Anda di halaman 1dari 20

PENGATURAN MANTAN TERPIDANA KORUPSI DALAM PENCALONAN

ANGGOTA LEGISLATIF DARI ASPEK HAK ASASI MANUSIA

JURNAL ETIKA PROFESI HUKUM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Hukum

Dosen Pengampu : Yusuf Mardhani, M.H.

Oleh :

Anjrah Ayu Lestari (126103213301)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (HTN 5-G)

FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

2023

1
PENGATURAN MANTAN TERPIDANA KORUPSI DALAM PENCALONAN
ANGGOTA LEGISLATIF DARI ASPEK HAK ASASI MANUSIA

Anjrah Ayu Lestari

Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum Universitas Islam
Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Ayulestari23814@gmail.com

Abstrak

Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi rasa demokrasi dalam pemilu
serta hak asasi manusia. Penulisan dalam judul ini adanya permasalahan dalam pencalonan
anggota legislatif yakni terkait dengan mantan terpidana korupsi. Terkait dengan
permasalahan tersebut KPU mengeluarkan suatu Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor
20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, Anggota Dewan Perwakilan Daerah
Provinsi, Anggota Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten/Kota. Dimana peraturan tersebut
bertentangan dengan suatu aturan yang mengatur mengenai pemilu.Jika dilihat dari perspektif
HAM peraturan ini dibuat oleh kpu tersebut dapat mengalanggar peraturan yang mengatur
hak asasi manusia. Metode yang digunakan di dalam penulisan ini yakni menggunakan
metode hukum normatif dimana menggunakan pendekatan perundang-undangan serta yang
berkaitan dengan penulisan dari kepustakaan.

Kata Kunci : Pemilihan Umum, Narapidana Korupsi, Implikasi Hukum dan Sosial

Abstrak

Indonesia is a country that upholds democracy in elections and human rights. It is


written in this title that there are problems in nominating legislative members, namely related
to former corruption convicts. In relation to this problem, the KPU issued General Election
Commission Regulation Number 20 of 2018 concerning Nominations of Members of the
DPR, Members of the Provincial Regional Representative Council, Members of the
Regency/City Regional Representative Council. Where these regulations conflict with
regulations governing elections. If viewed from a human rights perspective, these regulations
made by the KPU may violate regulations governing human rights. The method used in this
writing is the normative legal method which uses a statutory approach and is related to
writing from the literature.

2
Keywords : General Elections, Corruption Convicts, Legal and Social Implications

LATAR BELAKANG

Dalam sebuah negara yang demokratis, pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat, yang ikut terlibat aktif dalam penyelenggaraan pemilihan umum baik
untuk memilih maupun dipilih.Tujuan pemilihan umum yang dilaksanakan adalah untuk
untuk membentuk pemerintahan yang demokratis melalui mekanisme pemilu yang jujur dan
adil.1 Prinsip utama dalam sistem demokrasi adalah setiap orang berhak aktif dalam proses
politik, baik hak untuk dipilih maupun hak untuk memilih. 2 Negara-negara yang menganut
sistem demokrasi, pemilu dijadikan tolak ukur bagi pelaksanaan demokrasi. Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum, oleh karenanya segala sesuatu yang
menyangkut dengan kehidupan bernegara diatur melalui peraturan perundang-undangan.
Salah satu bentuk dari peraturan perundang-undangan tersebut adalah Undang-Undang Dasar
yang disebut juga dengan konstitusi yaitu menyangkut tentang lembaga negara legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Lembaga legislatif merupakan lembaga yang bertugas untuk
melaksanakan tugas dan fungsi legislasi negara, juga sebagai lembaga penyeimbang dari
eksekutif agar lembaga eksekutif tidak sewenang-wenang dalam menjalankan kekuasaan
pemerintahannya, lembaga legislatif memiliki anggota legislatif yang merupakan perwakilan
dari rakyat itu sendiri agar dapat dilihat dalam melaksanakan sistem pemerintahan negara.

Terdapat gagasan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu gagasan
negara hukum, yang merupakan gagasan modern dalam arti mengandung banyak perspektif
dan boleh dikatakan aktual. Dalam memberikan pengertian mengenai gagasan negara hukum
ini, setiap orang dapat memberikan bobot penilaian yang berlebihan baik terhadap “negara”
maupun terhadap kata “hukum”.3 Negara hukum adalah negara yang berlandaskan hukum
dan menjamin keadilan bagi warganya. Segala kewenangan dan tindakan alat-alat
perlengkapan negara atau penguasa semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain
diatur oleh hukum. Negara hukum pada dasarnya adalah sebuah teori Tradisi hukum Eropa
yang mendapat pengaruh dari negara Romawi. Negara Hukum berarti tempat dan kekuasaan
pemerintahan yang tidak benar dalam bertindak atas kekuatan sendiri, yaitu yang harus
didukung oleh kepastian dari hukum positif yakni konstitusi atau Undang-Undang Dasar.
1
Ahmad Zazili, “Pengakuan Negara Terhadap Hak-hak Politik (Rigth to Vote) Masyarakat Adat Dalam
Pelaksanaan Pemilihan Umum”. Jurnal Konstitusi Vol 9 Nomor 1, Maret 2012, 136.
2
Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, (Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 1993), 94.
3
Ali Marwan Hsb : Konsep Judicial Review Dan Pelembagaannya Di Berbagai Negara, (Malang: Setara
Press, 2017), 10.

3
Indonesia adalah negara yang menganut negara hukum yang dimana supremasi hukum
mempunyai ciri khas dari negara hukum yang meliputi: :memiliki penjagaan serta pengakuan
terhadap hak asasi manusia, memiliki suatu kekuasaaan yang berlaku berdasarkan aturan
yang ada, serta pemisahan didalam suatu kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut dan
adannya suatu peradilan administrasi.4

Di Asia Tenggara, Indonesia adalah negara demokrasi konstitusional. Artinya negara


yang menggunakan sistem pemilu dan pemilu lokal pemilu dapat digunakan sebagai platform
untuk berkreasi otoritas yang berperan aktif dalam penyelenggaraan nasional. Dalam
penyelenggaraan pemerintahan terdapat proses politik yang disebut sebagai pemilihan
umumatau disingkat pemilu. Pemilihan umum adalah sarana demokrasi untuk membentuk
sistem kekuasaan negara yang berdaulat rakyat dan permusyawaratan perwakilan. Kekuasaan
negara yang terlahir dengan pemilihan umum adalah kekuasaan yang lahir dari bawah
menurut kehendak rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan umum bertujuan untuk
menegakkan prinsip kedaulatan rakyat.5Pemilu meletakan rakyat sebagai titik utama yang
memegang kedaulatan primer, yang dimaksud dengan rakyat tersebut menurut Rosseau
bukanlah penjumlahan dari individu-individu di dalam negara, melainkan kesatuan yang
dibentuk oleh individu-individu yang memiliki kehendak, dari kehendak tersebut didapatkan
melalui perjanjian masyarakat.6

Komisi Pemilihan Umum atau disingkat KPU memiliki kewenangan yang pada
intinya yaitu untuk mengatur terlaksananya pemilihan umum dengan baik. 7Untuk mencapai
tujuan pelaksanaan pemilihan umum dengan baik tersebut KPU berhak untuk membuat
peraturan mengenai pelaksanaan pemilihan umum. KPU membentuk peraturan terkait dengan
pelaksanaan pemilu yang akan dilaksankan pada tahun 2024 mendatang dengan menerbitkan
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pencalonan
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur Tentang Tata Cara atau Pedoman
Pelaksanaan Pemlihan Calon Anggota Legislatif di Indonesia.

Dalam Pasal 28 D UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa ; ”setiap orang berhak
memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Berdasarkan pasal tersebut maka

4
Mirriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2009, hlm. 52.
5
Zulkifri Sulaeman, Demokrari Untuk Indonesiaz: Pemikiran Politik Bung Hatta, (Jakarta: Kompas,
2010), 12.
6
Siti Waridah, dkk, Sejarah Nasional dan Umum, (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2003), 7
7
Fajlurrahma0n Jurdi, Pengantar Ilmu Pemilihan Umum, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana, 2018), 16.

4
hal itu dapat diartikan untuk semua orang berhak memiliki hak dalam pemerintah tersebut
dan mendapatkan kewenangan didalam pemilu, serta merupakan salah satu dari hak asasi
manusia dimiliki oleh setiap orang. Dalam Pasal 7 Ayat 1 Huruf h di Pengaturan Komisi
Pemilhan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota menyatakan bahwa salah satu syarat mencalonkan diri
menjadi calon legislatif adalah bukan mantan terpidanan korupsi, bandar narkorba serta
kejahatan pelecehan seksual. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut (UU Pemilu) pada Pasal 240 Ayat 1
huruf g menyatakan bahwa apabila salah satu calon legislatif pernah menjadi mantan
terpidana yang dipenjara selama 5 tahun tetap dapat mendaftarkan sebagai calon legislatif
selama mantan terpidanan tersebut menyampaikan kepada masyarakat pernah menjadi
seorang yang pernah dipidana kepada Publik.

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, kemudian dibuat perubahan


Undang-undang Pemilu yang menyangkut masalah hak mantan narapidana sebagaimana
diatur dalam Pasal 182 ayat (1) huruf g Undang-undang No. 7 Tahun 2017 menyatakan
bahwa: “mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau
lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus
sebagai narapidana kepada publik”. Namun demikian, pada tahun 2018 Komisi Pemilihan
Umum (KPU) membuat Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 Pasal 4 ayat (3) yang
menyatakan bahwa “Dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan
seksual terhadap anak, dan korupsi”.

Larangan yang tertuang dalam peraturan KPU tersebut di satu sisi sebagai upaya
preventif dalam pemberantasan korupsi. Namun pada sisi yang yang lain peraturan KPU
tersebut bertentangan dengan Hak Asasi Manusia yang dijamin oleh kontitusi, yakni setiap
orang mempunya hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Selain itu,
pembatalan pasal tersebut yang dilakukan oleh MA karena juga dinilai bertentangan dengan
Pasal 182 ayat (1) huruf g Undang-undang No. 7 Tahun 2017.

RUMUSAN MASALAH

5
Dengan permasalahan yang ada diatas maka terdapat beberapa rumusan masalah yang akan
disingkat yaitu :

1) Bagaimana Legalitas dari Mantan Terpidana Korupsi dalam Pemillihan Umum ?


2) Bagaimana Konsekuensi dari Larangan Mantan Terpidana Korupsi yang
Mendaftarkan diri Menjadi Calon Legislatif terkait dengan Hak Asasi Manusia?

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Penelitian yang penulis ingin sampaikan yakni bagaimana cara mengetahui
legalitas daripada mantan terpidana korupsi di dalam pemilu dan mengetahui apakah
konsekuensi yang akan diterima dari pelarangan terpidana korupsi didalam mendaftarkan diri
sebagai calon legislatif terkait hak asasi manusia.

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas Ulangan Akhir Semester
pada mata kuliah Etika Profesi Hukum, dan sekaligus menambah pengetahuan dan
pemahaman mendalam tentang pengaturan mantan terpidana korupsi dalam pencalonan
anggota legislatif dari aspek hak asasi manusia.

Manfaat praktis penelitian ini adalah pembaca dapat memahami bagaimana cara
mengetahui legalitas daripada mantan terpidana korupsi di dalam pemilu dan mengetahui
apakah konsekuensi yang akan diterima dari pelarangan terpidana korupsi didalam
mendaftarkan diri sebagai calon legislatif terkait hak asasi manusia.

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Pemilihan Umum

Pengertian Pemilu atau singkatan dari Pemilihan Umum adalah proses demokratis
untuk memilih wakil rakyat atau pejabat pemerintahan secara langsung oleh warga negara
suatu negara. Pemilihan Umum merupakan mekanisme penting dalam sistem demokrasi
modern yang memungkinkan rakyat untuk berpartisipasi dalam menentukan pemimpin dan
kebijakan negara. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan
wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh
dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun beberapa pengertian Pemilihan
Umum menurut beberapa ahli dan Undang-Undang:

6
1. Menurut Dani (2006: 11) pemilu merupakan sarana demokrasi untuk membentuk
sistem kekuasaan negara yang pada dasarnya lahir dari bawah menurut kehendak
rakyat sehingga terbentuk kekuasaan negara yang benar-benar memancar ke bawah
sebagai suatu kewibawaan yang sesuai dengan keinginan rakyat dan untuk rakyat.8
2. Menurut Rahman (2002: 194), pemilu merupakan cara dan sarana yang tersedia bagi
rakyat untuk menentukan wakil-wakilnya yang akan duduk dalam Dewan Perwakilan
Rakyat guna menjalankan kedaulatan rakyat, maka dengan sendirinya terdapat
berbagai sistem pemilihan umum.
3. Sedangkan menurut UU Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah
sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota
Dewan perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.9

Tujuan dari Pemilihan Umum yakni untuk memiiih wakil rakyat untuk duduk di
dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan rakyat, membentuk pemerintahan, melanjutkan
perjuangan mengisi kemerdekaan, dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Pengertian Mantan Narapidana

Mantan narapidana adalah orang yang pernah melanggar norma-norma yang berlaku
di masyarakat dan telah selesai menjalani hukuman yang dijatuhkan kepadanya. Menurut UU
No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, terpidana adalah seseorang yang dipidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan
narapidana adalah orang yang sedang menjalani pidana atau hukuman dalam penjara
10
(Lembaga Permasyarakatan). Dalam penjelasan pasal 2 RUU Tahun 1996 tentang
ketentuan pokok permasyarakatan, mantan narapidana adalah seseorang yang pernah
merugikan pihak lain, kurang mempunyai rasa tanggung jawab terhadap Tuhan dan
masyarakat serta tidak menghormati hukum, namun telah mempertanggungjawabkan
perbuatannya kepada hukum. Berdasarkan dari defenisi yang telah disebutkan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa mantan narapidana adalah seseorang yang pernah dihukumi dan
8
Buku "Democracy and Elections" oleh Michael Gallagher dan Paul Mitchell.
9
https://setkab.go.id/inilah-undang-undang-nomor-7-tahun-2017-tentang-pemilihan-umum-1/
diakses pada tanggal 04 Desember 2023 Pukul 00.18 wib
10
Setiawan Widagdo, Kamus Hukum, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012), hlm. 352

7
menjalani hukuman di lembaga permasyarakatan, namun sekarang sudah selesai menjalani
masa hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.

Pengertian Hak Asasi Manusia

Pengertian suatu konsep dalam dunia akademik umumnya dibangun oleh para ahli
berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman mereka. Hal ini kemudian dituangkan dalam
bentuk definisi atau pengertian tertentu. Hak Asasi Manusia merupakan salah satu konsep
yang telah banyak didefinisikan oleh para ahli. Berikut ini ada beberapa pengertian tentang
Hak Asasi Manusia:

1. John Locke
Manusia sejak dilahirkan telah memiliki kebebasan dan hak-hak asasi. Hak asasi
tersebut adalah kehidupan, kemerdekaan, dan harta milik. Hak ini merupakan hak
yang dimiliki manusia secara alami yang inheren pada saat kelahirannya dan HAM
tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun serta tidak dapat dicabut oleh negara
terkeuali atas persetujuan miliknya.11
2. Soetandyo Wignjosoebroto
Pengertian hak asasi manusia adalah hak mendasar (fundamental) yang diakui secara
universal sebagai hak yang melekat pada manusia karena hakikat dan kodratnya
sebagai manusia. HAM disebut universal karena hak ini dinyatakan sebagai bagian
dari kemanusiaan setiap sosok manusia, apapun warna kulit, jenis kelamin, usia, latar
belakang budaya, agama, atau kepercayaan. Sedangkan sifat inheren karena hak ini
dimiliki setiap manusia karena keberadaannya sebagai manusia, bukan pemberian dari
kekuasaan manapun. Karena melekat, maka HAM tidak bisa dirampas.12
Sementara menurut Pasal 1 angka 1 UU HAM yang berbunyi:
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia”

11
Firdaus Arifin, Hak Asasi Manusia: Teori Perkembangan dan Pengaturan, (Yogyakarta: Thafa
Media), 2009, hal. 1
12
Serlika Aprita dan Yonani Hasyim, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bogor: Mitra Wacana Media,
2020;

8
Dari pasal tersebut, dapat diartikan bahwa HAM adalah hak dasar manusia,
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa, merupakan hak natural, dan oleh karena itu
HAM tidak dapat dicabut oleh manusia lain sesama mahluk hidup.13Tujuan dari hak tersebut
adalah untuk menjamin martabat setiap manusia baik secara nasional maupun internasional.14

Pengertian Legistlatif

Secara umum pengertian legistlatif adalah lembaga atau dewan yang memiliki tugas
membuat atau merumuskan Undang-Undang yang dibutuhkan dalam suatu negara. Lembaga
ini disebut juga sebagai lembaga Legislator. Yang pada dasarnya definisi dari kekuasaan
legislatif yakni kekuasaan yang diberikan kepada suatu badan untuk membentuk suatu
undang-undang guna segala peraturan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Peraturan yang dibuat oleh lembaga legislatif bersifat mengikat dan juga wajib
ditaati.15 Adapun peraturan-peraturan yang wajib dibuat oleh lembaga legislatit menyangkut
dalam segala bidang mulai dari ekonomi, politik, hukum, keamanan, budaya, penyiaran,
pajak, dan sebagainya. Fungsi utama badan legislatif adalah membuat undang-undang. Di
setiap negara badan legislatifnya berbeda-beda ada yang menerapkan sistem satu majelis dan
dua majelis. Majelis tersebut juga diklasitikasikan kembali menjadi majelis rendah dan
majelis tinggi. Sementara itu fungsi dari keberadaan badan legislatif di antaranya adalah
sebagai berikut:

1. Menentukan kebijakan (polity) dan membuat undang-undang. Untuk itu badan


legislatif diberi hak untuk irysiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap
rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah, dan terutama di bidang
budget atau anggaran.
2. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga agar semua tindakan badan eksekutif
sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.16

METODOLOGI PENELITIAN

13
Firdaus Arifin, Hak Asasi Manusia: Teori, Perkembangan dan Pengaturan, Yogyakarta: Thafa Media,
2019, hal. 3
14
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, (Bandung:
Refika Aditama), 2001, hal. 1
15
Buku Hukum Lembaga Negara, hal. 59
16
Ibid

9
Penelitian ini merupakan penelitian normatif. Penelitian hukum ini dikonsepkan
sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum
dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang
dianggap pantas.17Dalam penelitian ini bahan hukum yang menjadi rujukan adalah bahan
hukum sekunder yang didukung oleh bahan hukum primer dan menggunakan pendekatan
perundang-undangan (statute approch) dan pendekatan konsep (conceptual approch) serta
analisis bahan dilakukan secara deskriptif analisis. Metodologi ini memungkinkan pembaca
untuk mengkaji isu atau masalah dari dua perspektif yang berbeda yakni normatif
(berdasarkan aturan, nilai, atau prinsip) dan deskriptif (berdasarkan pada deskripsi dan
analisis data). Dengan mengintegrasikan kedua pendekatan ini, pembaca dapat memperoleh
pemahaman yang lebih komprehensif tentang isu yang sedang diteliti dari sudut pandang
normatif.

Sementara fokus dan nilai pada penelitian normatif ini memusatkan perhatian pada
nilai, prinsip, atau aturan yang dianggap penting dalam suatu domain tertentu, seperti hukum,
etika, atau kebijakan. Kemudian mengidentifikasi norma-norma atau prinsip-prinsip yang
relevan terkait dengan isu yang sedang diteliti. Norma-norma ini bisa bersumber dari hukum
tertulis, nilai-nilai budaya, atau teori-teori etika. Dan juga melibatkan tinjauan teoritis
mendalam terhadap literatur yang relevan. Peneliti mempelajari konsep-konsep yang terkait
dengan norma-norma yang dipilih serta teori-teori yang mendukung. Dan mengevaluasi
terhadap konsistensi antara realitas atau situasi yang diamati dengan norma-norma yang telah
diidentifikasi, melakukan analisis yang mendalam terhadap hubungan antara norma-norma
yang dipilih dan situasi yang diamati. Metode penelitian normatif memungkinkan untuk
menggali aspek nilai, prinsip, dan aturan yang seharusnya mempengaruhi suatu konteks atau
permasalahan. Dengan demikian, metode ini membantu dalam mengevaluasi kecocokan
situasi nyata dengan standar atau norma yang dianggap diinginkan atau seharusnya
diterapkan dalam suatu domain tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

17
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm.
118.

10
Legalitas dari Mantan Terpidana Korupsi dalam Pemillihan Umum

Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia menyatakan dalam sila kelima
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini bermakna tidak boleh ada
perlakuan diskriminatif bagi seluruh anak bangsa dalam seluruh bidang kehidupan
terkecuali dipersyaratkan lain oleh undang-undang atau putusan hakim. Pelaksanaan hal
tersebut diwujudkan dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyatakan hak atas
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan yang tidak ada kecualinya. Pasal
28D ayat (3) UUD 1945 menyatakan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan. Berdasarkan hal tersebut menyatakan pemberlakukan diskriminasi terhadap
warga negara merupakan perbuatan yang dilarang oleh konstitusi.

Di banyak negara, terdapat peraturan yang mengatur kelayakan seseorang untuk


mencalonkan diri dalam pemilihan umum, termasuk bagi mantan terpidana korupsi. Beberapa
negara memiliki ketentuan yang melarang mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri
untuk jabatan publik tertentu, sementara negara lain mungkin memiliki persyaratan tertentu
yang harus dipenuhi sebelum seseorang yang pernah terlibat dalam kejahatan korupsi dapat
mencalonkan diri. Legalitas dan kelayakan mantan terpidana korupsi dalam pemilihan umum
sangat tergantung pada hukum dan peraturan yang berlaku di masing-masing negara.
Beberapa negara mungkin memiliki proses rehabilitasi atau penghapusan hukuman yang
memungkinkan mantan terpidana untuk mengikuti pemilihan umum setelah mereka
memenuhi syarat-syarat tertentu atau menjalani masa hukuman tertentu.

Pelaksanaan tersebut berdasarkan pada Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945 yang
menyebutkan “hak atas kesamaan kedudukan atas hukum serta pemerintah tidak ada
pengecualian” serta dalam Pasal 28 D ayat (3) UUD NRI 1945 menyebutkan “hak di dalam
memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Sesuai dengan kedua pasal, bahwa
pemberlakuan diskriminasi terhadap warga negara yang dimana merupakan perbuatan yang
dilarang oleh konstitusi.18 Pada Putusan MK Nomor 14-17/PUU-V/2007 dalam amar
putusannya yang menolak pengujian dari beberapa pasal mengenai mantan narapidana yang
ingin mendaftarkan dalam pemilu sesuai yang ada pada aturan terkait pemiliu. Hal ini
putusan tersebut dalam pasal berbagai aturan dinyatakan sebagai conditiionaly constitutional,
yaitu yang tidak diperbolehkan dalam melakukan tindak pidana atau kealpaan yang bersifat
ringan.
18
Bisarida dkk, 2012, Negara Penganut Paham asasi manusia Demokrasi”, Jurnal Konstitusi, Vol. 9,
Nomor 3 , Semarang

11
KPU mengeluarkan PKPU yang mengatur terpidana korupsi untuk mendaftarkan
sebagai anggota legislatif. Adanya permaslahan ini maahkamah aggung melakukakn penguji
terhadap peraturan dari kpu. Akhirnya mahkamah agung juga mengeluarkan Putusan MA
Nomor 46 P/HUM/2018 yang dimana hasil dari pengujiannya menolak aturan yang dibuat
oleh kpu diuji materinya dan hasilnya dari putusan tersebut kembali kepada UU Pemilu.
Seseorang yang tidak mengalami dipidana penjara berdasarkan penetapan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap sehubungan dengan suatu tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau lebih dan dalam hal Peraturan ini dapat
dilaksanakan secara in-absentia. Kondisi yang tepat dapat mengesampingkan keberadaan
prinsip-prinsip kesetaraan dalam hukum dan pemerintahan, serta prinsip-prinsip yang
melanggar hak-hak individu dan masyarakat.19 Di dalam hal tersebut lembaga-lembaga
pemilihan umum yang ingin membatasi khususnya dalam tindak pidana korupsi yang tidak
boleh mengikuti dalam berjalannya pemilu.20Namun di sisi lain dalam rangka Hak Asasi
Manusia dalam pasal 281 (4) UUD NKRI 1945 menjelaskan bahwasannya adanya
perlindungan atas Hak Asasi Manusia adalah tanggung jawab untuk suatu negara, serta di
dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang biasanya
dikenal dengan UU HAM di dalam pasal 71 menyebutkan kembali bahwa pemerintahan juga
memiliki tanggung jawab untuk melindungi, menghormati serta mengayomi terhadap warga
negaranya.

Pengakuan terhadap hak asasi manusia merupakan aspek penting dalam masyarakat,
yang juga dapat diamati dalam kegiatan pemilu. Pendaftaran dan pemilihan narapidana
korupsi sebagai calon kursi parlemen dalam pemilu. Dalam sakah satu pasal di UU Pemilu
mengatur kriteria pencalonan sebagai calon anggota lesgislatif. Berdasarkan Keputusan
tersebut, tidak ada calon anggota parlemen yang melakukan pelanggaran hukum dan dijatuhi
hukuman penjara lima tahun atau lebih, kecuali menyampaikan kepada publik dimana mereka
merupakan mantan terpidana korupsi. Adapun cara yang digunakan pengungkapannya
sebagai mantan narapidana memaksanya untuk memberi tahu publik tentang perbuatannya di
masa lalu, dengan memberi tahu bahwa dia merupakan mantan teridana korupsi, serta
melaksanakan kepatuhannya terhadap hukum.21

19
Hanum Hapsari, 2018, “Dilema Larangan Mantan Terpidana Korupsi Mendaftarkan Diri Sebagai
Calon Legislatif”, Jurnal Nasional, Vol. 4 No. 2, Surakarta,
20
Ahmad Zazili, 2012, “Pengakuan Negara Terhadap Hak-hak Politik (Rigth to Vote) Masyarakat Adat
Dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum”, Jurnal Konstitusi, Vol .9 No. 1, Lampung,
21
Yeni Handayani, 2014, Hak Mantan Narapidana Sebagai Pejabat Publik Dalam Perspektif Hak Asasi
Manusia, Jurnal Rechtsvinding, Vol.4, No.5 Bandung,

12
Indonesia melakukan ratifikasi United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC) berdasarkan Resolusi 58/4 tanggal 31 Oktober 2003 sebagaimana ditentukan
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003. Korupsi merupakan penyalahgunaan jabatan publik
untuk kepentingan pribadi.22 Uraian di atas mempunyai singgungan dengan upaya
perlindungan hak asasi manusia dan semangat kedaulatan rakyat, bahwa setiap orang berhak
untuk bergabung dengan atau bersamaan dengan orang lain untuk mendirikan, suatu
partai politik atau organisasi untuk maksud bersaing dalam pemilihan. 23 Fakta hukum
Mahkmah Konstitusi telah memberikan ruang konstitusional kepada mantan narapidana
termasuk korupsi.24bisa menjadi calon legislatif dalam pemilihan kepala daerah dan
pemilihan umum. Meskipun ada penolakan masyarakat pemerhati demokrasi dan
pemilu terhadap kekhawatiran mantan narapidana yang ikut dalam kontestasi pemilihan
umum tahun 2019.

Dalam Pasal 240 ayat (1) huruf (g) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum menyebutkan persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka
dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan
terpidana. Dalam pasal tersebut mantan narapidana (terlepas jenis kejahatannya)
dijamin dapat berpartisipasi dalam pemilihan umum sebagai calon anggota DPR, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terkecuali terdapat putusan hakim yang
mengurangi/mencabut hak politik narapidana.

Konsekuensi Dari Larangan Mantan Terpidana Korupsi Terhadap Pencalonan Sebagai


Calon Anggota Legislatif Terkait Hak Asasi Manusia.

22
World Bank: Corruption is the abuse of public power for private benefit. Similar to Corruption is the
abuse of public power for private gain. This definition has been used by many scholars on the concept of
corruption See, e.g., Olken (2007), Bardhan (2006), Jain (2001), and Rose-Ackerman (2011).
23
Li, Y.L., Wu, S.J. and Hu, Y.M. (2011), “A Review of Anti-Corruption Studies in Recent China”,
artikel dalam Journal Chinese Public Administration 11, page 115-119
24
Pendapat kami dalam memahami putusan Mahkamah Konstitusi a quo.

13
Larangan bagi mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai calon
anggota legislatif memunculkan berbagai pertimbangan terkait hak asasi manusia. Hal ini
mengaitkan antara upaya pencegahan terhadap korupsi dengan hak-hak politik individu yang
terlibat dalam proses pemilihan umum. Larangan tersebut dapat dianggap sebagai
pembatasan terhadap hak politik seseorang untuk berpartisipasi dalam proses politik, seperti
mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Ini bisa memunculkan argumen tentang keadilan
dalam hak-hak politik individu, terutama jika seseorang telah menjalani hukuman dan
berusaha untuk memulai kembali partisipasinya dalam kehidupan politik. Pada saat yang
sama, larangan tersebut mungkin bertentangan dengan prinsip reintegrasi sosial dan
memberikan kesempatan kedua bagi mantan terpidana untuk kembali berkontribusi secara
positif dalam masyarakat. Ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana seseorang yang
telah menjalani hukuman seharusnya diizinkan untuk kembali berpartisipasi dalam proses
politik.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) di dalam Pasal 21 dalam


DUHAM menyatakan bahwa setiap individu memiliki hak untuk berpartisipasi dalam
pemerintahan negaranya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas.
Kemudian pertanggung jawaban atas hak asasi manusia wajib dicantumkan didalam UUD
suatu negara serta dijadikan sebagai poin yang penting yang harus ada disetaip lembaga serta
dimiliki oleh setiap manusia.25 Aturan terkait hak asasi manusia menyatakan bahwa hak asasi
manusia merupakan suatu kewenangan yang melekat pada setiap manusia serta anugrah dan
harus dilindungi serta dijunjung tinggi oleh setiap manusia. 26 Pada perkembangan pemikiran
mengenai hak asasi manusia terkait dengan hal ini merupakan pemikiran dari generasi
pertama yang dimana dalam generasi pertama memberikan hak setiap warga negaranya untuk
dipilih maupun memilih karena Indonesia adalah negara hukum, serta mengakui adanya hak
asasi manusia dapat di lihat pada Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan ada undang-undang lain yang ikut mengatur mengenai hak asasi manusia ini seperti
Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang HAM ini mengatur secara luas terkait
dengan hak asasi manusia, uu ini menjamin beberapa hak serta hak untuk berkelompok bagi
masyarakatnya. Undang-undang ini secara jelas mengatur dengan adanya pahak asasi
manusia natural rights yang dimana artinya melihat hak asasi manusia tersebut adalah suatu
kodrat dimilik atau melekat pada manusia sejak lahir serta hak asasi manusia memiliki
25
Yeni Handayani, 2014, Hak Mantan Narapidana Sebagai Pejabat Publik Dalam Perspektif Hak Asasi
Manusia, Jurnal Rechtsvinding, Vol.4, No.5 Bandung
26
Rahayu, 2015, Hukum Hak Asasi Manusia, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Semarang, h. 124

14
kategorisasi terkait hak yang ada yang merujuk pada sebuah deglarasi internasional yang
dimana membahas hak asasi manusia.

Ditetapkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 pada ketentuannya terhadap larangan


mantan terpidana korupsi yang mencalonkan dirinya dalam calon legislatif yang dimana
sudah dapat ditetapkan pada saat pendaftaran didalam penentuan anggota legfslatif.
Penolakan ini terjadi karena KPU menganggap bahwa aturan PKPU ini melanggar UU
Pemilu. Didalam UU tersebut pada Pasal 240 ayat (1) huruf g menyatakan bahwa mantan
terpidana dapat nyalon anggota legislatif yang telah menjalani masa tahanan 5 tahun atau
lebih selama mantan terpidana tersebut mengumumkan dirinya kepada publik yakni media
massa terkait dengan kasus yang menjeratnya, selain permasalahn tersebut KPU juga
mempermasalahan terkait dengan aturan PKPU tersebut dengan Pasal 43 ayat (1) UU HAM
menyatakan seluruh penduduk memiliki hak didalam politik baik itu dipilih maupun memilih
berdasarkan persamaan hak dan dimana telah dijamin oleh konstitusi. KPU telah menerbitkan
PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang dimana dibuatnya peraturan ini berdasarkan pelaksanaan
Pemilu Serentak pada tahu 2019 yang dimana memilih anggota legislatif serta pemimpin
suatu negara. KPU menggunakan aturan itu sebagai acuan serta dijadikan sebagia pedoman
didloam 9 pelaksanaan pemilihan umum pada tahun 2019 yang menjadi poin penting didalam
pelaksanaan PKPU mengatur mengenai terpidana yang tidak dizinkan untuk mendaftar jadi
anggota calon legislatif yakni menyebutkan bahwa tidak seorang bekas terpidana narkotika,
pelecehan seksuan terhadap anak, serta korupsi

Berdasarkan dari PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota


Legislaif, pada pasal nya menyatakan syarat yang harus ditempuh dalam pencalonan dimana
salah satunya yakni “tidak pernah dijatuhi hukuman pidana kurungan selama 5 tahun atau
lebih”, kemudian didalam ayat (4) disebutkan mengenai syarat yang sebagaaimana yang
disebutkan dlam aturan ini untuk mendaftarkan sebagai calon legislatif, dikecualikan sebagai
berikut27:

a. Untuk mantan terpidana yang sudah selesaii melakukan maasa pidananya dan
bersedia secara terbuka dan jujur untuk mengumumkan kepada publik, merupakan
tidak menjadi pelaku kejahatan berulang, dan mencantumkan riwayat hidupnya.

27
Muhak asasi manusiamad Anwar Tanjung dan Retno Saraswati, 2018, “Demokrasi dan Legalitas
Mantan Terpidana dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Umum”, Jurnal Hukum, Vol 25 No. 2,
Semarang,

15
b. Untuk terpidana yang disebabkan karena ke-alpaan ringan dan ada yang tidak
menjalankan pidananya didalam penjara dan terbuka serta jujur untuk menyampaikan
kepada publik Pemilihan anggota legislatif baik dpr, dprd provinsi, dprd
kabupaten/kota.

Sementara manta narapidana korupsi yang ingin mendaftarkan diri sebagai calon
legislatif merupakan suatu bentuk dari penafsiran dari UU Pemilu yang dimana untuk
memperluas yang dimaksud pada aturan terkait pemilu, yang berbunyi: “bakal calon anggota
legislatif baik dpr, dprd provinsi, maupun dprd kabupaten/kota merupakan masyarakat
negara indonesia telah memenuhi ketentuan yakni tidak dipidana dimana telah memperoleh
suatu putusan dari pengadilan serta memiliki kekuasaan hukum yang bersifat tetap, didalam
berbuat suatu tindakan yang dpat kurungan 5 tahun atau lebih, kecuali secara jujur serta
terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan merupakan mantan terpidana”.

Pemerintah, Bawaslu serta DPR melarang terkait dengan aturan yang dikeluarkan
oleh KPU yakni PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dalam Pasal 7 ayat (1) yang isinya merupakan
pantangan untuk mantan terpidana yang mau mencalonkan sebagai anggota legislatif.
Penentangan tersebut disebabkan adanya dugaan KPU langgar ketentuan yang telah ada pada
uu pemilu, karena di uu nya sendiri itu menyatakan jika seorang mantan terpidana yang telah
melakukan masa tahanannya selama 5 tahun bisa nyalonkan dirinya untuk menjadi calon
anggota legislatif jika mengemukakan dirinya ke publik. Mereka tidak boleh mencalonkan
dirinya sebagai calon legislatif karena kasus korupsi merupakan kejahatan yang luas biasa. 28
Hukum postif hingga kini masih tidak larang mantan terpidana dalam nyalonkan dirinya
hanya saja mantan terpidana tersebtu dapat mengikuti syarat-syarat yang dimana diatur dalam
UU Pemilu tersebut serta pengadilan yang mencabut hak politik seseorang.

KPU memiliki wewenang penuh didalam aturan ini, sebab jika kita merujuk kepada
putusan yang dibuat oleh Mahkamah Konstiusi bahwa KPU merupakan suatu lembaga berdiri
sendiri, sementara Undang-Undang Pemilu pada dasarnya tidak larang mantan terpidana
nyalon didalam pemilu. Mantan terpidana korupsi memiliki hak dalam poitik yang dimana
hak tersebut dimiliki oleh setiap warga negaranya, serta hak tersebut yang dijaminkan oleh
konstitusi. Namun hal tersebut berlawanan dengan aturan PKPU Nomor 20 Tahun 2018
dimana larang mantan terpidana korupsi dalam nyalon sebagai calon legislatif. Anggota
legislatif yang pernah terjerat kasus pidana tidak layat menjadi wakil rakyat. Dibutuhkannya
28
Adhistya Prameswari, 2016, Upaya Pencegahan Korupsi Melalui INPPRES No 5 Tahun 2004 Dalam
Ruang Lingkup Pemerintah Kota Denpasar, Jurnal Kertha Negara, Vol. 4, No. 3, Denpasar.

16
suatu standar didalam pencalonan tersebut memiliki tujuan agar mengetahui apakah orang itu
merupakan mantan terpidana atau pernah melakukan suatu tindakan yang melanggar hukum.

PKPU membuat aturan tentang pelarangan bekas pidana korupsi untuk daftar dalam
pencalonan legislatif yakni bertujuan untuk terwujudnya pemerintah bagus dan melandaskan
asas yang ada pada UU pemilu itu sendiri serta agar didalam melaksanakan pemilihan umum
dapat mencerminkan dari asas-asas didalam UU pemilu serta terbebas dengan adanya korupsi
seperti pada uu yang mengatur negara terbebas dari korupsi, sehingga dalam hal tersebut
pkpu dapat dikatakan kurang untuk melanggar ketentuan Pasal 28D UUD NRI 1945. 29 Jika
dilihat dari hak asasi manusia aturan dari kpu dapat melanggar dari hak asasi manusia itu
sendiri karena setiap manusia mempunyai kewenangan didalam pemilu.

Berdasarkan UU Pemilu pada Pasal 240 ayat (1) huruf g menyebutkan bahwa syarat
untuk mantan terpidana korupsi dalam pencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk
menyampaikan ke publik terkait hal inicara didalam menyapaikan kepada publik ini tidak
dijelaskan didalam UU Pemilu, hal ini membuat banyak masyarat bingung didalam cara
mengumumkan kepada publik.

Maka dengan penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwa menurut pendapat saya peraturan
yang dibuat oleh KPU merupakan suatu peraturan yang membuat dari mantan terpidana
tersebut tidak dapat menjalankan haknya serta jika mantan terpidana korupsi ini ingin
mencalonkan diri harus mengikuti yang telah dinyatakan pada salah satu pasal UU pemilu.
Terkait dengan hal ini yang harus dilakukan oleh pemerintah yakni untuk menambahkan cara
untuk mengumumkan kepada publik sesuai yang telah tentukan pada UU pemilu itu sendiri
agar tidak adanya permasalahan hukum seperti ini karena setiap manusia juga memiliki hak
di pemilu.

KESIMPULAN

29
Jumriani Nawawi, Irfan Amir, Muljan, 2018, “Problematika Gagasan Larangan Mantan Napi Korupsi
Menjadi Calon Anggota Legislatif”, Jurnal Nasional Vol. 3, No. 2, Watampone,

17
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14-17/PUU-V/2007 menjamin hak
konstitusional mantan narapidana untuk turut serta sebagai calon legislatif dalam pemilihan
umum. Putusan tersebut memberikan legalitas kepada mantan narapidana khususnya mantan
terpidana korupsi untuk menduduki jabatan-jabatan publik yang dipilih dan sepanjang tidak
dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih oleh putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi ini wajib dimaknai sebagai
sumber hukum yang bersifat final dan mengikat oleh penyelenggara pemilu yang bersifat
mengatur bukan untuk membatasi hak asasi manusia. Sementara poin penting PKPU
mengatur mengenai pelarangan mantan terpidana korupsi untuk mendaftarkan diri sebagai
calon legislatif dalam Pemilu yaitu demi terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang
baik dan harus dikelola melalui pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme. Sehingga hal tersebut aturan PKPU belum bisa dikatakan melanggar ketentuan
Pasal 28 huruf D UUD NRI Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa ”setiap orang berhak
memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Sebab kita ketahui bahwa tujuan
hukum adalah untuk keadilan, kepastian, serta kemanfaatan. Bagi Pemerintah, Bawaslu, dan
DPR sebaiknya mendukung peraturan yang telah dikeluarkan oleh KPU yaitu PKPU Nomor
20 Tahun 2018 mengingat KPU merupakan lembaga yang independen. Sehingga pemilihan
legislatif tahun 2019 dapat terlaksana dengan baik serta dapat mengantisipasi adanya korupsi,
kolusi, dan nepotisme.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zazili, “Pengakuan Negara Terhadap Hak-hak Politik (Rigth to Vote) Masyarakat
Adat Dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum”. Jurnal Konstitusi Vol 9 Nomor 1, Maret
2012,hal.136.

Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, (Yogyakarta,


Pustaka Pelajar, 1993),hal.94.

Ali Marwan Hsb : Konsep Judicial Review Dan Pelembagaannya Di Berbagai Negara,
(Malang: Setara Press, 2017),hal 10.

Mirriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2009, hlm. 52.

Zulkifri Sulaeman, Demokrari Untuk Indonesiaz: Pemikiran Politik Bung Hatta, (Jakarta:
Kompas, 2010), hal 12.

18
Siti Waridah, dkk, Sejarah Nasional dan Umum, (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2003), 7

Fajlurrahma0n Jurdi, Pengantar Ilmu Pemilihan Umum, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana,
2018), hal.16.

Buku "Democracy and Elections" oleh Michael Gallagher dan Paul Mitchell.

https://setkab.go.id/inilah-undang-undang-nomor-7-tahun-2017-tentang-pemilihan-umum-1/
diakses pada tanggal 04 Desember 2023 Pukul 00.18 wib

Setiawan Widagdo, Kamus Hukum, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012), hal. 352

Firdaus Arifin, Hak Asasi Manusia: Teori Perkembangan dan Pengaturan, (Yogyakarta:
Thafa Media), 2009, hal. 1

Serlika Aprita dan Yonani Hasyim, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bogor: Mitra Wacana
Media, 2020;

Firdaus Arifin, Hak Asasi Manusia: Teori, Perkembangan dan Pengaturan, Yogyakarta:
Thafa Media, 2019, hal. 3

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual,
(Bandung: Refika Aditama), 2001, hal. 1

Buku Hukum Lembaga Negara, hal. 59

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta,
2014, hlm. 118.

Bisarida dkk, 2012, Negara Penganut Paham asasi manusia Demokrasi”, Jurnal Konstitusi,
Vol. 9, Nomor 3 , Semarang.

Hanum Hapsari, 2018, “Dilema Larangan Mantan Terpidana Korupsi Mendaftarkan Diri
Sebagai Calon Legislatif”, Jurnal Nasional, Vol. 4 No. 2, Surakarta,

Ahmad Zazili, 2012, “Pengakuan Negara Terhadap Hak-hak Politik (Rigth to Vote)
Masyarakat Adat Dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum”, Jurnal Konstitusi, Vol .9
No. 1, Lampung.

Yeni Handayani, 2014, Hak Mantan Narapidana Sebagai Pejabat Publik Dalam Perspektif
Hak Asasi Manusia, Jurnal Rechtsvinding, Vol.4, No.5 Bandung.

19
World Bank: Corruption is the abuse of public power for private benefit. Similar to
Corruption is the abuse of public power for private gain. This definition has been used
by many scholars on the concept of corruption See, e.g., Olken (2007), Bardhan
(2006), Jain (2001), and Rose-Ackerman (2011).

Li, Y.L., Wu, S.J. and Hu, Y.M. (2011), “A Review of Anti-Corruption Studies in Recent
China”, artikel dalam Journal Chinese Public Administration 11, page 115-119

Pendapat kami dalam memahami putusan Mahkamah Konstitusi a quo.

Yeni Handayani, 2014, Hak Mantan Narapidana Sebagai Pejabat Publik Dalam Perspektif
Hak Asasi Manusia, Jurnal Rechtsvinding, Vol.4, No.5 Bandung

Rahayu, 2015, Hukum Hak Asasi Manusia, Semarang, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang, hal.124

Muhak asasi manusiamad Anwar Tanjung dan Retno Saraswati, 2018, “Demokrasi dan
Legalitas Mantan Terpidana dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Umum”,
Jurnal Hukum, Vol 25 No. 2, Semarang.

Adhistya Prameswari, 2016, Upaya Pencegahan Korupsi Melalui INPPRES No 5 Tahun 2004
Dalam Ruang Lingkup Pemerintah Kota Denpasar, Jurnal Kertha Negara, Vol. 4, No.
3, Denpasar.

Jumriani Nawawi, Irfan Amir, Muljan, 2018, “Problematika Gagasan Larangan Mantan Napi
Korupsi Menjadi Calon Anggota Legislatif”, Jurnal Nasional Vol. 3, No. 2,
Watampone.

20

Anda mungkin juga menyukai