Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Air Bersih


Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.32 tahun 2017 dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan air adalah standar baku mutu kesehatan lingkungan untuk media
air untuk keperluan higiene sanitasi meliputi parameter fisik, biologi, dan kimia yang
dapat berupa parameter wajib dan parameter tambahan. Air untuk keperluan higiene
sanitasi tersebut digunakan untuk memelihara kebersihan perorangan seperti mandi
dan sikat gigi, serta untuk keperluan cuci bahan pangan, peralatan makan, dan
pakaian. Selain itu air untuk keperluan higiene sanitasi dapat digunakan sebagai air
baku air minum.

2.2 Sumber Air


Sumber air adalah tempat atau wadah air alami atau buatan yang terdapat pada,
di atas atau di bawah permukaan tanah (PP No. 121 tahun 2015 pasal 1 ayat 3).
Menurut (PP No. 122 tahun 2015 pasal 1 ayat 1) air baku untuk air minum rumah
tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang berasal dari sumber air
permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang memenuhi baku mutu tertentu
sebagai air baku untuk air minum.
Beberapa sumber air baku yang dapat digunakan untuk menyediakan air bersih
di kelompokkan sebagai berikut :
2.2.1 Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya,
misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun dan sebagainya. Air
permukaan ada 2 macam, yakni air sungai dan air rawa atau danau. (Sutrisno, 2010).
a. Air Sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu
pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya

4
mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi (Sutrisno,
2010).
b. Air Rawa atau Danau
Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organis
yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang
menyebabkan warna kuning cokelat (Sutrisno, 2010).
2.2.2 Air Tanah
Air tanah terbagi atas tiga macam, yaitu : air tanah dangkal, air tanah dalam
dan mata air.
a. Air Tanah Dangkal
Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan
tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih
tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena
melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-
masing lapisan tanah. Lapis tanah di sini berfungsi sebagai saringan (Sutrisno, 2010).
b. Air Tanah Dalam
Kualitas dari air tanah dalam pada umumnya lebih baik dari air dangkal, karena
penyaringnya lebih sempurna dan bebas dari bakteri. Susunan unsur-unsur kimia
tergantung pada lapis-lapis tanah yang dilalui. Jika melalui tanah lumpur, maka air
itu akan menjadi sadah, karena mengandung Ca (HCO3)2 dan Mg (HCO3)2. Jika
melalui batuan granit, maka air itu lunak dan agresif karena mengandung gas CO2
dan Mn (HCO3)(Sutrisno., 2010).
2.2.3 Mata Air
Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya dari dalam tanah menuju
permukaan. Mata air yang berasal dari tanah dalam hampir tidak berpengaruh
terhadap perubahan musim dan kualitasnya sama dengan air dalam (Sutrisno., 2010).
2.2.4 Air Hujan
Air hujan adalah air yang sangat bersih, karena dengan adanya pengotoran
udara yang disebabkan oleh kotoran industri dan debu maka menyebabkan air hujan

5
menjadi terkontaminasi. Hendaknya jika ingin menjadikan air hujan sebagai sumber
air minum, jangan menampung air hujan pada saat hujan baru turun, karena masih
banyak mengandung kotoran (Sutrisno., 2010).
2.2.5 Air Laut
Air laut ini mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar
garam NaCl dalam air laut sebesar 3%. Dengan demikian untuk menjadikan air laut
sebagai sumber air bersih haruslah melalui pengolahan khusus (Sutrisno., 2010).

2.3 Perhitungan Proyeksi Jumlah Penduduk


Dalam perencanaan sistem penyediaan air bersih, salah satu data penting yang
diperlukan adalah mengenai jumlah penduduk yang ada disuatu wilayah.Data
tersebut meliputi kondisi saat ini dan masa akan datang, proyeksi jumlah penduduk
sampai dengan akhir tahun perencanaan perlu dihitung sebagai dasar untuk
menentukan kapasitas debit air yang akan digunakan.
Perhitungan proyeksi jumlah penduduk pada prinsipnya merupakan suatu
usaha perkiraan yang didasarkan pada trend/kecenderungan yang dihasilkan dari
sejumlah data yang ada pada tahun-tahun sebelumnya (data berkala). Pola
pertumbuhan penduduk secara tidak langsung dipengaruhi oleh luas wilayah, potensi
ekonomi dan pengembangan wilayah, sehingga selain data pendukung yang
menggambarkan ketiga hal tersebut seperti perluasan wilayah, data perkembangan
non domestik dan lain-lain. Dengan demikian metode proyeksi jumlah penduduk
yang akan digunakan merupakan metode yang paling sesuai untuk kondisi yang ada.
Walaupun metode proyeksi dapat berbeda untuk setiap kasus, akan tetapi pada
akhirnya pertumbuhan penduduk akan mencapai satu tingkat jenuh dimana tahun-
tahun selanjutnya angka pertumbuhan penduduk menjadi relatif kecil (Sistem
Penyediaan Air minum Pedesaan, Departemen PU, Direktorat Jenderal Cipta Karya.,
2007).
Ada beberapa metode statistik yang digunakan untuk melakukan perhitungan
proyeksi jumlah penduduk diantarannya:
1. Metode Aritmatika (arithmetic).

6
2. Metode Geometrik (geometric).
3. Metode Regresi Linier (leastsquare).

2.3.1 Metode Aritmatika.


Metode ini sesuai untuk daerah dengan perkembangan penduduk yang selalu
meningkat atau bertambah secara konstan (Djunaedi., 2012). Rumus umum yang
digunakan dalam metode aritmatika adalah :
Pn = Po + Ka (Tn – To) ..................................................................... .. (2.1)
Ka = (P2-P1)/(T2-T1) ................ (2.2)
Dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n.
Po = Jumlah penduduk pada tahun dasar.
Tn = Tahun ke-n.
To = Tahun dasar.
Ka = Konstanta aritmatik.
P1 = Jumlah penduduk yang diketahui pada tahun pertama.
P2 = Jumlah penduduk yang diketahui pada tahun terakhir.
T1 = Tahun pertama yang diketahui.
T2 = Tahun terakhir yang diketahui.
2.3.2 Metode Geometrik
Proyeksi dengan metode ini menganggap bahwa perkembangan penduduk
secara otomatis berganda, dengan pertambahan penduduk. Metode ini mengabaikan
terjadinya perkembangan menurun dan kemudian mantap disebabkan kepadatan
penduduk yang mendekati maksimum (Djunaedi., 2010). Rumus umum yang
digunakan dalam metode ini adalah :
Pn = Po (1 + r)n (2.3)
Dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke-n

Po = Jumlah penduduk pada tahun dasar

7
r = Laju pertumbuhan penduduk

n = Jumlah interval waktu

2.3.3 Metode Least Square


Rumus metode Least square:
Ῡ = a + b .X (2.4)
Dimana:
Ῡ = Nilai variabel berdasarkan garis regresi
X = Variabel independen
a = Konstanta
b = Koefisien arah regresi linier
(ƩY.ƩX2 )−(ƩX.ƩY.X2)
𝑎= (2.5)
(ƩX²(ƩX2 ))
(N.ƩX.Y)−(ƩX.ƩY)
𝑏= (N.ƩX2 )−(ƩX2 )
(2.6)

Untuk menentukan pilihan rumus proyeksi jumlah penduduk yang akan


digunakan dengan hasil perhitungan yang paling mendekati kebenaran harus
dilakukan analisa dengan menghitung standar deviasi, sehingga proyeksi jumlah
penduduk yang paling terkecil adalah metode yang terpilih.
Untuk memilih proyeksi jumlah penduduk yang akan digunakan dengan hasil
perhitungan yang paling mendekati kebenaran harus dilakukan analisis dengan
menghitung standar deviasi yang menggunakan rumus sebagai berikut :
∑(xi−x− )
S=√ untuk n > 20 (2.7)
𝑛−1

∑(xi−x− )
S=√ untuk n ≤ 20 (2.8)
𝑛

Dimana :
S = Standar Deviasi
xi = Variable independen x ( jumlah penduduk )
𝑥− = Rata-rata x
N = Jumlah data

8
2.4 Kebutuhan Air Bersih
Menurut (Christian., 2002). Kebutuhan air bersih merupakan air yang
dibutuhkan perhari serta banyaknya jumlah air yang diperlukan untuk melayani
kebutuhan pemakaian air tersebut. Kebutuhan air sangat penting untuk
merencanakan instalasi jaringan air bersih bagi daerah perkotaan maupun pedesaan,
haruslah diteliti karena kesalahan dalam perhitungan kebutuhan air akan dapat
menimbulkan suatu permasalahan dasar dalam memperhitungkan dan melakukan
perencanaan pembangunan sistem penyediaan air bersih. Dalam setiap jam jumlah
pemakaian air pada suatu sistem jaringan distribusi air tidak sama, begitu juga antara
satu hari dengan hari lainnya, perubahan tersebut terjadi dikarenakan kebutuhan air
bersih pelanggang berubah terus menerus yang dipengaruhi oleh faktor lokasi dan
waktu pemakaian. (Christian., 2002).
Dalam pemenuhan air bersih dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
2.4.1 Kebutuhan Air Domestik
Tinjauan jumlah penduduk merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi
besaran kebutuhan air domestik pada suatu wilayah saat ini, sedangkan untuk
mengetahui kebutuhan air domestik di masa yang akan datang dapat dihitung dengan
menggunakan metode regresi linier. Hasil dan analisa perkembangan jumlah
pengguna air dapat digunakan sebagai dasar dalam perhitungan perencanaan sistem
penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan air saat ini dan masa yang akan datang
(Hasibuan 2013).
Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan standar baku mutu yang
ditetapkan Ditjen Cipta Karya (DepPU 2007). Dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Standar Kebutuhan Air Domestik
Jumlah Penduduk Kebutuhan Air Tingkat
Kategori Ukuran Wilayah
(jiwa) (Liter/orang/hari) pelayanan (%)
I Kota Metropolitan > 1.000.000 190 100
II Kota Besar 500.000 – 1.000.000 170 100
III Kota Sedang 100.000 – 500.000 150 100
IV Kota Kecil 20.000 – 100.000 130 80
V Pedesaan 3.000 – 20.000 80 80
Sumber : Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya PU 1996

9
Tabel 2.2 Kriteria Kebutuhan Air Bersih
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (Jiwa)
No
Uraian Kota Kota
Metropolitan Kota Besar Sedang Kota Kecil Desa

Konsumsi unit
1 Sambungan Rumah (SR) 190 170 150 130 80
(liter/orang/hari)
Konsumsi unit
2 Hindran Umum (HU) 30 30 30 30 30
(liter/orang/hari)
Konsumsi unit
3 Non-domestik 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30
(liter/org/hr)(%)
4 Persentase kehilangan 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30
5 Faktor hari maksimum 1,15-1,25 1,15-1,25 1,15-1,25 1,15-1,25 1,15-1,25
6 Faktor jam puncak 1,75-2,0 1,75-2,0 1,75-2,0 1,75 1,75
7 Jumlah jiwa per SR 5 5 5 5 5
8 Jumlah jiwa per HU (jiwa) 100 100 100 100 100
9 Sisa tekan dipenyediaan 10 10 10 10 10
distribusi (mka)
10 Jam operasi (jam) 24 24 24 24 24
Volume reservoir
11 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25
(%Maxday demand)
50:50 50:50
12 SR:HU s/d s/d 80:20 70:30 70:30
80:20 80:20
13 Cakupan pelayanan (%) 90 90 90 90 80
Sumber : Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya PU 1996

2.4.2 Kebutuhan Air Non Domestik


Kebutuhan air non domestik merupakan kebutuhan bagi masyarakat diluar
kebutuhan rumah tangga, yang meliputi kebutuhan untuk sosial, tempat ibadah,
industri, tempat rekreasi, pelabuhan, daerah niaga dan lain-lain.
Dilihat dari kompleksitas daerah tersebut, untuk daerah yang ramai
ataukompleks kegiatannya biasanya perhitungan kebutuhan air non domestik
dihitung secara detail sedangkan bagi daerah yang tidak ramai atau kompleks
dihitung secara presentasi saja (Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya PU 1996).
1. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan air untuk kegiatan sosial adalah air yang dibutuhkan untuk menunjang
kegiatan-kegiatan di rumah sakit, perkantoran, tempat ibadah dan sekolah.

10
2. Kebutuhan Ekonomi atau Niaga
Air yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan-kegiatan di pasar, toko dan
restoran.
3. Kebutuhan Industri
Air yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan-kegiatan dipabrik-pabrik dan
industri kecil (industri rumah tangga).
4. Kebutuhan Transportasi
Air yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan-kegiatan distasiun, terminal dan
pelabuhan.
5. Kebutuhan Pariwisata / Tempat Rekreasi
Air yang digunakan untuk menunjang kegiatan-kegiatan di taman, kolam renang
dan air mancur.
Tabel 2.3 Kebutuhan Air Non Domestik Untuk Kota (KategoriI,II,III,IV)
Sektor Nilai Satuan
Sekolah 150 liter/murid/hari
Rumah Sakit 200 liter/bed/hari
Puskesmas 2.000 liter/unit/hari
Masjid 3.000 liter/unit/hari
Kantor 10 liter/pegawai/hari
Pasar 12.000 liter/hektar/hari
Hotel 150 liter/bed/hari
Rumah Makan 100 liter/tempatduduk/hari
Komplek Militer 60 liter/orang/hari
Kawasan Industri 0,2-0,8 liter/detik/hari
Kawasan Pariwisata 0,1-0,3 liter/detik/hari
Sumber : Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya PU 1996
Tabel 2.4 Kebutuhan Air Non Domestik Untuk Desa (KategoriV)
Sektor Nilai Satuan
Sekolah 5 liter/murid/hari
Rumah Sakit 200 liter/bed/hari
Puskesmas 1.200 liter/unit/hari
Masjid 3.000 liter/unit/hari
Mushollah 2.000 liter/unit/hari
Pasar 12.000 liter/hektar/hari
Komersial/industry 10 liter/hari
Sumber : Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya PU 1996

11
2.4.3 Kehilangan Air (KA)
Perhitungan kehilangan air merupakan air hasil pengolahan atau produksi tidak
dapat digunakan bagi kepentingan konsumen karena terbuang baik secara teknis
maupun administrasi yang disebabkan oleh konsumen, dalam pemanfaatan adanya
kebocoran pada jaringan perpipaan distrbusi, adanya pencurian air melalui pipa
pelayanan biasanya berdasarkan presentasi dari total kebutuhan air (domestik dan
non domestik) dapat diperhitungkan dalam desain atau perencanaan sistem
penyediaan air bersih sebesar 20% dari total kebutuhan. Kehilangan air = 20% x
kebutuhan air.
Kehilangan air akibat faktor teknis antara lain :
1. Adanya lubang atau celah pada pipa atau sambungan pipa.
2. Pipa pada jaringan distribusi pecah.
3. Kehilangan air pada instalasi pengolahan.
4. Pemasangan pipa kurang baik.

2.5 Perhitungan Kebutuhan Air


Perhitungan kebutuhan air didasarkan pada kebutuhan air rata-rata. Kebutuhan
air rata-rata dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kebutuhan air total dihitung
berdasarkan jumlah pemakai air yang telah diproyeksikan tahun yang akan
mendatang dan kebutuhan rata-rata setiap pemakai setelah ditambah 20% sebagai
faktor kehilangan air (kebocoran). Kebutuhan total ini dipakai untuk mengecek
apakah sumber air yang dipilih dapat memenuhi kebutuhan air baku yang
direncanakan. Kebutuhan air rata-rata harian adalah banyaknya air yang dibutuhkan
selama satu hari (Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya PU., 1996).
2.5.1 Kebutuhan Domestik
A. Merupakan kebutuhan akan air bersih dari tiap-tiap rumah tangga, yang meliputi
kebutuhan untuk masak, minum, mandi, cuci, kakus, dan sebagainya yang
digunakan dalam rumah tangga.
B. Kebutuhan akan air bersih tiap orang (liter/orang/hari) tergantung dari daerah
pelayanan berdasarkan kategori wilayah, apakah di kota metropolitan, kota

12
besar, dan sebagainya.
C. Perhitungan kebutuhanair domestik, dipengaruhi pula oleh tingkat pertambahan
penduduk, apakah secara aritmatik atau geometrik atau lainnya yang tentu saja
akan mempengaruhi proyeksi pertambahan penduduk yang berkaitan dengan
perancangan sistem penyediaan air bersih daerah tersebut. Untuk menghitung
kebutuhan air domestik dengan persamaan di bawah ini :
D = Pn x Pa x Tp (2.9)
Dimana :
D = Kebutuhan air domestik (l/detik)
Pn = Jumlah penduduk (jiwa)
Pa = Pemakaian air (l/org/hari)
Tp = Tingkat pelayanan (%)
2.5.2 Kebutuhan Non Domestik
A. Merupakan kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat diluar kebutuhan untuk
rumah tangga, yang meliputi kebutuhan untuk sosial, ibadah, industri, rekreasi,
pelabuhan, niaga, dan lain-lain.
B. Kebutuhan akan air bersih tiap orang (liter/orang/hari) bergantung dari macam
kegiatan yang dilakukan, misal kebutuhan untuk dirumah sakit akan berbeda
dengan di sekolah, atau di rumah ibadah. Begitu juga ditempat rekreasi dengan
diindustri atau pertokoan, dan sebagainya.
C. Perhitungan kebutuhan air non domestik, dapat diperkirakan secara presentase
dari kebutuhan domestik 25%, tetapi untuk memperoleh hasil yang lebih tepat,
lebih baik diperhitungkan secara detail berdasarkan data hasil survey dan
pengolahan data yang dilakukan. Untuk menghitung kebutuhan air non domestik
dengan persamaan dibawah ini :
ND = 25% x D (2.10)
Dimana :
ND = Kebutuhan air non domestik
D = Kebutuhan air domestik

13
2.5.3 Kehilangan Air
A. Merupakan air bersih hasil pengolahan atau produksi yang tidak dapat
digunakan bagi kepentingan konsumen atau masyarakat karena terbuang baik
secara teknis maupun administrasi yang disebabkan oleh pemanfaatannya untuk
kebakaran, adanya kebocoran pada jaringan perpipaan distribusi, adanya
pencurian air melalui pipa pelayanan, adanya salah pencatatan, dan sebagainya.
B. Perhitungan akan kehilangan air biasanya berdasarkan prosentase dari total
kebutuhan air (domestik dan non domestik), dan diperhitungkan dalam disain
atau perancangan sistem penyediaan air bersih, sebesar maksimal 20% dari total
kebutuhan atau produksi. Untuk menghitung kehilangan air dapat menggunakan
persamaan berikut ini :
KA = 20% x T (2.11)
Dimana :
KA = Kehilangan air
T = Kebutuhan total
2.5.4 Kebutuhan Air Total
Perhitungan kebutuhan air total didasarkan atas kebutuhan domestik, non
domestik dan kehilangan air (Ditjen Cipta Karya., 2000) :
T = D + ND + KA (2.12)
T = D + ND + 20% T
Dimana :
T = Kebutuhan air total
D = Kebutuhan domestik
ND = Kebutuhan non domestik
KA = Kehilangan air
2.5.5 Kebutuhan Air Rata-rata
Dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
qRH = qT + Qh (2.13)
Dimana :
qRH = Kebutuhan air rata-rata (lt/hari)

14
qT = Kebutuhan air total (lt/hari)
qHL = Kebocoran atau kehilangan air (lt/hari)
2.5.6 Kebutuhan Air Hari Maksimum
Kebutuhan air jam maksimum yaitu besar air maksimum yang dibutuhkan pada
jam tertentu pada kondisi kebutuhan air maksimum. Didapatkan dalam bentuk
persamaan sebagai berikut:
qm = qRH x F (2.14)
Dimana:
qm = Kebutuhan air hari maksimum (lt/hari)
qRH = Kebutuhan air rata-rata (lt/hari)
F = Faktor hari maksimum.
2.5.7 Kebutuhan Air Jam Maksimum
qJM = qRH x F (2.15)
Dimana:
qJM = Kebutuhan air jam maksimum (lt/hari)
qRH = Kebutuhan air rata-rata (lt/hari)
F = Faktor jam puncak.

2.6 Bak Tandon (Reservoir)


Reservoir adalah bangunan yang berfungsi sebagai penyimpan persediaan air
bersih. Reservoir mempunyai fungsi penting bagi sistem penyediaan air bersih di
suatu daerah. Saat pemakaian air berada di bawah rata-rata, reservoir akan
menampung kelebihan air untuk digunakan saat pemakaian maksimum. Fungsi dari
reservoir antara lain adalah untuk menampung air bersih yang siap didistribusikan.
Reservoir juga dapat digunakan sebagai penambah tekanan air yang mengalir pada
pipa induk. Reservoir biasanya ditempatkan di dekat jaringan distribusi agar
distribusi air bersih dapat merata dan sisa tekanan air sesuai dengan perencanaan.
Untuk menghitung Rumus volume reservoir maka rumus yang digunakan
adalah:
Dimensi reservoir = p x l x t (2.16)

15
Dimana :
p = Panjang (m)
l = Lebar (m)
t = Tinggi (m)
Elevasi energi reservoir harus mampu melayani seluruh jaringan distribusi,
elevasi energi akan menentukan sistem pengaliran dari reservoir menuju jaringan
distribusi. Bila elevasi energi pada reservoir lebih tinggi dari sistem distribusi maka
pengaliran dapat dilakukan secara gravitasi. Selain itu pada kondisi elevasi energi
reservoir lebih rendah dari jaringan distribusi maka pengaliran dapat dilakukan
dengan menggunakan pompa.
2.6.1 Ground Reservoir
Ground reservoir adalah reservoir yang berada di dalam tanah, pembuatan
reservoir ini dilakukan dengan menggali tanah hingga pada kedalaman tertentu
kemudian membuat reservoir pada galian tanah tersebut (Kimsan., 2007).
2.6.2 Elevated Reservoir (elevated water tank)
Merupakan reservoir yang disangga dan terletak di atas permukaan tanah
dengan elevasi lebih tinggi dari daerah pelayanan. Ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan untuk menentukan jenis resevoir yang akan dipilih, antara lain
faktor topografi, ekonomi, dan jumlah pelanggan. Ground reservoir merupakan
pilihan yang baik apabila lokasi sumber terletak pada daerah elevasi topografi yang
tinggi, dan daerah pelayanannya berada pada elevasi yang rendah. Akan tetapi, untuk
daerah dengan elevasi sumber dan daerah distribusi yang relatif rata dan seragam
maka elevated reservoir dapat dijadikan alternatif pilihan. Secara ekonomis
sebaiknya penggunaan elevated reservoir hanya untuk instalasi yang kecil, daerah
distribusi dan jumlah konsumen yang tidak terlalu besar, sehingga dapat menghemat
energi dan biaya konstruksi (Kimsan., 2007).
Apabila dalam sistem hendak dibangun kedua jenis reservoir tersebut, maka
pembagian volume yang dapat dilakukan adalah dengan 2/3 bagian dari volume
reservoir yang harus dibangun adalah ground reservoir, sementara 1/3 sisanya
dipenuhi dengan elevated reservoir (Winarto & Indriyani., 2005).

16
2.7 Sistem Pendistribusian Air
Didalam pendistribusian air diperlukan suatu sistem pendistribusian agar air
dapat mengalir dari sumber air ke para pelanggan (PP Nomor 122 Tahun 2015 pasal
8 ayat 3). Adapun pendistribusian air terdiri dari tiga tipe sistem yaitu :
2.7.1 Sistem Gravitasi
Metode pendistribusian dengan sistem gravitasi bergantung pada topografi
sumber daya air yang ada dan daerah pendistribusiannya. Biasanya sumber air
ditempatkan pada daerah yang tinggi dari daerah distribusinya. Air yang
didistribusikan dapat mengalir dengan sendirinya tanpa pompa.Adapun keuntungan
dengan sistem ini yaitu energi yang dipakai tidak membutuhkan biaya, sistem
pemeliharaannya murah.
2.7.2 Sistem Pemompaan
Metode ini menggunakan pompa dalam mendistribusikan air menuju daerah
distribusi. Pompa langsung dihubungkan dengan pipa yang menangani
pendistribusian. Dalam pengoperasiannya pompa terjadwal untuk beroperasi
sehingga dapat menghemat pemakaian energi. Keuntungan dari metode ini yaitu
tekanan pada daerah distribusi dapat terjaga.
2.7.3 Sistem Kombinasi
Sistem ini merupakan sistem gabungan dari sistem gravitasi dan sistem
pemompaan. Pada sistem ini, air sebelum didistribusikan terlebih dahulu ditampung
di reservoir. Pendistribusian air dapat dilakukan melalui sistem gravitasi maupun
sistem pemompaan. Rangkaian dari beberapa pipa dalam distribusi air bersih/minum
disebut jaringan pipa. Bentuk sistem jaringan perpipaan tergantung pada pola jalan
yang ada dan jalan rencana. Selain itu juga bergantung pada topografi, pola
perkembangan daerah pelayanan dan lokasi instalasi pengolahan.

2.8 Sistem Jaringan Distribusi.


Pada dasarnya, ada dua sistem jaringan distribusi air bersih, yakni sistem
cabang (branch) yang terbuka, dan sistem melingkar (loop) yang tertutup.

17
2.8.1 Sistem Cabang (branch)
Sistem ini dinamakan cabang karena mempunyai bentuk yang bercabang yang
menyerupai cabang sebuah pohon dengan adanya jalur buntu. Pipa induk terletak di
tengah wilayah pelayanan. Pada pipa induk, tersambung pipa sekunder, dan pada
pipa sekunder tersambung pipa tersier, kemudian tersambung lagi menuju pipa
service. Dalam sistem ini, arah aliran air selalu sama, dan suatu wilayah hanya
mendapat suplai dari satu pipa tunggal (Sholeh., 2018).
2.8.2 Sistem Melingkar (loop)
Pada sistem ini, pipa induk ada yang terletak di tengah wilayah dan ada yang
mengelilingi daerah layanan. Titik pengambilan (tapping) menuju pipa sekunder
dibagi menjadi dua dan masing-masing mengelilingi batas daerah layanan. Kedua
pipa induk ini kemudian bertemu kembali di ujung.Sistem ini adalah sistem yang
paling ideal (Sholeh., 2018).
2.8.3 Sistem Gridiron
Sistem ini pada dasarnya merupakan sistem melingkar, namun tidak ada pipa
induk yang melingkar. Pipa induk utama dan pipa induk sekunder terletak dalam
kotak dengan pipa induk utama, pipa induk sekunder, serta pipa pelayanan utama
saling terhubung. Sistem ini adalah sistem yang paling banyak digunakan (Sholeh.,
2018).

Gambar 2.1 Tiga jenis sistem jaringan distribusi air bersih (Sholeh., 2018)

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan UmumNo.18/PRT/M/2007 Tentang


Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, jaringan perpipaan

18
air bersih dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2.8.4 Pipa Induk
Pipa induk adalah pipa yang menghubungkan antara tempat penampungan air
(reservoir) dengan pipa retikulasi. Jenis pipa ini mempunyai diameter pipa yang
paling besar. Umumnya dirancang untuk menjangkau pelayanan sampai 10 tahun ke
depan. Untuk menjaga kestabilan aliran maka pipa induk tidak diperbolehkan untuk
disadap langsung oleh pipa service atau pipa yang langsung mengalirkan air ke
pelanggan.
2.8.5 Pipa Retikulasi
Pipa retikulasi adalah pipa yang menghubungkan antara pipa induk dengan
pipa service. Pipa retikulasi terbagi menjadi pipa sekunder dan pipa tersier. Pipa
sekunder merupakan pipa yang menghubungkan pipa induk dengan pipa tersier,
sementara pipa tersier menghubungkan antara pipa sekunder dengan pipa service.
Pada sistem yang besar pipa retikulasi akan berhubungan dengan retikulasi yang
lebih kecil, sedangkan pada sistem yang kecil akan berhubungan dengan pipa yang
melayani langsung ke rumah-rumah atau pipa service. Pipa retikulasi umumnya
dirancang untuk melayani kebutuhan air sampai 5 tahun kedepan.
2.8.6 Pipa Service
Pipa service adalah pipa yang melayani pelanggan. Pipa service memiliki
diamater terkecil daripada jenis pipa lainnya. Pipa inilah yang dapat langsung
ditapping oleh pelanggan rumah.

2.9 Kriteria Jaringan Pipa Air Bersih


Kriteria jaringan pipa air bersih yang dipakai dalam perencanaan harus sesuai
dengan standar yang berlaku. Kriteria jaringan yang dipakai sebagai acuan dapat
diperoleh dari Peraturan Menteri PU No.18/RT/M/2007. Kriteria jaringan yang diatur
yaitu tekanan pada node, kecepatan, dan headloss gradient pipa. Hal ini dilakukan
agar hasil perencanaan pada saat pengoperasian dapat berjalan sesuai dengan standar
yang ada. Kriteria kecepatan aliran dalam pipa 0,3 – 4,5 m/s. Tekanan pada node
mulai dari 0,5 – 8 atm. Headloss gradient pipa mulai dari 0 – 15 m/km.

19
Penyesuaian perlu dilakukan pada komponen pipa jaringan agar dapat
memenuhi syarat. Pipa dengan kecepatan aliran yang kurang dari 0,3 m/s perlu
diperkecil diameternya, bila lebih dari 4,5 m/s maka diameter perlu diperbesar. Bila
terdapat Node yang yang memiliki tekanan kurang dari 0,5 atm pada sistem jaringan
maka perlu diperbesar diameter pipa yang terhubung pada node tersebut atau
ditambahkan pompa pada sistem jaringan sedangkan bila tekanan melebihi 8 atm
pipa yang terhubung dengan node tersebut perlu diperkecil diameternya atau dengan
melakukan pemasangan pressure reducer valve (PRV). Headloss gradient pada tiap
pipa dalam jaringan yang melebihi 15 m/km perlu diperbesar diameternya agar dapat
memenuhi syarat.

2.10 Perencanaan Pipa


Menurut (Klaas.,2009). Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam
merencanakan jaringan pipa, yaitu :
1. Kuantitas air yang diperlukan
2. Pipa harus kuat menahan tekanan air baik itu tekanan air dari dalam pipa maupun
tekanan dari luar seperti bahaya erosi dan sebagainya
3. Selain kuat, pipa juga harus tahan lama dalam arti mutu pipa harus benar-benar
terjamin berdasarkan rekomendasi perencanaan.
2.10.1 Dimensi Pipa
Sistem jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan dan
tekanan aliran tertentu. Dalam hal ini dimensi dan karakteristik pipa harus
diperhatikan, sehingga kuantitas aliran dapat tersentuh. Faktor lain yang perlu
dipertimbangkan dalam menghitung dimensi pipa adalah kecepatan aliran. Menurut
Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Air Bersih dalam menentukan dimensi
pipa sesuai dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan kecepatan aliran, maka harus
terlebih dahulu dilakukan uji coba dengan menggunakan rumus dasar berikut:
Q=AxV (2.17)
1
A= 4 𝜋. 𝑑 2 (2.18)

20
Q
V=A (2.19)

Dimana :
Q = Total kebutuhan air ltr/detik
A = Luas penampang m²
V = Kecepatan aliran dalam pipa m/detik
π = 3,14 (konstanta)
d = Diameter pipa
Jika kecepatan aliran (V) dengan menggunakan diameter pipa coba-coba
berada diantara 0,3-3 m/detik, maka diameter pipa ini dapat digunakan untuk
jaringan yang akan direncanakan. Kriteria pipa transmisi dan distribusi adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.5 Kriteria Pipa Transmisi
No Uraian Notasi Kriteria

Kebutuhan Air puncak


1 Debit Perencanaan Qmax Qmax = Fmax x Qrata-rata
2 Faktor hari maksimum Fmax 1,10 - 1,50
3 Jenis saluran Pipa
Kecepatan aliran dalam pipa
a. Kecepatan Minimum Vmin 0,3 – 0,6 m/detik
4 b. Kecepatan Maksimum
1) Pipa PVC Vmax 3,0 – 4,5 m/detik
2) Pipa HDPE Vmax 6,0 m/detik
Tekanan air dalam pipa
a. Tekanan minimum Hmin 1 atm
b. Tekanan maksimum
1) Pipa PVC Hmax 6 – 8 atm
5 2) Pipa DCIP 10 atm
3) Pipa PE 100 122,3785 atm
4) Pipa PE 80 88,8231 atm
Kecepatan saluran terbuka
6 a. Kecepatan minimum Vmax 0,6 m/detik
b. Kecepatan maksimum Vmax 1,5 m/detik
7 Kemiringan saluran terbuka S (0,5-1) 0/00
8 Tinggi bebas saluran terbuka Hw 15 cm (minimum)
Kemiringan tebing terhadap
9 dasar saluran - 45▫(untuk bentuk trapesium)

Sumber :Peraturan Menteri Pekerjaan Umum., 2007.

21
Tabel 2.6 Kriteria Pipa Distribusi
No Uraian Notasi Kriteria

Kebutuhan Air puncak


1 Debit Perencanaan Qpuncak
Qpeak = Fpeak x Qrata-rata
2 Faktor jam puncak Fpuncak 1,15-2
Kecepatan Aliran dalam pipa
a. Kecepatan minimum Vmin 0,3 – 0,6 m/dtk
3 b. Kecepatan maksimum
Pipa PVC atau ACP Vmax 3,0 – 4,5 m/dtk
Pipa baja atau DCIP Vmax 6,0 m/dtk
Tekanan air dalam pipa
a. Tekanan minimum h min (0,5 – 1,0) atm, pada titik
b. Tekanan maksimum h max jangkauan pelayanan terjauh
Pipa PVC atau ACP 6 – 8 atm
h max
4 Pipa baja atau DCIP 10 atm
Pipa PE 100 h max 122,3785 atm
Pipa PE 80 h max 88,8231 atm
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2007.

2.10.2 Perlengkapan Pipa


Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tahun 2007, sistem transmisi
maupun distribusi terdapat aksesoris atau perlengkapan pipa antara lain:
a. Gate Valve
Alat ini berfungsi untuk mengontrol aliran di dalam pipa yang cara kerjanya
buka dan tutup sehingga aliran air dapat membagi air kebagian lainnya dalam pipa
distribusi yang diinginkan.
b. Air Release Valve (Katup Angin)
Alat ini berfungsi untuk melepaskan udara yang ada di dalam pipa. Biasanya
katup ini dipasang pada tiap jalur pipa tertinggi.
c. Blow off Valve (Katup Pembuangan Lumpur)
Alat ini berfungsi untuk mengeluarkan kotoran atau endapan yang terdapat pada
jalur pipa distribusi. Biasanya alat ini diletakkan pada titik terendah dari jalur pipa.
d. Check Valve
Alat ini dipasang apabila pengaliran yang diinginkan dialirkan satu arah.
Biasanya alat ini dipasang diantara pompa dan gate valve, fungsinya bila pompa

22
mati maka tekanan berlebih akibat aliran balik tidak merusak pipa.
e. Bangunan Perlintasan Pipa
Bangunan ini digunakan jika jalur pipa harus memotong atau menyeberangi
sungai, jalan kereta api dan pipa yang memotong jalan. Fungsinya dapat
memberikan keamanan pada pipa.
f. Thurst Block
Alat ini diperlukan pada pipa yang mengalami beban hidrolik yang tidak
seimbang seperti pergantian diameter, akhir pipa dan belokan. Dampak dari
keadaan tersebut mengakibatkan pergeseran jaringan pipa dari kedudukan semula
dan merusak pipa pada sambungannya.
g. Meter Tekan
Alat ini biasanya dipasang pada pompa agar dapat diketahui besarnya tekanan
kerja pompa. Selain itu kegunaannya ialah menjaga keamanan distribusi, tekanan
kerja pompa dan kontinuitas.
h. Meter Air
Alat ini juga sangat penting yakni berfungsi untuk mengetahui besarnya jumlah
pemakaian air dan pendeteksi besarnya kebocoran. Biasanya alat ini dipasang
disetiap sambungan yang dipasang secara kontinyu.
i. Penyebrangan Sungai
Ada tiga konstruksi dalam hal ini, antara lain : pipa diletakkan pada jembatan,
jembatan pipa dan shipon.
j. Sambungan
Sambungan dan kelengkapan pipa yang sering digunakan untuk penyambungan
pipa seperti Spigot, Flange Joint, Ball Joint, Increacer, Reducer, Bend, Tee dan
Tapping Band.

2.11 Tekanan Air


Besarnya tekanan dan laju alir harus sesuai standar. Standar tekanan air yang
diizinkan adalah 1 kg/cm2. Apabila tekanan air kurang maka dapat menyebabkan
kesulitan dalam pemakaian air. Sedangkan apabila tekanan air berlebih maka dapat

23
menimbulkan kerusakan pada peralatan plambing dan meningkatkan pukulan air.
Untuk menurunkan tekanan air, dapat dilakukan dengan menambah diameter pipa
atau dengan menurunkan laju alir dalam pipa (Sutrisno, 1984:22).
2.11.1 Kehilangan Tekanan (Headloss)
Kehilangan tinggi tekan dalam pipa dapat dibedakan menjadi tinggi tekan
mayor (mayor losses) dan kehilangan tinggi tekan minor (minor losses).
1. Kehilangan Tinggi Tekan Mayor (Mayor Losess)
Kehilangan energi primer atau mayor headloss disebut juga kehilangan energi
akibat gesekan. Penyebabnya adalah adanya kekentalan zat cair dan turbulensi
karena terjadi oleh kekasaran pipa dan menimbulkan gaya gesek yangakan
menyebabkan kehilangan energi disepanjang pipa dengan diameter konstan pada
aliran. Kehilangan energi yang terjadi sepanjang satu satuan panjang akan konstan
selama kekasaran dan diameter tidak berubah. Ada beberapa rumus yang dapat
digunakan dalam menghitung mayor headloss, yaitu persamaan Darcy–Weisbach,
dan persamaan Hazen–Williams. Rumus tersebut dapat ditulis menggunakan
persamaan berikut:
a. Persamaan Darcy–Weisbach yaitu :
L v2
Hf = f (2.20)
D 2g

Dimana :
Hf = Kehilangan tinggi tahanan oleh permukaan pipa (m)
F = Kooefesien tahanan permukaan pipa atau kooefesien gesek darchy-
weisbach (faktor gesekan) yang ditentukan oleh bilangan Reynold
L = Panjang pipa (m)
V = Kecepatan aliran (m/dtk)
g = Percepatan gravitasi (m/s)
D = Diameter pipa (m)

24
Tabel 2.7 Koefisien Kekasaran Mutlak, ε.
Bahan Nilai ε (mm)
Kuningan, timah, gelas, semen yang diaduk secara sentrifugal, lapisan batubara 0,0015
Baja yang diperdagangkan atau besi tempa, pipa baja yang dilas 0,046
Polyvinyl chloride (pvc) 0,0015
High Density Poly Ethyline (hdpe ) 0,007
Besi cor diaspal 0,12
Besi berlapis seng (galvanis) 0,15
Besi cor 0,26
Papan dan kayu 0,18 – 0,9
Beton 0,3 – 3
Sumber : Selpman., 2008

Jika diketahui komponen debit, Q dan luas penampang pipa, maka :


8.f.L.Q2
Hf = (2.21)
π2 .g.D5

Bilangan Reynold merupakan perbandingan gaya-gaya inersia dengan gaya-


gaya kekentalan. Bilangan ini pertama kali ditemukan oleh Osbone Reynold. Pada
tahun 1882 yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Load Rayleigh ditahun
1892. Nilai bilangan tanpa dimensi ini (dimensionless) ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut :
v. d
R =( ) (2.22)
v

Dimana :
R = Bilangan Reynold
V = Kecepatan Aliran (m/det)
D = Diameter pipa (m)
μ
V =ρ (2.23)

Dimana :
v = Kekentalan kenetik (m/det)
p = Rapat massa fluida (kg/m³)
μ = Kekentalan absolute (kg/m.det) atau (N.det/m²)

25
Dengan Reynold ini kita dapat menentukan sifat pengaliran di pipa dengan
mengikuti aturan berikut lihat Tabel 2.8
Tabel 2.8 Jenis Aliran Berdasarkan Nilai Bilangan Reynold, R
Jenis Aliran Nilai R
Laminar < 2100
Transisi 2100 < R < 4000
Turbulen > 4000
Sumber : Klaas., 2009
Swame menjabarkan nilai v dengan korelasi dengan suhu, T sebagai berikut :
−1
T 1,165
V = 1,792x10−6 (1 + [25] ) (2.24)

Dimana :
V = kekentalan kinematik (m2/det)
T = suhu (0c)
b. Persamaan Hazen – Williams
Rumus ini pada umumnya dipakai untuk menghitung kerugian head dalam pipa
yang relatif sangat panjang seperti jalur pipa penyalur air minum. Bentuk umum
persamaan Hazen – Williams, yaitu:
Q x (L)0,54
Hf = [0,2758.Chw.(d)2,63 ] (2.25)

Dimana :
Hf = Kerugiaan gesekan dalam pipa (m)
Q = Debit aliran (m³/dt)
L = Panjang pipa (m)
d = Diameter pipa (m)
Chw = Koefisien kekasaran pipa Hazen – Williams
Tabel 2.9 Koefisien Kekasaran Pipa Hazen – Williams
Kriteria Chw
Pipa yang sangat mulus dan halus 130-140
Pipa besi tuang baru, pipa baja. Kuningan, tembaga 130
Pipa besi tuang sedang. Pipa baja baru 120
Pipa besi tuang, digunakan beberapa tahun 100
Pipa besi tuang yang dalam keadaan buruk 80
Sumber : Jack, 1987.

26
2. Kehilangan Tinggi Tekan Minor (Minor Losses)
Kehilangan energi akibat perubahan penampang dan aksesori lainnya disebut
juga kehilangan energi sekunder atau headloss minor. Berikut persamaan untuk
menghitung headloss minor :
v2
Hm = K 2g (2.26)

Dimana :
Hm = Headloss minor (m)
K = Koefisien kehilangan tekanan minor
V = Kecepatan aliran (m/s)
G = Percepatan gravitasi (m/s)

2.12 Hidran Umum (HU)


(Peraturan Menteri PU Nomor 01/PRT/M/2009) Hidran umum merupakan cara
pelayanan air bersih yang transportasi airnya dilakukan dengan sistem perpipaan,
sedangkan pendistribusiannya kepada masyarakat melalui bak/tangki yang dapat
dipakai oleh masyarakat secara komunal/umum. Pada umumnya bangunan HU
berupa bak/tangki dengan ukuran yang sudah ditetapkan (2 m³, 3 m³, & 4 m³) untuk
melayani 200 jiwa dengan jarak maksimun 200 m. Rumus untuk mengetahui jumlah
HU yaitu :
Jumlah HU = Jumlah Penduduk / Jumlah jiwa dilayanan 1 unit (2.27)

2.13 Rencana Anggaran Biaya


2.13.1 Pengertian Rencana Anggaran Biaya
Yang dimaksud dengan Rencana Anggaran Biaya suatu bangunan atau proyek
adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta
biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek
tersebut (Ibrahim B. H.,2012:20). Dalam kegiatan proyek konstruksi dikenal
beberapa tahap dan merupakan suatu urutan kegiatan-kegiatan yang berulang, yang
biasa disebut siklus proyek (lihat pada Gambar 2.5). Dalam hal ini perhitungan

27
rencana biayapembangunan, yang lebih dikenal dengan Rencana Anggaran Biaya
(RAB), adalah termasuk bagian dalam kelompok kegiatan perencanaan. Seperti
diketahui perencanaan memegang peranan penting dalam siklus proyek, karena
keberhasilan proyek akan sangat ditentukan oleh kualitas dari perencanaan.
Terjadinya perubahan-perubahan dalam pelaksanaan akibat perencanaan kurang
mantap, selain menambah panjang waktu pelaksanaan juga menyebabkan
pemborosan. Dalam perencanaan pula ditetapkan besar kecilnya tujuan dan sasaran
dari proyek. RAB merupakan istilah dan singkatan yang popular dan sudah lama
digunakan di Indonesia. Ada beberapa istilah yang dipakai untuk itu, antara lain :
rencana biaya konstruksi, taksiran biaya, estimasi biaya, atau dalam bahasa asing
begrooting (bahasa Belanda) dan construction cost estimate dalam bahasa lnggris.

PERENCANAAN

SASARAN TERCAPAI
(PROYEK SELESAI)
UMPAN BALIK

PELAKSANAAN

EVALUASI

PENGENDALIAN

Gambar 2.2Siklus Proyek Konstruksi(Wulfram, 2005)

2.13.2 PerhitunganVolumePekerjaan
a. Pengertian Volume
Menurut pendapat H. Bachtiar Ibrahim penulis buku Rencana dan Estimate
Real Of Cost volume pekerjaan dalam bidang konstruksi adalah cara menghitung
banyaknya suatu volume pekerjaan dalam satuan. Volume pekerjaan dalam arti
sesungguhnya bukanlah volume yang menunjukkan isi sesungguhnya, melainkan
jumlah suatu volume yang terdapat dalam bagian pekerjaan dalam satu kesatuan
dalam bidang konstruksi.

28
b. Perhitungan Volume Dalam Satuan Unit Pekerjaan
Dalam melakukan pekerjaan perencanaan anggaran biaya pada suatu proyek,
haruslah dilakukan peerhitungan volume terhadap bangunan tersebut agar dapat
menentukan jumlah anggaran biaya yang diperlukan.
2.13.3 Langkah-langkah Menghitung RAB secara Umum
1. Mempersiapkan Gambar Kerja
Gambar kerja yang dibuat ternyata sangat bermanfaat untuk beberapa
keperluan proyek. Mulai dari keperluan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), pembuatan Surat Perjanjian Kontrak Kerja (SPK), sampai tahap pembuatan
RAB. Penggunaan gambar kerja pada RAB diperlukan untuk menentukan berbagai
jenis pekerjaan, spesifikasi dan ukuran material bangunan. Gambar kerja inilah yang
menjadi rujukan dalam menentukan item-item pekerjaan yang akan dihitung dalam
pembuatan RAB. Setelah itu, jangan lupa untuk melakukan pengecekan harga
material bangunan ke toko-toko bangunan dan rate upah pekerja yang berlokasi di
wilayah proyek.
2. Menyusun Item Pekerjaan
Tahapan ini menguraikan item-item pekerjaan yang akan dikerjakan. Uraian
pekerjaan disajikan dalam bentuk pokok-pokok pekerjaan yang menjelaskan
mengenai lingkup besar pekerjaan.
Tabel 2.10 Bentuk Tabel Perhitungan Item Pekerjaan
NO URAIAN PEKERJAAN
I PEKERJAAN PERSIAPAN
1 Mobilisasi Tenaga Kerja, Alat Dan Bahan
2 Pembersian Lokasi
3 Pembuatan Direksi Keet, Los Kerja Dan Gudang
4 Pengukuran Dan Pemasangan Bowplank
5 Pengadaan Air Kerja
6 Pengadaan Listrik Kerja
7 Pelaporan Dan Dokumentasi

II PEKERJAAN TANAH
1 Galian Tanah Biasa
2 Urugan Tanah Kembali Dan Timbunan Tanah

III PEKERJAAN PASANGAN SALURAN

29
1 Pasangan Batu Kali ( 1PC : 4 PP)
2 Plesteran (1PC : 4 PP)

IV PEKERJAAN AKHIR
1 Demobilisasi
2 Pembersihan Kembali Lokasi
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat 28/PRT/M/2016 Tentang
Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.

3. Menghitung Volume Pekerjaan


Langkah berikutnya adalah menghitung volume pekerjaan. Perhitungan ini
dilakukan dengan cara menghitung banyaknya volume pekerjaan dalam satu satuan,
misalnya per m², m³, atau per unit. Volume pekerjaan nantinya dikalikan dengan
harga satuan pekerjaan, sehingga didapatkan jumlah biaya pekerjaan.
Tabel 2.11 Bentuk Tabel Perhitungan Volume Pekerjaan
NO URAIAN PEKERJAAN SATUAN VOLUME
1 2 3 4

I PEKERJAAN PERSIAPAN
1 Mobilisasi tenaga kerja, alat dan bahan Ls
2 Pembersian lokasi m²
3 Pembuatan direksi kerja, los kerja dan gundang m²
4 Pengukuran dan pemasangan, bowplank m²
5 Pengadaan air kerja Ls
6 Pengadaan listrik kerja Ls
7 Pelaporan dan dokumentasi Ls

II PEKERJAAN TANAH
1 Galian tanah biasa m²
2 Urugan kembali dan timbunan tanah m²

III PEKERJAAN PASANGAN SALURAN


1 Pasangan batu kali ( 1PC : 4 PP) m²
2 Plesteran (1PC : 4 PP) m²

IV PEKERJAAN AKHIR
1 Demobilisasi Ls
2 Pembersihan kembali lokasi m²
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat 28/PRT/M/2016 Tentang
Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.

4. Membuat Analisa Harga Satuan Pekerjaan


Yang dimaksud dengan harga satuan pekerjaan ialah, jumlah harga bahan dan
upah tenaga kerja berdasarkan perhitungan analisis. Harga dan bahan didapat di

30
pasaran, dikumpulkan dalam satu daftar yang dinamakan Daftar Harga Satuan
Bahan. Upah tenaga kerja didapatkan dilokasi dikumpulkan dan dicatat dalam satu
daftar yang dinamakan Daftar Harga Satuan Upah. Setiap bahan atau material
mempunyai jenis dan kualitas sendiri. Hal ini menjadi harga material tersebut
beragam. Untuk itu sebagai patokan harga biasanya didasarkan pada lokasi daerah
bahan tersebut berasal dan sesuai dengan harga patokan pemerintah. Misalnya untuk
harga semen harus berdasarkan kepada harga patokan semen yang ditetapkan. Harga
satuan bahan dan upah tenaga kerja di setiap daerah berbeda-beda. Jadi dalam
menghitung dan menyusun anggaran biaya suatu pekerjaan harus berpedoman pada
harga satuan bahan dan upah tenaga kerja di pasaran dan lokasi pekerjaan (Ibrahim
H. B.,2012:21). Upah tenaga kerja didapatkan di lokasi, dikumpulkan dan dicatat
dalam satu daftaryang dinamakan Daftar Harga Satuan Upah. Untuk menentukan
upah pekerja dapat diambil standar harga yang berlaku di pasaran atau daerah sekitar
proyek dikerjakan yang sesuai dengan spesifikasi dari Dinas PU. Pada analisa ini
sudah termasuk peralatan kerja atau setiap pekerja harus mempunyai perlatan kerja
sendiri yang mendukung keahlian masing-masing. Untuk menentukan harga satuan
alat dapat diambil standar harga yang berlaku di pasar atau daerah tempat proyek
dikerjakan sesuai dengan spesifikasi dari Dinas PU setempat yang dinamakan Daftar
Harga Satuan Alat. Secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:
Harga satuan pekerjaan = H .S.Bahan + H. S. Upah + H. S. Alat (2.28)
Analisa harga satuan pekerjaan merupakan analisa material, upah, tenaga kerja,
dan peralatan membuat satu-satuan pekerjaan tertentu yang diatur dalam pasal-pasal
analisa BOW maupun SNI, dari hasilnya ditetapkan koefisien pengali untuk material,
upah tenaga kerja dan peralatan segala jenis pekerjaan. Sedangkan analisis lapangan
ditetapkan berdasarkan perhitungan kontraktor pelaksana.

31
Tabel 2.12 Bentuk Tabel Perhitungan Analisa Harga Satuan
PEKERJAAN HARGA JUMLAH
KOMPONEN SATUAN
NO KUANTITAS SATUAN HARGA
1 2 3 4 5 6
A Tenaga
Pekerja
Tukang
Kepala tukang
Mandor
JUMLAH HARGA TENAGA
B Bahan
Semen
Pasir
JUMLAH HARGA BAHAN
C Peralatan

JUMLAH HARGA PERALATAN


D JUMLAH HARGA TENAGA BAHAN DAN PERALATAN
E OVERHEAD & 10% X D
F HARGA SATUAN PEKERJAAN (D + E)
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat No.28/PRT/M/2016 Tentang
Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.

Dengan perhitungan analisa harga yang sama, maka didapatkan jumlah harga
untuk setiap satuan analisa item pekerjaan. Analisa bahan yang dimaksud dengan
analisa bahan suatu pekerjaan, ialah menghitung banyaknya atau volume masing-
masing bahan, serta besarnya biaya yang dibutuhkan. Biaya bahan merupakan biaya
pada penggunaan bahan dalam hal ini pekerjaan drainase (semen, pasir, air, batu kali,
batu kerikil, besi betondan gorong-gorong) (Ibrahim B.H.,2012:24). Kebutuhan
bahan/material ialah besarnya jumlah bahan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
bagian pekerjaan dalam satu kesatuan pekerjaan. Kebutuhan bahan dapat dicari
dengan rumus sebagai berikut :
𝛴 Bahan = Volume Pekerjaan x Koefisien Analisa Bahan (2.29)
a. Analisa Upah
Yang dimaksud dengan analisa upah suatu pekerjaan ialah, menghitung
banyaknya tenaga yang diperlukan, serta besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
pekerjaan tersebut (Ibrahim B. H.,2012:25). Biaya upah merupakan biaya bagi para

32
pekerja (mandor, kepala tukang, tukang dan lain-lain sesuai kebutuhan) sedangkan
bahan merupakan kebutuhan atau bahan yang digunakan untuk pekerjaan konstruksi
drainase (semen, pasir, kerikil, batu kali dan lain-lain sesuai kebutuhan). Kebutuhan
tenaga kerja adalah besarnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk suatu
volume pekerjaan tertentu yang dapat dicari dengan menggunakan rumus :
Ʃ tenaga kerja = volume pekerjaan x koefisien tenaga kerja (2.30)
b. Harga biaya peralatan
Biaya peralatan dihitung dengan sewa atau memperhitungkan harga
penyusutan, perbaikan, operasi dan pemeliharahan serta biaya lainnya.
c. Produktivitas Tenaga
Kerja Produktivitas atau kapasitas tenaga kerja adalah kemampuan tenaga kerja
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan volume tertentu dalambatas waktu
tertentu dalam kondisi standar dan diukur dalam satuan volume/hari-orang.
Pengertian produktivitas bila dituliskan dalam suatu bentuk perumusan matematis
adalah sebagai berikut :
Produktivitas = satuan hasil kerja /satuan waktu (2.31)
5. Menghitung Jumlah Biaya Pekerjaan
Setelah Volume dan harga satuan kerja sudah bisa didapatkan, maka langkah
selanjutnya adalah mengalikan angka tersebut sehingga dapat ditentukan jumlah
biaya dari masing-masing pekerjaan. Hitung jumlah biaya pekerjaan dengan cara
mengalikan volume pekerjaan dengan harga satuan. Seperti contoh pekerjaan
pembuatan pondasi batu kali, kita menghitung volumenya sebesar 10 m³ dengan
harga satuan sebesar Rp. 350.000. Maka dari sini kita bisa mengetahui bahwa biaya
pekerjaan pembuatan pondasi batu kali adalah 10m³ x Rp.350.000 = Rp. 3.500.000,-.

33
Tabel 2.13 Bentuk Tabel Perhitungan Jumlah Biaya Pekerjaan
No Uraian Pekerjaan Satuan Volume Harga Satuan Jumlah Jumlah Harga
1 2 3 4 5 6 7
I PEKERJAAN PERSIAPAN
1 Mobilisasi Tenaga Kerja, Alat dan Ls
Bahan
2 Pembersihan Lokasi m²
3 Pembuatan Direksi Keet, Los Kerja m²
dan Gudang
4 Pengukuran dan Dokumentasi m²
5 Pengadaan Air Kerja Ls
6 Pengadaan Listrik Kerja Ls
7 Pelaporan dan Dokumentasi Ls
JUMLAH RP -
II PEKERJAAN TANAH
1 Galian Tanah Biasa m³
2 Urugan Tanah Kembali dan m³
Timbunan Tanah
JUMLAH RP -
III PEKERJAAN PASANGAN SALURAN
1 Pasangan batu kali (1PC : 4PP) m³
2 Plesteran (1pc : 4pp) m²
JUMLAH RP -
IV PEKERJAAN AKHIR
1 Demobilisasi Ls
2 Pembersihan Kembali Lokasi m²
JUMLAH RP -
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat No.28/PRT/M/2016 Tentang
Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.

6. Rekapitulasi
Langkah terakhir dalam membuat RAB adalah membuat bagian Rekapitulasi.
Rekapitulasi adalah jumlah total masing-masing sub pekerjaan, seperti pekerjaan
persiapan, pekerjaan pondasi, atau pekerjaan beton. Kedua sub pekerjaan tersebut
dapat diuraikan lagi secara lebih detail. Setiap pekerjaan tersebut dapat diuraikan lagi
secara lebih detail. Setiap pekerjaan kemudian ditotalkan sehingga didapatkan
jumlah total biaya pekerjaan. Di dalam perhitungan biaya rekapitulasi ini, kita juga
nisa memasukan biaya tambahan dan pajak.

34
Tabel 2.14 Bentuk Tabel Format Rekapitulasi
NO URAIAN PEKERJAAN JUMLAH HARGA

I PEKERJAAN PERSIAPAN

II PEKERJAAN TANAH

III PEKERJAAN PASANGAN SALURAN

IV PEKERJAAN AKHIR

A TOTAL BIAYA PEKERJAAN


B PPN 10%
C TOTAL
D DIBULATKAN
TERBILANG :
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat 28/PRT/M/2016 Tentang
Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.

35
Bagan Alir Rencana Anggaran Biaya
Mempersiapkan Gambar Kerja

Menyusun Item Pekerjaan

Menghitung Volume Pekerjaan

Membuat Analisa Harga Satuan Upah & Bahan

Membuat Analisa Harga Satuan Pekerjaan

Menghitung Jumlah Biaya Pekerjaan

Rekapitulasi

Gambar 2.3 Bagan Alir Perhitungan Rencana Anggaran Biaya

36

Anda mungkin juga menyukai