Anda di halaman 1dari 8

Nama: Nofel Susanti

Nim: 1520123093

Dospen: Dra.hj Eulisa Fajriana, M.Kes

Jawaban midtem

Salah satu bukti keteraturan hukum Allah adalah adanya kondisi yang berpasangan di dalam semua
aspek kehidupan kita. Dalam hukum alam kita mengenal adanya siang dan malam, dalam hukum sosial
kita mengenal laki-laki dan perempuan, dalam hukum pribadi kita juga mengenal suka dan duka,
termasuk di dalamnya nikmat dan musibah. Hukum-hukum tersebut adalah keniscayaan, yang pasti
terjadinya dan berjalan menurut ketentuan Sang PenciptaNya, yaitu Allah swt.

Namun sayangnya tidak setiap manusia memiliki kesiapan menghadapi pasangan hukum tersebut,
seperti saat menerima nikmat dia suka dan bergembira tetapi ketika mendapatkan musibah dia sedih
dan berkeluh kesah. Kondisi yang berbeda ini disebabkan oleh banyak factor, terutama sebab internal
seseorang, yaitu kemampuannya memahami sumber datangnya kondisi yang menimpanya dan
kekuatan imannya dalam menyikapi kondisi tersebut. Seperti saat ini, di mana masyarakat dunia ditimpa
musibah, yaitu wabah virus corona, yang membuat banyak Negara, dan tentunya warga Negara,
melakukan upaya semaksimal mungkin mencegah maupun mengobatinya.

Alquran telah memberikan banyak ayat tentang musibah yang dapat dijadikan panduan bagaimana
melakukan mitigasi bencana. Ayat-ayat tersebut perlu dikaji lagi dan dikontekstualisasikan menjadi
pedoman mengidentfikasi terjadinya bencana, mengurangi resiko korban dan kerugian, hingga
menentukan langkah pencegahannya agar tidak terulang lagi di kemudian hari.

Di dalam QS Ar Ruum 41, Allah menjelaskan tentang sebab mengapa terjadi bencana:

‫َظَهر اْلَفَس اُد ِفي ا ْلَبِّر َو اْلَبْح ِر ِبَم ا َك َسَبْت َأْيِد ي الَّناِس ِلُيِذ يَقُهْم َبْع َض اَّلِذ ي َع ِم ُلوا َلَع َّلُهْم َيْر ِج ُعوَن‬
Telah timbul kerusakan di daratan dan lautan akibat perbuatan tangan manusia. Allah menimpakan
pada mereka sebagian akibat perbuatan (dosa) mereka, mudah-mudahan mereka akan kembali (ke jalan
yang diridhai Allah swt).

Ayat di atas memberikan panduan tiga hal: pertama, bahwa sumber bencana adalah aydin naas, yang
dapat diartikan ulah manusia, baik melalui perbuatan warga Negara maupun kebijakan Negara. Bencana
adalah kerusakan terhadap sunnatullah, keseimbangan alam maupun social. Jika terjadi bencana maka
langkah pertama adalah menemukan faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan alam maupun
sosial yang terjadi dan membenahinya. Hal ini seharusnya melahirkan kajian ilmiah terhadap hokum
alam dan hukum social, yang menuntut umat Islam untuk belajar dan menjadi ahli yang menguasai
bidang tersebut.

Perbuatan manusia yang menjadi sebab datangnya bencana juga ditegaskan dalam QS. Asy-Syuraa: 30:

‫َك ِثيٍر َع ْن َو َيْع ُفو َأْيِد يُك ْم َك َسَبْت َفِبَم ا ُمِص يَبٍة ِم ْن َأَص اَبُك ْم َوَم ا‬

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri,
dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”

Salah satu bukti keteraturan hukum Allah adalah adanya kondisi yang berpasangan di dalam semua
aspek kehidupan kita. Dalam hukum alam kita mengenal adanya siang dan malam, dalam hukum sosial
kita mengenal laki-laki dan perempuan, dalam hukum pribadi kita juga mengenal suka dan duka,
termasuk di dalamnya nikmat dan musibah. Hukum-hukum tersebut adalah keniscayaan, yang pasti
terjadinya dan berjalan menurut ketentuan Sang PenciptaNya, yaitu Allah swt.

Namun sayangnya tidak setiap manusia memiliki kesiapan menghadapi pasangan hukum tersebut,
seperti saat menerima nikmat dia suka dan bergembira tetapi ketika mendapatkan musibah dia sedih
dan berkeluh kesah. Kondisi yang berbeda ini disebabkan oleh banyak factor, terutama sebab internal
seseorang, yaitu kemampuannya memahami sumber datangnya kondisi yang menimpanya dan
kekuatan imannya dalam menyikapi kondisi tersebut. Seperti saat ini, di mana masyarakat dunia ditimpa
musibah, yaitu wabah virus corona, yang membuat banyak Negara, dan tentunya warga Negara,
melakukan upaya semaksimal mungkin mencegah maupun mengobatinya.
Alquran telah memberikan banyak ayat tentang musibah yang dapat dijadikan panduan bagaimana
melakukan mitigasi bencana. Ayat-ayat tersebut perlu dikaji lagi dan dikontekstualisasikan menjadi
pedoman mengidentfikasi terjadinya bencana, mengurangi resiko korban dan kerugian, hingga
menentukan langkah pencegahannya agar tidak terulang lagi di kemudian hari.

Di dalam QS Ar Ruum 41, Allah menjelaskan tentang sebab mengapa terjadi bencana:

‫َظَهر اْلَفَس اُد ِفي ا ْلَبِّر َو اْلَبْح ِر ِبَم ا َك َسَبْت َأْيِد ي الَّناِس ِلُيِذ يَقُهْم َبْع َض اَّلِذ ي َع ِم ُلوا َلَع َّلُهْم َيْر ِج ُعوَن‬

Telah timbul kerusakan di daratan dan lautan akibat perbuatan tangan manusia. Allah menimpakan
pada mereka sebagian akibat perbuatan (dosa) mereka, mudah-mudahan mereka akan kembali (ke jalan
yang diridhai Allah swt).

Ayat di atas memberikan panduan tiga hal: pertama, bahwa sumber bencana adalah aydin naas, yang
dapat diartikan ulah manusia, baik melalui perbuatan warga Negara maupun kebijakan Negara. Bencana
adalah kerusakan terhadap sunnatullah, keseimbangan alam maupun social. Jika terjadi bencana maka
langkah pertama adalah menemukan faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan alam maupun
sosial yang terjadi dan membenahinya. Hal ini seharusnya melahirkan kajian ilmiah terhadap hokum
alam dan hukum social, yang menuntut umat Islam untuk belajar dan menjadi ahli yang menguasai
bidang tersebut.

Perbuatan manusia yang menjadi sebab datangnya bencana juga ditegaskan dalam QS. Asy-Syuraa: 30:

‫َك ِثيٍر َع ْن َو َيْع ُفو َأْيِد يُك ْم َك َسَبْت َفِبَم ا ُمِص يَبٍة ِم ْن َأَص اَبُك ْم َوَم ا‬

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri,
dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”

Ayat ini menjelaskan bahwa bencana yang terjadi hanyalah sebagian kecil akibat kesalahan manusia,
karena sebagain besar kesalahan manusia diampuni oleh Allah. Maka manusia tetap harus bersyukur
karena semua kesalahan mereka tidak ditimpakan menjadi bencana bagi diri mereka sendiri.
Kedua, bencana adalah cara Allah menunjukkan kesalahan sebagian manusia pelaku kerusakan. Bencana
adalah tanda bagi dua pihak, pihak terdampak dan yang tidak terdampak. Bagi pihak terdampak,
bencana adalah alarm untuk menghentikan sikap destruktif atau merusak, yang bias jadi tidak disadari
oleh pelakunya karena terlalu sering dilakukannya. Bagi pihak yang tidak terdampak, maka bencana
adalah alarm untuk mengevaluasi perilaku maupun kebijakan, agar bencana tidak terjadi di wilayahnya.

Ketiga, bencana adalah cara memulihkan keseimbangan hukum alam, sebagaimana disebut di akhir
ayat, la’allahum yarji’un, agar mereka kembali ke jalan Allah, jalan yang benar, menjaga keseimbangan
sunnatullah, sehingga menghasilkan kehidupan yang penuh rahmat.

Di dalam QS Al Hadid 22-23 Allah menjelaskan tentang sumber bencana:

‫َم ا َأَص اَب ِم ْن ُمِص يَبٍة ِفي اَأْلْر ِض َو اَل ِفي َأْنُفِس ُك ْم ِإاَّل ِفي ِكَتاٍب ِم ْن َقْبِل َأْن َنْبَر َأَها ِإَّن َذ ِلَك َع َلى ِهَّللا َيِس يٌر* ِلَكْياَل َتْأَسْو ا َع َلى َم ا َفاَتُك ْم َو اَل‬
‫َتْفَر ُح وا ِبَم ا َآَتاُك ْم َو ُهَّللا اَل ُيِح ُّب ُك َّل ُم ْخ َتاٍل َفُخ وٍر‬

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.(22) (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan
diri.(23).

Ayat ini memberikan panduan cara menyikapi bencana agar tidak menjadi bencana lanjutan. Pertama,
hadirnya bencana, baik yang menimpa alam, social, maupun pribadi manusia adalah kehendak Allah,
atas ijin Allah, takdir Allah. Oleh karena itu kita tidak boleh meyalahkan pihak lain atas apa yang
menimpa diri kita, karena meskipun ada pihak yang dianggap sumber bencana, tetapi terjadinya
bencana tetaplah dalam kuasa Allah, bukan kuasa manusia. Pemahaman ini sangat penting, agar
bencana menjadi alat muhasabah diri, mengevaluasi diri, bukan malah menimpakan kesalahan kepada
pihak lain. Jika setiap anggota masyarakat melakukan muhasabah terhadap dirinya, maka mereka akan
bergegas melakukan perbaikan diri bersama sama, memperbaiki perilaku pribadi dan sosialnya, sehingga
lingkungan kehidupan di sekitarnya akan kembali damai.
Kedua, hadirnya bencana adalah cara Allah memperbaiki lahir dan batin kita, agar kita menjadi manusia
yang seimbang jiwa raganya, tidak mudah terpengaruh oleh kondisi sekitar, tetap focus pada tujuan
hidup, sehingga terhindar dari sikap sombong dan arogan, sebagaimana disebut di akhir ayat yang ke 23.

Kandungan ayat diatas ditegaskan lagi oleh Allah dalam QS At-Taghaabun ayat 11:

‫َم ا َأَص اَب ِم ْن ُمِص يَبٍة ِإاَّل ِبِإْذ ِن ِهَّللاۗ َوَم ْن ُيْؤ ِم ْن ِباِهَّلل َيْهِد َقْلَبُهۚ َو ُهَّللا ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِليٌم‬

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang
beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.”

Ayat ini memberikan panduan tentang cara menghadapi hadirnya bencana, yaitu meyakini bahwa
bencana adalah kehendak Allah untuk memperbaiki kehidupan manusia. Keyakinan itulah yang akan
menggerakkan orang untuk segera bangkit dari musibah, memiliki sikap optimis dalam menghadapi
musibah, karena keyakinannya bahwa sesuatu yang datang dari Allah selalu mengandung sisi positif.
Sikap ini akan menghindarkan seseorang dari sikap berkeluh kesah, pesimis, depresi akibat musibah
yang menimpanya.

Berkaca dari beberapa ayat di atas seharusnya kita mengubah cara pandang kita terhadap datangnya
bencana, karena itu sangat menentukan strategi kita dalam melakukan mitigasi bencana, baik secara
pribadi maupun bersama sama. Bencana atau musibah bukanlah azab Allah, tetapi bagian dari kasih
sayang Allah kepada hambaNya agar manusia terhindar dari kerusakan yang lebih parah lagi. Bencana
harus dipandang sebagai kondisi positif yang mampu menggerakkan manusia membangun
peradabannya menjadi lebih baik. Saat terjadi bencana, itu adalah perintah untuk melakukan penelitian
dan pengembangan keilmuan agar kita mampu hidup damai dengan alam semesta. Dari sinilah akan
muncul ilmu-ilmu baru yang bermanfaat bagi kemudahan hidup manusia. Saat terjadi bencana, itu
adalah perintah untuk melakukan perbaikan individu dan social, perintah merekatkan soliditas social,
antara mereka yang terdampak bencana dengan mereka yang tidak terdampak, dengan satu alasan
bahwa kita adalah manusia yang tercipta dari Tuhan yang sama, yaitu Allah swt.

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL TRIMESTER II

Hari/tanggal: Selasa 2 April 2009


Pukul: 11.00 wita

Nama: Ny.N

Umur: 27 th

Alamat: darusalam

Agama: Islam

Pekerjaan: IRT

Suami: tn.A

Umur: 28 th

Alamat: Darussalam

Agama: Islam

Pekerjaan: swasta

S : ibu mengatakan hamil 23 Minggu,ingin memeriksa kehamilan nya,ibu mengatakan tidak ada keluhan.

O :ttv

Keadaan umum: baik

Kesadaran: compas mentis

BB: 50 kg

TB: 157 cm

Lila: 26 cm

TD:110/80 mmHg

N:84x/m

RR:28x/m

S: 36,5 c

Palpasi
L1: 2 jari atas pusat tfu 20 cm

L2:teraba memanjang,datar dan keras di bagian kiri

L3:peresen tasi kepala

L4: konvergen

Abdomen

a.Rambut: Rambut ibu tampak bersih , tidak rontok dan tidak ada ketombe .

b.muka: Tidak tampak adanya cloasma gravidarum , tidak tampak oedem dan tidak pucat .

c.mata: Konjungtiva tidak anemis dan selera tidak ikterik

d.telinga: Telinga ibu tampak simetris dan bersih

e. Mulut: Bibir tidak tampak pucat , tidak tampak adanya sariawan , lidah tampak bersih , gigi tampak
bersih , tidak ada caries dan lubang pada gigi dan gusi tidak berdarah

f. Leher : Tidak tampak pembengkakan kelenjar tyroid

g.dada :Tampak hiperpigmentasi pada areola mammae .putting susu ibu tampak menonjol Tampak linea
nigra , tidak tampak streae

A : G4P2A1 . hamil 27 minggu , janin tunggal hidup intra uterin , punggung kanan . presentasi kepala ,
kepala belum masuk PAP ( 5/5 ) U IV .

P: 1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu yang meliputi : 1. Keadaan umum ibu baik ,
tekanan darah ibu normal ( 110/80 mmHg ) , nadi 84 kali / menit , respirasi 28 kali / menit dan suhu
tubuh ibu 36,5 ° C . 2. Umur kehamilan ibu memasuki bulan ke 6-7 ( 27 minggu ) , tanggal taksiran
persalinan pada tanggal 30 Juni 2009 , dengan taksiran berat janin 1.240 gram . 3. Kondisi ibu dan janin
dalam keadaan baik .

2. Menjelaskan kepada ibu tentang pentingnya mengkonsumsi makanan bergizi dan seimbang dan
manfaatnya untuk perkembangan janin serta untuk membantu produksi ASI . C. Menjelaskan kepada ibu
untuk beristirahat cukup dan menghindari aktivitas yang berlebihan untuk menjaga dan
mempertahankan kesehatan ibu yang akan berpengaruh pada kesehatan janin .

3. Menjelaskan kepada ibu pentingnya menjaga personal hygiene terutama kebersihan payudara dan
alat kelamin .

4.Menjelaskan kepada ibu mengenai tanda bahaya seperti jika janin dirasa kurang aktif bergerak
disbanding hari biasa atau tidak ada lagi gerakan janin .
5. Menganjurkan kepada ibu untuk kontrol ulang satu minggu lagi . Tetapi apabila ada keluhan seperti di
atas , ibu dianjurkan untuk segera memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan .

Anda mungkin juga menyukai