Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

UPAYA PENANGANAN MODERNISASI DALAM PROYEK PEMBANGUNAN

FOOD ESTATE

Disusun Oleh :

Dr. Hastangka, M. Phill

Disusun Oleh :

Putra Arafah Subhani

03.06.22.0268

KEMENTERIAN PERTANIAN

POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN

YOGYAKARTA MAGELANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

Food estate adalah program pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan produksi
pertanian dan mempromosikan ketahanan pangan dengan mengembangkan proyek pertanian berskala
besar di berbagai daerah di Indonesia. Program ini telah menjadi topik yang kontroversial karena
dituduh menyebabkan deforestasi dan kerusakan lingkungan serta mengabaikan hak-hak masyarakat
adat yang kehilangan tanah mereka karena proyek. Pemerintah dan pendukung program ini
menganggap bahwa food estate dapat meningkatkan ekonomi daerah, memperkuat kemandirian
pangan nasional, dan memberikan akses yang lebih baik terhadap hasil pertanian bagi masyarakat di
seluruh Indonesia.

Pengembangan food estate adalah program pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan
produksi pertanian dan mempromosikan ketahanan pangan, mengembangkan proyek pertanian
berskala besar di berbagai daerah di Indonesia. Sejumlah proyek food estate telah dibangun di
berbagai wilayah di Indonesia, seperti di Kalimantan Tengah dan Sumatera, dan pengembangan ini
masih terus berlanjut. Proyek-proyek tersebut meliputi teknik modernisasi pertanian, seperti
penggunaan teknologi modern, pengembangan infrastruktur dan sarana pendukung, serta perhatian
terhadap dampak sosial dan lingkungan dari proyek tersebut. Program ini menjadi topik kontroversial
karena dituduh menyebabkan berbagai dampak negatif, pengembangan food estate tetap dilakukan
sebagai salah satu langkah untuk memperkuat ekonomi daerah, meningkatkan kemandirian pangan
nasional, dan memberikan akses yang lebih baik terhadap hasil pertanian bagi masyarakat di seluruh
Indonesia.

Dampak Sosial dan Ekonomi dalam Pengembangan food estate dapat berdampak pada masyarakat
lokal, terutama terkait mengenai hak atas tanah, pekerjaan, dan pemenuhan kebutuhan hidup. Perlu
dilibatkan partisipasi masyarakat setempat dalam perencanaan dan implementasi proyek, serta
memastikan adanya manfaat ekonomi yang adil dan berkelanjutan bagi masyarakat setempat.
I. Rumusan Masalah
1. Apa dampak dari kegagalan food estate?
2. Bagaimana dampak dalam pelaksanaan food estate bagi sosial

II. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana pencegahan dari kegagalan program food estate
2. Mengetahui pengaruh sosial pada pelaksanaan program food estate
BAB II

PEMBAHASAN

Food Estate dan Ancaman Hilangnya Sumber Pangan bagi Penduduk Lokal. Bagian ini akan
menggambarkan bagaimana integrasi antara transmigrasi dan ekstensifikasi pertanian skala besar
dalam proyek food estate di Bulungan dan Merauke telah berdampak pada kerawanan pangan yang
dihadapi penduduk lokal. Program yang dilakukan untuk meningkatkan pasokan pangan nasional
realitasnya telah meminggirkan sumber-sumber pangan penduduk lokal yang berdampak pada
ancaman peri kehidupannya. Proses perampasan lahan, rekayasa teknologi dan peminggiran
pengetahuan lokal akibat proyek food estate menyebabkan sumber pangan penduduk setempat
menjadi semakin dikorbankan. Perpaduan antara transmigrasi dengan produksi pangan pada dasarnya
sudah menjadi bagian dari skema pertanian intensif yang telah mendapatkan kritik tajam. Patrice
Levang (2003) salah satu pengkritiknya dalam bukunya yang berjudul “Ayo ke Tanah Sabrang:
Transmigrasi di Indonesia” mempertanyakan paradigma yang mendasari program transmigrasi sejak
lama. Menurut Levang (2003) pertumbuhan penduduk di pulau Jawa berakibat pada semakin
terpecahnya lahan dan menambah jumlah petani tanpa lahan, atau dapat dikatakan jika kelebihan
penduduk merupakan kesengsaraan. Di sisi lain, terdapat pulau-pulau selain Jawa yang dihuni oleh
penduduk asli dengan jumlahnya yang sedikit–penduduk yang sedikit dan cara bercocok tanam yang
oleh pemerintah anggap kuno itulah, yang diasumsikan bahwa kekurangan penduduk berarti belum
maju (Levang 2003). Berlatar dua masalah itu, pemerintah menganggap perlu merumuskan kebijakan
sosial dan kebijakan nasional yang kemudian membuahkan transmigrasi. Pemerintah memberikan
akses dan berbagai fasilitas termasuk di dalamnya pemberian tanah pertanian dalam skala ribuan
hektar, seperti yang terjadi di Merauke dalam proyek MIFEE. Bahkan, pemerintah tidak terlalu peduli
mengenai status hutan yang dialihkan menjadi peruntukan pertanian yang diberikan kepada berbagai
korporasi besar. Proyek food estate sama sekali tidak menjadi upaya redistribusi lahan bagi petani
gurem maupun buruh tani yang lebih membutuhkan akses lahan secara memadai. Korporasi besar
sebaliknya mendapatkan kontrol yang kuat atas tanah pertanian yang telah diberikan dalam proyek
food estate, sedangkan rumah tangga tani yang dikirim semata menjadi pekerja bagi proses
kapitalisasi yang berlangsung (Yayasan Bina Desa 2013).

Upaya penanganan modernisasi dalam proyek pembangunan food estate di Indonesia mencakup
beberapa hal, seperti penggunaan teknologi modern untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi
pertanian, pengembangan infrastruktur dan sarana pendukung seperti jalan, irigasi, dan transportasi,
serta perhatian terhadap aspek sosial dan lingkungan dalam pembangunan food estate. Selain itu,
penting juga untuk melibatkan masyarakat dan petani setempat dalam proses pembangunan, sehingga
mereka dapat merasakan manfaat dan memiliki akses yang adil terhadap produksi pertanian di daerah
tersebut. Namun, perlu diingat bahwa modernisasi tidak harus dilakukan seperti merugikan
masyarakat, dan upaya penanganan dampak sosial dan lingkungan harus diperhatikan secara serius
dan transparan oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait.

Program food estate di Indonesia memiliki dampak yang kontroversial terhadap masyarakat, terutama
bagi masyarakat adat yang sering kehilangan tanah mereka karena pembukaan lahan pertanian
berskala besar. Selain itu, program ini juga dicurigai dapat menyebabkan konflik sosial yang lebih
tinggi di daerah-daerah yang terkena dampaknya. Namun, pendukung program mempertahankan
bahwa food estate bisa membantu memperkuat kemandirian pangan nasional dan mendorong
pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah tersebut, terdapat kekhawatiran akan dampak jangka
panjangnya terhadap lingkungan, terutama terkait pengurangan lahan gambut yang mengancam
keberlanjutan area tersebut.

Kendala dalam program food estate di Indonesia antara lain adalah masalah sosial seperti konflik
terhadap masyarakat adat, pengelolaan lahan gambut yang rentan terhadap kebakaran dan degradasi
lingkungan, infrastruktur yang kurang memadai seperti irigasi dan jalan, masalah keuangan dan
ketersediaan modal bagi petani, serta masalah administrasi dan sertifikasi lahan yang masih belum
selesai dilakukan. Masalah-masalah ini menjadi hambatan bagi pengembangan dan keberhasilan
program food estate, dan pemerintah perlu mengatasi hal-hal tersebut secara serius dan responsif agar
program ini bisa memberikan manfaat yang lebih optimal bagi masyarakat dan perekonomian
nasional.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kondisi modernisasi tanpa pembangunan tercermin dalam upaya integrasi transmigrasi dan produksi
pangan dalam proyek food estate di Bulungan, Kalimantan Utara dan Merauke, Papua. Proses
mekanisasi dan ekstensifikasi pertanian yang dilakukan oleh korporasi dan difasilitasi negara ternyata
hanya memanfaatkan para petani transmigran untuk menjadi tenaga kerja dalam proyek food estate.
Serangkaian pemanfaatan teknologi berupaya dilakukan untuk menggenjot produksi pangan dalam
proyek food estate realitasnya justru memunculkan kerawanan pangan yang harus diderita petani
transmigran dan penduduk lokal.

B. Saran
1. Melibatkan komunitas lokal dalam proses perencanaan dan implementasi program tersebut.
2. Memberikan kompensasi yang memadai dan solusi alternatif bagi masyarakat yang terkena
dampak negatif dari program tersebut, seperti pemindahan tempat tinggal atau pekerjaan.
3. Menerapkan program pemberdayaan yang berkelanjutan untuk mendorong partisipasi
masyarakat dalam program tersebut dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka.
4. Memperhatikan aspek lingkungan dan melakukan pemantauan rutin untuk mencegah
kerusakan lingkungan.
5. Melakukan penilaian dampak sosial sebelum dan selama program berlangsung untuk
mengukur efektivitas program dan memperbaiki kekurangan agar program dapat berjalan
sesuai rencana
DAFTAR PUSTAKA

Anindita, R., & Romadhon, R. (2020). Konflik Agraria dalam Implementasi Program Food Estate di
Kabupaten Boven Digoel Provinsi Papua. Jurnal Geografi, 1(2), 73-85.

Arizona, Y 2014, Konstitusionalisme Agraria, STPN Press, Yogyakarta

Down To Earth 2011, Tanah Papua: perjuangan yang berlanjut untuk tanah dan penghidupan.
Greenside Farmhouse, Hallbankgate, Cumbria CA82PX, England.

Anda mungkin juga menyukai