gangguan jiwa.
c. Meningkatnya pemahaman Masyarakat terutama bagi
remaja tentang pentingnya Kesehatan mental.
d. Menurunkan angka ke-kambuhan penderita gangguan
jiwa di Masyarakat.
e. Mencegah bertambahnya angka penderita gangguan
jiwa di Kota Bukittinggi agar menciptakan kota yang
Siaga Sehat Jiwa.
f. Sebagai rujukan bagi pemkot Kota Bukittinggi untuk
memberikan solusi terhadap gangguan penyakit jiwa.
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SASARAN

Kota Bukittinggi pada zaman kolonial Belanda disebut dengan Fort de


Kock dan juga pernah dijuluki sebagai Parijs van Sumatra. Kota yang hari jadinya
diperingati setiap tanggal 22 Desember ini pernah menjadi ibu kota Provinsi
Sumatera Barat sampai tahun 1978 (de jure), serta pernah juga ditunjuk menjadi
ibu kota negara Republik Indonesia ketika Yogyakarta (yang saat itu merupakan
ibu kota negara) diduduki oleh Belanda pada tanggal 19 Desember 1948.
Jumlah penduduk Kota Bukittinggi menurut data terakhir 98.505 orang
dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,04 % dan kepadatan rata-rata 3.905 jiwa per-
Km. Dengan semangat membangun masyarakat Bukittinggi yang cukup
menggembirakan, terbukti dengan meningkatnya kesejahteraan hidup yang
umumnya bermata pencarian sebagai pedagang, pegawai, petani, pengusaha
indusrti kecil dan kerajinan serta jasa-jasa lainnya, dengan income perkapita tahun
2002 Rp. 8.200.265,87 dari data sementara, diperkirakan sampai akhir 2004
mencapai Rp. 8.500.000,00. Sebagian besar penduduk kota Bukittinggi beragama
Islam sekitar 97,89% dan selebihnya beragama Katolik, Protestan, Budha dan
Hindu.
Penduduk terpadat berdomisili di kecamatan Guguk Panjang, karena pusat
perdagangan dan kegiatan lain sebagian besar berada di kecamatan tersebut
dengan kepadatan rata-rata 5.531 jiwa/km. Sebagai contoh kasus gangguan jiwa di
Kota Bukittinggi adalah skizofrenia. Data statistik Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat jumlah penderita skizofrenia di Provinsi Sumatera Barat mencapai
sekitar 111.016 orang. prevalensi tertinggi terdapat di daerah kota padang. Jumlah
penderita skizofrenia di daerah Kota Padang yaitu sebanyak 50.577 orang.
Disusul urutan kedua yaitu Kota Bukittinggi dengan angka kejadian
20.317 orang gangguan jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa kasus gangguan jiwa di
Kota Bukittinggi cukup tinggi. Selain kasus tersebut di atas terdapat beberapa
kasus lainnya yang sedang marak terjadi di Kota Bukittinggi yaitu hubungan
sesama jenis. Salah satu penyebab fenomena ini karena terjadinya krisis karakter
dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Misalnya mengalami kekerasan waktu
kecil, anak kehilangan figur ayah dan lainnya.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

Melalui kegiatan MENHWA COMMUNITY ini dicarikan solusi bagi


permasalahan yang telah dirumuskan di atas. Pendekatan yang ditawarkan bagi
realisasi program MENHWA ini adalah model pemberdayaan dengan langkah-
langkah yang dilakukan sebagai berikut: tahap observasi, tahap persiapan, tahap
pelaksanaan kegiatan, tahap terminasi, serta pelaksanaan program keberhasilan
dan peresmian MENHWA COMMUNITY menjadi wadah bagi mereka yang
membutuhkan dukungan dan bantuan bagi mereka dalam mengatasi masalah
kesehatan mental. Metode pelaksanaan program yang akan dilakukan adalah:
(1) Pembentukan MENHWA COMMUNITY di Kota Bukittinggi
(2.) Melakukan Penyuluhan kepada seluruh masyarakat Kota Bukittinggi

A. Tahap Observasi
Melakukan observasi terhadap warga Kota Bukittinggi
mengenai kondisi kesehatan masyarakat khususnya kesehatan
jiwa melalui puskesmas ataupun rumah sakit, serta mendatangi
berbagai pihak untuk memperoleh data kependudukan.
.
B. Tahap Persiapan
Tahap persiapan dilakukan dengan memulai koordinasi
dengan puskesmas di sekitar. Tahap koordinasi ini dapat dilakukan
oleh perangkat masyarakat/ pemerintah sekitar untuk menjelaskan
pentingnya keterlibatan dan dukungan masyarakat dalam ikut
memelihara lingkungan dengan berperan serta meningkatkan
kesadaran kesehatan jiwa. Pada tahap persiapan ini menjelaskan
kepada perangkat masyarakat/pemerintahan bentuk kegiatan yang
akan dilakukan yaitu membentuk MENHWA COMMUNITY
sebagai tempat pelayanan primer untuk pasien yang telah
dinyatakan sembuh dari rumah sakit jiwa atau bagi masyarakat
yang sekedar butuh tempat untuk bercerita. Selanjutnya tim
pengabdian juga akan menjelaskan apa saja kegiatan yang akan
dilakukan, struktur organisasi dan tugas dari tim pengabdian dan
tugas atau peranan masyarakat.
Setelah dicapai kesepakatan, masih pada tahap
persiapan, tim pengabdian bersama kepala kelurahan beserta
perangkatnya akan mengidentifikasi kelompok masayarakat target,
mendata, mendaftar, untuk diikutsertakan dalam kegiatan
MENHWA COMMUNITY.

C. Tahap Pelaksanaan Kegiatan


Pada tahap pelaksanaan kegiatan tim menyusun
rencana kegiatan yang akan diaplikasikan pada 2 mitra. Rencana
kegiatan meliputi kapan kegiatan akan dimulai dan berakhir
(waktu), apa bentuk kegiatannya, siapa yang mengkoordinir,
berapa lama, medianya apa, metodenya apa, tempatnya dimana,
siapa pembicaranya, siapa yang diundang.
Pengajaran yang dilakukan pada masyarakat meliputi
pelatihan penyuluhan kesehatan diantaranya pelatihan, health
education mengenai kesehatan jiwa, pentingnya untuk menyadari
gangguan mental pada diri sendiri, cara menghindari dan
menghindari self harm, cara mengingatkan minum obat pada
pasien, pelatihan penyuluhan pasien dalam aktifitas sehari-hari,
dan masih banyak lagi.

D. Tahap Pelaksanaan Program Keberhasilan dan Peresmian


MENHWA COMMUNITY
Setelah terbentuknya kader kesehatan jiwa, para kader
sudah bisa melaksanakan kegiatan di homebase MENHWA
COMMUNITY secara mandiri, tapi tetap didampingi oleh pihak
puskesmas di Kota Bukittinggi.
Untuk menjaga kontinuitas kegiatan MENHWA
COMMUNITY maka ditingkat kelurahan dikoneksikan dengan
bidang Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat, dimana pendanaan
disamping swadaya juga ada dukungan dari Pemkot Bukittinggi.

Anda mungkin juga menyukai