http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JPKIMIA
*Corresponding Author: 5
Nama : Setyo Eko Atmojo
Lembaga : FKIP Universitas PGRI Yogyakarta, Indonesia
Email :setyoekoatmojo@yahoo.co.id
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol 5 No 2 (2017) 1-12
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian (RPP), Bahan Ajar, Lembar Kerja Siswa (LKS),
pengembangan (research and development). Lembar Diskusi Siswa (LDS) dan Alat
Produk yang dikembangkan adalah perangkat Evaluasi.
pembelajaran IPA terpadu berpendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan
etnosains untuk meningkatkan aktivitas dan research and development (penelitian dan
hasil belajar siswa yang diikuti dengan pengembangan) yang dikemukakan oleh (Borg
pengujian mengenai keefektifan perangkat and Gall, 2003). Implementasi langkah
pembelajaran tersebut. Komponen perangkat penelitian yang dikemukakan Borg and Gall
pembelajaran yang dikembangkan adalah dalam penelitian ini dimodifikasi menjadi tiga
Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran tahap sebagai berikut.
DEFINE
DESIGN
Perencanaanpen Pemilihanp Deskripsihasiltem
gembanganprod
endekatan uan
uk
DEVELOP
Pengembangan
PenyusunanInstr Validasi
umentValidasiPr Draf 1
DesainProduk desain
oduk
7
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol 5 No 2 (2017) 1-12
Variabel yang diukur atau diamati aktivitas dan hasil belajar siswa. Adapun
dalam penelitian ini adalah kevalidan, jenis, teknik, dan instrumen
keefektifan dan keterlaksanaan perangkat pengumpulan data dapat dilihat pada
pembelajaran IPA yang dikembangkan. Tabel 1 berikut ini:
Aspek keefektifan yang akan diamati
Tabel 1. Jenis, Teknik, dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik Instrumen pengumpulan
No Jenis data Teknik analisis data
pengumpulan data data
1 Validitas Angket validasi Lembar validasi Deskriptif persentase
perangkat
2 Keterlaksanaan Angket Lembar angket Deskriptif persentase
perangkat keterlaksanaan keterlaksanaan
pembelajaran pembelajaran untuk pembelajaran
siswa.
Wawancara peneliti Pedoman wawancara Deskriptif
dengan guru
3 Hasil belajar Tes Lembar soal tes untuk t-test sampel releted uji
kognitif siswa fihak kanan
N- gain
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap
yaitu tahap pengembangan dan tahap
implementasi. Tahap pengembangan
pembelajaran berpendekatan etnosains dengan
Hasil Penelitian Dan Pembahasan karakteristik sebagai berikut:
EKSPLORASI
KEGIATAN AWAL (Observasi dari Perspektif Sains)
1. Identifikasi budaya-budaya apa saja yang 1. Guru membagi siswa kedalam kelompok
berkembang di masyarakat kelompok (4-5 siswa) untuk melakukan
2. Menentukan salah satu budaya yang observasi proses yang terdapat pada budaya
mengandung konsep IPA, selanjutnya tersebut dari perspektif sains asli dan ilmiah
membahas proses yang terjadi dalam 2. Guru memfasilitasi siswa dalam melakukan
pembelajaran IPA di kelas observasi
3. Guru menyampaikan kompetensi dasar dan 3. Guru meminta siswa untuk membuat laporan
tujuan pembelajaran hasil observasi
4. Siswa melaporkan hasil observasi dalam bentuk
tertulis
KONFIRMASI
1. Guru memfasilitasi siswa untuk
berkomentar, bertanya, mengklarifikasi ELABORASI
materi pembelajaran serta melakukan 1. Siswa mempresentasikan laporan hasil observasi
refleksi didepan kelas dan siswa lain diberi kesempatan
untuk menyanggah, bertanya dan memberi
2. Guru memberikan konfirmasi terhadap
komentar
hasil observasi siswa 2. Guru mengajukan pertanyaan untuk mengecek
3. Observer melakukan penilaian selama pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran
proses pembelajaran berlangsung dan keterkaitannya terhadap budaya membuat
tempe.
KEGIATAN AKHIR
1. Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran
2. Guru memberikan tes akhir pembelajaran
8
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol 6. No. 01 (2017) Hal 5-13
Tabel 2. Perbandingan Sains Mayarakat dengan Sains Ilmiah Pada Proses Pembuatan Tempe
Tahapan Sains Masyarakat Sains Ilmiah*
Perebusan biji kedelai Membersihkan kedelai Sebagai proses hidrasi yaitu agar biji kedelai
menyerap air sebanyak mungkin.
Melunakkan biji kedelai supaya menyerap
asam pada tahap perendaman.
Pengupasan kulit biji Menghilangkan kulit biji Agar miselium fungi dapat menembus biji
kedelai kedelai kedelai selama proses fermentasi.
Perendaman biji Melarutkan kulit biji kedelai Hidrasi biji kedelai dan membiarkan
kedelai terjadinya fermentasi asam laktat agar
diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan fungi.
Fermentasi asam laktat dan pengasaman
bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan
menghilangkan bakteri beracun.
Proses pencucian akhir Menghilangkan semua kotoran Menghilangkan kotoran yang dibentuk oleh
bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak
terlalu asam.
Inokulasi Pemberian ragi untuk Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh
fermentasi dan dikeringkan pada daun waru atau daun
jati (disebut usar; digunakan secara
tradisional), spora kapang tempe dalam
medium tepung (terigu, beras, atau tapioka;
banyak dijual di pasaran), dan kultur
Rhizopus oligosporus murni (umum
digunakan oleh pembuat tempe di luar
Indonesia)
Pemberian lubang Agar jamur dapat tumbuh Sebagai tempat masuknya udara karena
9
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol 5 No 2 (2017) 1-12
pada bungkus tempe dengan baik, bungkus harus di kapang tempe membutuhkan oksigen untuk
dan menempatkan lubangi tumbuh.
dalam wadah untuk
fermentasi
Biji-biji kedelai yang Menyatukan biji kedelai kapang tumbuh pada permukaan dan
sudah dibungkus menjadi tempe, berlangsung menembus biji-biji kedelai, menyatukannya
dibiarkan mengalami kurang lebih tiga hari dua menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan
proses fermentasi. malam pada suhu 20–37°C selama 18–36 jam.
Waktu fermentasi yang lebih singkat
biasanya untuk tempe yang menggunakan
banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi,
sementara proses tradisional menggunakan
laru (merupakan sejenis ragi yang
digunakan dalam pembuatan tempe. Laru
berisi spora jamur (kapang) Rhizopus
oligosporus yang juga dikenal sebagai
jamur tempe) dari daun biasanya
membutuhkan waktu fermentasi sampai 36
jam.
NB : *) diadaptasi dari Shurtleff, W.,Aoyagi, A. (2001)
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa IPA berpendekatan etnosains agar siswa dapat
masyarakat telah mengetahui proses pembuatan menjelaskan proses pembuatan tempe secara
tempe dan dapat menjelaskan proses yang ilmiah menggunakan konsep IPA yang
terjadi dalam pembuatan tempe sesuai dengan diperoleh disekolah.
pengetahuan yang dimilikinya selama ini Tahap kedua adalah implementasi dari
(etnosains). Walaupun masyarakat sudah dapat perangkat pembelajaran yang telah
menjelaskan proses yang terjadi dalam dikembangkan. Uraian tahap kedua adalah
pembuatan tempe sesuai pengetahuannya sebagai berikut:
selama ini akan tetapi penjelasan masyarakat Hasil implementasi perangkat
tersebut belum sesuai dengan penjelasan pembelajaran IPA berpendekatan etnosains
tentang proses pembuatan tempe secara ilmiah berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa
(sains ilmiah). Berdasarkan hal tersebut maka yang dapat dilihat pada Tabel 3.
perlu dikembangkan perangkat pembelajaran
10
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol 6. No. 01 (2017) Hal 5-13
langkah penelitian yang dilakukan peneliti antusias terhadap pembelajaran karena siswa
(Rochmad, 2011). merasa pembelajaran IPA berpendekatan
Pendekatan etnosains merupakan strategi etnosains lebih menyenangkan dibandingkan
penciptaan lingkungan belajar dan perancangan dengan pembelajaran konvensional. Disamping
pengalaman belajar yang mengintegrasikan itu juga pada pembelajaran konvensional guru
budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran memegang peranan yang dominan sedangkan
IPA (Sardjiyo, 2005). Dalam penelitian ini siswa cenderung bersikap pasif.
pendekatan etnosains diimplementasikan dalam Peningkatan hasil belajar siswa tersebut
pembelajaran IPA dengan cara memasukkan dikarenakan adanya keterlibatan siswa selama
budaya, khususnya profesi pengrajin tempe proses pembelajaran. Hal tersebut sesuai
yang berkembang di masyarakat ke dalam dengan pendapat Darsono (2004) yang
pembelajaran IPA, kemudian membahas menyatakan bahwa salah satu prinsip belajar
proses-proses yang terjadi pada pembuatan adalah mengalami sendiri, artinya siswa yang
tempe tersebut dengan menggunakan konsep- melakukan dengan sendiri akan memperoleh
konsep IPA.Hasil belajar merupakan perubahan hasil belajar yang optimal. Dalam pembelajaran
perilaku yang diperoleh pembelajar setelah menggunakan perangkat pembelajaran
mengalami aktivitas belajar. Revisi Taksonomi berpendekatan etnosains siswa terlibat aktif
Bloom ( Anderson L W dan Krathwohl D R. dalam pembelajaran sehingga memiliki
2001) mengungkapkan tiga tujuan pengajaran pemahaman yang lebih baik dari siswa yang
yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar belajar secara konvensional. Siswa yang aktif
yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam dalam kegiatan pembelajaran akan memiliki
penelitian ini hasil belajar kognitif diukur pemahaman dan hasil belajar yang lebih baik
menggunakan tes, hasil belajar afektif diketahui dari siswa yang hanya mendengarkan
dengan melihat apresisi siswa terhadap profesi penjelasan guru dan pasif selama kegiatan
pengrajin tempe, dan hasil belajar psikomotorik pembelajaran berlangsung (Temiz-Mehmet, &
diketahui dengan melihat keterampilan proses Mustafa.2006).Berdasarkan hasil observasi
sains siswa. Pembelajaran efektif yang diketahui bahwa aktivitas siswa dalam kegiatan
dimaksud dalam penelitian pengembangan ini pembelajaran berdampak positif terhadap hasil
berkenaan dengan penilaian terhadap kualitas belajar siswa, sehingga semakin tinggi aktivitas
perangkat pembelajaran yang dikembangkan. siswa dalam pembelajaran semakin tinggi pula
(Nieveen, 1999) menyatakan bahwa suatu hasil belajar yang dicapai. Terjadinya
material dikatakan berkualitas jika memenuhi peningkatan aktivitas dan hasil belajar kognitif
aspek validitas (validity). Dalam penelitian ini serta aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA
perangkat pembelajaran hasil pengembangan berpendekatan etnosains menunjukkan bahwa
telah dinyatakn valid oleh ahli dengan tingkat perangkat pembelajaran yang telah
kevalidan sebesar 4,12 yang berarti valid dan dikembangkan terlaksana dengan baik jika
dapat digunakan untuk uji coba terbatas dan uji diterapkan di kelas.
coba luas guna menguji efektivitasnya.
Keefektivan perangkat pembelajran hasil Simpulan dan Saran
pengembangan ini dilihat dari dua hal yaitu Pembelajaran IPA yang selama ini
aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. berlangsung di SMP Bhakti Kedungtuban Blora
Implementasi perangkat pembelajaran IPA cenderung tidak kontekstual dan guru kurang
berpendekatan etnosains berpengaruh terhadap memanfaatkan budaya yang berkembang.
hasil belajar siswa. Hasil penelitian Perangkat pembelajaran berupa silabus, rencana
menunjukkan adanya perbedaan hasil belajar pelaksanaan pembelajaran, bahan ajar, LKS,
antara siswa yang mendapatkan pembelajaran LDS dan alat evaluasi dikembangkan sesuai
dengan pendekatan etnosains dengan siswa karakteristik pembelajaran etnosains dengan
yang mendapatkan pembelajaran secara kegiatan berupa pengamatan, diskusi, presentasi
konvensional. Dimana siswa yang mendapatkan dan praktikum pembuatan tempe. Proses
pembelajaran dengan pendekatan etnosains pengembangan produk melalui tiga tahapan,
(kelas eksperimen) memiliki hasil belajar yang yaitu tahap pertama pendifinisian meliputi studi
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang pustaka dan survei budaya serta apresiasi siswa.
mendapatkan pembelajaran konvensional (kelas Tahap kedua perancangan meliputi pemilihan
kontrol). Hal ini disebabkan dalam pendekatan dan perencanan pengembangan
pembelajaran IPA dengan menggunakan produk. Tahap ketiga yaitu pengembangan
pendekatan etnosains siswa lebih tertarik dan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
12
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol 6. No. 01 (2017) Hal 5-13
13