Anda di halaman 1dari 3

Mirza Aini M

202010050311035

Negara dan Masyarakat Sipil

Opini / Program Food Estate di Kalimantan Tengah

Food estate merupakan pengembangan pangan skala besar yang dilakukan secara
terpadu, meliputi pertanian, perkebunan, dan peternakan di suatu wilayah (Santosa, 2015).
Food Estate program pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan nasional. Selain itu,
program tersebut merupakan bagian dari Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. Untuk
mengembangkan bidang pangan, program ini membutuhkan sinergi antara sumber daya
manusia yang berkualitas, teknologi hijau yang tepat guna dan kelembagaan yang kuat. Oleh
karena itu, program ini dikelola oleh beberapa kementerian yang berbeda yaitu Kementerian
Pertahanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, Kementerian Pertanian, Kementerian Pembangunan Desa, Kementerian Pertanian dan
Perencanaan Wilayah . dan Kementerian BUMN. Kantin tersebut dibangun di lahan
pengembangan atau bekas lahan gambut Provinsi Kalimantan Tengah di Kabupaten Pulang
dan Kapuas dengan luas total 165.000 ha. Lahan tersebut digunakan untuk bahan makanan,
komoditas hortikultura, tanaman, ternak dan perikanan. Beras, jagung, cabai, singkong,
kelapa, bawang merah, jeruk dan komoditas lainnya ditanam untuk makanan.(Sianipar & G
Tangkudung, 2021)

Pertanian pangan yang dikembangkan ini mengintegrasikan pertanian dengan sektor


pendukung lainnya seperti peternakan, perikanan atau bahkan perdagangan dan jasa.
Program tersebut bertujuan untuk ikut mensukseskan program ini dengan memberdayakan
kelompok masyarakat desa dan BUMDesa dalam mengembangkan sektor pertanian. Program
kantin harus didukung oleh kemauan masyarakat desa. Minimal masyarakat memahami sistem
dasar produksi, distribusi dan kebiasaan konsumsi untuk menciptakan lingkungan usaha
pertanian yang berkelanjutan. Program kantin selalu menjadi andalan pemerintah dalam isu
ketahanan pangan (Setiawan, 2021). Meski tak pernah berhasil, program sentralisasi pangan
kembali dihidupkan pada masa kepresidenan Jokowi dengan kedok mencari solusi krisis
pangan yang membayangi. Namun, program ini dapat mengabaikan kesejahteraan
masyarakat, khususnya petani, dan mengancam kelangsungan hutan alam Indonesia.proyek
ini masih menjadi pro dan kontra, melihat sejarah Panjang yang belum juga menuai
keberhasilan, dilanjutkann proyek ini menjadi pertayaan. Belum lagi pemanfaatan besar untuk
keseimbangan iklim bumi.

Sebagai masyarakat yang tergabung sebagai aktivis lingkungan hidup mengatakan


bahwa proyek ini atau food estate yang menelan dana miliayaran rupian dari APBN ini gagal.
Seperti halnya tanaman yang akan ditanami ini salah satunya singkong yang rencana awal
menjadi lumbung pangan iru tidak sesuai dengan harapan dan juga menurut salah satu petani
menganggap dalam program ini para petani kurang diberikan atau sosialisasi mengenai
bagaiman proses kinerja terbaru dari pemograman proyek lumbung pangan. Selain
pengeluaran dana yang terbilang terbuang yang tidak membuahkan hasil ratusan hektar lahan
sekitar menjadi tandus, hutan pun gundul diakibatkan tidak meratanya proyek dari lumbung
pangan yang dinilai merusak ekosistem dan memperburuk iklim.
Melihat kondisi sebelumnya program yang sama tentang penguatan ketahanan pangan
di Kalimantan ini akan memberikan dampak terhadapt lingkungan karena hampir 90%
wilayahnya berupa hutan alami yang menimbulkan beberapa kontroversi.terkait program ini
berdampak pada ekologis dimana proyek food estate ini berpotensi mengancam Kawasan
gambut, dikarenakan jenis tanah ini tidak mudah untuk ditanami segala jenis tanaman, kerap
sebagai lahan tidur dan kurng berguna.(Natalia, 2021) Alasannya kesuburan yang rendah, Ph
derajat keasman yang masam dan kondisinya yang tergenang hal itu bisa mengamcam pada
proyek berakhir bencana berkelanjutan, menjadikan tanah itu mudah terjadinya kebakaran
dan menjadi sumber bencana asap dan juga Sebagian besar penggunaan lahan eks PLG di
Kalimantan Tengah tidak produktif dan mengandung racun sulfida. Kekhawatiran akan
seringnya terjadi kebakaran hutan dengan latar belakang yang berbeda-beda, seperti
pemilihan metode penebangan yang lebih murah yang cenderung merusak lingkungan, atau
perubahan unsur tanah melalui konversi lahan, yang tanpa landasan ilmiah tidak dapat
berfungsi secara memadai sebagai pengatur suplai air. Tentu saja ada kekhawatiran bahwa
potensi risiko kebakaran hutan akan membawa kerugian yang berdampak pada kesehatan
masyarakat sekitar. selain itu, tentunya berdampak pada meningkatnya emisi karbondioksida
ke alam. Jaminan harus diberikan kepada pemerintah terhadap risiko kerusakan lingkungan
secara bertahap yang menimpa masyarakat sekitar, misalnya ketika kebakaran hutan
menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat. Hal ini dilatarbelakangi oleh pentingnya
penerapan kesehatan di masyarakat. Kesehatan masyarakat yang tinggi kemudian dapat
mendongkrak produktivitas masyarakat dan pada akhirnya mempengaruhi perekonomian
negara yang berpotensi untuk tumbuh lebih kuat.

Dalam perkembangan berkelanjutan adalah konsep waktu dan tempat tertentu. Dalam
jangka panjang, penekanan yang sama ditempatkan pada pembangunan kelembagaan
ekonomi, ekologi dan sosial di tingkat nasional, regional dan lokal. Program pertanian pangan
sangat penting untuk meningkatkan ketahanan pangan berdaulat Indonesia. Namun,
tampaknya pemerintah tidak serius dalam merencanakan dan mengelola program ini. Hal ini
dibuktikan dengan tidak banyak terobosan baru yang dilakukan pemerintah selain
memperluas jaringan irigasi air dan merehabilitasi negara. Menjaga kelestarian lingkungan
membutuhkan program operasional dan teknologi ekologis(Istikowati et al., 2022). Untuk
meminimalisasi konflik dengan masyarakat, pemerintah dapat menerapkan mekanisme
jumlah pegawai baru yang tidak terlalu banyak atau bertahap, serta memastikan konsultan
dan pegawai memiliki keahlian yang sesuai. Negara bagian bermitra dengan universitas lokal
untuk mengembangkan teknologi dan memberdayakan masyarakat lokal dengan bekerja
bersama studi mereka untuk memastikan mereka memenuhi persyaratan untuk berpartisipasi
dalam program ini. Pemberdayaan penduduk lokal juga dapat diberdayakan dengan
keterampilan wirausaha sehingga dapat menggerakkan ekonomi lokal berbasis pertanian.
Selain itu, pemerintah dapat bekerja sama dengan swasta, kementerian terkait, dan
masyarakat dengan membentuk kemitraan lokal dan komunitas pertanian di bawah program
reforma agraria. Menjamin penggunaan varietas unggul dan mengembangkan jaringan irigasi
yang baik dan berkelanjutan. Untuk mengembangkan dan melanjutkan program ini,
pemerintah harus menyiapkan model dan sistem logistik pangan dan teknologi rantai pangan,
sehingga hasil produksi pangan dapat dinikmati secara nasional.
Referensi

Istikowati, W. T., Sutiya, B., Kissinger, K., Hafizianor, H., Muhayah, R., & Sunardi, S. (2022).
Sosialisasi Manfaat Sekat Kanal di Lahan Eks Pengembangan Lahan Gambut di Provinsi
Kalimantan Tengah. Abdimas Mandalika, 1(2), 88.
https://doi.org/10.31764/am.v1i2.7362
Natalia, M. (2021). Pakar-Pakar IPB Blejeti Dampak Buruk Program Food Estate.
Santosa, E. (2015). Percepatan Pengembangan Food Estate Untuk Meningkatkan Ketahanan
Dan Kemandirian Pangan Nasional. RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN
LINGKUNGAN: Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian Dan Lingkungan, 1(2), 80.
https://doi.org/10.20957/jkebijakan.v1i2.10290
Setiawan, F. (2021). Apa Itu Food Estate.
https://dppp.bangkaselatankab.go.id/post/detail/1110-apa-itu-food-estate
Sianipar, B., & G Tangkudung, A. (2021). Tinjauan Ekonomi, Politik dan Keamanan
Terhadap Pengembangan Food Estate di Kalimantan Tengah Sebagai Alternatif
Menjaga Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi Covid-19/ Economic, Political and
Security Overview of Food Estate Development in Central Kalimanta. Jurnal Keamanan
Nasional, 6(2), 235–248.

Anda mungkin juga menyukai