Anda di halaman 1dari 48

Organisasi dan Manajemen Pemerintahan

PENDAHULUAN

Organisasi adalah alat dari administrasi dalam bentuk


kerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Dalam
praktiknya sehari-hari, organisasi mempunyai pengertian
sebagai wadah serta proses kerja sama sejumlah orang
yang terikat dalam hubungan formal dan rangkaian
hierarki untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Untuk mencapai tujuan ini, organisasi harus digerakkan
dengan suatu proses yang dinamik dan khas. Proses yang
dinamik dan khas ini disebut dengan istilah manajemen.
Orang-orang yang melaksanakan manajemen disebut
manajer.
Manajemen sebagai proses khas yang menggerakkan
organisasi sangat penting karena tanpa manajemen yang
efektif tidak akan ada usaha yang akan berhasil cukup
lama. Tercapainya tujuan organisasi baik tujuan
ekonomis, sosial atau politik, untuk sebagian besar
bergantung kepada kemampuan para manajer dalam
organisasi yang bersangkutan. Manajemen memberikan
efektivitas pada usaha manusia.
Organisasi dapat diibaratkan sebagai suatu organisme
hidup yang selalu berubah dan berkembang sesuai dengan
perubahan lingkungannya. Ada organisasi yang dengan
cepat beradaptasi terhadap perubahan, ada pula yang lebih
lambat. Organisasi pemerintahan dibangun demi masa
depan masyarakat suatu bangsa, dalam pertumbuhannya
tidak lepas dari perubahan lingkungan. Organisasi
pemerintahan termasuk dalam kategori yang lambat
menghadapi perubahan, begitu pula dengan
manajemennya.
Perubahan besar pada manajemen pemerintahan
terjadi dengan hadirnya konsepsi pemikiran dari Osbome
dan Gaebler (1992) yang menawarkan perlunya
transformasi semangat kewirausahaan pada sektor publik.
Osborne dan Gaebler mengemukakan sepuluh pokok
pikiran yang intinya adalah mengurangi peranan
pemerintah dengan memberdayakan masyarakat serta
menjadikan sektor pemerintah menjadi lebih efisien.
Manajemen pemerintahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dalam berbagai hal merupakan proses
mengerahkan, mengendalikan, dan menggerakkan
sekelompok orang-orang yang tergabung dalam suatu
organisasi pemerintahan guna mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya melalui penetapan prinsip-prinsip.
Untuk melaksanakan manajemen pemerintahan
tersebut diperlukan fungsi-fungsi tertentu; manajemen
sebagai ilmu yang universal sifatnya maka bidang
kegiatannya pada dasarnya sama, yang berbeda hanyalah
ruang lingkupnya. Fungsi-fungsi manajemen yang
dimaksud adalah fungsi yang bersifat organik dan fungsi
yang bersifat pelengkap. Fungsi yang bersifat organik
merupakan fungsi-fungsi yang bersifat mutlak dan harus
dilaksanakan, tetapi tidak sepenuhnya sehingga proses
pencapaian tujuan yang telah ditentukan tidak akan
tercapai dengan baik atau tidak berhasil sama sekali
(gagal) dan organisasi tersebut kehilangan prinsip-
prinsipnya sebagai dasar keberadaan organisasi.
Sedangkan fungsi pelengkap merupakan fungsi
pendukung terhadap proses pelaksanaan fungsi organik
atau fungsi utama. Manakala fungsi-fungsi pelengkap
dapat dilaksanakan dengan baik maka proses kegiatan
manajemen pemerintahan tersebut dapat berjalan dengan
baik, menghasilkan efektivitas dan efisiensi kerja.
Pelengkap tersebut contohnya: tata ruang yang
mendukung, fasilitas yang lengkap, hubungan
antarkaryawan harmonis, motivasi kerja ada, serta
keikhlasan dalam bekerja.
Berdasarkan apa yang dipaparkan di atas, dalam
modul 6 ini akan dijelaskan tentang organisasi dan
manajemen pemerintahan yang terbagi dalam 2 kegiatan
belajar. Dalam kegiatan belajar 1 dibahas tentang
organisasi pemerintahan meliputi: hakikat organisasi
pemerintahan, pengertian organisasi pemerintahan, asas-
asas organisasi pemerintahan, pergeseran peran organisasi
pemerintahan (organisasi publik), faktor-faktor yang
mempengaruhi pergeseran peran organisasi pemerintahan
(organisasi publik), efektivitas organisasi pemerintahan,
serta perkembangan struktur organisasi pelayanan pada
pemerintahan Indonesia. Dalam kegiatan belajar 2
dibahas tentang manajemen pemerintahan, meliputi:
pengertian manajemen pemerintahan, perbedaan antara
ilmu pemerintahan dengan manajemen pemerintahan,
hubungan ilmu pemerintahan dengan manajemen
pemerintahan, fungsi-fungsi manajemen pemerintahan,
asas-asas manajemen pemerintahan, manajer
pemerintahan, perkembangan manajemen pemerintahan
di Indonesia, serta new public management.
Penguasaan Anda terhadap materi “Organisasi dan
Manajemen Pemerintahan” ini akan memberikan
pengetahuan dan memperkaya pemahaman Anda
terhadap terhadap materi yang meliputi 2 kegiatan belajar
di atas sehingga setelah mempelajari modul 4 ini Anda
diharapkan dapat menjelaskan konsep-konsep dan teori-
teori yang relevan dengan organisasi pemerintahan secara
mendasar serta konsep dan teori-teori tentang manajemen
pemerintahan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia.
Dengan demikian, setelah mempelajari modul ini
Anda diharapkan dapat menjelaskan dengan baik materi-
materi sebagai berikut.
a. Hakikat Organisasi Pemerintahan.
b. Pengertian Organisasi Pemerintahan.
c. Asas-asas Organisasi Pemerintahan.
d. Fungsi-fungsi dalam Organisasi Pemerintahan.
e. Pergeseran Peran Organisasi Pemerintahan
(Organisasi Publik).
f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergeseran Peran
Organisasi Pemerintahan (Organisasi Publik).
g. Efektivitas Organisasi Pemerintahan serta
Perkembangan Struktur Organisasi Pelayanan pada
Pemerintahan Indonesia.
h. Pengertian Manajemen Pemerintahan.
i. Perbedaan antara Ilmu Pemerintahan dengan
Manajemen Pemerintahan.
j. Fungsi-fungsi Manajemen Pemerintahan.
k. Asas-asas Manajemen Pemerintahan.
l. Manajer Pemerintahan.
m. Perkembangan Manajemen Pemerintahan di
Indonesia.
n. New Public Management.
Organisasi Pemerintahan

A. HAKIKAT ORGANISASI PEMERINTAHAN

Pada hakikatnya, menurut James D. Money


"organisasi merupakan segi formal administrasi sekaligus
mesin daripada administrasi serta saluran melewati mana
segala rencana serta policy dilaksanakan. Organisasi
adalah frame work daripada setiap bentuk kerja sama
manusia untuk mencapai tujuan bersama".
Sebagai alat administrasi, organisasi dapat ditinjau
dari dua sudut sebagai berikut.
1. Sebagai wadah, di mana kegiatan manajemen
dijalankan.
Organisasi adalah tempat di mana kegiatan manajemen
dijalankan. Sebagai wadah, organisasi sifatnya statik.
Setiap organisasi memiliki suatu pola dasar struktur
organisasi yang relatif permanen sifatnya. Tetapi dengan
adanya perkembangan-perkembangan, kompleksnya
tugas-tugas, berubahnya tujuan, pergantian pimpinan,
beralihnya kegiatan dan lain-lain, semuanya itu dapat
merupakan faktor pendorong adanya perubahan-
perubahan dalam struktur suatu organisasi.
2. Sebagai proses, di mana terjadi interaksi antar orang
orang yang menjadi anggota organisasi yang
bersangkutan.
Tinjauan atas organisasi sebagai proses
memperhatikan dan menyoroti antar orang anggota
organisasi itu. Sebagai suatu proses, organisasi jauh lebih
dinamik daripada sebagai wadah. Tinjauan atas organisasi
sebagai proses ini menimbulkan dua macam hubungan
dalam organisasi, yaitu:
a. hubungan formal;
b. hubungan informal.

Hubungan formal nampak pada tata hubungan yang


berupa susunan tata kerja beserta segala tugas kewajiban
organisasi sebagaimana ditentukan secara resmi oleh
pembentuk organisasi. Hubungan informal nampak pada
tingkah laku dan tindakan masing-masing peserta anggota
dalam hubungan pribadi mereka, baik antara atasan dan
bawahan maupun hubungan pribadi anggota di tingkat
bawahan. Tata hubungan ini tidak dapat ditetapka
sebelumnya oleh pembentuk organisasi. Apabila hendak
ditetapkan dalam bentuk diagram atau bagan, hubungan
ini justru timbul dan terjadi dalam bekerjanya orang-
orang itu sebagai orang-orang yang bekerja sama.
Segi formal organisasi didasarkan atas hubungan yang
rasional. Segi informal organisasi didasarkan atas
hubungan dengan perasaan, keinginan, serta hasrat
masing-masing anggota; singkatnya didasarkan pada
tingkah laku pribadi.
Apabila kita mengharapkan agar organisasi dapat
memperoleh hasil yang baik dan lancar jalannya maka
kedua segi tersebut, yaitu segi formal dan segi informal
haruslah mendapat perhatian yang wajar.
Untuk menentukan segi atau hubungan mana yang
harus lebih banyak, segi formal atau informal, di dalam
teori organisasi masih berlaku pendapat: ”semakin
berhasil kelompok pimpinan membina suatu organisasi,
semakin menonjol pula hubungan yang bersifat informal
meskipun hubungan- hubungan yang bersifat formal tidak
boleh hilang sama sekali”.
Dalam kerangka organisasi pemerintahan maka
hakikat organisasi pemerintahan pada dasarnya
merupakan organisasi formal. Struktur organisasinya juga
formal. Namun, seiring dengan terbentuknya organisasi
formal ini, dalam organisasi pemerintahan ini juga
terbentuk organisasi informal karena seperti organisasi
lain umumnya, di mana begitu sebuah organisasi
terbentuk, di dalamnya secara spontan terbentuk pula
organisasi informal, yaitu „network of personal and
social relations, not established or required by the formal
organization, but arising spontaneously as people
associate with the another” (Keith Davis dan John W.
Newstrom, Human Behavior at Work: Organizational
Behavior, 1985: 559).
Selain itu, lingkup organisasi pemerintahan itu lebih
luas daripada organisasi lainnya karena merupakan
organisasi terbesar dalam suatu negara, strukturnya lebih
rumit karena organisasi pemerintahan, meliputi berbagai
bentuk struktur organisasi dan tipe organisasi yang
bermacam-macam; terdapat suprastruktur dan
infrastruktur yang keduanya memiliki hubungan dalam
berbagai bentuk hubungan dan dalam intern struktur
tersebut masing- masing juga memiliki berbagai bentuk
hubungan; adanya organisasi pemerintahan yang terpusat
dan organisasi pemerintahan yang tidak terpusat, dan
sebagainya.
Bentuk formal dalam organisasi pemerintahan di
Indonesia, misalnya terdapat pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah yang satu sama lain memiliki
hubungan kerja yang jelas dan secara formal diatur dalam
peraturan perundang-undangan; adanya hubungan
internal dalam organisasi pemerintah pusat dan organisasi
pemerintahan daerah; memiliki hubungan dalam berbagai
bentuk tipe organisasi, serta secara hierarki juga memiliki
hubungan kerja antara organisasi pemerintahan pusat
dengan organisasi pemerintahan daerah dalam upaya
mensinergikan tujuan pemerintahan dan tujuan negara.
Pada hakikatnya dalam organisasi pemerintahan
sekurang-kurangnya terdapat unsur-unsur organisasi
sebagaimana dikemukakan oleh Sadu Wasistiono (2002)
berikut ini.
1) Unsur pimpinan, dengan tugas pokok mengambil
keputusan dan membina akses dengan pihak luar
organisasi.
2) Unsur staf, dengan tugas pokok memberikan
layanan (to serve) kepada semua unsur-unsur
organisasi lainnya serta memberikan saran (to
advice) kepada pimpinan.
3) Unsur staf auxiliary, dengan tugas pokok
memberikan dukungan pada unsur pimpinan
maupun unsur lini sesuai dengan fungsi-fungsi
manajerial yang dijalankan organisasi.
4) Unsur lini, dengan tugas pokok melaksanakan
kegiatan operasional (to do, to act) melayani
konsumen secara langsung.

B. PENGERTIAN ORGANISASI PEMERINTAHAN

Sebelum mengemukakan pengertian organisasi


pemerintahan, terlebih dahulu akan dikemukakan
beberapa pengertian organisasi sebagai berikut.
1. G.R. Terry:
Organisasi berasal dari perkataan "organism"yaitu
suatu struktur dengan bagian-bagian yang demikian
diintegrasi sehingga hubungan mereka satu sama lain
dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan
keseluruhan. Jadi, sebuah organisasi terdiri dari dua
bagian pokok, yaitu bagian-bagian dan hubungan-
hubungan.

2. Leonard D. White mengemukakan dua pengertian:


a. organisasi adalah pola hubungan yang ditetapkan
secara formal oleh hukum dan oleh top manajemen
(organisasi formal);
b. organisasi adalah sejumlah tata hubungan kerja
(work relationship) yang menjelma dari hubungan
kerja sama antar sejumlah orang dalam jangka
waktu panjang (organisasi informal).
Dari pengertian organisasi yang dikemukakan
beberapa ahli di atas, secara umum dan elementer dapat
disimpulkan bahwa unsur-unsur organisasi, antara lain
adanya:
1) dua orang atau lebih;
2) maksud untuk kerja sama;
3) pengaturan hubungan;
4) tujuan yang hendak dicapai.

Berdasarkan unsur-unsur dasar tersebut, dapatlah


dirumuskan definisi yang lebih mendekati praktik
organisasi sehari-hari berikut ini. "Organisasi adalah
wadah serta proses kerja sama sejumlah manusia yang
terikat dalam hubungan formal dalam rangkaian hierarki
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan”.
Sitanggang (1997) mengemukakan bahwa dengan
menggabungkan beberapa pengertian dan definisi
organisasi di atas maka dalam organisasi pemerintahan
tidak hanya hubungan kerja sama antar orang yang
dibicarakan, tetapi juga antar struktur atau antar lembaga,
antar golongan, antar lapisan struktur harus berada dalam
hubungan kerja sama dan hubungan saling keseimbangan
atau penyesuaian.
Suatu organisasi pemerintahan disebut baik, bila
semua struktural fungsional berjalan dengan baik, yaitu
dapat melakukan tugas hubungan interaksi sesuai dengan
norma dan nilai-nilai yang dimiliki dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan. Sebaliknya, disebut jelek bila
struktur tidak berfungsi melakukan interaksi terhadap
keadaan sekitarnya. Dalam pengertian organisasi
pemerintahan sebagai kerangka bergeraknya kedaulatan
dalam bentuk kekuasaan pemerintahan yang menjadi
permasalahan adalah bagaimana kedaulatan itu
dipelihara, mungkinkah kedaulatan itu dibagi-bagi,
dapatkah rakyat itu semuanya melaksanakan
kedaulatannya.
Menjawab berbagai permasalahan tersebut, organisasi
pemerintahan harus mampu menjadi saluran dan perekat
bagi sistem serta menjadi sarana mekanisme
mengembangkan kekuasaan politik yang ada di
masyarakat, sebagai infrastruktur dengan tugas-tugas
lembaga pemerintahan.
Berkaitan dengan organisasi pemerintahan ini, pada
mulanya Weber berpendapat bahwa untuk mencapai
tujuannya, organisasi harus memiliki struktur ideal yang
disebut birokrasi. Birokrasi adalah struktur ideal bagi
setiap organisasi termasuk perusahaan. Birokrasi lahir
dari disiplin dan disiplin lahir dari pertimbangan-
pertimbangan ekonomi. Dalam perjalanan sejarah
ternyata struktur birokratik model Weber tidak cocok
dengan dunia bisnis. Tetapi, di lingkungan organisasi
publik (pemerintah) pada kebanyakan negara yang sedang
berkembang, organisasi birokrasi untuk jangka waktu
lama memegang peranan penting di bidang pembangunan
dan di bidang politik. Kendati pun di bidang
pembangunan kemudian birokrasi menghadapi tantangan
pasar, di bidang politik dan pemerintahan birokrasi tetap
bertahan. Jadi, organisasi pemerintahan adalah organisasi
birokratik.
Organisasi bisnis yang semata-mata bergantung pada
mekanisme pasar (bebas), segera bangkrut begitu
produknya tidak laku ditawarkan di pasar. Siklus
hidupnya pendek, juga dia bisa cepat berubah agar terus
survive. Siklus hidupnya sangat fluktuatif. Tidak
demikian halnya dengan organisasi pemerintahan.
Organisasi pemerintahan sebagai organisasi kekuasaan,
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi, merekayasa,
dan mengubah lingkungan dengan menggunakan
kewenangan, kekuatan, paksaan, dan kekerasan yang sah.
Oleh karena itu, organisasi pemerintahan bisa bertahan
hidup lebih lama. Walaupun dengan mengorbankan
lingkungannya, masyarakat, dan rakyat. Pemerintahan
seperti itu ibarat benalu, siklus hidupnya bisa panjang,
tetapi ”kaku” dan kurang fluktuatif. Sebaliknya, apabila
dengan kekuasaannya tersebut organisasi pemerintahan
dapat menggunakan wewenangnya dengan baik dengan
memperhatikan lingkungannya, rakyat dan masyarakat,
organisasi pemerintahan tersebut dapat dikatakan baik,
fleksibel, dan responsif.
Menurut Bambang Istianto (2012), organisasi
pemerintahan memiliki cakupan yang paling luas, yaitu
seluruh warga negara yang terdiri dari berbagai elemen
masyarakat sebagai "stake holder”. Jika organisasi bisnis,
stake holder hanya para pemegang saham maka dalam
”proses pengambilan keputusan” lebih sederhana, cepat
dan tidak kompleks. Akan tetapi, dalam organisasi
pemerintahan, dalam proses pengambilan keputusan
memerlukan waktu yang cukup lama, kemungkinan
memerlukan sosialisasi, komunikasi, lobby, bargaining,
dan consensus dengan para stake holder.
Menurut Graham dan Hays yang dikutip Bambang
Istianto, organisasi pemerintahan ada 6 tingkatan, yaitu:
a. Central authority (elected);
b. political executive (transient apoinment);
c. executive manager (appointed carreerists);
d. middle managers;
e. supervisor;
f. support and Service personal.

Keenam tingkatan ini disebut oleh Graham dan Hays


sebagai piramida organisasional pemerintahan secara
umum yang dapat dilihat dalam gambar berikut.
Taliziduhu Ndraha (2003) mengemukakan bahwa
secara umum organisasi pemerintahan sangat formal
sehingga strukturnya sukar berubah dan cenderung
menentang perubahan. Lebih reaktif ketimbang responsif.
Organisasi pemerintahan juga bersifat makro, diatur pada
level nasional, sehingga relatif seragam di mana-mana.
Dilihat dari sudut ini, lebih leluasa mengamati organisasi
pemerintahan (publik) daripada organisasi bisnis (privat).
Menurut Alfred Kuhn dalam Wasistiono (2003),
memberikan gambaran bahwa organisasi pemerintahan
memang tidak sederhana melainkan jauh lebih kompleks
dibanding dengan organisasi bisnis dan organisasi
lainnya. Dikatakan Kuhn, ada enam asumsi tentang
organisasi pemerintahan, yaitu: 1) Pemerintah adalah
organisasi formal yang kompleks; 2) Pemerintah
melingkupi seluruh masyarakat; 3) Pemerintah secara
potensial mempunyai ruang lingkup yang tidak terbatas di
dalam menentukan perihal keputusan dan pengaruh yang
ditimbulkannya; 4) Afilansi keanggotaan oleh individu
(warga negara) diakui secara otomatis melalui kelahiran
dan diakhiri karena kematian; 5) Pemerintah menjalankan
monopoli di dalam penggunaan kekuasaan atau delegasi
atasnya; 6) Terdapat banyak pendukung pemerintah yang
mempunyai tujuan bertentangan sehingga harus dipenuhi
oleh kegiatan pemerintah dan memenuhi setiap
kepentingan yang berbeda dengan era pemecahan yang
berbeda, apabila berbagai konflik tidak dapat diatasi
melalui komunikasi dan transaksi.
C. ASAS-ASAS ORGANISASI PEMERINTAHAN
James D. Money sebagaimana dikutip oleh Sarwoto
mengemukakan ada dua asas fundamental dari organisasi,
yaitu:
1. Asas Koordinasi
Dengan adanya pengelompokkan tugas-tugas
sehubungan dibentuknya unit-unit dalam organisasi (biro-
biro, bagian-bagian, direktorat-direktorat, seksi-seksi, dan
lain-lain) maka ada kecenderungan timbulnya suatu
kekuatan yang memisahkan diri dari induknya (gerak
sentrifugal). Masing-masing unit yang memiliki tugas
khusus dan keahlian tersebut cenderung untuk hanya
memberikan perhatian yang besar terhadap usaha unitnya
masing-masing sehingga cenderung melupakan tujuan
organisasi keseluruhannya dalam lingkup yang luas. Oleh
karena itu, perlu ada suatu kekuatan yang lain untuk
mengembalkan gerak yang memisahkan dirinya supaya
kembali ke induknya (gerak sentripetal). Untuk
melaksanakan gerak sentripetal dipergunakan antara
koordinasi.
Leonard D. White berpendapat bahwa koordinasi
adalah suatu penyatuan terhadap masing-masing bagian
antara satu dengan lainnya dan menyelaraskan usaha-
usaha atau kegiatan-kegiatan beserta gerak operasinya
agar mereka dapat memberikan sumbangan semaksimal
mungkin bagi berhasilnya usaha bersama itu. Menurut
James D. Money, koordinasi adalah suatu teknik dan cara
untuk mempersatukan berbagai kecakapan dan
kepentingan serta memimpinnya ke arah tujuan yang
sama. Menurutnya, supaya koodinasi itu dapat berjalan
baik perlu adanya authority, mutual Service, dan doktrin.
2. Asas Hierarki
Dengan hierarki dimaksudkan suatu rangkaian anak
tangga atas pembatasan wewenang dan tugas masing-
masing, tingkatan derajat tinggi rendah dari wewenang,
tugas dan kewajiban, serta tanggung jawab. Adanya
hierarki adalah untuk dapat merealisasi asas pertama
organisasi, yaitu koordinasi. Supaya hierarki dapat lancar
merealisasi koordinasi dengan sebaik-baiknya maka perlu
adanya leadership, delegasi kekuasaan, serta penentuan
dan pembatasan tugas.
Untuk mencapai sasaran dan tujuan dalam organisasi
pemerintahan, diperlukan prinsip-prinsip organisasi
sebagaimana dikemukakan oleh Sondang P. Siagian,
berikut ini.
1. Kejelasan tujuan. Siapa pun akan mengakui bahwa
suatu organisasi termasuk negara atau pemerintahan
didirikan untuk mencapai tujuan tertentu.
Para pakar pada umumnya menekankan bahwa:
a. tujuan merupakan ”bintang penuntun” yang
memberi arah kepada semua kegiatan yang akan
dilaksanakan kemudian;
b. tidak perlu dipersoalkan siapa yang menentukan
tujuan tersebut;
c. penting menumbuhkan persepsi yang sama dari
semua pihak tentang makna hakiki dari tujuan
meskipun belum terdapat pemahaman secara
mendetail karena sifatnya yang idealistik,
jangkauan waktu yang jauh ke depan, dinyatakan
secara kualitatif, dan bentuknya pun masih
abstrak;
d. terdapat kesepakatan bersama tentang layaknya
tujuan untuk dicapai dengan mengerahkan segala
kekuatan dan kemampuan seluruh komponen
organisasi; serta
e. kegiatan yang dilaksanakan kemudian berkaitan
dengan upaya pencapaian tujuan tersebut.

2. Kejelasan misi. Misi merupakan langkah-langkah


utama yang harus diemban dalam rangka pencapaian
tujuan. Pada gilirannya, kejelasan misi akan
mempermudah manajemen untuk menyatakan
visinya, menentukan strategi yang akan ditempuh,
menyusun rencana yang diperlukan, serta menentukan
program kerja semua satuan kerja dalam organisasi
untuk kemudian dilaksanakan dengan sebaik
mungkin.
3. Fungsionalisasi. Pembagian tugas antara berbagai
satuan kerja dalam organisasi harus didasarkan atas
prinsip fungsionalisasi untuk menjamin bahwa:
a. semua fungsi yang sama harus diselenggarakan
”terbagi habis” di antara berbagai kesatuan kerja
yang ada;
b. tidak ada fungsi yang "ketinggalan” tanpa
penanggung jawab yang jelas, suatu hal yang
sering terjadi terhadap fungsi tertentu karena
dianggap tidak penting;
c. tidak terjadi perebutan fungsi yang dipersepsikan
sebagai fungsi yang penting.

4. Pembagian tugas. Prinsip ini penting karena:


a. tidak sedikit tugas yang sangat spesialistik
sehingga memerlukan deskripsi dan spesifikasi
tugas yang sejelas mungkin;
b. beban kerja yang harus dipikul tidak mungkin
merata, tetapi berbeda-beda;
c. kontribusi satuan kerja pelaksana tugas tertentu ke
arah pencapaian tujuan tidak sama;
d. persyaratan pengetahuan dan keterampilan yang
dituntut dari dan harus dipenuhi oleh para
pelaksana berbeda-beda pula;
e. struktur organisasi harus disesuaikan dengan
tuntutan tugas-tugas tersebut.

5. Departementalisasi. Salah satu cara yang dapat


digunakan dalam pembagian tugas, di mana semua
tugas yang harus dilaksanakan dan dikelompokkan ke
dalam "departemen”. Berikut ini ada 4 pendekatan
dalam menggunakan cara ini.
a. Pendekatan fungsional; misalnya terdapat fungsi
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan.
b. Pendekatan produk; lingkungan pekerjaan
menghasilkan produk tertentu (barang atau jasa).
c. Pendekatan pelanggan; departemen atau bagian
dari suatu lingkungan pekerjaan tugasnya
melayani orang lain (masyarakat) sebagai
pelanggan.
d. Pendekatan proses. Dalam menghasilkan suatu
produk tertentu (barang atau jasa) dibentuk
departemen atau bagian yang tugasnya
menciptakan berbagai satuan kerja dalam
organisasi mulai dari pencarian masukan (input),
langkah-langkah pengolahannya sampai
menghasilkan luaran (outpuf).

6. Keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab.


7. Kesatuan arah. Prinsip ini dilakukan untuk pencapaian
tujuan. Penerapan prinsip ini antara lain berarti bahwa
efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja mutlak
perlu ditingkatkan yang berarti adanya upaya agar
tidak ada kegiatan yang mubazir agar langkah-langkah
operasional yang diambil bukan untuk kepentingan
individu atau kelompok melainkan demi kepentingan
organisasi sebagai keseluruhan.
8. Kesatuan komando. Prinsip ini biasanya dikaitkan
dengan ”sumber perintah” di satu pihak dan ”jalur
tanggung jawab” di pihak lain. Artinya, seorang
pelaksana tugas tertentu, tanpa membedakan apakah
tugas itu bersifat manajerial atau operasional,
seyogianya hanya menerima perintah dari satu
sumber, yaitu atasannya langsung dan kepada atasan
langsung itu pulalah yang bersangkutan
mempertanggungjawabkan pelaksanaan perintah yang
diterimanya.
9. Kejelasan kebijaksaan tentang pola pengambilan
keputusan. Ada 2 pola pengambilan keputusan, yaitu
pola sentralisasi dan pola desentralisasi. Jika suatu
organisasi menggunakan pola sentralisasi berarti
semua keputusan diambil oleh para pejabat pimpinan
puncak dalam organisasi yang bersangkutan dan
satuan kerja atau pimpinan tingkat bawah (eselon
bawahan) hanya berperan sebagai pelaksana.
Sebaliknya, jika pola desentralisasi yang diterapkan,
para pejabat pimpinan pada eselon bawahan diberikan
wewenang untuk mengambil keputusan.
10. Rentang kendali (span of control). Dengan motivasi
kuat, loyalitas yang dapat diandalkan, disiplin kerja
yang tinggi, rasa tanggung jawab yang besar, dedikasi
dan rasa pengabdian yang mendalam sekalipun,
pengawasan tetap diperlukan. Prinsip rentang kendali
mengutarakan bahwa terdapat limit mengenai jumlah
bawahan yang dapat ditempatkan di bawah pimpinan
seorang atasan berhubung kemampuan seseorang itu
terbatas. Jika tugas yang menjadi tanggung jawab para
bawahan untuk melaksanakannya bersifat rutin dan
mekanistik, jumlah bawahan yang dapat diawasi
secara efektif lebih besar. Dengan kata lain, jumlah
bawahan yang dapat diawasi secara efektif akan
berkurang kalau tugas mereka tidak rutin dan tidak
pula mekanistik.
D. FUNGSI-FUNGSI DALAM ORGANISASI
PEMERINTAHAN

G.R. Terry membedakan secara umum adanya dua


fungsi dalam setiap organisasi yang besar, yaitu fungsi
lini dan fungsi bukan lini. Fungsi bukan lini ini yang
meliputi keseluruhan fungsi yang menunjang atau
membantu pelaksanaan pencapaian tujuan organisasi
yang juga dinamakan fungsi staf.
Sementara itu, Leonard D. White mengemukakan
adanya tiga macam fungsi dalam organisasi, yaitu:
1. Fungsi lini adalah fungsi yang erat hubungannya
dengan pelaksanaan tugas pokok organisasi, yaitu
langsung memberikan jasa kepada masyarakat dalam
suatu bidang. Pejabat-pejabat yang berfungsi lini ini
adalah pimpinan atau manajer tingkat atas, menengah
dan bawah dalam unit administratif. Untuk dapat
melaksanakan tugasnya ia diberi kewenangan resmi
(surat keputusan/SK berdasarkan peraturan-peraturan
dan lain-lain) dan kemudian diberi kewenangan yang
dilimpahkan dari atas ke bawah.
Menurut pendapat William Newman wewenang
pejabat lini adalah:
a. membuat keputusan (decision makingf,
b. bertanggung jawab (responsibility);
c. menafsirkan kebijaksanaan yang telah ditentukan
oleh atasan dan menggariskan ketentuan-
ketentuan penyelenggaraan kebijaksanaan tersebut
dalam wilayah kekuasaannya;
d. membuat perencanaan (planningf,
e. mengusahakan tetap tercapainya efisiensi yang
tinggi dalam usaha kerjasama itu.

2. Fungsi auxiliary (pelayanan) adalah fungsi


memberikan bantuan terhadap pejabat lini. Bantuan
dapat berwujud pembiayaan, tenaga pegawai, dan
perlengkapan.
Fungsi ini tidak berwenang memberikan perintah-
perintah atas wewenang sendiri. Perintah-perintah
yang diberikan adalah atas nama pejabat lini.
3. Fungsi stajf
Di dalam organisasi yang besar lazimnya terdapat
sebuah tipe spesialisasi fungsi yang disebut stajf.
Seorang stajf adalah unsur penasihat bagi seorang
pejabat tinggi, tetapi tanpa kewenangan

operasional. Fungsi utama staff dalam lingkungan


ketentaraan (militer) adalah merencanakan,
menasihati, membantu pejabat komandan dalam
pengamatan, tetapi tanpa wewenang untuk
memerintahkan suatu pelaksanaan operasi. Fungsi
staff di kalangan nonmiliter adalah paralel dengan di
kalangan militer, yaitu menelaah problem
administrasi, merencanakan, menasihati, mengamati,
tetapi tidak ada wewenang untuk langsung memimpin
tugas.
Pelayanan staff di bidang pemberian nasihat dan
saran dapat mengarah ke atas, ke bawah dan keluar
serta menyilang garis hierarki organisasi. Namun
semuanya selalu dalam wujud nasihat dan tidak pernah
berwujud perintah.
Unsur staff di kalangan sipil dan pemerintahan
meliputi 2 golongan:
a. Substantive staff-, bertanggung jawab memberikan
nasihat kepada atasannya mengenai bidang-bidang
teknis fungsional di mana staff yang bersangkutan
bertugas. Mereka mempunyai kewajiban untuk
mengamati situasi, meramalkan kecenderungan-
kecenderungan situasi, mengenali problem-
problem yang muncul dan berpikir mengenai
kebijaksanaan yang perlu diambil pimpinan di
masa mendatang.
b. Administrative staff; bertanggung jawab
memberikan nasihat di bidang organisasi dan
manajemen, baik di sektor lini maupun auxiliary
mengenai bagaimana organisasi dan manajemen
tersebut harus diselenggarakan untuk mencapai
efisiensi sebesar mungkin guna tercapainya tujuan.

Fungsi staff dan fungsi pemberian bantuan pelayanan


(auxiliary Service) adalah berbeda dan tidak perlu
dicampuradukkan. Unsur auxiliary adalah unsur operasi,
sedangkan unsur staff adalah unsur pemikiran, perencana,
dan penasihat. Unsur auxiliary berkenaan dengan
pemeliharaan organisasi yang ada dan tidak berkenaan
dengan kebijaksanaan utama mengenai tugas pokok
organisasi; unsur staff berkenaan dengan kegiatan revisi
organisasi bila keadaan menghendaki serta berkenaan
dengan perumusan kembali garis-garis besar
kebijaksanaan organisasi. Baik unit staff maupun
auxiliary keduanya diadakan untukmendukung
pelaksanaan tugas oleh unsur sentral kegiatan, yaitu unit-
unit lini.
James D. Money membedakan adanya dua fungsi
dalam organisasi yaitu:
1) Fungsi lini
2) Fungsi staf, yang terbagi dalam 3 golongan, sebagai
berikut.
a) Informative Staff; berfungsi mengajukan bahan-
bahan/data- data/informasi-informasi kepada
pejabat lini untuk bahan pembuatan rencana.
b) Advisory Staff; berfungsi memberikan
pertimbangan, saran, dan nasihat berdasarkan
analisa kepada atasan untuk bahan pembuatan
keputusan.
c) Supervisory Staff; berfungsi memberikan bantuan
pengawasan agar pejabat lini dapat mengetahui
apakah yang dikerjakan masih sesuai dengan
rencana dan apakah pengarahan usaha efisien dan
efektif.

E. PERGESERAN PERAN ORGANISASI


PEMERINTAHAN (PUBLIK)

Menurut Hessel Nogi Tangkilisan (2005), organisasi


publik di Indonesia yang akan dikembangkan tidak
terlepas dari lingkup administrasi publik sehingga
pengkajian dilakukan pula dalam perspektif:
1. organisasi publik yang akan memberikan
kontribusinya dalam pengembangan birokrasi;
2. pelayanan publik yang memberikan pandangannya
mengenai pengaturan dan penyelenggaraan pelayanan
birokrasi;
3. kebijakan publik yang memberikan kontribusi
orientasi kebijakan birokrasi dengan melihat peran
aktor dalam proses pengambilan keputusan.

Organisasi publik dikatakan efektif apabila dalam


realita pelaksanaannya birokrasi dapat berfungsi melayani
sesuai kebutuhan masyarakat (client), artinya tidak ada
hambatan (sekat) yang terjadi dalam pelayanan tersebut,
cepat dan tepat dalam memberikan pelayanan, serta
mampu memecahkan fenomena yang menonjol akibat
adanya perubahan sosial yang sangat cepat dari faktor
eksternal.
Pemikiran birokrasi dari Hummel mempengaruhi
pembentukan organisasi publik yang dilandasi oleh
pandangan Marx Weber, yang menyimpulkan bahwa
birokrasi merupakan perwujudan kreasi masyarakat baru
dari interaksi manusia. Dalam perkembangannya,
transformasi kehidupan manusia secara normal mengubah
bentuk dari suatu organisasi modern. Dunia interaksi
manusia yang semula diketahui-dalam sutau organisasi
publik yang berhubungan dengan manusia secara
humanis- memperhatikan keadilan dan kebebasan,
sebagai suatu masyarakat dan berkomunikasi dalam
bahasa yang sama serta mempertanggungjawabkan apa
yang dilakukannya kepada publik, telah mengalami
perubahan sesuai dengan transformasi kehidupan
manusia.
Perubahan tersebut, menurut Hummel menjadikan
birokrasi organisasi modern merupakan spesies baru dari
suatu society yang sifatnya inhuman. Hubungan
antarmanusia yang ada dalam society diganti dengan
kontrol dan efisiensi. Norma dan kepercayaa yang
berhubungan dengan tujuan manusia diubah menjadi
pengakuan skill atas administratif dan produktivitas.
Pandangan Hummel mengenai masyarakat baru
birokrasi merefleksikan kekhawatiran terhadap
perkembangan proses birokrasi dalam organisasi modern,
karena realitas proses yang dihasilkan memperhatikan.
Dalam perkembangan proses keberadaan birokrasi,
Hummel melihat bahwa birokrasi dalam organisasi
modern mengalami proses dehumanisasi, yang
terefleksikan pada diri para spesialis yang bekerja tanpa
spirit, sehingga mereka bekerja seperti mesin, robot,
dengan sensualitas yang tanpa nurani.
Secara lebih terperinci Hummel mengatakan bahwa
perubahan karakteristik yang terjadi dari society ke
masyarakat baru birokrasi mencakup:
1. Aspek sosial (kasus mengganti orang, fungsi
mengganti tindakan dan hubungan sosial);
2. Aspek kultural (makna mengganti tujuan, kode
operasional mengganti bentuk sosial, efektivitas
mengganti etika);
3. Aspek psikologis (peranan mengganti orang, identitas
kerja mengganti personality, motif mengganti ide,
team mengganti ego, teamwork mengganti
keunggulan individu, hierarkhi mengganti super ego,
sistem mengganti integrasi personal)
4. Aspek bahasa (komando mengganti dialog)
5. Aspek politik (politik palsu mengganti politik dalam
arti kebutuhan sistem diletakkan sebelum kebutuhan
orang, manajer dan ahli mengganti politikus, pegawai
mengganti warga negara, administrasi mengganti
politik, kekuatan psikologi mengganti kekuatan
ideologi, perusahaan mengganti negara, manajemen
mengganti kepemimpinan).
Oleh Hummel dikatakan bahwa kalau kita ingin
mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan nyata
mengenai birokrasi sebagai suatu tatanan sosial
masyarakat baru, maka kita perlu hidup di dalamnya.
Proses untuk mendapatkan pengetahuan ini dapat
ditemukan di tempat kerja dan realitas adanya sekat
(recesses) yang tidak diharapkan dari suatu tatanan
kehidupan sosial yang timbul dalam birokrasi.
Di Indonesia, keberadaan birokrasi di lingkungan akan
terasa apabila ada kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi
dan harus berhadapan dengan organisasi pemerintah
maupun swasta. Organisasi pemerintah yang dijalankan
oleh birokrat mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan organisasi swasta dalam hal keberadaan
birokrasinya. Pada suatu departemen teknis, keberadaan
birokrasi sangat terasa dibandigkan dengan birokrasi yang
ada dalam organisasi swasta. Sistem manajemen yang
diterapkam dalam organisasi pemerintahan sangat terikat
pada hierarkhi, aturan, dan garis politik yang dijalankan
secara komando, sebagaimana yang terjadi pada
organisasi yang berada di lingkungan birokrasi.
Menurut Tjokrowinoto, penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia pada hakikatnya menunjukkan
bahwa ciri bureaucratic polity mewarnai
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
Kewenangan birokrasi vis-avis masyarakat masih amat
menonjol. Di dalam konteks seperti ini, seberapa jauh
peranan birokrasi dalam mewujudkan demokrasi ekonomi
amat ditentukan oleh persepsi birokrat tentang fungsi
normatifnya.
Adanya anggapan bahwa birokrat cenderung
membatasi peranannya dalam fungsi instrumentalnya,
mengonversikan perundang-undangan dan kebijakan
pemerintah, melalui kegiatan-kegiatan rutin di dalam kisi-
kisi petunjuk pelaksanaan (juklak) maupu petunjuk teknis
(juknis), menjadi output yang disampaikan kepada
masyarakat tertentu. Persepsi yang demikian menjadikan
birokrat menjadi tidak sensitif terhadap nilai-nilai
pembangunan, khususnya nilai peningkatan kualitas
pelayanan publik.
Untuk mengatasi kendala yang bersifat kelembagaan
perlu dikembangkan budaya birokrasi baru yang melihat
peranannya secara lebih komprehensif. Birokrasi
diharapkan berfungsi untuk mengartikulasikan nilai- nilai
keadilan yang merepresentasikan kepentingan rakyat
banyak. Fungsi ini mendasari sikap keberpihakan kepada
kepentingan rakyat banyak, yang merupakan inti dari
konsep keadilan sosial.
Ramlan Surbakti mengemukakan bahwa pengaruh
negara sangat kuat terhadap terhadap organisasi publik
atau birokrasi pemerintah, dalam bentuk pembagian kerja
dengan speasialisasi peranan yang jelas. Pembagian kerja
yang jelas dan kental ini membuka kesempatan untuk
hanya merekrut para pegawai yang ahli dalam bidangnya
dan memungkinkan masing-masing pegawai sebagai
pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
tugasnya.
Fenomena lainnya adalah birokrasi pemerintah
mengikuti prinsip hierarki, artinya jabatan yang lebih
randah berada dalam kontrol jabatan yang lebih tinggi.
Setiap pejabat dalam hierarki birokrasi mempertanggung
jawabkan tindakan bawahan, pejabat memiliki
kewenangan untuk memberikan pengarahan kepada
bawahannya, dan pejabat bawahan berkewajiban menaati
pejabat atasannya.
Dalam birokrasi atau organisasi pemerintah, kegiatan
organisasi dilakukan berdasarkan sistem aturan abstrak
yang konsisten dan terdiri atas penerapan aturan-aturan ke
dalam kasus-kasus tertentu yang khusus. Sistem standar
ini dirancang untuk menjamin keseragaman tidak hanya
dalam pelaksanaan setiap tugas, tetapi juga dalam
koordinasi bermacam tugas. Aturan dan pengaturan yang
eksplisit membatasi kewajiban masing-masing anggota
organisasi dan hubungan-hubungan di antara mereka.
Apabila disimak secara mendalam, birokrasi
pemerintah Indonesia pada era Orde Baru digerakkan oleh
semua peraturan yang ada secara ketat, dimana hierakhi,
formalitas, dan sentralitas sngat kental dalam pelaksanaan
misi organisasi. Gaya seperti ini tidak akan memberikan
suatu pelayanan publik yang maksimal kepada
masyarakat, karena birokrasi cenderung lebih melayani
dirinya sendiri atau penguasa politik dari pada rakyatnya.
Osbom dan Gaebler sebagai pencetus pembaharuan
birokrasi pemerintah (reinventing government),
mengemukakan bahwa pemerintahan yang digerakkan
oleh misi jauh lebih memperhatikan kepentingan
pelaksanaan misi yang diembannya daripada
pemerintahan (birokrasi) yang digerakkan berdasarkan
aturan yang kaku dan mengikat (transforming rule-driven
organization). Pada organisasi publik yang baru (yang
digerakkan oleh misi), aturan dilaksanakan secara luwes
dan memberikan kewenangan otonomi kepada para
birokrat secara proporsional dan profesional, sehingga
aparatur pemerintah dapat memanfaatkan sumber daya
dan lingkungan dengan seefektif dan seefisien mungkin
tanpa melanggar aturan baku organisasi.
Dengan demikian, menurut Osborn dan Gaebler dapat
disimpulkan bahwa secara ideal organisasi yang
digerakkan oleh misi akan menimbulkan etika dan
semangat entrepreneurship tinggi bagi organisasi publik
dalam memberikan pelayanan yang prima bagi
masyarakat. Sesungguhnya peraturan itu penting, namun
sebenarnya peraturan hanyalah alat organisasi, bukan
tujuan utama pembentukan organisasi publik.
Konsekuensi dari pilihan organisasi publik yang
digerakkan oleh misi adalah perlu disingkirkannya beban
peraturan yang menekan anggota organisasi maupun
potensi kinerja organisasi, sehingga tindakan deregulasi
untuk sektor publik merupakan tindakan atau keputusan
yang diambil.
Beberapa keuntungan yang didapat dari sikap ini
menurut Osborn dan Gaebler adalah:
1. organisasi yang digerakkan oleh misi akan lebih
efisien daripada organisasi yang digerakkan oleh
peraturan;
2. organisasi akan lebih efektif digerakkan oleh misi
daripada digerakkan oleh peraturan, dalam arti lebih
dapat mendatangkan hasil yang lebih baik;
3. organisasi yang digerakkan oleh misi lebih inovatif
daripada yang digerakkan oleh peraturan;
4. organisasi yang digerakkan oleh misi lebih luwes
daripada yang digerakkan oleh peraturan;
5. organisasi yang digerakkan oleh misi mempunyai
semangat tinggi daripada yang digerakkan oleh
peraturan.
Untuk itu, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
suatu organisasi yang bergerak berdasarkan misi adalah:
1. menciptakan pernyataan misi yang jelas;
2. memecah organisasi besar menjadi kelompok-
kelompok kecil dan menyatukan beberapa tim dan
organisasi baru;
3. menciptakan suatu budaya organisasi dalam misi.

Banyak faktor yang mempengaruhi arah pergeseran


peran organisasi publik, yaitu:
a. faktor eksternal, seperti faktor politik, ekonomi,
sosial, dan budaya
b. faktor internal, seperti faktor organisasional

Dalam konteks faktor organisasional, Rippley dan


Franklin menyatakan bahwa tolok ukur keberhasilan
suatu organisasi publik dalam melaksanakan kebijakan
program ditinjau dari tiga faktor, yaitu:
1. perspektif kepatuhan (compliance) yang mengukur
kegiatan bawahan dari kepatuhan strata level
bureaucrats terhadap atasan mereka;
2. keberhasilan pelaksanaan kegiatan diukur dari
kelancaran rutinitas dan tiadanya persoalan;
3. pelaksanaan kegiatan yang berhasil mengarah kepada
kinerja yang memuaskan semua pihak terutama
kelompok penerima manfaat yang diharapkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kebijakan


selanjutnya dapat disebut sebagai organisasi atau
kelembagaan; kemampuan politik dari penguasa;
pembagian tugas, tanggung jawab, dan wewenang;
kebijakan pemerintah yang bersifat tak remental; proses
perumusan kebijakan pemerintah yang baik; aparatur
pemerintah yang bersih dan berwibawa serta profesional;
biaya untuk melakukan evaluasi; tersedianya data dan
informasi sosial-ekonomi yang siap dimanfaatkan oleh
penilai-penilai kebijakan.
Sementara itu pengembangan organisasi mengandung
makna bahwa upaya perubahan yang dilakukan bersifat
drastis dan mendadak, yang diarahkan pada tiga faktor
organisasional, yaitu: struktur organisasi secara
keseluruhan, proses manajemen dan kultur organisasi.
Untuk kelanjutan kelangsungan hidup organisasi dalam
lingkungan yang sangat kompetitif, harus dilakukan
perubahan. Perubahan organisasi yang ingin diwujudkan
berbentuk restrukturisasi organisasi secara keseluruhan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pembangunan atau pengembangan organisasi merupakan
perubahan yang bersifat transformasional yang meliputi 3
hal sebagaimana dikemukakan oleh Siagian berikut ini.
1. Ia merupakan transisi berskala besar yangs secara
fundamental mengubah cara yang digunakan oleh
suatu organisasi berinteraksi dengan lingkungannya,
caranya menjalankan organisasi, caranya memberikan
pelayanan, dan berbagai faktor strategis lainnya.
2. Bila perubahan yang terjadi bersumber dari berbagai
faktor ketidakpastian dalam lingkungan eksternal
seperti deregulasi, debirokratisasi, pengambilalihan,
persaingan baru dan sejenisnya, maka para manajer
akan terpaksa bertindak reaktif, padahal yang
diperlukan
adalah sikap yang proaktif; perubahan harus
berlangsung dengan kecepatan tinggi.
3. Dalam kondisi krisis seperti ini, tidak ada pilihan bagi
manajemen kecuali melaksanakan perubahan, sebab
apabila tidak, yang dipertaruhkan adalah
kelangsungan keberadaan organisasi yang
bersangkutan.
Secara singkat, Osborn dan Gaebler mengemukakan
perlunya penyesuaian atau peninjauan ulang terhadap
peran dan kedudukan birokrasi agar mampu menghadapi
berbagai perubahan zaman di masa mendatang, yang
meliputi 10 pokok pemikiran, yaitu:
1. Birokrasi harus mendorong kompetisi di instansi-
instansi pemerintah;
2. Mengurangi kontrol birokrasi di dalam masyarakat;
3. Melakukan pengukuran kinerja diletakkan pada
outpuf,
4. Menganggap masyarakat sebagai pelanggan dan
menawarkan pilihan kepada mereka;
5. Cenderung berusaha mencegah permasalahan
daripada menangani permasalahan;
6. Berusaha memperoleh hasil atau pendapatan, tidak
hanya membelanjakan anggaran;
7. Desentralisasi otoritas dengan menggunakan
manajemen partisipasi;
8. Menggunakan mekanisme pasar pada mekanisme
birokrasi;
9. Mengatasi berbagai permasalahan masyarakat dengan
memperhatikan seluruh sektor (publik, swasta,
voluntary}\
10. Berorientasi pada tujuan dan misi, bukan sekedar pada
aturan.

F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PERGESERAN PERAN ORGANISASI PUBLIK

Tangkilisan (2005) mengemukakan faktor-faktor yang


mempengaruhi pergeseran peran birokrasi publik di era
awal pelaksanaan kebijakan otonomi daerah sebagai
berikut.
1. Faktor politik yang tampak di permukaan sebagai
konsekuensi logis dari keterikatan organisasi publik
dengan era baru. Di sinilah relevansi penggunaan
konsep good governance dan civil society untuk
menganalisis fenomena organisasi publik dalam
keterkaitan dengan peran baru tersebut.
2. Faktor organisasional sebagai konsekuensi dari
pengelolaan organisasi dengan menggunakan prinsip-
prinsip organisasi dan manajemen modem untuk
menggerakkan sekelompok orang dalam organisasi
publik dengan sasaran atau tujuan tertentu, sesuai
dengan tugas dan fungsi yang diembannya.

Faktor politik yang mempengaruhi pergeseran peran


organisasi publik adalah penerapan good governance dan
civil society yang dapat didefinisikan sebagai proses
penyelenggaraan kepemerintahan yang bersih, transparan,
akuntabel, dan dilaksanakan tanpa kekerasan dan sesuai
dengan konstitusi yang ada.
Sedangkan faktor organisasional yang mempengaruhi
pergeseran peran organisasi publik dalam analisis ini
dipilih faktor yang memiliki relevansi tinggi sesuai
dengan karakteristik yang dimiliki oleh organisasi-
organisasi publik, yaitu kepemimpinan, struktur
organisasi, dan sumber daya manusianya.

G. EFEKTIVITAS ORGANISASI PEMERINTAHAN

Organisasi yang didirikan pada dasarnya ingin


mencapai tujuan dan sasaran yang telah disepakati
bersama dengan lebih efisien dan efektif, dengan tindakan
yang dilakukan bersama-sama dengan penuh rasa
tanggung jawab. Hal ini dapat dilakukan apabila para
manajer dan anggotanya mengerti dan memahami dengan
benar tentang organisasi. Karena organisasi tersebut dapat
dipandang sebagai wadah, sebagai proses, sebagai
perilaku, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan
organisasi.
Menurut Gibson yang dikutip Tangkilisan, dalam
kaitannya dengan tujuan, organisasi itu mengejar tujuan-
tujuan dan sasaran-sasaran yang dicapai secara lebih
efisien dan efektif dengan tindakan yang dilakukan secara
bersama-sama. Organisasi merupakan suatu alat dalam
mencapai tujuan dan sangat diperlukan oleh masyarakat,
baik dalam bidang profit maupun bidang pelayanan.
Tujuan organsasi akan tercapai jika tiap-tiap individu
yang ada dalam organisasi sadar akan tugas, wewenang,
dan tanggung jawabnya sehingga pada akhirnya tujuan
organisasi akan tercapai.
Kebanyakan organisasi pemerintahan merupakan
organisasi non profit dan merupakan bagian yang menjadi
pelengkap dalam membantu pelaksanaan tugas-tuags
pemerintah daerah dalam kerangka otonomi daerah
sehingga dalam rangka mendesain struktur organisasi
menurut pandangan Weber, birokrasilah yang merupakan
alat yang paling efisien dalam mendesain struktur
organisasi dalam mencapai tujuannya dan birokrasi sangat
diperlukan bagi organisasi-organisasi yang besar dan
kompleks.
Sebagai unsur pelaksana, birokrasi harus bersifat
netral dan melayani masyarakat tanpa memandang latar
belakang sosial masyarakat. Weber mengajukan 6 syarat
tercapainya birokrasi yang netral sebagaimana dikutip
oleh Tangkilisan, yaitu:
1. decentralization ofwork;
2. fixed and jurisdictional area;
3. profesionalized system ofwork;
4. technical capability;
5. no personal feelings organization favoristism;
6. tracking career.

Untuk mencapai efektivitas organisasi dalam


membangun keberhasilan di era otonomi daerah, ini
tergantung pada efektivitas dinas-dinas daerah sebagai
institusi pemerintah daerah yang melayani masyarakat
dan menempatkan masyarakat sebagai pemegang saham
sehingga perlu perhatian serius dalam memberikan
pelayanan. Semuanya ini memerlukan aparat pelaksana
yang mempunyai hubungan kerja sama untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Suatu organisasi yang berhasil dapat diukur dengan
melihat pada sejauh mana organisasi tersebut dapat
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Konsep
efektivitas dalam organisasi dan manajemen memiliki
makna yang berbeda, tergantung pada kerangka acuan
yang dipergunakan. Secara nyata Stonner yang dikutip
Tangkilisan menekankan pentingnya efektivitas
organisasi dalam mencapai dalam pencapaian tujuan-
tujuan organisasi dan efektivitas adalah kunci dari
kesuksesan suatu organisasi.
Efektivitas dimaksudkan sebagai tingkat seberapa
jauh suatu sistem sosial mencapai tujuannya. Efektivitas
ini harus dibedakan dengan efisiensi. Efisiensi terutama
mengandung pengertian bandingan antara biaya dan hasil,
sedangkan efektivitas secara langsung dihubungkan
dengan pencapaian suatu tujuan.
Efektivitas organisasi adalah tingkat sejauh mana
suatu organisasi yang merupakan sistem sosial dengan
segala sumber daya dan sarana tertentu yang tersedia
memenuhi tujuan-tujuannya tanpa pemborosan dan
menghindari ketegangan yang tidak perlu di antara
anggota-anggotanya.
Konsep tingkat efektivitas organisasi menunjuk pada
tingkat jauh organisasi melaksanakan kegiatan atau fungs-
fungsi sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat
dan sumber-sumber yang ada. Ini berarti bahwa
pembicara mengenai efektivitas organisasi menyangkut 2
aspek, yaitu tujuan organisasi dan pelaksanaan fungsi atau
cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Sharma sebagaimana dikutip Tangkilisan,
memberikan kriteria atau ukuran efektivitas organisasi
yang menyangkut faktor internal organisasi dan faktor
eksternal organisasi yang meliputi:
a. produktivitas organisasi (put put)\
b. efektivitas organisasi dalam bentuk keberhasilannya
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan di
dalam dan di luar organisasi;
c. Tidak ada ketegangan di dalam organisasi atau
hambatan-hambatan konflik di antara bagian-bagian
organisasi.
Konsep efektivitas organisasi merupakan suatu
konsep yang bersifat multidimensional. Multidimensional
ini terjadi karena para ahlinya memiliki dasar ilmu yang
berbeda, walaupun tujuan akhir efektivitas adalah
pencapaian tujuan.

Perkembangan Struktur Organisasi Pelayanan Staf


pada Pemerintahan Indonesia

Taliziduhu Ndraha (2003) mengemukakan ada dua


macam tugas pimpinan (kepala), yaitu tugas kepala
pribadi (kekepalaan atau tugas pimpinan yang tidak dapat
didelegasikan, harus dilakukan sendiri oleh kepala atau
pimpinan yang bersangkutan (TKP) dan tugas kepala
yang dapat didelegasikan, didekonsentrasikan, atau
didesentralisasikan. Dalam hubungan ini, kepala
memerlukan staf pribadi atau staf kepala (lazim disebut
secara kurang pas staf pimpinan). Jika staf dianggap
sebagai unsur organisasi maka staf dapat dipandang
sebagai staf organisasi bukan hanya staf kepala. Dengan
demikian, ada 3 macam staf, yaitu staf pribadi, staf kepala,
dan staf organisasi. Tugas kepala pribadi (TKP), antara
lain: hak prerogatif, previlese, pertanggungjawaban
terakhir, pengambilan keputusan tertinggi, pemberian
teladan secara pribadi (bukan peragaan atau simulasi),
pemberian contoh konkret, pengorbanan, pemberian
nasihat, fatwa petuah, kehadiran secara pribadi, dan
lambang organisasi.
Menurut Taliziduhu Ndraha, pelayanan staf ada
empat macam, yaitu pelayanan informatif dan pelayanan
advisory sebelum pengambilan keputusan oleh kepala,
serta pelayanan supervisory dan pelayanan alter ego yang
dilakukan sepanjang pelaksanaan keputusan. Pelayanan
yang pertama dan kedua dilakukan secara bebas (dijiwai
dengan kebebasan akademik, profesionalisme, dan
kebebasan mimbar); pelayanan yang ketiga dan keempat
sesuai dengan prosedur yang berlaku, diwarnai dengan
integritas organisasional. Keputusan kepala harus
ditegakkan.
Pada posisi staf pribadi dan staf kepala, staf tidak
mempunyai hubungan langsung dengan unsur bawahan
(pelaksana). Posisi staf organisasi juga memiliki garis lini
dengan pimpinan. Jadi, tidak ada hubungan perintah atau
komando, melainkan garis yang menunjukkan hubungan
fungsional. Hubungan fungsional itu dapat digunakan
oleh kepala sebagai saluran untuk mendelegasikan
kewenangannya kepada staf untuk melakukan tugas-tugas
lapangan, seperti supervisi, penyuluhan, koodinasi, fact
finding, komunikasi, dan sebagainya. Dalam hubungan
itu, staf bertindak atas nama kepala.
Posisi staf pribadi, staf kepala, dan staf organisasi
bervariasi, organisasional ini berkembang terus. Ada versi
staf ahli, staf khusus, staf pimpinan, staf umum, tim
asistensi, dan sebagainya. Namun, yang lebih penting dari
semua itu adalah perkembangan staf secara struktural,
khususnya di bidang pemerintahan di Indonesia
sebagaimana dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha
berikut ini.
Pertama, gejala staf yang disebut pembantu, di
samping unsur staf yang disebut biro, seperti pembantu
rektor, pembantu gubernur, dan pembantu bupati.
Secara skematik gejala staf yang disebut pembantu
dalam organisasi pelayanan staf dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.

Gambar 6.2
Posisi Staf: Pembantu Rektor
Keterangan:
PR disebut unsur staf mengingat lembaga ini bertindak
atas nama rektor, bertanggung jawab kepada rektor, tidak
dipilih dan diangkat sepaket dengan rektor. Ganjilnya
lembaga ini terletak pada sebutan resminya: REKTOR
dan PEMBANTU REKTOR (PR) bersama-sama
dianggap sebagai unsur pimpinan, sementara biro disebut
unsur staf. Walaupun secara teoritik, PR disebut staf,
dalam praktik lembaga ini diperlakukan sebagai lini. PR1
misalnya, membawahkan BAA (Biro Administrasi
Akademik), PR2 membawahkan BAU (Biro Administrasi
Umum) dan PR3 membawahkan BAK (Biro Administrasi
Kemahasiswaan). Dalam organisasi, antara PR dengan
pelaksana terdapat garis atas nama, sementara biro hanya
memiliki garis fungsional.
Kedua, gejala staf yang disebut wakil, dalam hal ini
wakil presiden, wakil gubernur, wakil bupati/wakil
walikota. Sekarang semua jabatan wakil itu dipilih dan
diangkat sepaket dengan kepala yang bersangkutan:
presiden, gubernur, bupati/walikota. Meskipun demikian,
wakil bertanggung jawab kepada kepala. Dalam pada itu,
wakil menandatangani surat-surat bukan atas nama
kepala, tetapi atas nama sendiri. Posisi wakil gubernur
(WG) dapat digambarkan sebagai berikut.

Anda mungkin juga menyukai