Anda di halaman 1dari 3

Metode Seleksi Atribut Non-kognitif eJKI Vol. 11, No.

3, Desember 2023

Editorial

Urgensi Pemanfaatan Metode Seleksi Atribut Non-Kognitif Dalam Sistem Seleksi


Calon Mahasiswa Kedokteran Tahap Undergraduate
Diantha Soemantri

Departemen Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Penulis korespondensi: diantha.soemantri@ui.ac.id


Disetujui: 5 Desember 2023
https://doi.org/10.23886/ejki.11.631.199

Kompetensi dokter tidak hanya terdiri atas Selection centers (SC) adalah metode seleksi
domain kognitif dan keterampilan, namun juga menggunakan kondisi simulasi untuk menilai
mencakup domain sikap (afektif). Seorang dokter kemampuan atau sikap calon mahasiswa. Pada
dapat dikatakan dokter profesional jika memiliki SC, calon mahasiswa akan dihadapkan pada
profesionalisme yang mumpuni, serta keterampilan situasi tertentu misalnya interaksi dengan pasien
dan pengetahuan medis yang adekuat. Kesadaran simulasi atau pemain peran lainnya, interaksi
akan pentingnya aspek profesionalisme calon dalam kelompok diskusi atau penugasan tertulis
dokter terwujud dengan dilaksanakannya berbagai tertentu. Pada setiap situasi, calon mahasiswa
program pembelajaran profesionalisme dalam harus menampilkan performa/kinerja tertentu
pendidikan dokter.1 Meskipun demikian, kesadaran yang akan dinilai oleh seorang atau lebih penguji.
tersebut belum sepenuhnya diterjemahkan Metode SC umumnya digunakan pada sistem
dalam bentuk proses seleksi calon mahasiswa seleksi residensi, salah satunya pada proses
kedokteran yang mempertimbangkan aspek sikap seleksi masuk program studi spesialis general
atau atribut non-kognitif yang merupakan bekal practice di Inggris.7 Dalam proses seleksi tersebut,
profesionalisme calon dokter. Sistem seleksi saat ini SC digunakan untuk menilai empati, komunikasi,
sangat menitikberatkan aspek kognitif khususnya integritas, kemampuan pemecahan masalah dan
tes potensi akademik maupun pencapaian hasil menghadapi tekanan (coping with pressure).
pembelajaran pada tahap pendidikan sebelumnya,2 Wawancara calon mahasiswa kedokteran
termasuk di Indonesia.3 dapat dilakukan dalam dua bentuk. Pertama adalah
Berdasarkan penelitian Papadakis et al4 wawancara tradisional dengan bentuk yang lebih
terlihat bahwa aspek profesionalisme perlu konvensional yaitu satu orang calon diwawancara
diperhatikan sedini mungkin karena pelanggaran oleh beberapa anggota tim pewawancara mengenai
aspek profesionalisme pada masa pendidikan berbagai aspek sekaligus. Pada wawancara
berhubungan erat dengan potensi pelanggaran tersebut biasanya tanya jawab bersifat fleksibel
etika dan profesionalisme saat praktik kedokteran dan dapat meluas ke berbagai aspek sehingga
nantinya. Data di Indonesia memperlihatkan tidak terstandar antara satu pewawancara dengan
bahwa profesionalisme menjadi penyebab utama pewawancara lainnya. Bentuk lain adalah yang
malpraktik dalam pelayanan pasien.5 Dengan lebih terstandar yaitu multiple mini interview
demikian, kebutuhan untuk menyeleksi calon (MMI).8 Pada MMI, terdapat sejumlah station dan
mahasiswa kedokteran berdasarkan atribut non- calon mahasiswa berkeliling ke setiap station. Di
kognitif semakin dirasakan untuk memperoleh dalam setiap station, terdapat pertanyaan yang
mahasiswa kedokteran berpotensi besar untuk harus dijawab oleh calon mahasiswa atau skenario
menjadi dokter yang kompeten, pada seluruh yang harus dilakukan. Terdapat seorang penguji di
domain kompetensi. Menurut Patterson2 metode setiap station yang menilai performa/respons atau
seleksi yang cukup valid, adil dan reliabel untuk jawaban calon menggunakan borang penilaian
menilai calon mahasiswa berdasarkan atribut non- yang terstandar. Wawancara dalam MMI sangat
kognitif adalah wawancara terstruktur/multiple mini terstruktur dan lebih objektif karena terdapat
interview, situational judgment test dan selection skenario, pertanyaan pemicu (termasuk probing
centers. questions, jika diperlukan) serta rubrik penilaian.

199
Diantha Soemantri eJKI Vol. 11, No. 3, Desember 2023

Sebuah MMI dapat terdiri atas 10-12 station lebih berupa kondisi sehari-hari atau situasi proses
masing-masing dengan durasi 8 menit. Aspek yang pembelajaran di fakultas kedokteran. Contoh
dinilai beragam antara lain komunikasi, kolaborasi, skenario adalah jika teman sesama mahasiswa
dan ethical decision making.9 anggota kelompok tidak dapat belajar karena
Baik SC maupun MMI dapat menilai aspek non- tidak memiliki dana untuk membeli laptop, apakah
kognitif termasuk profesionalisme yang diharapkan pilihan aksi yang menurut calon mahasiswa paling
dari calon mahasiswa kedokteran, namun secara sesuai (membelikan laptop? melaporkan kondisi itu
logistik pelaksanaan kedua metode itu cukup ke tutor? Atau tidak memberi tugas kepada teman
menantang terutama jika jumlah calon mahasiswa tersebut?).11
sangat banyak. Kekuatan kedua metode tersebut Melalui SJT dapat diketahui apa yang menurut
adalah penguji bertemu langsung dengan calon calon mahasiswa sebagai respons paling sesuai
mahasiswa dan menggali respons lebih jauh jika atau apa yang akan calon lakukan jika nantinya
dirasa perlu untuk memastikan kesesuaian sikap dihadapkan pada situasi serupa di dunia nyata.
dan persepsi calon mahasiswa terhadap nilai-nilai Apakah calon sungguh-sungguh akan melakukan
yang dianut oleh profesi dokter. Oleh karena itu, opsi yang dia pilih tersebut tidak dapat diketahui.
perlu dipertimbangkan penggunaan metode seleksi Namun, terdapat dua teori yang melandasi
atribut non-kognitif lain yang lebih mampu laksana, penggunaan SJT sebagai metode seleksi, yaitu
namun tetap memiliki validitas prediktif yang baik. behavioural consistency theory dan implicit trait
Salah satu metode yang saat ini banyak digunakan policies (ITPs). Menurut behavioural consistency
untuk menyeleksi calon mahasiswa berdasarkan theory, perilaku pada masa mendatang dapat
atribut non-kognitif adalah situational judgment test diprediksi oleh perilaku saat ini, sedangkan menurut
(SJT). teori ITPs, setiap individu memiliki keyakinan
SJT adalah metode tertulis untuk menilai berbeda terhadap efektivitas suatu perilaku dan
respons atau reaksi calon mahasiswa terhadap keyakinan itu bersumber dari trait yang melekat
kondisi hipotetis yang relevan dengan dunia kerja pada diri individu.6 Dengan kata lain, pilihan jawaban
nantinya. Respons atau reaksi berhubungan dengan individu terhadap soal SJT akan berkesesuaian
atribut non-kognitif atau sikap/afektif tertentu yang dengan trait yang dimiliki individu tersebut. Hal
dimiliki calon mahasiswa, bukan pengetahuan tersebut terbukti pada studi yang memperlihatkan
medis atau kedokteran. Dalam SJT, umumnya validitas prediktif SJT yang cukup baik khususnya
calon dihadapkan pada skenario dengan sejumlah jika dihubungkan dengan kemampuan atau
pilihan jawaban. Selanjutnya, calon harus memilih performa mahasiswa pada tahap praktik klinik
opsi yang dianggap paling tepat untuk skenario (clinical clerkship) di program pendidikan dokter.
tersebut. Pemilihan opsi tertentu sebagai jawaban Hasil SJT seorang calon mahasiswa dapat
seharusnya didasarkan pada pertimbangan aspek memprediksi profesionalisme mahasiswa tersebut
non-kognitif atau profesionalisme terkait. Sebagai saat berada pada tahap pendidikan di klinik.12-14
contoh, pada skenario SJT untuk calon peserta Mengingat suatu metode seleksi terutama dinilai
pendidikan dokter spesialis (residen) diperlihatkan berdasarkan validitas prediktif, maka SJT memiliki
secara eksplisit bahwa terdapat peresepan dosis kemampuan cukup baik sebagai metode seleksi
obat yang salah oleh dokter konsultan. Maka, peserta didik bidang kedokteran.
opsi berisi pilihan aksi yang dapat dilakukan Penggunaan SJT di Indonesia masih terbatas
dan calon residen memilih aksi yang paling namun penelitian Soemantri et al11 memperlihatkan
sesuai atau mengurutkan opsi berdasarkan potensi SJT sebagai salah satu metode seleksi calon
tingkat kesesuaian (misalnya menelpon dokter mahasiswa berdasarkan atribut non-kognitif. Uji
konsultan? mengkoreksi langsung dosis obat? coba SJT yang dilakukan pada penelitian tersebut
mengkonsultasikan dengan dokter konsultan menilai atribut profesionalisme, komunikasi efektif
jaga? dll). Berdasarkan contoh sederhana di atas dan sikap mawas diri calon mahasiswa kedokteran.
dapat dilihat bahwa atribut yang diperlukan untuk Hasil penelitian memperlihatkan reliabilitas skor SJT
menjawab soal SJT bukanlah pengetahuan medis cukup tinggi dengan nilai cronbach alfa 0,8–0,81.
mengenai dosis obat, namun atribut non-kognitif Selain itu tidak ada perbedaan skor yang signifikan
dalam menghadapi dan menyikapi kesalahan secara statistik antara berbagai kelompok responden
orang lain.6 Jika SJT digunakan untuk menyeleksi berdasarkan variasi jenis kelamin, latar belakang
calon mahasiswa kedokteran maka skenario yang pendidikan dan etnis. Dengan demikian SJT
digunakan tidak terkait dengan kondisi klinis, tetapi merupakan metode seleksi yang memiliki dampak

200
Metode Seleksi Atribut Non-kognitif eJKI Vol. 11, No. 3, Desember 2023

positif terhadap inklusivitas populasi mahasiswa 3. Soemantri D, Karunathilake I, Yang JH, Chang SC,
kedokteran karena tidak ‘menguntungkan’ satu Lin CH, Nadarajah VD, et al. Admission policies and
kelompok calon mahasiswa tertentu. Sebagai methods at crossroads: a review of medical school
metode seleksi tertulis, SJT memiliki keuntungan admission policies and methods in seven Asian
countries. Korean J Med Educ. 2020;32:243-56. doi:
dalam kemudahan logistik dan administrasi ujian.
10.3946/kjme.2020.169
Administrasi SJT dapat dibarengi dengan ujian
4. Papadakis MA, Hodgson CS, Teherani A, Kohatsu ND.
tertulis lain misalnya tes potensi akademik atau tes Unprofessional behavior in medical school is associated
pengetahuan spesifik, sehingga merupakan metode with subsequent disciplinary action by a state medical
seleksi yang dapat digunakan pada jumlah calon board. Journal of Medical Regulation, 2004;90:16-23.
mahasiswa yang besar. 5. Harmono H. Memahami dan mengurai penyebab
Pada kenyataannya sistem seleksi di Indonesia medical malpractice. Syntax Literate. 2017;2:49–65.
saat ini untuk calon mahasiswa kedokteran 6. Patterson F, Driver R. Situational judgement tests
belum cukup mempertimbangkan atribut non- (SJTs). In: Patterson F, Zibarras L, editors. Selection
kognitif. Sistem seleksi masih didominasi oleh and recruitment in the healthcare professions, Cham:
tes kemampuan akademik (kognitif) sedangkan Springer Nature Switzerland; 2018.p.79-112.
7. Lievens F, Patterson F. The validity and incremental
kualitas dokter sangat dipengaruhi oleh atribut
validity of knowledge tests, low-fidelity simulations, and
non-kognitif. Selain itu, terbukti bahwa atribut
high-fidelity simulations for predicting job performance
non-kognitif yang dikembangkan dan dimiliki in advanced-level high-stakes selection. Journal of
selama masa pendidikan, akan menjadi modal Applied Psychology. 2011;96:927–40. doi: 10.1037/
penting untuk praktik kedokteran nantinya. Dengan a0023496
demikian, institusi pendidikan kedokteran perlu 8. Eva KW, Rosenfeld J, Reiter HI, Norman GR. An
mulai mempertimbangkan metode seleksi atribut admissions OSCE: the multiple mini-interview.
non-kognitif. SJT dapat menjadi alternatif karena Med Educ. 2004;38:314–26. doi: 10.1046/j.1365-
mudah dilakukan pada jumlah calon mahasiswa 2923.2004.01776.x
yang besar dan berbagai penelitian telah 9. Eva KW, Reiter HI, Trinh K, Wasi P, Rosenfeld J, Norman
membuktikan validitas prediktif SJT. Penerapan GR. Predictive validity of the multiple mini-interview for
SJT sebagai metode seleksi atribut non-kognitif selecting medical trainees. Med Educ. 2009;43:767–
75. doi: 10.1111/j.1365-2923.2009.03407.x
di Indonesia dapat dimulai dengan melakukan
10. Knorr M, Hissbach J, Hampe W. Interviews, multiple
sosialisasi yang lebih intensif mengenai manfaat
mini-interviews, and selection centers. In: Patterson
SJT. Peningkatan kapasitas staf pengajar dalam F, Zibarras L, editors. Selection and recruitment in
membuat soal SJT juga perlu menjadi bagian dari the healthcare professions. Cham: Springer Nature
program faculty development institusi pendidikan Switzerland. 2018;113-38. doi: 10.1007/978-3-319-
dokter. Sistem seleksi calon mahasiswa kedokteran 94971-0_5
yang komprehensif, meliputi atribut kognitif dan non- 11. Soemantri D, Findyartini A, Yolanda S, Morley E,
kognitif diharapkan dapat menghasilkan populasi Patterson F. Evaluation of situational judgment tests
mahasiswa kedokteran yang dapat menyelesaikan in student selection in Indonesia and the impact on
pendidikan dengan baik serta menjadi dokter diversity issues. BMC Med Educ. 2022;22;239. doi:
kompeten dan profesional. 10.1186/s12909-022-03247-4
12. Ferguson E, Semper H, Yates J, Fitzgerald JE, Skatova
Daftar Pustaka A, James D. The‘‘dark side’’ and ‘‘bright side’’ of
1. Ong YT, Kow CS, Teo YH, Tan LHE, Abdurrahman personality: when too much conscientiousness and
ABHM, Quek NWS, et al. Nurturing professionalism in too little anxiety are detrimental with respect to the
medical schools. A systematic scoping review of training acquisition of medical knowledge and skill. PLoS One.
curricula between 1990–2019. Med Teach. 2020;42;636- 2014;9:e88606. doi: 10.1371/journal.pone.0088606
49. doi: 10.1080/0142159X.2020.1724921 13. McDaniel MA, Hartman NS, Whetzel D, Grubb III
2. Patterson F. Designing and evaluating selection and WL. Situational judgment tests, response instructions,
recruitment in healthcare. In: Patterson F, Zibarras L, and validity: a meta-analysis. Personnel Psychology.
editors. Selection and recruitment in the healthcare 2007;60:63–91. doi: 10.1111/j.1744-6570.2007.00065.x
professions. Cham: Springer Nature Switzerland; 14. Lievens F, Peeters H, Schollaert E. Situational judgment
2018.p. 1-26. doi: 10.1007/978-3-319-94971-0_1 tests: a review of recent research. Personnel Review.
2008;37:426–41. doi: 10.1108/00483480810877598

201

Anda mungkin juga menyukai