Anda di halaman 1dari 11

IDENTIFIKASI SEBARAN SPASIAL EROSI PIPA (PIPE EROSION) DI

SEBAGIAN DAS BOMPON KABUPATEN MAGELANG

Bayu Bima Yusufa


Mahasiswa Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
Corresponding Email: bayubimay@yahoo.co.id

Djati Mardiatno
Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Muh. Anggri Setiawan


Fakulstas Geografi, Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keterdapatan erosi pipa di dengan mengidentifikasi karakteristik fisik
serta menganalisis sebaran spasial erosi pipa pada bentuk lahan di sebagian DAS Bompon. Analisis data
dilakukan secara deskriptif kualitatif untuk mengetahui langkah identifikasi awal dan menganalisis sebaran
spasial erosi pipa di daerah penelitian. Identifikasi erosi pipa dilakukan dengan survei terestrial. Erosi pipa
ditemukan dengan mengenali ciri kenampakan rembesan air pada tekuk lereng, adanya alur dan rongga. Hasil
yang diperoleh adalah 19 titik erosi pipa ditemukan pada bentuk lahan lereng atas perbukitan, lereng tengah
perbukitan dan lereng kaki perbukitan. Sebanyak 4 titik erosi pipa ditemukan pada lereng atas perbukitan.
Erosi pipa banyak ditemukan di lereng tengah perbukitan dengan jumlah 13 titik, dan 2 titik di lereng kaki
perbukitan.

Kata Kunci: Identifikasi, Distribusi Spasial, Erosi Pipa

PENDAHULUAN
Selama ini penelitian yang banyak dilakukan mengenai erosi masih banyak tentang
erosi permukaan. Banyak penelitian mengenai erosi percik, erosi lembar, erosi parit, maupun
erosi alur, namun penelitian tentang erosi bawah permukaan masih jarang. Erosi pipa (pipe
erosion) merupakan erosi yang terjadi di dalam permukaan dan sudah banyak diteliti di
daerah iklim sedang seperti Jepang (2001) oleh Taro Uchida, Wilson (2007) di Amerika,
maupun di Belgia (2010, 2013) yang dilakukan oleh Verachtert.

Di Indonesia yang merupakan daerah tropis bercurah hujan tinggi dan memiliki
topografi pegunungan dengan lereng yang bervariasi masih belum banyak penelitian tentang
erosi pipa.

Berdasarkan pengamatan lapangan di DAS Bompon, telah ditemukan erosi pipa pada
tekuk lereng (Gambar 1). Hal ini menjadi topik menarik untuk mengkaji dimana saja sebaran
spasial erosi pipa di sebagian DAS Bompon yang belum ditemukan. Penelitian ini juga
mengkaji pada bagian bentuklahan apa saja erosi pipa muncul.

Survei lapangan perlu dilakukan karena sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi
keterdapatan erosi pipa. Secara garis besar, ruang lingkup yang akan dibahas pada penelitian
ini adalah mengidentifikasi keterdapatan erosi pipa di lapangan dan menganalisis sebaran
spasial erosi pipa di sebagian DAS Bompon. Gambar 1a merupakan temuan awal erosi pipa
pada penggal lereng dengan karakteristik rembesan (basah). Gambar 1b merupakan temuan
awal erosi pipa pada penggal lereng yang berasosiasi dengan sungai (kondisi kering).

a b

13,6 cm

Gambar 1. Temuan Awal Erosi Pipa di DAS Bompon

Kajian Pustaka

Menurut Uchida (2001) erosi pipa merupakan sebuah rantai jaringan makropori yang
terhubung, berkembang hampir sejajar dengan permukaan tanah, umumnya ditemukan di
lereng pada daerah lahan basah, subartik dan hutan hujan tropis. Istilah erosi pipa dapat
diartikan sebagai proses geomorfologi bawah permukaan yang terjadi akibat adanya proses
subsurface flow di bawah permukaan yang membawa material tanah keluar melalui outlet.
Erosi pipa ditemukan pada daerah tropis seperti di Jepang dengann karakteristik lereng yang
bervariasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode survei untuk menganalisis keterdapatan dan


sebaran spasial erosi pipa. Survei terestrial perlu dilakukan untuk mengetahui keterdapatan
erosi pipa karena pola sebaran spasialnya belum dapat diprediksi sebelumnya. Analisis data
menggunakan deskriptif kualitatif. Untuk mengidentifikasi erosi pipa maka digunakan ciri
utama erosi pipa yaitu keterdapatan rembesan atau aliran air, adanya alur dan adanya
bentukan rongga tanah. GPS digunakan untuk pencatatan koordinat dan elevasi penemuan
titik erosi pipa. Kamera diperlukan untuk dokumentasi saat lapangan.

Perangkat lunak ArcGIS 10.3, ArcScene digunakan untuk menganalisis data spasial
berupa proses pembuatan peta dan penampang melintang. Photoshop CS6 digunakan untuk
mengolah peta 3D dan penampang melintang untuk dijadikan sebagai infografis. Metode
pembuatan peta bentuklahan menggunakan data kontur, data DEM TerraSAR yang diolah
menjadi peta kemiringan lereng sebagai acuanbatas deliniasi bentuklahan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAS Bompon adalah sub DAS kecil yang terdapat pada sistem DAS Kodil. Bagian
hulu DAS Bompon terletak pada koordinat 396249 mT dan 9166413 mU sementara bagian
hilir DAS Bompon terletak pada koordinat 397777 mT dan 9163183 mU. Bentuk DAS
Bompon memanjang dari hulu di bagian utara dan hilir di bagian selatan. Luas DAS Bompon
adalah 2,95 km2 atau sekitar 300 ha. Secara administratif DAS Bompon terletak di dua
Kecamatan yaitu Salaman dan Kajoran, serta berada di 3 desa yaitu Desa Margoyoso, Desa
Wonogiri dan Desa Kwaderan.

Letak daerah penelitian berada pada Dusun Kalisari Desa Margoyoso Kecamatan
Salaman Kabupaten Magelang. Lokasi penelitian merupakan sebuah bukit yang termasuk ke
dalam sistem DAS Bompon (Gambar 2). Lokasi penelitiaan termasuk pada bagian hilir dari
daerah aliran sungai Bompon. Batas daerah penelitian mencakup satu bukit yang berada di
Dusun Kalisari Desa Margoyoso (Gambar 2 dengan warna kuning). Lokasi penelitian hanya
dibatasi pada satu bukit di DAS Bompon karena peneliti ingin mengkaji erosi pipa dengan
informasi yang lebih detil sehingga area penelitian difokuskan pada satu area bukit. Di dalam
batas daerah penelitian, terdapat dua sungai musiman yang masuk ke dalam sistem sungai
utama DAS Bompon.
Gambar 2: Letak dan Batas Penelitian

Metode Identifikasi Erosi Pipa

Pengamatan dan identifikasi erosi pipa dilakukan secara survei terestrial di lapangan.
Pengamamatan di lapangan menjadi lebih mudah dengan memperhatikan ciri-ciri identifikasi
yang khas pada erosi pipa. Ciri identifikasi yaitu rembesan air pada tekuk lereng, adanya alur
dan ditemukannya rongga atau saluran berlubang di lereng.

1. Rembesan Air pada Tekuk Lereng

Identifikasi awal erosi pipa dapat dilakukan dengan temuan rembesan air pada tekuk
lereng. Bekas rembesar air pada tekuk lereng mengindikasikan ada sumber aliran yang keluar
dari dalam tanah (Gambar 3). Rembesan yang keluar pada tekuk lereng akan membekas
membentuk mikromorfologi berupa rongga tanah. Rembesan yang mengalir akan membentuk
rongga sebagai jalan keluar air (outlet).
Rembesan air pada erosi pipa memiliki debit aliran yang bervariasi. Pengaruh curah
hujan yang tinggi dapat mengubah sifat rembesan air menjadi aliran. Aliran ini berasal dari
akumulasi air hujan yang meresap melalui inlet. Erosi pipa memiliki rembesan dan aliran
yang mengalir melalui outlet/ saluran keluar (Gambar 3). Gambar 3 menggambarkan
kemunculan erosi pipa pada beberapa penggal lereng dengan karakteristik output berupa
rembesan dan aliran.

a b c Erosi Pipa
Erosi Pipa Erosi Pipa
Rembesan

Rembesan

Aliran

Gambar 3a: Rembesan yang keluar dari area dan saluran erosi pipa. Gambar 3b: Rembesan yang keluar
langsung dari erosi pipa. Gambar 3c: Aliran yang keluar langsung dari saluran erosi pipa.

2. Alur

Adanya alur mengindikasikan telah terjadi proses geomorfologi permukaan dengan


tenaga pembentuk yaitu aliran air. Aliran air yang membentuk tanah bisa berasal dari air
hujan dan aliran bawah permukaan yang keluar melalui saluran erosi pipa. Proses
pembentukan alur dapat diketahui pada tanah terbuka seperti lahan rombakan bekas longsor
maupun lahan kebun kosong. Lahan kosong yang tidak tertutup oleh vegetasi memiliki
agregat tanah yang lemah sehingga ketika aliran akan membentuk alur.

Gambar 4 menunjukkan bekas pembentukan alur oleh erosi pipa. Erosi pipa pada
penggal lereng yang miring memberikan limpasan permukaan dengan membawa partikel
tanah. Partikel tanah yang tergerus oleh aliran permukaan membentuk alur. Survei lapangan
menunjukkan temuan alur dari hasil proses erosi pipa. Alur yang diteukan bersifat basah dan
kering (Gambar 4a dan 4b). Bekas pembentukan alur merupakan identifikasi awal
keterdapatan erosi pipa.

Erosi pipa dapat ditemukan dengan pengamatan pada ujung alur. Ujung alur bagian
atas yang terhubung langsung dengan rongga saluran air menjadi kunci pembentukan proses
erosi pipa. Namun tidak semua alur yang terbentuk di permukaan berasal dari erosi pipa. Alur
yang memanjang berukuran seperti parit juga mengindikasikan adanya erosi pipa. Proses
pembentukan alur menjadi bukti bahwa telah terjadi aliran yang berasal dari area tinggi
menuju area yang lebih rendah.

a b

Gambar 4a: Alur yang terbentuk akibat aliran yang keluar dari erosi pipa (kondisi basah). Gambar 4b: Alur
yang membekas dari hasil proses erosi pipa (kondisi kering)

3. Rongga

Rongga yang terbentuk pada tanah menjadi penciri utama pengamatan erosi pipa.
Terbentuknya rongga melalui proses geomorfologi oleh aliran bawah permukaan dan muncul
pada tekuk lereng. Selain faktor geomorfologis oleh aliran bawah permukaan, faktor biologis
juga berperan dalam proses pembentukan rongga. Faktor biologis yang berperan adalah
pembusukan akar tanaman dan aktivitas hewan.

Rongga tanah yang memiliki aliran maupun rembesan dapat dikategorikan sebagai
erosi pipa (Gambar 5). Gambar 5b menunjukkan adanya proses aliran pada rongga erosi pipa.
Rongga yang muncul pada tekuk lereng ini disebut sebagai outlet (saluran keluar erosi pipa).
Ukuran rongga atau saluran permukaan erosi pipa bervariasi. Uchida (2001) menjelaskan
bahwa ukuran rongga erosi pipa dari hasil penelitian di Jepang bervariasi mulai dari 0,1-60
cm. Ukurang rongga yang bervariasi ini, juga menyebabkan variasi volume debit aliran dan
tipe aliran.

Pengamatan dilapangan telah ditemukan perubahan ukuran maupun perubahan


kenampakan dari terbentuk rongga menjadi rongga tertutup. Erosi pipa yang aktif
diidentifikasi dengan adanya aliran atau rembesan dan bekas alur. Rongga linear dibentuk
oleh konsentrasi air yang mengalir di tanah atau endapan tak terkonsolidasi, yang dapat
menyebabkan runtuhnya permukaan tanah dan pembentukan selokan terputus-putus (Jones,
2004). Dalam istilah erosi pipa, beberapa peneliti seperti Farifteh (1999), Verachtert (2010)
menyebut bahwa terdapat saluran masuk yang berperan sebagai discharge erosi pipa. Saluran
masuk tersebut disebut sebagai inlet.

a b

Gambar 5: Rongga saluran erosi pipa di daerah penelitian. Gambar 4a: Rongga dengan kondisi tidak ada

aliran. Gambar 4b: Rongga dengan aliran.

Sebaran Spasial Erosi Pipa

Kenampakan erosi pipa di lapangan ditandai dengan hilangnya sebagian solum tanah
dengan membentuk tabung rongga tanah. Pembentukan saluran yang menyerupai pipa ini
akan mengalami proses sehingga membentuk saluran yang semakin besar. Erosi pipa pada
daerah penelitian di DAS Bompon ditemui di daerah lereng kaki perbukitan, lereng tengah
perbukitan dan lereng atas perbukitan. Penemuan erosi pipa di bentuk lahan tersebut karena
ditandai dengan kondisi lereng yang curam. Kondisi lereng tengah dan lereng atas perbukitan
merupakan area paling banyak ditemukan erosi pipa. Aliran permukaan maupun limpasan air
hujan yang ada di puncak perbukitan masuk ke dalam tanah dan terkonsentrasi membentuk
rongga yang kemudian muncul pada lereng atas dan lereng tengah perbukitan.

Berdasarkan peta persebaran erosi pipa di DAS Bompon pada Gambar 6 diketahui
bahwa erosi pipa di DAS Bompon terbentuk di tiga betuk lahan. Pola sebaran erosi pipa
bervariasi, baik menyebar maupun mengelompok pada area tertentu. Secara umum
kemunculan erosi pipa berada pada lereng dengan karakteristik kontur yang cekung.
Sedangkan pada lereng dengan karakteristik kontur yang cembung tidak ditemui.
Kemunculan erosi pipa di daerah lereng cekung ini menandakan bahwa akumulasi air lebih
cepat terkumpul dari pada di daerah lereng cebung. Sifat air yang mengalir dari tempat yang
tinggi ke tempat yang lebih rendah melalui celah celah kecil dapat ditemui di daerah ini.

Gambar 6 menunjukkan bahwa titik-titik erosi pipa yang mengelompok yaitu titik P4,
P5 dan P6. Pada daerah tersebut merupakan kebun campuran tanaman musiman dengan
vegetasi yang dominan adalah ketela. Proses pencangkulan dan aktivitas biotik intensif di
area tersebut sehingga membentuk rongga tanah yang kemudian ketika musim hujan terisi air
yang meresap kemudian muncul rembesan keluar dengan membentuk makropori. Titik P7,
P8, P15 dan titik P16 juga tergolong menelompok pada lereng tengah pebukitan dan lereng
kaki bukit. Penggunaan lahan di daerah tersebut yaitu kebun campuran dengan vegetasi
ketela dan empon-empon.

Gambar 6. Peta sebaran erosi pipa di sebagian DAS Bompon

Sedangkan titik P9, P11, P14, P17, P18 tergolong menyebar pada bagian lereng
tengah dan lereng atas perbukitan. Pola titik-titik erosi pipa tersebut menyebar dan
berasosiasi dengan retakan-retakan hasil proses longsor. Kondisi lereng area tersebut tidak
terlalu curam. Karakteristik lereng membentuk cekungan yang menghadap ke arah timur
dengan tutupan lahan yaitu kebun campuran. Dari gambar 3 dapat diketahui lokasi erosi pipa
pada penggal lereng di daerah penelitian.
Gambar 7. Penampang 3D Peta Sebaran Erosi Pipa di sebagian DAS Bompon

Gambar 7 menunjukkan sebaran erosi pipa yang berasosialsi dengan longsor aktif.
Ada empat titik erosi pipa yang muncul di bagian longsor aktif (garis biru) yaitu titik P1, P2,
titik P13 dan titik P14. Sedangkan pada bagian atas titik P3 ditemui retakan longsor yang
masih berproses. Titik P3 berada di penggal lereng dapat diasumsikan bahwa sumber resapan
air juga berasal dari rongga yang terjadi akibat retakan longsor (garis kuning).

Gambar 8: Profil 3D Erosi Pipa P3


Gambar 8 adalah penampang melintang salah satu profil lereng yang terdapat erosi
pipa. Pada penggal lereng tersebut merupakan daerah dengan kemiringan lereng 32 o dengan
elevasi 435 mdpl. Erosi pipa pada area tersebut muncul pada bentuk lahan lereng tengah
perbukitan. Sedangkan pada bagian lereng atas perbukitan terdapat retakan longsor yang
merupakan inlet. Retakan longsor tersebut sebagai tempat discharge atau masukan air hujan
ke bawah permukaan yang menjadi sumber dari aliran erosi pipa.

a b

13,6 cm

Gambar 9: Contoh Erosi pipa di daerah penelitian

Gambar 9 adalah contoh erosi pipa yang ditemukan di lapangan. Kondisi erosi pipa
pada gambar 9a yaitu pada saat tidak terdapat aliran, sedangkan gambar 9b yaitu ketika
terdapat aliran. Gambar 9a merupakan kenampakan erosi pipa pada penggal lereng dengan
ukuran yang paling besar. Erosi pipa P3 memiliki panjang sekitar 30 cm dan lebar 12 cm
dengan kedalaman kurang lebih mencapai 1,7 m.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Untuk mengidentifikasi adanya erosi pipa dilapangan, maka diperlukan untuk


mengidentifikasi kenampakan berupa rembesan/ aliran, adanya alur dan rongga.
2. Sebanyak 19 titik erosi pipa yang ditemukan, sebaran erosi pipa di sebagian DAS
Bompon banyak ditemukan di bentuk lahan lereng atas perbukitan sebanyak 13 titik,
lereng bawah perbukitan sebanyak 4 titik dan 2 titik di lereng kaki perbukitan.
3. Pola sebaran spasial erosi pipa cenderung muncul dan mengelompok pada lereng
dengan bentuk yang cekung dibanding lereng yang berbentuk cembung.
Saran

1. Untuk mengembangkan riset mengenai erosi pipa di DAS Bompon, maka perlu untuk
dilakukan kajian yang lebih banyak dan lebih mendetail lagi mengenai erosi pipa.
2. Penggunaan metode tertentu yang komprehensip sangat perlu dikembangkan untuk
mengkaji erosi pipa di sebagian DAS Bompon sebagai kajian erosi pipa secara
kuantitatif maupun dengan pemodelan.

DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Sofyan., Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.


Farifteh, Jamshid., Soeters, Robert. (1999). Factors Underlying Piping in the Basilicata
Region, Southern Italy. Geomorphology. 26 (1999) 239-251. Elshevier
Hardiyatmo, Hary Chrystady. 2012. Penanggulangan Tanah Longsor dan Erosi. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Jones, J. A. A. 2004. Implications of Natural Soil Piping for Basin Management in Upland
Britain. Land Degrad. Develop. 15: 325-349 (2004). Institute of Geography and Earth
Sciences, University of Wales Aberystwyth, Aberystwyth, UK.
Uchida, Taro. Kosugi, Ken Ichirou. Mizuyama, Takahisa. 2001. Effects of pipeflow on
hydrological process and its relation to landslide: a review of pipeflow studies in
forested headwater catchments. Hydrol. Process. 15. 2151-2174(2001).
Uchida, Taro. Meerveld, Ilja Tromp-van, McDonnell, Jeffrey J. 2005. The Role of Lateral
Pipeflow in Hillslope Runoff Response: an Intercomparison of non-linear Hillslope
Response. Journal of Hydrology 311(2005)117-133.
Uchida, Taro. Takahisa Mizuyama. 2002. The Contribution of Pipeflow on Shallow
Landslide Initiation at Steep Hillslope. International Congress Intrapraevent 2002 in
The Pacific Rim. Matsumoto Japan.
Verachtert, E., M. Van Den Eeckhaut, J. Poesen., J. Deckers. 2010. Factor Controlling the
Spatial Distribution of Soil Piping Erosion on Loess-Derived Soils: A Case Study From
Central Belgium. Geomorphology 118(2010)339-348. ScienceDirect.
Wilson, G.V., et al. 2007. Ephemeral Gully Erosion by Preferential Flow Through a
Discontinous Soil-Pipe. Science Direct Catena 73(2008)98-106.

Anda mungkin juga menyukai