Anda di halaman 1dari 42

Administrasi Pemerintahan dan

Birokrasi Pemerintahan

PENDAHULUAN

Seringkali dibicarakan banyak pihak apa bedanya


administrasi dan birokrasi pemerintahan. Ketika orang
melihat bahwa semakin hari tugas dan fungsi
pemerintahan meningkat dan kekuasaan pemerintahan
juga semakin besar. Demikian pula semakin hari orang
melihat kegagalan demi kegagalan pemerintah dalam
mengimplementasikan program-programnya semakin
bertambah. Maka orang banyak menuduh dan
mempersalahkan administrasi dan birokrasi pemerintahan
sebagai faktor penentu dan penyebabnya.
Administrasi dan birokrasi hampir seumur dan setua
umur pemerintahan. Akan tetapi, kedua istilah itu
merupakan bagian yang signifikan dan seringkali
dikaitkan dengan aparatur pemerintah di hampir seluruh
negara di dunia ini. Selama ini istilah ini tidak menarik
perhatian dalam aspek pemerintahan, barangkali karena
informasi mengenai aspek pemerintahan di bidang
administrasi dan aparatur pemerintahan ini tidak
semenarik aspek lainnya. Aspek pemerintahan lainnya
yang menurut Piters disebut aspek glamour dalam sistem
politik adalah pemilihan, partai politik, legislatif, dan
peradilan telah banyak menarik perhatian untuk
dibicarakan dan dianalisis secara ekstensif. Bagian-bagian
pemerintah ini banyak menyediakan data dan informasi
yang siap dipakai oleh para peneliti dan analisis.
Administrasi sebagai bagian yang lainnya dari
pemerintahan jauh dari aspek glamour, dan selama ini
bagi hampir sebagian besar masyarakat Barat
dipertimbangkan sebagai aspek nonpolitik dan tidak siap
memberikan kuantifikasi yang memadai bagi analisis
yang berdimensi teori (Henry dalam Thoha, 2003: 44).
Administrasi pemerintahan yang dikenal sekarang ini
merupakan produk dari masyarakat feodal yang tumbuh
di negara-negara Eropa. Negara-negara di daratan Eropa
kesemuanya dikuasai oleh kaum feodal, bangsawan, dan
kaum ningrat kerajaan yang berusaha untuk
mengokohkan sistem pemerintahannya. Dengan semakin
pesat tumbuh dan berkembangnya masyarakat maka
sentralisasi kekuasaan dan pertanggungjawaban dalam
pemerintahan monarki menimbulkan suatu kebutuhan
untuk mendapatkan korp administrator yang cakap, penuh
dedikasi, stabil, dan integritas. Korp administrator ini
pada gilirannya nanti akan menjadi tenaga birokrasi
pemerintahan. Dengan demikian, administrasi
pemerintahan dilihat dari lokus berada pada birokrasi
pemerintahan.
Pada awalnya, administrasi pemerintahan di Indonesia
merupakan kumpulan sketsa yang dipergunakan untuk
membenarkan kebijakan penguasa dan jauh dari harapan
rakyat. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam
masa pemerintahan yang lalu karena didukung oleh
sistem administrasi yang berbentuk sketsa tersebut.
Administrasi pemerintahan sengaja dibuat tidak baik dan
kacau agar ketimpangan itu bisa berjalan dan tidak bisa
diketahui dan dikontrol oleh rakyat. Administrasi
pemerintahan di Indonesia pada saat itu lebih tepat
dikatakan sebagai alat untuk menegakkan kekuasaan
negara atau pemerintah bukan kekuasaan rakyat.
Dengan adanya perubahan paradigma dalam
administrasi pemerintahan yang menekankan adanya
peranan rakyat maka orientasi administrasi pemerintahan
sekarang ini diarahkan kepada kepentingan dan
kekuasaan pada rakyat. Dengan alasan seperti itu
administrasi pemerintahan sekarang ini lebih menekankan
pada program aksi yang berorientasi pada kepentingan
rakyat atau masyarakat. Oleh karena itu, administrasi
pemerintahan saat ini diharapkan tidak hanya sekedar
sketsa saja, melainkan ada manfaatnya bagi kepentingan
orang banyak.
Kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia pada
masa lalu banyak mengalami kendala masalah karena
pada praktiknya tidak sesuai dengan model ideal dari
birokrasi yang dikemukakan Weber. Kondisi seperti ini
sering dihubungkan dengan pengaruh sistem feodalisme
negara Barat dan pengaruh budaya yang dominan di
Indonesia, yaitu budaya Jawa pada masa lampau.
Arus globalisasi dan adanya perubahan paradigma
dalam administrasi pemerintahan semakin membuka
cakrawala baru bagi birokrasi untuk semakin berperan
dalam rangka mempercepat perubahan masyarakat
tradisional ke arah masyarakat yang semakin maju dan
modern. Menghadapi kenyataan ini, perlu adanya suatu
optimalisasi birokrasi untuk meningkatkan mutu
pelayanan masyarakat, serta mengurangi proses yang
berbelit-belit dan memakan waktu lama dalam
menyelesaikan suatu urusan sehingga pada gilirannya
menghabiskan dana yang cukup besar. Upaya yang perlu
dilakukan adalah meningkatan efisiensi dan efektivitas
pelayanan birokrasi Untuk mengetahui lebih jelas hal-hal
yang terkandung dalam materi dan konsep administrasi
pemerintahan dan birokrasi pemerintahan, dalam modul
ini secara khusus akan dibahas “Administrasi
Pemerintahan dan Birokrasi Pemerintahan” yang terbagi
dalam 2 kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar 1
dibahas tentang administrasi pemerintahan, meliputi
definisi administrasi, definisi administrasi pemerintahan,
ruang lingkup administrasi pemerintahan dalam kajian
ilmu pemerintahan, hubungan antara administrasi
pemerintahan dengan kebijakan pemerintahan, serta
administrasi pemerintahan dalam perspektif
pemerintahan di Indonesia.
Sedangkan dalam kegiatan belajar 2 akan dibahas
tentang birokrasi pemerintahan, meliputi pengertian
birokrasi; pengertian birokrasi pemerintahan; model-
model birokrasi; karakteristik birokrasi pemerintahan;
peran birokrasi dalam pemerintahan modem; birokrasi
dan masyarakat; hubungan antara birokrasi, administrasi
dan pemerintahan; demokratisasi birokrasi; hubungan
demokrasi dan birokrasi; serta transformasi birokrasi dan
demokrasi menuju efisiensi.
Penguasaan Anda terhadap materi “Administrasi
Pemerintahan dan Birokrasi Pemerintahan” ini akan
memberikan pengetahuan dan memperkaya pemahaman
Anda terhadap materi yang meliputi 2 kegiatan belajar di
atas sehingga setelah mempelajari modul 5 ini, Anda
diharapkan dapat menjelaskan ha-hal yang relevan
dengan administrasi pemerintahan dan birokrasi
pemerintahan, khususnya dalam penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia.
Dengan demikian, setelah mempelajari modul ini,
Anda diharapkan dapat menjelaskan dengan baik materi-
materi tentang:
a. definisi administrasi;
b. definisi administrasi pemerintahan;
c. ruang lingkup administrasi pemerintahan dalam kajian
ilmu pemerintahan;
d. hubungan antara administrasi pemerintahan dengan
kebijakan pemerintahan;
e. administrasi pemerintahan dalam perspektif
pemerintahan di Indonesia;
f. perkembangan paradigma administrasi
pemerintahan/negara/publik: paradigma baru dalam
administrasi pemerintahan/negara/publik;
g. pengertian birokrasi;
h. pengertian birokrasi pemerintahan;model-model
birokrasi;
i. karakteristik birokrasi pemerintahan;
j. peran birokrasi dalam pemerintahan modern;
k. birokrasi dan masyarakat;
l. hubungan antara birokrasi, administrasi, dan
pemerintahan;
m. demokratisasi birokrasi;
n. hubungan demokrasi dan birokrasi;
o. transformasi birokrasi dan demokrasi menuju
efisiensi.
Administrasi Pemerintahan

A. DEFINISI ADMINISTRASI
Dengan menggunakan metodologi Gouldner,
Taliziduhu Ndraha mengemukakan bahwa administrasi
dapat dipahami dari dua sudut pendekatan, yaitu dari
sistem alamiah (natural system) dan dari rasionalitas. Dari
sudut pertama, administrasi dipandang sebagaimana
adanya, sebagai proses alami yang terdapat di dalam
setiap bentuk kehidupan masyarakat. Dari sudut kedua,
administrasi dilihat sebagai upaya yang dilakukan secara
sadar guna mencapai tujuan tertentu.
Beberapa ahli sebagaimana dikutip oleh Sarwoto
memberikan definisi tentang administrasi sebagai berikut.
1. John Pfiffner dan Rovert Vauce Presthus
“Administration is an activity of process mainly
concerned with the means for carrying out pescribed
end” artinya administrasi adalah suatu kegiatan atau
proses terutama mengenai cara-cara (alat-alat) sarana
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
2. Ordway Tead
“Administration is the comprehensive effort to
direct, guide and integrate associated human strivings
which are focused toward some spesicific ends or
aims” artinya administrasi adalah usaha yang luas
yang mencakup segala-galanya untuk memimpin,
mengusahakan, mengatur kegiatan kerja sama
manusia yang ditujukan pada tujuan- tujuan atau
maksud-maksud tertentu.
3. E.N. Gladden
“....Administration means to care for or to look
after people to manage affdirs. The administrator is a
servant, not a master. This study is concerned
therefore, with cooperative activity and not
manipulation of power” artinya administrasi adalah
usaha mengawasi orang-orang dalam mengurusi
urusan-urusannya. Sedangkan administrator bukanlah
seorang tuan, tetapi seorang hamba. Karena studi ini
berhubungan dengan kegiatan-kegiatan kerja sama
manusia dan bukan berhubungan dengan penggunaan
kekuasaan.
4. Leonard D. White
“Admininistration is process common to all group
effort, the art administration is the direction,
coordination and controll of many persons to achieve
some purpose of objective” artinya administrasi
adalah suatu proses kegiatan yang umum dalam suatu
usaha bersama, seni administrasi adalah mengarahkan,
mengkoordinir dan mengendalikan orang banyak
untuk mencapai tujuan tertentu.
Jika pendapat para ahli tersebut di atas
disejajarkan maka akan ditemukan persamaan
pengertian administrasi sebagai berikut:
a. proses (kerja sama manusia);
b. proses mana diadakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.

Dari uraian definisi administrasi di atas, dapat ditarik


kesimpulan bahwa para ahli pada umumnya sependapat
bahwa administrasi mengandung pengertian proses kerja
sama manusia dalam mencapai tujuan yang sudah
ditentukan.
Sebagai suatu proses, administrasi meliputi dua segi
utama, yaitu segi statik dan segi dinamik. Segi statik
berwujud wadah serta struktur yang mengatur segala
hubungan formal antar personil dalam proses pencapaian
tujuan, sedangkan segi dinamik berwujud keseluruhan
kegiatan yang dilakukan untuk mencapai kerja sama yang
rasional dalam pencapaian tujuan. Dalam ilmu
administrasi segi statik ini lazim disebut “organisasi” dan
segi dinamik disebut “manajemen”.
Mengenai definisi administrasi ini, Taliziduhu Ndraha
mengungkapkan bahwa istilah administrasi itu sendiri
berasal dari bahasa latin ad- dan ministrare (“to serve”,
melayani). Prefiks ad- berfungsi mengintesifikasi kata
ministrare. Kata ministrare berkaitan dengan kata
minister dan ministry. Akar kata minister mengandung
serabut kata mznzs-artinya less, kurang; kata minis-
berkaitan dengan kata minor, artinya kecil. Jadi, orang
yang melayani (yang melakukan Service), yaitu servant,
memiliki posisi lebih rendah daripada orang atau pihak
yang dilayani olehnya. Jadi, konsep administrasi (setidak-
tidaknya pada mulanya) menunjukkan relasi tidak setara
antara minister dengan pihak yang dilayani. Pihak yang
dilayani dalam konsep minister adalah Tuhan sendiri
(pihak yang lebih tinggi). Di dalam konteks ini, pelayanan
bukan proses exchange dan tidak didasarkan pada
pertimbangan rasional, melainkan supra rasional yang
disebut juga sikap berserah diri kepada Allah karena
kehendak-Nyalah yang terbaik. Dalam hubungan ini yang
melayani disebut servant (hamba).
Lebih lanjut Taliziduhu Ndraha menjelaskan bahwa
tatkala administrasi diterapkan pada hubungan dominatif
antara suatu pihak dengan pihak lain maka kedudukan
Tuhan di dalam hubungan ministry disubstitusi oleh
manusia yang berkuasa. Hubungan ini merupakan salah
satu tekanan ajaran birokrasi Max Weber. Weber
mendefinisikan birokrasi sebagai “an administrative body
of appointed officials”. Pihak yang mengangkat
administrative body itulah yang merupakan pihak
dominan di dalam hubungan itu (majikan, atasan) dan
yang diangkat disebut buruh, bawahan, atau pelayan.
Dalam perkembangan selanjutnya, relasi tidak setara
itu diungkapkan sebagai relasi antara tujuan tertentu
(tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu) dengan cara
mencapainya. Dalam hubungan ini, posisi pihak yang
menetapkan tujuan merupakan persoalan lain. Dalam
suasana demokratik, tujuan itu dirumuskan dan ditetapkan
bersama menjadi tujuan bersama. Untuk mencapainya,
hubungan dibentuk kerja sama antarpihak yang
berkepentingan. Di sana ada pembagian tugas, salah satu
tugas yang ada hubungannya dengan Service adalah tugas
server. Relasi tujuan dengan cara tersebut diungkapkan
misalnya oleh Ordway Tead bahwa “...administration is
conceived as the necessary activities ofthose individuals
(executives) in an organization who are charged with
orde ring, forwarding, and facilitating the associated
efforts of a group of individuals brought together to
realize certain defined purposes”.
Jika dianalisis, definisi Tead tersebut meliputi tiga
komponen, yaitu tujuan (“certain definedpurposes”),
usaha bersama kelompok yang bertugas langsung
mencapai tujuan (f associated efforts of a group of
individuals brought together to realize...”), dan kegiatan
yang harus dilakukan oleh mereka yang bertugas
mengatur, memimpin, dan melancarkan komponen kedua
(“the necessary activities of those individuals (executives)
in an organization who are charged with ordering,
forwarding, and facilitating the...”).
“Tujuan” (purpose) kemudian dianggap terkandung
di dalam konsep policy decision. Policy lazim
diterjemahkan menjadi kebijakan. Setiap kebijakan
mengandung ramalan (prediksi, proyeksi) tentang sesuatu
yang akan atau dapat terjadi di masa depan. Agar hal itu
terjadi maka diperlukan actions, functions, effbrts, dan
responsibility atau apa pun yang disebut administrasi.
B. DEFINISI ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Dalam uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa


konsep ontologik administrasi adalah minister, ministry.
Menurut Taliziduhu Ndraha (2003), konsep layanan dan
pelayanan itulah konsep ilmu administrasi yang paling
hakiki. Pada konsep inilah kedua ilmu bersentuhan, yaitu
pada saat pelayanan itu menjadi roh pemerintahan.
Persentuhan antara keduanya terjadi dan bermula pada
tingkat ontologik. Persentuhan berikutnya terjadi pada
tingkat epistemologik, tatkala content administrasi, yaitu
organisasi dan manajemen menjadi bahan konstruksi ilmu
pemerintahan pada aspek organisasi dalam organisasi
pemerintahan dan aspek manajemen dalam manajemen
pemerintahan. Pada akhirnya, keduanya bersentuhan pada
tingkat aksiologik, dalam banyak aspek, seperti
administrasi sebagai seni dalam seni pemerintahan,
administrasi sebagai teknik dalam teknologi
pemerintahan, administrasi sebagai policy making dalam
kebijakan pemerintahan, dan sebagainya.
Taliziduhu Ndraha menegaskan bahwa makna
pelayanan sebagai produk dari kebijakan pemerintahan
dimaksudkan sebagai administrasi dalam administrasi
pemerintahan. Mengenai hubungan antara seni
pemerintahan dengan administrasi pemerintahan,
Taliziduhu Ndraha mengemukakan bahwa jika titik berat
seni pemerintahan pada proses penciptaan pembentukan
suatu uniqueness maka titik berat administrasi
pemerintahan pada penggunaan seni tersebut dalam
proses pembawaan (forwarding), penjagaan (keeping and
caring), dan penyampaian (delivering) nilai-nilai
pemerintahan.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan
administrasi pemerintahan menurut Taliziduhu Ndraha
adalah proses penjagaan (keeping and caring) dan
penyampaian (forwarding and delivering) produk
pemerintahan tertentu kepada konsumer untuk
menggunakan produk tersebut dan memberdayakan
konsumer untuk menggunakan produk tersebut dengan
cara dan alat yang sesuai dengan kondisi konsumer
sesegera mungkin sedemikian rupa sehingga konsumer
menerimanya utuh dan sadar, dan memperoleh
manfaatnya sebesar-besarnya.

C. RUANG LINGKUP ADMINISTRASI PEMERINTAHAN


DALAM KAJIAN ILMU PEMERINTAHAN
Inu Kencana Syafiie (1994) mengemukakan bahwa
ruang lingkup administrasi pemerintahan pada dasarnya
meliputi administrasi negara dan administrasi
pembangunan. Dengan mengutip pendapat beberapa ahli,
Inu Kencana Syafiie mengemukakan bahwa administrasi
negara adalah manajemen dan organisasi manusia-
manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan
pemerintah (Dwight Waldo). Administrasi pembangunan
adalah proses penggiringan suatu organisasi untuk
mencapai prestasi puncak suatu tujuan pembangunan. Ini
merupakan pelaksanaan dan wadah administrasi dalam
mengintegrasikan kemudahan pencapaian obyek
pembangunan (Edward Weidner). Administrasi
pembangunan adalah seluruh usaha yang dilakukan oleh
suatu masyarakat untuk memperbaiki tata kehidupannya
sebagai suatu bangsa dalam berbagai aspek kehidupan
bangsa tersebut dalam rangka usaha pencapaian tujuan
yang telah ditentukan (Sondang P Siagian).
Menurut Inu Kencana yang memodifikasi pendapat
Bintoro Tjokroamidjojo, dari uraian tersebut dapat
dibedakan antara administrasi negara dengan administrasi
pembangunan, yaitu sebagai berikut.
1. Perhatian administrasi negara pada negara-negara
maju, sedangkan administrasi pembangunan pada
negara-negara berkembang.
2. Administrasi negara berorientasi pada masa sekarang
ini, sedangkan administrasi pembangunan pada masa
depan.
3. Penekanan tugas administrasi negara pada tugas rutin,
sedangkan administrasi pembangunan pada tugas
pembangunan itu sendiri.
4. Bagi administrasi negara pemerintah sebagai
pelaksana, sedangkan bagi administrasi pembangunan
selain sebagai penyelenggara juga harus mampu
sebagai penggerak perubahan yang sekaligus dapat
menemukan berbagai terobosan setiap kendala yang
dihadapi.
5. Administrasi negara melakukan pendekatan legalitas
yang berorientasi pada hukum dan peraturan,
sedangkan administrasi pembangunan pada
pendekatan lingkungan yang harus peduli pada situasi
dan kondisi ruang dan waktu.
Di Indonesia pengkajian administrasi negara dan
administrasi pembangunan ini mutlak diperlukan karena
bangsa Indonesia memerlukan pengkajian tentang
bagaimana bermacam-macam badan pemerintah
diorganisir, diperlengkapi tenaga kerjanya, dibiayai,
digerakkan, dimotivasi, dan dipimpin guna mencapai
tujuan pemerintahan dalam melaksanakan kekuasaan
politik. Hal ini merupakan konsep administrasi negara.
Selain itu, bangsa Indonesia juga perlu melaksanakan
pembangunan bertahap berdasarkan jangka waktu, biaya
dan memantaunya dalam periode hasil tertentu, di mana
untuk keseluruhannya itu diperlukan perencanaan dan
orientasi kepada pertumbuhan serta perubahan yang
mengarah pada keadaan yang lebih baik dari sebelumnya.
Hal ini merupakan konsep administrasi pembangunan.
Sementara itu, Ermaya Suradinata (1996)
mengungkapkan bahwa pada administrasi negara dapat
dibagi menjadi administrasi pemerintahan dan
administrasi perusahaan negara. Administrasi
pemerintahan dapat dikelompokkan lagi menjadi
administrasi sipil dan administrasi militer. Dalam
administrasi sipil, yaitu aktivitas yang dilakukan oleh
lembaga departemen maupun nondepartemen sampai
pada tingkat kecamatan, lurah, dan desa. Sedangkan
administrasi militer adalah seluruh aktivitas yang
dilaksanakan oleh fungsi kesatuan dalam lingkungan
angkatan bersenjata. Tujuan pokok administrasi
pemerintahan ini adalah memberikan pelayanan pada
masyarakat.
Sedangkan administrasi perusahaan negara meliputi
bidang tugas usaha dari modal pemerintah, seperti
transportasi, industri strategis, asuransi, perbankan dan
perusahaan lainnya. Tujuan administrasi perusahaan
negara ini adalah keuntungan dan pelayanan.
Berkaitan dengan ruang lingkup administrasi
pemerintahan ini, Taliziduhu Ndraha mengungkapkan
bahwa pokok bahasan administrasi pemerintahan dalam
kajian ilmu pemerintahan antara lain sebagai berikut.
1. Analisis pemerintahan guna mengetahui rantainya
yang lemah.
2. Reapresiasi pekerjaan-pekerjaan administratif.
Dewasa ini terjadi depresiasi nilai pekerjaan
administratif.
3. Analisis hubungan antara kebijakan dengan
administrasi; dikotomi atau kontinuum.
4. Reposisi unit kerja yang bernama dinas (agency)
sebagai unit administrasi pemerintahan.
5. Pengembangan budaya pelayanan dan pembentukan
unit pelayanan yang berjarak sosial sedekat mungkin
dengan konsumer.
6. Reformasi pendidikan dan pelatihan kader-kader
pemerintahan.
7. Pengembangan topik-topik penelitian terapan ilmu
pemerintahan.

D. HUBUNGAN ANTARA ADMINISTRASI


PEMERINTAHAN DENGAN KEBIJAKAN
PEMERINTAHAN
Mengenai hubungan antara administrasi pemerintahan
dengan kebijakan pemerintahan, dapat dilihat dari definisi
administrasi pemerintahan itu sendiri, sebagai berikut.
1. Administrasi pemerintahan adalah suatu kerja sama
kelompok dalam lingkungan pemerintahan.
2. Administrasi pemerintahan meliputi implementasi
kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan oleh
badan-badan perwakilan politik.

Selain itu juga, pendekatan-pendekatan dalam


implementasi kebijakan mengungkapkan adanya
hubungan antara administrasi pemerintahan dengan
kebijakan pemerintahan. Salah satunya adalah pendekatan
top-down. Pendekatan top-down bertitik tolak dari
perspektif bahwa keputusan- keputusan politik (kebijakan
publik/kebijakan pemerintah) yang telah ditetapkan oleh
pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh
administratur- administratur (administrator
pemerintahan) atau birokrat-birokrat pada level bawahnya
(street level bureaucrats'). Inti pendekatan ini (top-down)
secara sederhana dapat dimengerti sebagai “sejauh mana
tindakan para pelaksana (administratur pemerintahan dan
birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah
digariskan oleh para pembuat kebijakan di tingkat pusat”.

E. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM


PERSPEKTIF PEMERINTAHAN DI INDONESIA
Administrasi pemerintahan dapatlah diartikan sebagai
segala kegiatan atau proses untuk mencapai tujuan
pemerintahan yang telah ditentukan, yaitu kegiatan yang
dilakukan dalam suatu negara dari tingkat pemerintahan
yang terendah sampai yang tertinggi dalam suatu negara.
Proses administrasi pemerintahan memiliki
karakteristik yang berbeda- beda tergantung dari cara
pendekatannya. Apabila ditinjau dari sisi
penyelenggaraan pemerintahan maka dapat dikatakan
merupakan proses organisasi dan manajemen dari
manusia dan benda serta lingkungan untuk mencapai
tujuan pemerintahan.
Administrasi pemerintahan tidak bisa dilepaskan
hubungannya dengan fungsi pemerintahan. Setiap negara
termasuk Indonesia mengenal adanya perbedaan fungsi-
fungsi politik dan administratif dari dalam pemerintahan.
Adanya dikotomi fungsi pemerintahan tersebut
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan
administrasi pemerintahan. Pengaruh tersebut bisa
menguntungkan dan bisa merugikan; dan di sisi lain
menekankan pentingnya administrasi pemerintahan.
Dengan ide dan konsepsi dasar negara kesejahteraan
(welfare State), memperluas jangkauan dan strategi
sistem intesitas aktivitas penyelenggaraan pemerintahan
negara. Berbagai aktivitas penyelenggaraan pemerintahan
pada era gloabalisasi ini, timbul sebagai akibat perubahan
tata nilai kehidupan masyarakat tentang peranan
pemerintahan yang seharusnya dilakukan. Tuntutan
masyarakat tersebut sebenarnya tidak hanya dapat
dipenuhi oleh pelayanan aparatur pemerintah
(administrator pemerintahan), melainkan sejauh mana
peran aktif dari pengusaha sebagai mitra kerja pemerintah
sehingga beban pemerintah bisa dibantu oleh swasta.
Berkaitan dengan hal tersebut, penyelenggaraan
administrasi pemerintahan telah meluas ke dalam
kewenangan keluarga, tradisi, dan pengaruh kehidupan
yang cepat berubah, di mana pemerintah ikut serta dalam
pengawasan tersebut sehingga semakin banyak kegiatan
yang harus dilakukan pemerintah. Demikian juga hal-hal
yang bersifat teknis yang seharusnya administrator
pemerintahan hanya mengendalikan, namun
kenyataannya mengadakan operasi langsung, yaitu
administrator pemerintahan menjalankan sendiri
kegiatan-kegiatannya, misalnya kebersihan sampah,
pekerjaan jalan, dan sebagainya.
Di sisi lain dalam pengawasan langsung, yaitu
penggunaan perijinan, lisensi (untuk kredit dan kegiatan
ekonomi lainnya) yang dilakukan oleh badan-badan
pemerintah (administrator pemerintahan) masih lemah,
misalnya perijinan pembangunan maupun ijin usaha. Hal
ini dikarenakan individu selaku oknum aparatur
pemerintah (administrator pemerintahan) yang tidak
mampu menjalankan tugasnya atau menyalahgunakan
wewenang yang dimilikinya untuk kepentingan diri
sendiri.
Dominannya campur tangan pemerintah juga
merupakan fenomena penyelenggaraan pemerintahan di
negara yang sedang berkembang, di mana dalam keadaan
mayoritas masyarakat belum berkembang, negara satu-
satunya wadah dalam masyarakat yang menghimpun
sebagian besar fenomena-fenomena modern.
Dalam hubungannya dengan administrasi
pemerintahan, praktik penyelenggaraan pemerintahan
tidak mungkin akan lepas dari berbagai aspeknya. Untuk
mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban, dan
kebahagiaan warganya (rakyatnya) kegiatan yang bersifat
rutin maupun kegiatan yang bersifat pembangunan
berencana atau bersifat insidential oleh pemerintah
memerlukan administrasi pemerintahan yang betul-betul
berdaya guna dan berhasil guna. Demikian halnya
pemerintah Indonesia adalah penyelenggaraan kekuasaan
pemerintah dengan memanfaatkan segala kemampuan
aparatur negara, segenap dana, dan daya demi tercapainya
tujuan negara Indonesia, serta terlaksananya tugas
pemerintahan sebagaimana tertuang dalam pembukaan
UUD 1945.
Pelaksanaan kebijakan dan penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan yang berupa peraturan
perundang-undangan sesungguhnya melekat pada
administrasi pemerintahan. Semakin luasnya jangkauan
penyelenggaraan pemerintahan, semakin luas pula
kegiatan administrasinya.
Fenomena sosial administrasi pemerintahan bukanlah
sesuatu yang baru berkembang pada era globalisasi ini,
melainkan sejak adanya dua orang manusia atau lebih,
hanya saja peranannya semakin muncul ke permukaan
sehingga melahirkan unggulan-unggulan, seperti
profesionalisme, efisiensi, produktivitas, dan kemitraan
dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan.
Sehubungan dengan hal tersebut, sebenarnya tugas
pokok, fungsi, dan peranan administrasi pemerintahan
terhadap masyarakat dalam praktik penyelenggaraan
pemerintahan adalah analog atau identik sama dengan
tugas pokok, fungsi, dan peranan dari pemerintahan.
Ermaya Suradinata mengemukakan bahwa peran
administrasi pemerintahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan merupakan pengatur, pelayan, serta
pengendalian terhadap masyarakat, sedangkan peran
administrasi pemerintahan terhadap pemerintah berperan
sebagai berikut ini.
1. Narasumber yang tertuang dalam kebijakan negara
atau pemerintah, agar kebijakan tersebut benar-benar
bisa dilakukan dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Selain itu, administrasi pemerintahan
juga sebagai perumus kebijakan negara atau
pemerintah.
2. Sebagai pelaksana, pendukung dan pembela kebijakan
negara atau pemerintah, agar benar-benar kebijakan
tersebut dapat diterapkan dan dilaksanakan dengan
baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
3. Mengisi dinamika kehidupan dalam kenegaraan, baik
di bidang eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Dengan memperhatikan uraian di atas, jelas nampak


betapa pentingnya peranan administrasi pemerintahan
dalam kehidupan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembinaan kemasyarakatan.
Pada negara-negara yang sedang berkembang, dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara banyak para
birokrat dari kalangan administrator
pemerintahan/pegawai negeri (sipil dan militer) yang
duduk dalam lembaga- lembaga politik negara. Dengan
demikian maka peran administrasi pemerintahan sangat
besar pengaruhnya dan benar-benar menentukan
kebijakan negara atau pemerintah. Misalnya, di Indonesia
cukup banyak administrator pemerintahan atau pegawai
negeri yang duduk dalam lembaga- lembaga perwakilan
atau menjadi pejabat negara, baik berada di tingkat pusat
maupun tingkat daerah.
Karena peranannya sangat strategis, administrasi
pemerintahan pada negara yang sedang berkembang
(seperti Indonesia) dalam praktik penyelenggaraan
pemerintahan merupakan sebagai penggerak perubahan
(agent of changef sebagai penggerak modernisasi (agent
of modernizatiori), dan penggerak pembangunan {agent
of development). Selain peran tersebut, juga merupakan
stabilisator, dinamisator, dan enterpreneur dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

F. PERKEMBANGAN PARADIGMA ADMINISTRASI


PEMERINTAHAN/NEGARA/PUBLIK:
PARADIGMA BARU DALAM ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN/NEGARA/PUBLIK
Dalam hubungannya dengan perkembangan ilmu
administrasi pemerintahan/negara/publik, krisis akademis
terjadi beberapa kali sebagaimana terlihat dari pergantian
paradigma yang lama dengan yang baru. Nicholas Henry
melihat perubahan paradigma ditinjau dari pergeseran
lokus dan fokus suatu disiplin ilmu. Fokus
mempersoalkan “w/zat ofthe field” atau metode dasar
yang digunakan atau cara-cara ilmiah apa yang dapat
digunakan untuk memecahkan suatu persoalan. Sedang
lokus mencakup “w/iere of the fielcT atau medan atau
tempat di mana metode tersebut digunakan atau
diterapkan.
Berdasarkan lokus dan fokus suatu disiplin ilmu,
Henry membagi paradigma administrasi negara menjadi
lima, sebagai berikut.
1. Paradigma dikotomi politik dan administrasi (1900-
1926).
2. Paradigma prinsip-prinsip administrasi (1927-1937).
3. Paradigma administrasi negara sebagai ilmu politik
(1950-1970).
4. Paradigma administrasi negara sebagai ilmu
administrasi (1956-1970).
5. Paradigma administrasi negara sebagai administrasi
negara (1970an).

Pada tahun 1970-an, George Frederickson


memunculkan model administrasi negara baru (new
public administration). Paradigma ini merupakan kritik
terhadap paradigma administrasi negara lama yang
cenderung mengutamakan pentingnya nilai ekonomi,
seperti efisiensi dan efektivitas sebagai tolok ukur kinerja
administrasi negara. Menurut paradigma administrasi
negara baru, administrasi negara selain bertujuan meraih
efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan juga
mempunyai komitmen untuk mewujudkan manajemen
publik yang responsif dan berkeadilan (social equity).
Pada tahun 1980 sampai dengan 1990-an muncul
paradigma baru dengan berbagai macam sebutan seperti ’
managerialism’'new public management’, 'reinventing
government’, dan sebagainya. Paradigma administrasi
negara yang lahir pada era tahun 1990-an pada hakikatnya
berisi kritikan terhadap administrasi model lama yang
sentralistis dan birokratis. Ide dasar dari paradigma
semacam new public management (NPM) dan reinventing
government adalah bagaimana mengadopsi model
manajemen di dunia bisnis untuk mereformasi birokrasi
agar siap menghadapi tantangan global.
Pada tahun 2003, muncul paradigma new public
Service (NPS) yang dikemukakan oleh Denhardt dan
Denhardt. Paradigma ini mengkritisi pokok- pokok
pemikiran paradigma administrasi negara propasar. Ide
pokok paradigma NPS adalah mewujudkan administrasi
negara yang menghargai citizenship, demokrasi, dan hak
asasi manusia.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah perkembangan
paradigma dalam teori administrasi
pemerintahan/negara/publik.

1. Paradigma I: Dikotomi Politik-Administrasi


(1900-1926)
Frank J Goodnow dan Leonard D White dalam
bukunya Politics and Administration menyatakan dua
fungsi pokok dari pemerintah yang berbeda, sebagai
berikut.
a. Fungsi politik yang melahirkan kebijaksanaan atau
keinginan negara.
b. Fungsi Administrasi yang berhubungan dengan
pelaksanaan kebijakan negara.
Penekanan pada paradigma ini terletak pada lokusnya.
Menurut Goodnow, lokusnya berpusat pada govemment
bureaucracy, birokrasi pemerintahan. Sedangkan
fokusnya, yaitu metode atau kajian apa yang akan dibahas
dalam administrasi publik kurang dibahas secara jelas.
Administrasi negara memperoleh legitimasi akademiknya
lewat lahirnya “Introduction To the study of Public
Administration” oleh Leoanard D. White yang
menyatakan dengan tegas bahwa politik seharusnya tidak
ikut mencampuri administrasi, dan administrasi negara
harus bersifat studi ilimiah yang bersifat bebas nilai.

2. Paradigma II: Prinsip-prinsip Administrasi


Negara (1927-1937)
Pada fase ini administrasi diwarnai oleh berbagai
macam kontribusi dari bidang-bidang lain, seperti industri
dan manajemen. Berbagai bidang inilah yang membawa
dampak yang besar pada timbulnya prinsip-prinsip
administrasi. Prinsip-prinsip tersebut yang menjadi fokus
kajian administrasi publik, sedangkan lokus dari
paradigma ini kurang ditekankan karena esensi prinsip-
prinsip tersebut, di mana dalam kenyataan bahwa bahwa
prinsip itu bisa terjadi pada semua tatanan, lingkungan,
misi atau kerangka institusi, atau pun kebudayaan.
Dengan demikian, administrasi bisa hidup di mana pun
asalkan prinsip-prinsip tersebut dipatuhi.
Pada paradigma kedua ini pengaruh manajemen klasik
sangat besar. Tokohnya, antara lain adalah F.W Taylor
yang menuangkan 4 prinsip dasar, yaitu: perlu
mengembangkan ilmu manajemen sejati untuk
memperoleh kinerja terbaik, perlu dilakukan proses
seleksi pegawai ilmiah agar mereka bisa tanggung jawab
dengan kerjanya, perlu ada pendidikan dan
pengembangan pada pegawai secara ilmiah, perlu kerja
sama yang intim antara pegawai dan atasan (prinsip
management ilmiah Taylor). Kemudian disempurnakan
oleh Fayol (POCCC) dan Gullick dan Urwick
(OSDCORB).

3. Paradigma III: Administrasi Negara sebagai Ilmu


Politik (1950-1970)
Secara singkat dapat dipahami bahwa fase paradigma
ini menerapkan suatu usaha untuk menetapkan kembali
hubungan konseptual antara administrasi saat itu, karena
hal itulah administrasi pulang kembali menemui induk
ilmunya, yaitu ilmu politik, akibatnya terjadilah
perubahan dan pembaruan. Lokusnya, yaitu birokrasi
pemerintahan, tetapi konsekuensi dari usaha ini adalah
keharusan untuk merumuskan bidang ini dalam
hubungannya dengan fokus keahliannya yang esensial.
Terdapat perkembangan baru yang dicatat pada fase ini,
yaitu timbulnya studi perbandingan dan pembangunan
administrasi sebagai bagian dari administrasi negara.
4. Paradigma IV: Administrasi Negara sebagai Ilmu
Administrasi (1956-1970)
Paradigma IV meliputi hal-hal berikut ini.
a. Istilah Administrative Science digunakan dalam
paradigma IV ini untuk menunjukkan isi dan fokus
pembicaraan, sebagai suatu paradigma pada fase
ini ilmu administrasi hanya menekankan pada
fokus, tetapi tidak pada lokusnya.
b. Henderson, Thompson dan Caldwen menawarkan
teknik-teknik yang memerlukan keahlian dan
spesialisasi. Pengembangan paradigma ke-4 ini
bukannya tanpa hambatan, banyak persoalan yang
harus dijawab, misalnya adalah apakah jika fokus
tunggal telah dipilih oleh administrasi Negara,
yaitu ilmu administrasi, apakah ia berhak bicara
tentang publik (negara) dalam administrasi
tersebut dan banyak persoalan lainnya.

5. Paradigma V: Administrasi Negara sebagai


Administrasi Negara (1970)
Pemikiran Herbert Simon tentang perlunya dua aspek
yang perlu dikembangkan dalam disiplin administrasi
negara, sebagai berikut.
a. Ahli administrasi negara meminati pengembangan
suatu ilmu administrasi negara yang murni.
b. Satu kelompok yang lebih besar meminati persoalan-
persolan mengenai kebijaksanaan publik.
Lebih dari itu administrasi negara lebih fokus pada
ranah-ranah ilmu kebijaksanaan (policy Science) dan cara
pengukuran dari hasil-hasil kebijaksanan yang telah
dibuat. Aspek perhatian ini dapat dianggap sebagai mata
rantai yang menghubungkan antara fokus administrasi
negara dengan lokusnya. Fokusnya adalah teori-teori
organisasi, public policy, dan teknik administrasi atau pun
manajemen yang sudah maju, sedangkan lokusnya adalah
pada birokrasi pemerintahan dan persoalan-persoalan
masyarakat (public affairs).

6. Paradigma VI: Model Birokrasi Klasik (Tokoh :


Taylor, Wilson, Weber, Gullick, Urwick)
Birokrasi adalah suatu usaha dalam mengorganisasi
berbagai pekerjaan agar terselenggara dengan teratur.
Pekerjaan ini bukan hanya melibatkan banyak personil
(birokrat), tetapi juga terdiri dari berbagai peraturan
dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Birokrasi
diperlukan agar penyelenggaraan tugas pemerintahan
tersebut terlaksana secara efisien, efektif dan ekonomis.
Dalam memahami lebih jelas pengertian birokrasi ini
maka dikemukakan ciri-ciri idealnya dari Max Weber
(Frederickson, 1984) yang dikenal sebagai salah satu
tokoh dalam aliran birokrasi klasik atau aliran tradisional.
Ciri-ciri ini antara lain: suatu birokrasi terdiri dari
berbagai kegiatan, pelaksanaan kegiatannya didasarkan
pada peraturan yang konsisten, jabatan dalam organisasi
tersusun dalam bentuk hierarki, pelaksanaan tugas dengan
impersonality, sistem rekruitmen birokrat berdasar pada
sistem kecakapan (karier) dan menganut sistem
spesialisasi, dan penyelenggaraan pemerintahan
dilakukan secara terpusat (sentralisasi).
Meskipun birokrasi klasik ini banyak dikritik, namun
sampai sekarang, tetap ada beberapa karakteristik dari
model ini yang bertahan dalam birokrasi pemerintahan.
Kelemahan-kelemahannya, antara lain terlalu kakunya
peraturan yang menyertai model ini, menyebabkan
banyak ahli yang melakukan penelitian untuk
penyempurnaannya.

7. Paradigma VII: Model Neo Birokrasi (Tokoh: Simon,


Cyert, March, Gore)
Model pendekatan neo-birokrasi merupakan salah satu
model dalam era behavioral. Nilai yang dimaksimumkan
adalah efisiensi, ekonomi, dan tingkat rasionalisme yang
tinggi dari penyelenggaraan pemerintahan. Unit
analisisnya lebih banyak tertuju pada fungsi
“pengambilan keputusan” (decision making') dalam
organisasi pemerintahan. Dalam proses pengambilan
keputusan ini, pola pemikirannya bersifat “rasional”,
yaitu keputusan-keputusan yang dibuat sedapat mungkin
rasional untuk dapat mencapai tujuan penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan; model pengambilan keputusan
didasarkan pada prinsip manajemen modem; pendekatan
dalam mengambil keputusan didasarkan pada analisis
sistem; dan di dalam praktiknya banyak menggunakan
penelitian operasi (operation research).
Kelebihan model ini, telah banyak dibuktikan melalui
“unit analisisnya” yang lebih didasarkan pada teknik-
teknik ilmu manajemen yang telah mapan sebagai
kelengkapan pemecahan masalah dalam banyak
organisasi besar, termasuk organisasi militer dan
pemerintahan. Teknik manajemen ilmiah telah banyak
digunakan dalam kegiatan penganggaran, penjadwalan
proyek, manajemen persediaan, program perencanaan
karyawan, serta pengembangan produk untuk mencapai
produktivitas yang tinggi. Dibalik kelebihannya, juga
memiliki berbagai kelemahan, antara lain tidak semua
persoalan dalam pemerintahan dapat dikuantitatifkan
dalam menerapkan prinsip manajemen ilmiah seperti
yang diharapkan dalam penerapan model ini.

8. Paradigma VIII: Model Kelembagaan (Tokoh:


Lindbloom, J. Thompson, Mosher, Blau, Riggs)
Model kelembagaan merupakan penjelmaan dari era
behavioralisme. Ciri-cirinya, antara lain bersifat empiris.
Di samping memperhatikan aspek internal juga pada
aspek eksternal, seperti aspek budaya turut menjadi
perhatian utama dalam kajian organisasi pemerintahan
(sistem terbuka).
Para penganut model ini lebih tertarik mempelajari
organisasi pemerintahan apa adanya (netral), dibanding
mengajukan resep perbaikan (intervensi) yang harus
dilakukan dalam peningkatan kinerja organisasi
pemerintahan. Namun demikian, hasil karya dari tokoh
penganut aliran sangat berjasa dalam pengembangan teori
organisasi karena hasil-hasil karya yang ada sebelumnya
cenderung menganalisis organisasi dengan “sistem
tertutup” tanpa memperhitungkan aspek eksternal
organisasi yang secara nyata sangat menentukan terhadap
kinerja organisasi pemerintahan.

9. Paradigma IX: Model Hubungan Kemanusiaan


(Tokoh: Mcgregor, Argyris)
Model hubungan kemanusiaan mengkritik model-
model birokrasi pemerintahan yang ada sebelumnya,
yaitu model birokrasi klasik dan model neobirokrasi yang
terlalu memformalkan seluruh kegiatan dalam organisasi
pemerintahan. Model hubungan kemanusiaan melihat
secara empiris bahwa ternyata aturan yang terlalu kaku
dapat menimbulkan kebosanan orang (birokrat) bekerja
dalam organisasi. Ciri-ciri model ini, antara lain melihat
perlunya diperhatikan: hubungan antarpribadi, dinamika
kelompok, komunikasi, sanksi yang tidak perlu merata,
pelatihan, motivasi kerja dalam penyelenggaraan
birokrasi pemerintahan. Sejalan dengan ciri-ciri tersebut,
maka nilai yang dimaksimalkan adalah kepuasan kerja,
perkembangan pribadi, harga diri individu dalam
organisasi pemerintahan. Model ini tetap menganjurkan
perlunya pengawasan, namun tidak perlu dilakukan
secara ketat dan merata kepada semua anggota organisasi.
Hanya mereka yang memerlukan pengawasan adalah
yang perlu diberikan. Hal yang paling penting dilakukan
adalah memperbaiki sistem organisasi agar tercipta
suasana kerja yang memungkinkan anggota organisasi
dapat berhubungan secara baik dengan rekan kerjanya
agar tercipta suasana yang dapat meningkatkan inovasi
aparatur pemerintahan.

10. Paradigma X: Model Hubungan Publik


Model birokrasi pilihan publik merupakan pendekatan
yang paling mutakhir dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Pendekatan ini masih banyak bersifat
teoretis dibanding bukti empiris di lapangan. Resep-resep
yang ada dalam penyelenggaraan pemerintahan
kebanyakan bersifat ideal, namun bukti penerapannya,
masih tergolong langka. Hal ini, antara lain disebabkan
karena pendekatan ini memang relatif masih muda
usianya. Ciri-cirinya, antara lain: lebih bersifat anti
birokratis, berdasar pada distribusi pelayanan,
desentralisasi, dan tawar-menawar yang berorientasi
kepada klien. Ada berbagai prasyarat yang seharusnya
terpenuhi dalam penerapan model ini, antara lain: (1)
sistem politik harus dapat menjamin partisipasi dalam
mengemukakan pendapat secara objektif dan bertanggung
jawab; (2) sistem administrasi pemerintahan yang selalu
dinamis, mampu menyesuaikan diri dengan fungsi yang
terus berubah; (3) birokrat harus mampu mengoreksi diri
sendiri, dan; (4) perlu ada langkah kongkrit yang dapat
dilakukan dalam mengefektifkan pemberdayaan
masyarakat, antara lain adalah meningkatkan kesadaran
kritis dalam hal politik pada berbagai lapisan masyarakat.
Langkah ini terlaksana apabila terjadi komunikasi yang
“dialogis” antara perumus kebijaksanaan dan masyarakat
pengguna pelayanan.

11. Paradigma XI: Administrasi Negara Baru (New


Public Administration)
Ciri dari administrasi negara baru sebagai berikut.
a. Melayani warga masyarakat bukan pelanggan.
b. Mengutamakan kepentingan publik.
c. Lebih menghargai warga negara bukan
kewirausahaan.
d. Berpikir strategis dan bertindak demokratis.
e. Menyadari akuntabilitas bukan suatu yang mudah.
f. Melayani daripada mengendalikan.
g. Menghargai orang bukan produktivitas semata.

Konsep mutakhir administrasi negara adalah good


governance yang memberikan lebih banyak hal yang
harus dihadirkan pemerintahan dalam pelayanan kepada
masyarakat. Konsep administrasi negara baru yang lahir
pada tahun 1980-an, mendorong pemerintah untuk tidak
saja adil, tetapi juga berpihak pada yang lemah.
Berdasarkan periodisasi perkembangan paradigma
administrasi negara/publik tersebut maka dapatlah
dikemukakan bahwa secara garis besar paradigma
administrasi negara/publik dapat dibagi dalam 4
paradigma yaitu paradigma administrasi negara
tradisional atau disebut juga sebagai paradigma
administrasi negara lama (old public administration),
paradigma new public administration, paradigma new
public management, dan paradigma governance /new
public Service.

12. Paradigma Administrasi Negara Lama


Paradigma administrasi negara lama dikenal juga
dengan sebutan administrasi negara tradisional atau
klasik. Paradigma ini merupakan paradigma yang
berkembang pada awal kelahiran ilmu administrasi
negara. Tokoh paradigma ini adalah pelopor berdirinya
ilmu administrasi negara Woodrow Wilson dengan
karyanya “The Study of Administration"(\88T) serta F.W.
Taylor dengan bukunya “Principles ofScientific
Management".
Dalam bukunya "The Study of Administration",
Wilson berpendapat bahwa masalah utama yang dihadapi
pemerintah eksekutif adalah rendahnya kapasitas
administrasi. Untuk mengembangkan birokrasi
pemerintah yang efektif dan efisien diperlukan
pembaharuan administrasi pemerintahan dengan jalan
meningkatkan profesionalisme manajemen administrasi
negara. Untuk itu, diperlukan ilmu yang diarahkan untuk
melakukan reformasi birokrasi dengan mencetak aparatur
publik yang profesional dan nonpartisan. Karena itu, tema
dominan dari pemikiran Wilson adalah aparat atau
birokrasi yang netral dari politik. Administrasi negara
harus didasarkan pada prinsip- prinsip manajemen ilmiah
dan terpisah dari hiruk pikuk kepentingan politik. Inilah
yang dikenal sebagai konsep dikotomi politik dan
administrasi. Administrasi negara merupakan
pelaksanaan hukum publik secara detail dan terperinci,
karena itu menjadi bidangnya birokrat teknis. Sedang
politik menjadi bidangnya politisi.
Ide-ide yang berkembang pada tahun 1900-an
memperkuat paradigma dikotomi politik dan administrasi,
seperti karya Frank Goodnow "Politic and
Administration”. Teori penting lain yang berkembang
adalah analisis birokrasi dari Max Weber. Weber
mengemukakan ciri-ciri struktur birokrasi yang meliputi
hierarki kewenangan, seleksi dan promosi berdasarkan
merit system, aturan dan regulasi yang merumuskan
prosedur dan tanggungjawab kantor, dan sebagainya.
Karakteristik ini disebut sebagai bentuk kewenangan yang
legal rasional yang menjadi dasar birokrasi modern.
Ide atau prinsip dasar dari administrasi negara lama
(Dernhart dan Dernhart, 2003) sebagai berikut.
a. Fokus pemerintah pada pelayanan publik secara
langsung melalui badan- badan pemerintah.
b. Kebijakan publik dan administrasi menyangkut
perumusan dan implementasi kebijakan dengan
penentuan tujuan yang dirumuskan secara politis dan
tunggal.
c. Administrasi publik mempunyai peranan yang
terbatas dalam pembuatan kebijakan dan
kepemerintahan, administrasi publik lebih banyak
dibebani dengan fungsi implementasi kebijakan
publik.
d. Pemberian pelayanan publik harus dilaksanakan oleh
administrator yang bertanggung]awab kepada
„elected official” (pejabat/birokrat politik) dan
memiliki diskresi yang terbatas dalam menjalankan
tugasnya.
e. Administrasi negara bertanggung jawab secara
demokratis kepada pejabat politik.
f. Program publik dilaksanakan melalui organisasi
hierarkis dengan manajer yang menjalankan kontrol
dari puncak organisasi.
g. Nilai utama organisasi publik adalah efisiensi dan
rasionalitas.
h. Organisasi publik beroperasi sebagai sistem tertutup
sehingga partisipasi warga negara terbatas.
i. Peranan administrator publik dirumuskan sebagai
fungsi POSDCORB.

13. Paradigma Administrasi Negara Baru


Paradigma ini berkembang tahun 1970-an. Paradigma
administrasi negara baru (new public administration)
muncul dari perdebatan hangat tentang kedudukan
administrasi negara sebagai disiplin ilmu maupun profesi.
Dwight Waldo menganggap administrasi negara berada
dalam posisi revolusi (a time of revolutiori) sehingga
mengundang para pakar ilmu administrasi negara dalam
suatu konferensi yang menghasilkan kumpulan makalah
"Taward a New Public Administration: The
Minnowbrook Perspective" (1971). Tujuan konferensi ini
adalah mengidentifikasi apa saja yang relevan dengan
administrasi negara dan bagaimana disiplin administrasi
negara harus menyesuaikan dengan tantangan tahun
1970-an. Salah satu artikel dalam kumpulan makalah ini
adalah karya George Frederickson berjudul "The New
Public Administration". Paradigma new public
administration pada dasarnya mengkritisi paradigma
administrasi lama atau klasik yang terlalu menekankan
pada parameter ekonomi. Menurut paradigma
administrasi negara baru, kinerja administrasi publik tidak
hanya dinilai dari pencapaian nilai ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas, tetapi juga pada nilai social equity (disebut
sebagai pilar ketiga setelah nilai efisiensi dan efektivitas).
Implikasi dari komitmen pada social equity maka
administrator publik harus menjadi proactive
administrator bukan sekedar birokrat yang apolitis. Fokus
dari administrasi negara baru meliputi usaha untuk
membuat organisasi publik mampu mewujudkan nilai-
nilai kemanusiaan secara maksimal yang dilaksanakan
dengan pengembangan sistem desentralisasi dan
organisasi demokratis yang responsif dan partisipatif,
serta dapat memberikan pelayanan publik secara merata.
Karena administrasi negara mempunyai komitmen untuk
mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan (social
equity) maka Frederickson menolak pandangan bahwa
administrator dan teori-teori administrasi negara harus
netral dan bebas nilai.

14. Paradigma New Public Management


Paradigma new public management (NPM) muncul
tahun 1980-an dan menguat tahun 1990-an sampai
sekarang. Prinsip dasar paradigma NPM adalah
menjalankan administrasi negara sebagaimana
menggerakkan sektor bisnis (run government like a
business atau market as solution to the ills in public
sector). Strategi ini perlu dijalankan agar birokrasi model
lama (yang lamban, kaku dan birokratis) siap menjawab
tantangan era globalisasi.
Model pemikiran semacam NPM juga dikemukakan
oleh David Osborne dan Ted Gaebler (1992) dalam
konsep ”Reinventing Government”. Osbone dan Gaebler
menyarankan agar menyuntikkan semangat wirausaha ke
dalam sistem administrasi negara. Birokrasi publik harus
lebih menggunakan cara “steering” (mengarahkan)
daripada ”rowing” (mengayuh). Dengan cara “steering”
pemerintah tidak langsung bekerja memberikan
pelayanan publik, melainkan sedapat mungkin
menyerahkan ke masyarakat. Peran negara lebih sebagai
fasilitator atau supervisor penyelenggaraan urusan publik.
Model birokrasi yang hierarkis-formalistis menjadi tidak
lagi relevan untuk menjawab problem publik di era
global. Ciri-ciri paradigma new public management
sebagai berikut.
a. Ide atau prinsip dasar paradigma NPM (Dernhart dan
Dernhart, 2003) adalah mencoba menggunakan
pendekatan bisnis di sektor publik.
b. Penggunaan terminologi dan mekanisme pasar, di
mana hubungan antara organisasi publik dan customer
dipahami sebagaimana transaksi yang terjadi di pasar.
c. Administrator publik ditantang untuk dapat
menemukan atau mengembangkan cara baru yang
inovatif untuk mencapai hasil atau memprivatisasi
fungsi-fungsi yang sebelumnya dijalankan
pemerintah.
d. ”Steer not row” artinya birokrat atau PNS tidak mesti
menjalankan sendiri tugas pelayanan publik, apabila
dimungkinkan fungsi itu dapat dilimpahkan ke pihak
lain melalui sistem kontrak atau swastanisasi.
e. NPM menekankan akuntabilitas pada customer dan
kinerja yang tinggi, restrukturisasi birokrasi,
perumusan kembali misi organisasi, perampingan
prosedur, dan desentralisasi dalam pengambilan
keputusan.

15. Paradigma New Public Service


Paradigma new public Service (NPS) merupakan
konsep yang dimunculkan melalui tulisan Janet V.
Dernhart dan Robert B. Dernhart berjudul “The New
Public Service : Serving, Not Steering” terbit tahun 2003.
Paradigma NPS dimaksudkan untuk meng ”counter”
paradigma administrasi yang menjadi arus utama
(mainstream) saat ini, yaitu paradigma new public
management yang berprinsip “run government like a
business” atau “market as solution to the ills in public
sector.” Menurut paradigma NPS, menjalankan
administrasi pemerintahan tidaklah sama dengan
organisasi bisnis. Administrasi negara harus digerakkan
sebagaimana menggerakkan pemerintahan yang
demokratis. Misi organisasi publik tidak sekedar
memuaskan pengguna jasa (customer) tapi juga
menyediakan pelayanan barang dan jasa sebagai
pemenuhan hak dan kewajiban publik.
Paradigma NPS memperlakukan publik pengguna
layanan publik sebagai warga negara (citizen) bukan
sebagai pelanggan (custotner). Administrasi negara tidak
sekedar bagaimana memuaskan pelanggan, tetapi juga
bagaimana memberikan hak warga negara dalam
mendapatkan pelayanan publik. Cara pandang paradigma
NPS ini, menurut Dernhart (2008), diilhami oleh (1) teori
politik demokrasi terutama yang berkaitan dengan relasi
warga negara (citizens) dengan pemerintah, dan (2)
pendekatan humanistik dalam teori organisasi dan
manajemen.
Paradigma NPS memandang penting keterlibatan
banyak aktor dalam penyelenggaraan urusan publik.
Dalam administrasi publik apa yang dimaksud dengan
kepentingan publik dan bagaimana kepentingan publik
diwujudkan tidak hanya tergantung pada lembaga negara.
Kepentingan publik harus dirumuskan dan
diimplementasikan oleh semua aktor baik negara, bisnis,
maupun masyarakat sipil. Pandangan semacam ini yang
menjadikan paradigma NPS disebut juga sebagai
paradigma governance. Teori governance berpandangan
bahwa negara atau pemerintah di era global tidak lagi
diyakini sebagai satu-satunya institusi atau aktor yang
mampu secara efisien, ekonomis, dan adil menyediakan
berbagai bentuk pelayanan publik sehingga paradigma
governance memandang penting kemitraan (partnership)
dan jaringan (networking) antar banyak stakeholders
dalam penyelenggaraan urusan publik.

Anda mungkin juga menyukai