Dosen Pembimbing :
Ns. DIANA ARIANTI, M.Kep
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4 (6B)
1. DELNI FEBRIANI 1914201049
2. ELPINA ROZA 1914201060
3. SUKA BELA 1914201087
TA 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat rahmat dan kasih - Nya,
sehingga akhirnya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “kebijakan mengenai kesehatan
jiwa” dengan baik dan tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari banyak kekurangan dan hal-hal yang perlu ditambahkan pada tugas
makalah ini. Kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu kritik dan
saran sangat diharapkan dari para pembaca. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih
banyak kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini dan besar harapan
kami, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan bagi
pembaca.
22 Maret 2022
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN.................................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang.............................................................................................................
Tujuan Penulisan..........................................................................................................
Tujuan umum..........................................................................................................
Tujuan khusus ........................................................................................................
...............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian ...................................................................................................................
Konteks Dan Masalah Penting.....................................................................................
Fokus Permasalahan.....................................................................................................
Gambaran singkat penyebab terjadinya permasalahan................................................
Perbandingan Kepekaan Pemerintahan terhadap Masalah kesehatan Jiwa
Yang terjadi di Negara-negara lain..............................................................................
Tahapan Pembuatan Kebijan.................................................................................
Kriteria Operasi Terhadap Kebijakan....................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan umum :
Tujuan Khusus :
BAB ll
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Kebijakan kesehatan adalah serangkaian keputusan, rencana, dan tindakan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan spesifik kesehatan dalam masyarakat. Ahli lain menyebut kebijakan kesehatan sebagai
kebijakan yang bertujuan memberi dampak positif terhadap kesehatan populasi (de Leeuw:1989).
Kesehatan jiwa telah dipandang dengan penuh stigma sejak lama. Kehadirannya dianggap
tidak lebih penting dibandingkan dengan kondisi kesehatan fisik. Padahal, dalam definisi
kesehatan jiwa menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan individu tidak hanya
bergantung pada tiadanya penyakit tetapi juga keseimbangan psikologis dan fungsi sosialnya
juga (Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the
Majalah TIME edisi melaporkan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki
peringkat terendah dalam penyediaan pelayanan kesehatan mental di Asia. Hal ini diindikasikan
oleh rendahnya rasio psikiater dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia, sebesar 1: 500.000
dan jumlah sarana perawatan psikiatrik 1 : 30.000. Indikator lain adalah rendahnya jumlah
pekerja kesehatan mental dan terbatasnya anggaran untuk kesehatan mental (1% dari seluruh
total anggaran kesehatan). Kondisi ini, jika dibiarkan berlanjut, akan semakin
memarginalisasikan layanan kesehatan mental dan akhirnya akan membawa banyak masalah
psikososial di komunitas seperti yang ditunjukkan dengan meningkatnya indeks bunuh diri,
adiksi zat psikoaktif, kekerasan dan banyaknya penderita psikotik kronik yang menggelandang.
Diperlukan suatu usaha untuk mengadvokasi pentingnya layanan kesehatan fisik, sementara
hak-hak bagi para penderita tidak seluruhnya diakomodasi oleh hukum. Oleh karenannya
perbaikan aspek legal diharapkan akan membawa perbaikan pada masalah klinis dan persepsi
Beberapa fakta menyebutkan masalah yang terjadi dalam lingkup kesehatan jiwa
diantara kurangnya penyediaan layanan kesehatan mental di Indonesia; penderita gangguan jiwa
seringkali menjadi korban ketidakadilan dan perlakuan yang semena-mena oleh amsyarakat
(kekerasan fisik, emosi, stigma, eksploitasi oleh media, diskriminasi kebijakan publik seperti
asuransi dan layanan kesehatan umum, kedudukan dalam hukum, pekerjaan dan pendidikan).
Merujuk permasalahan di atas, perlu adanya undang-undang yang lebih melindungi. Kebutuhan
akan perundang-undangan ini memiliki landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan
yuridis.
C. FOKUS PERMASALAHAN
ODMK (orang dengan masalah kesehatan jiwa) selama ini mendapat perlakuan
diskriminasi dari pihak sekitrnya, tidak hanya itu, perhatian pemerintah terhadap mereka pun
terkesan minim. Padahal, dengan cara ini, pemerintah secara tidak langsung melanggar HAM
mereka. HAM dari ODMK jelaslah harus dihargai dan dipenuhi. Akan tetapi, guna terwujudnya
kepastian hukum dan keseimbangan dalam kehidupan ,masyarakat, perlu diupayakan bagi orang-
orang dengan gangguan jiwa untuk melaksanakan kewajiban asasi mereka. Oleh karena itu, perlu
diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan bagaimana pelaksanaan HAM dari ODMK yang
masyarakat; serta penting untuk diatur tentang kewajiban asasi dari ODMK.
Merujuk pada persoalan diatas, diperlukan kebijakan umum kesehatan dalam bentuk
mengatur hak dan kewajiban hukum bagi ODMK. Untuk mengurangi perlakuakan salah kepada
ODMK, diharapkan dapat dirumuskan aturan yang lebih lanjut dari ketentuan UU No.23 tahun
1992 tentang Kesehatan berkenaan dengan edukasi atau pemberian informasi kepada masyarakat
tentang kesehatan jiwa. Dengan melihat besaran masalah yang telah diuraikan diatas, jelas
Kemiskinan dan himpitan ekonomi menjadi penyebab tingginya jumlah orang yang
mengkhiri hidup. Faktor penyebab orang nekat bunuh diri karena kemiskinan yang terus
bertambah, mahalnya biaya sekolah dan kesehatan, serta penggusuran. Semua itu berpotensi
meningkatkan depresi akibat bertambahnya beban hidup. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan
Dunia atau World Health Organization yang dihimpun tahun 2005-2007 sedikitnya 50 ribu orang
Indonesia bunuh diri. Jumlah kematian itu belum termasuk kematian akibat overdosis obat
terlarang yang mencapai 50 ribu orang setiap tahun. Dan dari jumlah tersebut, 41% bunuh diri
dilakukan dengan cara gantung diri dan 23% dengan cara meminum racun serangga.
(www.vhrmedia.com)
Data Departemen Kesehatan menyebutkan, beberapa daerah memiliki tingkat bunuh diri
tinggi, antara lain Provinsi Bali mencapai 115 kasus selama Januari – September 2005 dan 121
kasus selama tahun 2004. Pada 2004 di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, tercatat 20 kasus
bunuh diri dengan korban rata-rata berusia 51-75 tahun. Kasus bunuh diri di Jakarta sepanjang
1995-2004 mencapai 5,8% per 100 ribu penduduk, kebanyakan lelaki. Dari 1.119 orang bunuh
diri di ibu kota negara, 41% dengan cara gantung diri, 23% menenggak racun. Selain itu, 256
orang menemui ajal akibat overdosis obat. Tingginya angka bunuh diri di Indonesia mendekati
negara pemegang rekor dunia seperti Jepang mencapai lebih dari 30 ribu orang per tahun dan
Semua tragedi diatas hanya merupakan ujung gunung es dari permasalahan kesehatan
jiwa yang dihadapi oleh seluruh penduduk Indonesia. Krisis ekonomi yang belum mereda telah
menimbulkan dampak terjadinya pengangguran dan persaingan yang makin ketat dalam berbagai
bidang, baik dalam pekerjaan maupun sekolah. Masyarakat dituntut untuk lebih cepat
beradaptasi, namun tidak semua individu dalam masyarakat mempunyai kemampuan untuk
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Pada kota-kota besar faktor pemicu
penyakit jiwa ditambah lagi dengan carut marutnya lalu lintas dan kerawanan sosial yang tinggi
membuat stres dan meningkatnya perilaku agresif penduduk kota. Khusus untuk masyrakat
Papua perubabahan socio-politik dan factor ekonomi akan merupakan stressor pemicu kelainan
negara-negara lain.
Kesehatan Jiwa Korea, UU Publik Italia (1978), UU Kesehatan Mental di Inggris dan Wales
(1983), UU Perawatan Psikiatri Federasi Rusia (1992), UU Kesehatan Jiwa Belarusia (1999),
UU Kesehatan Jiwa Jepang (1950), UU Kesehatan Jiwa Austria, UU Kesehatan Jiwa Argentina
(1991), UU Kesehatan Jiwa Pakistan (2001), UU Kesehatan Jiwa Tunisia (1992), RUU
Kesehatan Jiwa Cina (berlangsung lebih dari 16 tahun). Juga Sri Lanka yang membuat The
Mental Health Policy of Sri Lanka (2005-2015) sebagai respon dari pasca tsunami 2004 (padahal
dampak tsunami 2004 lebih berat dirasakan di Indonesia). Bahkan Ghana juga sedang berproses
Tahun 1966. Disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1966 oleh Presiden
Republik Indonesia, Sukarno, dan Sekretaris Negara, Mohd. Ichsan. Namun “terlipatnya”
masalah Kesehatan Jiwa yang sesungguhnya begitu universal (tidak mempan dan tidak cukup
hanya dengan pendekatan medis) dan meminta pertanggungjawaban lintas kementerian dan
Dilakukan FGD dengan banyak pihat yang terkait terhadap keswa ini, baik yang terkait
secara langsung, maupun yang tidak langsung. Lalu Hasil dari pelaksanaan Focus Group
Discussion ini nantinya akan diserahkan ke Badan Legislasi pada bulan November. Sebagai
catatan bahwa Indonesia semakin tertinggal dari bangsa-bangsa lain, setelah Ghana mulai
Ada 3 alternatif untuk meloloskan RUU Kesehatan Jiwa menjadi sebuah undang-undang yang
berdiri sendiri:
Amandemen amanat PP Kesehatan Jiwa dalam UU No. 36 tahun 2009
Pengayaan Bab Kesehatan Jiwa dengan tetap di bawah paying UU No. 36 tahun 2009
Membuat UU Kesehatan Jiwa dengan penjelasan bahwa Bab Kesehatan Jiwa dan pasal-
pasal terkait Kesehatan Jiwa dalam UU No. 36 tahun 2009 TIDAK LAGI BERLAKU
Namun perlu diperhatikan, content dari RUU Kesehatan Jiwa ini jangan sampai saling
tumpang tindih dengan undang-undang yang lain, misalkan UU Kesehatan, Disabilitas, dsb.
Sedangkan aspek mengenai tenaga kesehatan yang bekerja di RSJ, pembahasannya masuk dalam
RUU Keperawatan yang sampai hari ini masih dibahas di Komisi IX DPR.
Adapun beberapa masukan dari Rahmat Hidayat selaku legal drafter, bahwa tugas dari
DPR diantaranya wajib menyerahkan draft RUU Kesehatan Jiwa ini kepada pemerintah melalui
Badan Legislasi. Mengenai RUU Kesehatan Jiwa ini merupakan keputusan politik dari DPR dan
Ada 3 kemungkinan RUU Kesehatan Jiwa ini setelah dimasukkan ke Badan Legislasi,
diantaranya:
Diterima, berarti RUU inisiatif DPR ini diserahkan kepada pemerintah untuk dijadikan
undang-undang
Ditolak, ini berarti perjalanan RUU Kesehatan Jiwa berhenti dan bisa diusulkan kembali
Dikembalikan untuk diperbaiki, berarti masih ada kesempatan untuk diperbaiki kembali
pada bulan November untuk kemudian dibahas pada sidang paripurna. Empat sampai dengan
lima kali pertemuan tim perumus dan pokja RUU Keswa, diharapkan sudah dapat melahirkan
Naskah Akademik baru beserta draft RUU Kesehatan Jiwa, demikian disampaikan Rahmat
Hidayat.
Pada bulan Maret yang lalu pihaknya melakukan RDPU dengan Komisi VIII untuk
menyampaikan beberapa hal terkait keberadaan panti-panti yang ada hubungannya dengan
Kementerian Sosial. Dalam hal ini terkait dengan unit-unit usaha dll. Isu-isu strategis tersebut
menjadi penting dan wajib untuk dimasukkan dalam Draft Ruu Kesehatan Jiwa. Harus ada
keterlibatan lintas komisi dan lintas kementerian dalam pembahasan RUU ini, terang Yeni.
dapat merumuskan peraturan yang jelas mengenai kriteria dan batasan “cakap” dari para
penderita tangguan jiwa, yang dikaitkan dengan gangguan jiwa yang dideritanya. Baik di bidang
Beberapa perbuatan di bidang hukum perdata yang perlu diatur antara lain adalah :
perkawinan, adopsi anak, wali atas anak serta mengadakan perikatan. Pengaturan kriteria
“cakap” untuk mengadakan perikatan dimaksudkan untuk memberikan batasan yang jelas
mengenai perikatan yang dapat diadakan sendiri oleh si penderita gangguan jiwa. Dengan
demikian, hednaknya diatur dengan lebih komperhensif siapakah yang berwenang menentukan
keadaan atau kondisi seorang penderita gangguan jiwa, termasuk kualifikasi dan batasan
Bagi para penderita gangguan jiwa dengan kondisi tertentu dapat dikenakan kewajiban
mengikuti pelatihan khusus sebelum dapat melakukan perbuatan hukum tertentu, khususnya bagi
para penderita gangguan jiwa yang tingkat keparahan gangguan jiwa yang diderita sempat
membuat penderita dikategorikan “tidak cakap” untuk kurun waktu tertentu. Oleh sebab itu,
hendaknya dirumuskan badan atau lembaga yang berwenang melakukan pelatihan khusus bagi
para penderita gangguan jiwa tersebut. Apabila seorang penderita gangguan jiwa diputuskan
tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya atas kejahatan dan atau pelanggaran yang
dilakukannya, hednaknya dirumuskan pengobatan atau perawatan yang wajib diikutinya sebagai
pengganti hukuman, sehingga, asas keadilan dalam hukum pidana dapat tetap dijunjung.
Diharapkan dengan keberadaan undang-undang yang khusus mengatur tentang kesehatan jiwa,
dapat tercipta kepastian hukum dan perlindungan hukum, baik dalam bidang hukum pidan dan
hukum perdata, bagi para penderita gangguan jiwa, masyarakat dan aparat penegak hukum.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebijakan kesehatan adalah serangkaian keputusan, rencana, dan tindakan yang dilakukan
untuk mencapai tujuan spesifik kesehatan dalam masyarakat. Ahli lain menyebut kebijakan
kesehatan sebagai kebijakan yang bertujuan Kebijakan ini diharapkan dapat merubah
pandangan pembaca tentang pentingnya pengesahan UU Kesehatan Jiwa di Indonesia dan
memperoleh banyaknya opini positif dan dukungan masyarakat luas tentang percepatan waktu
pengesahannya, karena dapat membantu meningkatkan status aturannya dan menyempurnakan
atau memperbaiki materi Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Kesehatan yang
bersangkutan, sehingga merupakan aturan yang menghadirkan kepastian hukum dan keadilan
yang merupakan tujuan hukum kita, sehingga meningkatkan pula perlindungan kepada profesi
medis, memajukan ilmu kedokteran demi pemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi pembagunan
kesehatan seluruh rakyat atau warga negara Indonesia.
B.SARAN.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisisnya maka untuk mengatasi kesehatan mental pasien diperlukan
layanan bimbingan rohani Islami ibadah shalat yang intensif, maka dari itu penulis menyarankan sebagai
berikut: 1. Bagi pembimbing perlu peningkatan kompetensi bimbingan kagamaan Islamimelaui traning-
training dan studi banding dengan rumah sakit lain, serta pengadaan dan sarana pendukung lainnya.
2. Bagi RSI Sultan Agung Semarang, perlu penambahan tenaga kerohanian yang sesuai kompetensinya.
Melengkapi sarana dan prasarana penunjang keberhasilan layanan bimbingan keagamaan Islami ibadah
shalat, melalui penambahan buku-buku keagamaan yang diperlukan dalam menunjang kegiatan
santunan rohani dan audio visual serta peralatan untuk beribadah shalat yang diperbanyak dan
https://cisdi.org/id/gva_event/apa-yang-dimaksud-dengan-kebijakan-kesehatan-ini-penjelasan-dan-
bentuk-bentuknya/