Edit Ekoling
Edit Ekoling
EKONOMI LINGKUNGAN
OLEH:
DOSEN PENGAMPU:
Prof. Ir. D. HARYANTO, M. Sc., Ph.D
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusunan tugas kelompok dengan topik “Food Estate di
Kalimantan Tengah” ini dapat diselesaikan.
Atas selesainya penyusunan tugas kelompok ini, diucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Mohammad Irhas Effendi, M.S Rektor UPN “Veteran” Yogyakarta
2. Dr. Ir. Sutarto, M.T. Dekan Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran”
Yogyakarta
3. Dr. Ir. Eddy Winarno, S.Si., M.T. Ketua Jurusan Teknik Pertambangan FTM
UPN “Veteran” Yogyakarta
4. Dr. Ir. Rika Ernawati, S.T., M.Si. Koordinator Program Magister Teknik
Pertambangan
5. Prof. Ir. D. HARYANTO, M. Sc., Ph.D sebagai dosen pengampu mata kuliah
Ekonomi Lingkungan
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas kelompok
Semoga tugas kelompok ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca
khususnya dalam bidang pertambangan serta dapat digunakan sebaik-baiknya.
(Penulis)
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Daftar Gambar iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Ruang Lingkup Lokasi 2
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 3
2.1 Pengantar Program Food Estate 3
2.2 Faktor-Faktor Ketidakberhasilan Program Food Estate 6
2.3 Dampak Ketidakberhasilan Program Estate 8
2.4 Studi Kasus Program Food Estate 10
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 13
DAFTAR PUSTAKA 16
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alih fungsi lahan pertanian, khususnya persawahan, untuk keperluan lain
membahayakan keberlanjutan swasembada pangan. Pemekaran wilayah perdesaan
menjadi perkotaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi alih
fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Peningkatan pembangunan fisik seperti
prasarana dan sarana, permukiman, sarana perdagangan, dan perkantoran
merupakan indikator pertumbuhan kota/kabupaten (Basundro, 2022). Di
Indonesia, ketahanan pangan juga menjadi perhatian karena kurangnya pasokan
pangan. Menurut (Nuryantono,2021) produktivitas lahan, luas lahan, dan
intensitas panen setiap tahun semuanya berdampak pada ketersediaan pangan.
Mengingat betapa pentingnya pangan baik dalam skala kecil (pribadi dan
keluarga) maupun dalam skala besar (Wilayah Kabupaten/Kota, Bangsa bahkan
Dunia) maka haruslah di pikirkan secara serius ketersediaannya, sebab jika sampai
terjadi kekurangan pangan hal ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup
manusia bahkan dapat menyebabkan kematian.
UU No.7 Tahun 1996 tentang Pangan menyatakan bahwa Ketahanan Pangan
merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup baik dari segi jumlah maupun mutunya, aman,
merata dan terjangkau sedangkan dalam PP No.3 Tahun 2007 Pasal 3 Ayat 2 Butir
M dan No.38 Pasal 7 Ayat 2 butirnya M Tahun 2007 mengamanatkan bahwa
Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota berkewajiban mempertanggung
jawabkan urusan Ketahanan Pangan.
Oleh karena itu, maka pemerintah Indonesia mengembangkan program food
estate sebagai salah satu ujung tombak dalam strategi kebutuhan pangan nasional
yang semakin meningkat. Sebagai cadangan strategi nasional, Presiden Joko
Widodo memberikan mandat kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk
memimpin pengembangan program strategis tersebut, dengan kerjasama seta
koordinasi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),
Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Lingkungan Hidup dan
1
Kehutanan (KLHK), serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam program food estate ini dilaksanakan di lima lokasi sesuai arahan Presiden
RI Joko Widodo sebagai lokasi Kawasan Sentra Produski Pangan (KSPP) yaitu,
Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara sebagai lokasi prioritas terdepan, diikuti
dengan Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera Selatan, serta Papua. Tetapi yang
akan dibahas dalam tulisan ini adalalah lokasi Kawasan Sentra Produksi Pangan
di Kalimantan Tengah, tepatnya Kabupaten Kapuas.
1.3 Tujuan
Tujuan dari tulisan ini adalah, sebagai berikut:
1. Mengetahui alasan program food estate di kembangkan di Kalimantan
Tengah
2. Menganalisis faktor penyebab ketidakberhasilan program estate.
3. Menganalisis dampak yang ditimbulkan dari ketidakberhasilan program
food estate.
2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
3
2.1.2 Tujuan Pelaksanaan Program Food Estate
Program food estate merupakan sebuah inisiatif yang bertujuan untuk
meningkatkan produksi pangan dalam skala besar dengan memanfaatkan lahan
pertanian yang luas. Ide program food estate tidaklah baru dan telah diterapkan di
berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, dalam konteks Indonesia, program
food estate menjadi sorotan yang cukup besar karena menjadi bagian dari strategi
pemerintah untuk mencapai swasembada pangan. Selain itu tujuan dari program
food estate lainya yaitu:
1. Meningkatkan Produksi Pangan Salah satu tujuan utama dari program food
estate adalah meningkatkan produksi pangan dalam skala besar untuk
mencapai swasembada pangan atau bahkan surplus pangan. Dengan
memanfaatkan lahan pertanian yang luas, diharapkan produksi pangan
utama seperti padi, jagung, kedelai, dan komoditas lainnya dapat
ditingkatkan secara signifikan.
2. Mengurangi Ketergantungan pada Impor Pangan Dengan meningkatkan
produksi pangan dalam negeri, program food estate bertujuan untuk
mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor pangan dari negara lain.
Hal ini penting untuk meningkatkan kedaulatan pangan dan mengurangi
risiko terhadap fluktuasi harga pangan global.
3. Membuka Lapangan Kerja Program food estate diharapkan dapat
menciptakan lapangan kerja baru di sektor pertanian, baik langsung maupun
tidak langsung. Melalui investasi dalam infrastruktur pertanian dan
pengembangan agribisnis, diharapkan program ini dapat memberikan
kesempatan kerja bagi masyarakat lokal.
4. Meningkatkan Kesejahteraan Petani Dengan meningkatkan produktivitas
dan pendapatan dari pertanian, program food estate bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani. Melalui bantuan teknis, pembaruan
infrastruktur, dan akses terhadap pasar yang lebih baik, diharapkan petani
dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dari kegiatan pertanian mereka.
5. Pengembangan Wilayah Terpencil Program food estate sering kali
dilaksanakan di wilayah-wilayah terpencil atau terisolasi yang memiliki
4
potensi lahan yang besar namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Dengan mengembangkan infrastruktur pertanian dan membuka akses ke
wilayah-wilayah tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat dan mengurangi disparitas antarwilayah.
6. Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Program food estate merupakan
bagian dari strategi untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional, yang
merupakan salah satu tujuan penting dalam rangka mencapai pembangunan
berkelanjutan. Dengan memastikan ketersediaan pangan yang cukup untuk
penduduk Indonesia, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan
stabilitas sosial ekonomi negara.
2.1.3 Lokasi Sasaran Program Food Estate
Program ini diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan
produksi pangan utama seperti padi, jagung, dan kedelai di beberapa lokasi yang
dipilih dengan cakupan luas lahan yang signifikan. Lokasi sasaran program food
estate yaitu di pulau yang padat penduduk menuju pulau-pulau yang masih
memiliki potensi pertanian yang besar, seperti Kalimantan, Sumatera, dan Papua,
namun pada pembahasan lokasi sasaran program food estate yaitu di wilayah
Kalimantan tengah di Kabupaten Kapuas. Pemerintah menjadikan Kalimantan
tengah sebagai sasaran lokasi program food estate karena beberapa alasan yaitu:
1. Potensi Lahan Pertanian yang Luas: Kalimantan memiliki potensi lahan
pertanian yang sangat besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Pulau
ini memiliki luas wilayah yang cukup besar dan sebagian besar masih
berupa hutan atau lahan yang belum tergarap.
2. Ketersediaan Sumber Daya Air: Wilayah Kalimantan juga memiliki
ketersediaan sumber daya air yang melimpah, baik dalam bentuk sungai
maupun danau, yang dapat dimanfaatkan untuk sistem irigasi guna
mendukung pertanian.
3. Kondisi Iklim yang Mendukung Pertanian: Iklim di Kalimantan, umumnya
tropis, mendukung pertumbuhan tanaman pangan seperti padi, jagung, dan
tanaman lainnya. Curah hujan yang cukup sepanjang tahun juga mendukung
produksi pertanian.
5
4. Dukungan Pemerintah: Pemerintah pusat dan pemerintah daerah di
Kalimantan memberikan dukungan dan insentif untuk mengembangkan
sektor pertanian, termasuk melalui program food estate, sebagai bagian dari
strategi untuk mencapai swasembada pangan nasional.
5. Potensi Pengembangan Infrastruktur: Kalimantan memiliki potensi untuk
pengembangan infrastruktur pendukung, seperti jalan dan irigasi, yang dapat
meningkatkan aksesibilitas dan produktivitas pertanian.
6. Upaya Diversifikasi Ekonomi: Selain sebagai wilayah yang kaya akan
sumber daya alam, pengembangan sektor pertanian di Kalimantan juga
merupakan bagian dari upaya untuk diversifikasi ekonomi, mengurangi
ketergantungan pada sektor ekonomi yang berbasis sumber daya alam yang
rentan terhadap fluktuasi harga pasar global.
Oleh karena itu, dengan memanfaatkan potensi tersebut, Kalimantan
menjadi salah satu lokasi utama yang menjadi sasaran program food estate dalam
upaya meningkatkan produksi pangan secara besar-besaran untuk mencapai tujuan
swasembada pangan dan ketahanan pangan nasional.
6
2.2.3 Kurangnya Partisipasi Masyarakat
Jika masyarakat setempat tidak terlibat dalam perencanaan dan
implementasi food estate, hal ini dapat menyebabkan resistensi, konflik, atau
ketidakberlanjutan dalam jangka panjang.
7
2.3 Dampak Yang Terjadi Akibat Ketidakberhasilan Program Food Estate
2.3.1 Aspek Lingkungan
1. Degradasi Tanah
Degradasi tanah adalah proses merosotnya kualitas tanah akibat aktivitas
manusia atau faktor alam, seperti erosi, penurunan kesuburan, dan
kerusakan struktur tanah Degradasi tanah pada food estate bisa terjadi akibat
eksploitasi tanah yang berlebihan, penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang
tidak terkelola dengan baik, serta praktek pertanian yang tidak berkelanjutan. Hal
ini dapat menyebabkan penurunan kesuburan tanah dan merugikan
produktivitas jangka panjang. Pemakaian lahan besar-besaran untuk food estate
dapat menyebabkan degradasi tanah, erosi, dan penurunan kesuburan tanah.
2. Deforestasi
Pembukaan lahan hutan untuk food estate dapat menyebabkan hilangnya
habitat alami, keanekaragaman hayati, dan layanan ekosistem yang penting.
3. Penggunaan Air
Praktek pertanian intensif pada food estate seringkali memerlukan
penggunaan air yang besar, yang dapat mempengaruhi ketersediaan air di daerah
tersebut.
4. Penggunaan Pestisida dan pupuk
Penggunaan yang berlebihan dari pestisida dan pupuk kimia dapat
mencemari tanah dan air, serta membahayakan lingkungan.
5. Ketidakberlanjutan
Jika food estate tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan
ketidakberlanjutan, seperti penurunan produktivitas tanah dan peningkatan risiko
kekeringan atau banjir.
8
Gambar 2 Kerusakan Lingkungan
9
b. Ketergantungan Ekonomi
Tergantung pada jenis tanaman dan model pertanian yang diterapkan, food
estate dapat membuat ekonomi lokal menjadi terlalu bergantung pada satu sektor
tertentu, meningkatkan risiko ekonomi jika terjadi masalah pada sektor tersebut.
10
Gambar 3 Kebun Singkong Mangkrak
Pada gambar 2.4 Hutan seluas 600 hektar sebelum menjadi kebun singkong
yang mangkrak sebelumnya merupakan hutan yang mana massyarakat local biasa
mengambil persediaan kayu bakar, berburu, mengambil batang pohon untuk
pembuatan rumah. Dalam konteks ini, pemerintah dan pihak terkait perlu
melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek ini untuk mengidentifikasi
penyebab kegagalan dan mencari solusi yang tepat agar proyek dapat dijalankan
dengan lebih efektif dan berkelanjutan di masa mendatang. Selain itu, penting
juga untuk memperhatikan aspek-aspek lingkungan, dan ekonomi dalam
perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek pertanian besar seperti ini untuk
memastikan bahwa dampak negatifnya dapat diminimalkan, memaksimalkan
manfaatnya bagi masyarakat dan lingkungan.
11
Hasil panen ubi singkong Di Desa Tewai Baru, yang dihasilkan berukuran
kecil menyerupai wortel, berwarna kuning seperti kunyit, dan rasanya pahit.
Menurut sebuah penelitian, rasa pahit pada singkong mengindikasikan adanya
kandungan sianida yang tinggi
Gambar 4 Hasil Penanaman Ubi Singkong Selama Kurang Lebih Satu Tahun
12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 KESIMPULAN
1. Program food estate di kembangkan di Kalimantan Tengah dikarenakan
potensi lahan yang luas, pengembangan wilayah terdepan, program
prioritas, mengatasi ketimpangan regional dan pertimbangan
lingkungan.
2. Faktor penyebab ketidakberhasilan program estate.
a. Gagalnya Hasil Panen
b. Anggaran Pemerintah
c. Perencanaan yang Buruk
d. Kurangnya Partisipasi Masyarakat
e. Perubahan Iklim
f. Manajemen yang Buruk
g. Deforestasi
3. Dampak yang ditimbulkan dari ketidakberhasilan program food estate.
a. Aspek lingkungan
b. Aspek sosial, ekonomi dan budaya
3.2 SARAN
1. Evaluasi Mendalam
Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek
Food Estate tersebut. Identifikasi penyebab kegagalan dan pelajari
pelajaran berharga dari kesalahan yang terjadi.
2. Keterlibatan Pihak Terkait
Dalam proses evaluasi dan perencanaan kembali, pemerintah harus
melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk ahli pertanian, petani lokal,
dan masyarakat setempat. Pendekatan kolaboratif akan membantu
dalam merancang solusi yang lebih berkelanjutan.
13
3. Perbaikan Infrastruktur
Pastikan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung pertanian,
seperti irigasi, akses jalan, dan sarana penyimpanan dan distribusi,
tersedia dan berfungsi dengan baik.
4. Diversifikasi Tanaman
Daripada hanya fokus pada satu jenis tanaman atau komoditas,
pertimbangkan untuk diversifikasi jenis tanaman yang ditanam di Food
Estate. Ini akan membantu mengurangi risiko kegagalan akibat faktor
eksternal seperti perubahan iklim atau penyakit tanaman.
5. Pendidikan dan Pelatihan
Berikan pelatihan dan pendidikan kepada petani lokal tentang praktik
pertanian yang efektif dan berkelanjutan. Hal ini akan membantu
meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan proyek pertanian.
6. Pengelolaan Risiko
Bangun strategi pengelolaan risiko yang kuat untuk menghadapi
tantangan yang mungkin muncul di masa depan, seperti fluktuasi harga
komoditas, perubahan iklim, atau serangan hama.
7. Transparansi dan Akuntabilitas
Pastikan ada transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek
Food Estate ini. Publik harus diberikan informasi yang jelas tentang
perkembangan proyek serta penggunaan dana publik.
8. Pendekatan Berkelanjutan
Rencanakan proyek Food Estate dengan pendekatan yang
berkelanjutan, memperhatikan aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial.
Pertimbangkan dampak jangka panjang dari kegiatan pertanian terhadap
lingkungan dan masyarakat setempat.
9. Pengembangan Pasar
Pastikan terdapat pasar yang cukup untuk hasil pertanian yang
dihasilkan dari Food Estate. Dukung pengembangan pasar lokal
14
maupun ekspor untuk meningkatkan pendapatan petani dan
keberlanjutan proyek.
15
DAFTAR PUSTAKA
Bisnis. 2021. Pengembangan Food Estate di Kapuas dan Pulang Pisau dilakukan
Bertahap. https://ekonomi.bisnis.com/. Diakses 26 Februari 2024
Kompas. 2021. Kementan Klaim Food Estate dibuat Sesuai Kajian dan Tepat
Sasaran. https://amp.kompas.com/. Diakses 27 Februari 2024
Mata Kalteng. 2021. Program Food Estate Berikan Banyak Dampak Positif Bagi
16
Masyarakat. https://www.matakalteng.com/. Diakses 27 Februari 2024
Nuryantono, N. 2021. Infrastruktur dan Food Estate: Dua sisi mata uang yang
tidak terpisahkan. Bulletin Sinergi Badan Pengembangan Infrastruktur
Wilayah (BPIW) 53:14-16
Pantau Gambut. 2021. Food Estate Kalimantan Tengah Kebijakan Instan Sarat
Kontroversi. https://foodestate.pantaugambut.id/. Diakses 27 Februari 2024
Tempo. 2021. Food Estate Program Ketahanan Pangan yang Sukses di Masa
Pandemi. https://nasional.tempo.co/. Diakses 27 Februari 2024
Yestati, A., dan R.S. Noor. 2021. Food Estate dan Perlindungan terhadap Hak hak
masyarakatdi Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Hukum. 7(1):52-73
17