Sajak “Cathedrale de Chartres” jelas menampilkan krisis percintaan Sitor. Sajak yang
menurut pendekatan ini dapat dikaitkan dengan pernyataan Sitor dalam periode penciptaan
sajaknya, bisa dikatakan diilhami oleh pengalaman pribadi yang menampilkan keadaan ketika
Sitor mengalami dilema antara hubungan dengan kekasih gelap di hadapan mata di negeri
manis Perancis dengan perkawinan dan keluarganya. Sajaknya muncul sebagai penceritaan
ekspresi kegelisahan, krisis, atas suatu momen di kota Chartres selama dan sehabis kunjungan
ke Cathedrale de Chartres bersama kekasihnya.
Momen itu merupakan momen yang penuh kegelisahan. Kekasih di hadapannya
menggodanya untuk berzina sementara ia teringat pada kesetiaan istri, sementara kota sudah
mulai bergegas dengan resah kesibukan paginya.
Bait pertama sajak, bisa diinterpretasikan sebagai sebuah pertanyaan apakah Tuhan
benar-benar akan berbicara pada diri si aku dalam sajak dalam suasana yang kudus menurut
imajinasi tradisi Kristen Eropa: salju, burung putih. Bait kedua dan berlanjut di bait ketiga,
karakter aku dalam sajak harus menyadari bahwa harapan bertemu semuka dengan Tuhan itu
belum bakal bisa terjadi. Si aku sadar tidak sedang sendirian. Ia sedang di gereja yang ramai,
di dalam kerumunan, dan bersama si dia (kekasihnya). Di bait ke-4, 5, dan 6, dikisahkan
bahwa mereka berdua (si aku dan kekasihnya) pulang ke penginapan sehabis ziarah Paskah.
Saat dini hari menjelang pagi, saat jalanan begitu sepi, angin bertiup merontokkan dedaunan
disertai gerimis, sang kekasih teringat pada kenangan pada musim yang sama sekian waktu
yang lalu di kota Paris di antara mereka berdua.
Malam Lebaran
Sitor Situmorang, 1955
Bulan di atas kuburan
Dalam puisi terpendek karya Sitor Situmorang, dapat dilihat bahwa Sitor adalah
seorang penyair yang terombang-ambing di antara kehidupan dan tradisi poetika dua dunia.
Dengan demikian, simbolisme rembulan dapat didudukkan dalam tradisi simbolisme Prancis,
sedangkan Lebaran diletakkan dalam konteks keindonesiaan.
Namun, menurut penulis, puisi yang hanya terdiri dari satu baris dengan jumlah
keseluruhan 4 kata yaitu, malam lebaran, bulan, kuburan dan satu konjungsi di atas pada
setiap katanya memiliki makna masing-masing namun masih berkaitan satu sama lain. Makna
malam lebaran mempunyai makna sebelum hari raya tiba tepatnya pada akhir bulan
Ramadhan malam hari atau lebaran akan jatuh pada esok hari. Dalam kepercayaan agama
Islam, lebaran merupakan hari yang istimewa, karena pada hari itu semua manusia kembali
menjadi fitrah, suci dan bersih dari dosa-dosa, semua kebahagiaan pun bertumpah ruah.
Kemudian pada kata bulan masih berkaitan dengan kata sebelumnya yakni malam,
karena bulan merupakan simbol dari waktu malam, bulan sebagai penerang dan pencerah
waktu malam. Yang terakhir kuburan yang sering kali dikaitkan dengan tempat yang sepi dan
sunyi, kuburan merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi manusia.
Namun, rasanya tidak mungkin jika di akhir bulan ramadhan atau awal bulan syawal
tepatnya pada malam lebaran terdapat bulan yang bersinar diatas kuburan, karena pada
tanggal tersebut bulan tidak bisa dilihat dengan mata kosong, apalagi diatas kuburan.
Untuk memahami apa sebenarnya arti dari pusi tersebut mari kita simpulkan pengakuan dari
pengarang yakni Sitor Situmorang. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1954 beberapa hari
setelah hari raya, ia pergi ke sebuah acara halal bihalal, namun karena ia datang terlambat
acara tersebut sudah selesai dan tampak sepi dan sunyi, saat ia bergegas untuk pulang
kerumah ia melewati sebuah kuburan dan diatasnya terdapat sinar bulan yang menerangi
kuburan tersebut.
Jadi bisa disimpulkan bahwa bulan muncul ketika malam lebaran tetapi bukan pada
tanggal 1 Syawwal tetapi beberapa hari sesudah Hari Raya Idul Fitri, karena acara tersebut
sudah selesai dan tampak sunyi dan sepi ia menggambarkannya dengan kuburan yang ia
lewati pada saat perjalanan pulang yang kebetulan disinari oleh cahaya bulan dari atas.
Epilog
Dari beberapa penjelasan diatas kita bisa mengetahui posisi pengarang dalam sebuah
karya dari berbagai sudut pandang. Dalam tulisan ini penulis ingin menyampaikan isi pikiran
dan pandangan penulis terkait makna dari dua karya Sitor Situmorang yang terkenal “
Cathedrale de Chartres 1953” dan “Malam Lebaran 1955” baik dari sisi posisi pengarang
maupun arti dari puisi tersebut yang diambil dari berbagai sudut pandang, kemudian diakhiri
dengan pengakuan dari pengarang yang bisa kita ambil kesimpulan bahwa arti sebenarnya
sebuah karya berasal dari pengarang, namun tidak salah juga kalau dari segi pembaca atau
penikmat karya sastra memiliki sudut pandang sendiri terkait makna sebuah karya sastra.
Daftar Pustaka
Nugraha, Dipa. (2020). POSISI PENGARANG DALAM INTERPRETASI
PEMBACAAN DUA SAJAK TERKENAL SITOR SITUMORANG. Widyaparwa. Vol 48
No 1.
Erafika. (2018). Artikel Kajian Puisi Pendekatan Pragmatik. Program Studi
Pendidikan bahasa Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta.