Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGGUNAAN DATA DALAM LAYANAN BK DI SEKOLAH

Disusun Oleh:
Fauzan Anwar Sandiah
NIM. 1420411102

Abdul Latif, Sos.I


NIM. 1420411176

Pengampu :
Dr. Edi Purwanta, M.Pd.

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2015
A. Latar Belakang
Penggunaan data dalam layanan BK merupakan tahapan penting.
Penggunaan data berkaitan erat dengan dua hal dalam layanan BK. Pertama
berkaitan dengan pengolahan dan pemanfaatan hasil assesmen terhadap
konseli melalui proses instrumentasi. Kedua, berkaitan dengan upaya
memaksimalkan proses layanan BK.
Penggunaan data menentukan bagaimana cara konselor untuk
bertindak terhadap konseli. Perkembangan teknologi dan media sosial
memberikan andil yang positif terhadap proses-proses penggunaan data
dalam layanan BK. Ketersediaan dan kemampuan setiap orang untuk
mengakses informasi juga harus menjadi perhatian konselor terkait dengan
problem etis pemanfaatan data. Selama ini, selain hasil intrumentasi,
pamflet, dan selebaran yang berisi informasi mengenai karir terpusat pada
konselor sebagai pihak yang memegang otoritas untuk
mensosialisasikannya. Tetapi keadaan sekarang menunjukkan bahwa hal
tersebut bukan lagi persoalan bagi konseli yang dapat memanfaatkan
komputer sebagai media. Dan dalam hal itu, penting bagi konselor untuk
selalu mengikuti perkembangan data di internet agar mampu mengimbangi
akselerasi data yang diperoleh konseli.
Selain tantangan kontemporer tersebut, penggunaan data dalam
layanan BK termasuk dari aktivitas termasuk dalam bagian aktivitas
‘tradisional’ BK.1 Penggunaan data dalam BK memiliki dua fungsi utama,
pertama adalah membantu proses pelayanan BK. Kedua, membantu
penyusunan dan pengembangan program BK.

1
Lih, Robert L. Gibson., Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling, ter.Yudi
Santoso, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm.50.
B. Alat Pengumpulan Data
Proses pertama sebelum tahap penggunaan data adalah
pengumpulan data, baik dalam arti pengumpulan data hasil instrumentasi
maupun data penunjang bagi proses konseling. Tetapi yang akan disinggung
dalam bagian ini adalah proses pengumpulan data pada konteks proses
instumentasi. Pengumpulan data (appraisal) adalah semua komponen yang
mencakup semua usaha untuk memperoleh data tentang peserta didik,
menganalisis dan menafsirkan data serta menyimpan data tersebut.2 Tujuan
dari pengumpulan data dalam layanan BK adalah untuk mendapatkan
pengertian yang lebih luas, lebih lengkap, serta lebih mendalam dari
masing-masing peserta didik, dan membantu peserta didik mendapatkan
pemahaman akan diri sendiri, karena itulah maka layanan BK menjadi
sebuah layanan yang bersifat ilmiah bukan berdasarkan subyektifitas dari
tenaga konselor.3
Sebuah layanan pengumpulan data yang berkualitas harus
terintegrasi, kontinu dan berkesinambungan serta bermanfaat. Menurut
Winkel data yang terintegrasi berarti bahwa data yang digunakan saling
terkain satu dengan yang lain seperti; menggunakan tes bakat dan tes minat
dan lain sebagainya, sehingga dapat mengungkap informasi peserta didik
secara lebih lengkap dan valid. Sedangkan maksud dari kontinu dan
berkesinambungan adalah bahwa pengumpulan data dilakukan menurut
satu pola perencanaan dalam rangka keseluruhan program bimbingan di
jenjang pendidikan tertentu dan dari jenjang pendidikan satu ke jenjang
pendidikan berikutnya. Pengumpulan data harus berguna dan
menguntungkan bagi peserta didik sebagai konseli dan dapat menopang
perkembangannya.4 Di dalam pengumpulan data terdapat dua alat yang
bisa digunakan, yaitu terdiri dari tes dan non tes.

2
W.S. Winkel dan M. M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan,
(Yogyakarta: Media Abadi, 2010), hlm. 121.
3
Ibid., W.S. Winkel dan M. M. Sri Hastuti, Bimbingan, hlm. 253.
4
Ibid., hlm. 254.
1. Aneka alat tes
a. Tes hasil belajar (achievement test), adalah pengumpul data untuk
mengetahui dan mengukur apa yang telah dipelajari konseli dalam
hal ini peserta didik di berbagai bidang studi. Tipe tes hasil belajar
ini seperti tes kesiapan yang berupa; tes keterampilan membaca,
menalar numerik menjelang masuk sekolah dasar (readiness test dan
prognostic test). Tipe tes lain adalah diaknostic test yang menelaah
sebab-sebab menculnya kesulitan dalam belajar konseli. Dan
belakangan ini juga telah berkembang model tes kompetensi
(competency test) yang digunakan sebagai alat untuk mengetahui
penguasaan dan keterampilan dasar peserta didik seperti;
keterampilan berhitung, membaca dan menulis,5 model tes ini sering
digunakan dalam setiap seleksi penerimaan siswa baru di sekolah
bahkan di perguruan tinggi .
b. Tes kemampuan intelektual, adalah untuk mengukur potensi
kemampuan berfikir peserta didik. Model tes ini meliputi;
intelligence test dan academic test.6 Model tes kemampuan
intelektual ini dapat dilakukan secara individual dan kelompok.
c. Tes kemampuan khusus atau tes bakat, yang mengukur taraf
kemampuan konseli untuk berhasil dalam bidang studi tertentu atau
bidang vokasional tertentu. Adapun lingkup dari tes bakat ini lebih
terbatas yang mencakup unsur intelegensi, hasil belajar, minat dan
kepribadian. Pada praktek pelaksanaannya pola tes ini biasa
digunakan dengan mengukur potensi di satu bidang saja seperti
kemampuan mekanik, kemampuan artistik, musikal, pengamatan
ruang, abstrak, bahasa dan lain sebaginya.7

5
Ibid., hlm. 261.
6
Ibid., hlm. 261
7
Ibid., hlm. 270.
d. Tes minat, merupakan tes untuk melihat bidang yang paling disukai
oleh konseli. Tes ini berfungsi untuk membantu mengantarakan
peserta didik dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan potensi
dirinya.
e. Tes perkembangan vokasional yang mengukur taraf perkembangan
peserta didik dalam hal kesadaran untuk memangku suatu pekerjaan
atau jabatan kelak.
f. Tes kepribadian, model tes ini yaitu untuk mengukur ciri-ciri
kepribadian seperti; sifat, karakter, gaya tempramen, corak
kehidupan emosional, kesehatan mental, jaringan relasi sosial
dengan orang lain dan aneka bidang kehidupan yang menimbulkan
kesukaran dalam penyesuaian diri. Bentuk-bentuk dari tes
kepribadian ini diantaranya adalah; tes proyektif, personality
inventory, adjustive inventory.
2. Aneka alat non tes
a. Angket tertulis
Angket ini memuat sejumlah item atau pertanyaan yang harus
dijawab oleh peserta didik secara tertulis. Dengan mengisi angket
ini peserta didik diminta keterangan tentang sejumlah hal yang
relevan bagi keperluan bimbingan, seperti keterangan tentang
keluarga kesehatan jasmani, riwayat pendidikan, pengalaman
belajar di sekolah, hobi dan kesukaran yang mungkin dihadapi.
Kegunaan angket ini adalah dalam waktu singkat diperoleh banyak
keterangan dan peserta didik dapat mengisi sesuai dengan keadaan
sesungguhnya yang dialami. Adaput kelemahan dari tes tertulis ini
yaitu peserta didik tidak dapat memberikan penjelasan lebih lanjut
karena jawabannya terbatas pada hal-hal yang dipertanyakan.
Terdapat dua tipe pertanyaan di dalam angket tertulis ini yaitu;
pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup.
Contoh pertanyaan; “Kesukaran-kesukaran apa yang Anda
alami dalam belajar?”
Contoh pertanyaan tertutup; “Berilah tanda (X) pada
kesulitan-kesulitan belajar yang biasanya Anda alami?” (a) Kerap
pusing, (b) terganggu kegaduhan di kelas, (c) konsentrasi mudah
buyar, (d) kurang dapat mendengar.8
b. Wawancara informasi, adalah alat pengumpulan data untuk
memperoleh data dan informasi dari peserta didik secara lisan.
Wawancara informasi di sini berbeda tujuan dengan wawancara
konseling. Wawancara informasi digunakan untuk mengumpulkan
data dan informasi yang sulit diperoleh dengan cara lain serta
sebagai bahan pelengkap informasi.
c. Otobiografi, adalah karangan yang ditulis oleh peserta didik sendiri
mengenai riwayat hidupnya sampai pada saat sekarang. Manfaat
dari menulis suatu otobiografi tergantung dari kerelaan peserta didik
untuk membuka diri.9
d. Anekdota, merupakan laporan singkat tentang perilaku seseorang
peserta didik dan memuat diskripsi objektif tentang tingkah laku
peserta didik pada saat-saat tertentu. Anekdota ini ditulis oleh
seluruh tenaga pendidik sebagai lapoaran observasi dari interaksi
secara intensif dengan peserta didik yang terkait.10
e. Skala penilaian, (rating scale), adalah sebuah daftar yang
menyajikan sejumlah sifat atau sikap sebagai item-item. Pengisian
skala penilaian ini dapat dilakukan oleh beberapa orang, selain
daripada orang yang dinilai, penilai tersebut bisa teman-teman
dekat, atau orang lain yang mengenal orang yang dinilai tersebut.
f. Sosiometri, yaitu sebuah metode untuk memperoleh data tentang
jaringan hubungan sosial dalam suatu organisasi, kelompok
berdasarkan prefernsi antar anggota kelompok satu sama lain.

8
Ibid., hlm. 284
9
Ibid., hlm. 286.
10
Ibid., hlm. 289.
Sosiometi ini berisi item-item prefefensi individual yang harus diisi
oleh setiap anggota kelompok.
g. Kunjungan rumah, bertujuan untuk mengenal lebih dalam tentang
lingkungan rumah sekitar tempat tinggal subjek serta kesehariannya
di rumah. Kunjungan rumah bukan hanya sekedar mencari
informasi dari pengamatan, tetapi juga dengan melakukan
pertemuan bersama dengan orang tua subjek untuk mengkonfirmasi
lebih dalam kesibukan ataupun kebiasaan subjek di luar sekolah.
h. Kartu pribadi, adalah bentuk aplikasi dari penyusunan suatu arsip
yang memuat data penting tentang seseorang subjek. kartu pribadi
ini berisi berbagai informasi yang telah dikumpulkan dari berbagai
sumber terkait pribadi serta perkembangan subjek. Isi kartu pribadi
tersebut meliputi catatan-catatan kesehatan, perkembangan studi,
riwayat hidup, data keluarga, identitas subjek, dan lain sebagainya.
i. Studi kasus, yaitu pengumpulan data tentang riwayat hidup subjek
dalam berbagai aspek kehidupan, serta mengandung analisis
terhadap hubungan dari data-data yang telah terkumpul dan disertai
dengan interpretasi seta tindak lanjut yang dapat diberikan. 11

11
Ibid., hlm. 311
C. Macam-Macam Layanan BK di Sekolah
Dalam bagian ini akan dijelaskan terkait dengan penggunaan data dalam
konteks layanan BK di Sekolah. Penggunaan data dalam layanan BK di
sekolah dan madrasah menurut konteks disini tidak akan dibedakan
berdasarkan asumsi bahwa paradigma dan model BK yang diterapkan
menggunakan pendekatan BK Komprehensif atau yang juga dikenal dengan
BK Perkembangan.
Pendekatan BK Perkembangan mengakomodir maksud dan tujuan
umum pendidikan yang bermaksud untuk membantu perkembangan
optimal peserta didik dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di
dalamnya adalah pengembangan optimal aspek kehidupan beragama
peserta didik yang menjadi orientasi utama pendidikan di lingkup madrasah.
1. Pelayanan Dasar
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada
seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur
secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis
dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai
dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan
sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam
pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan
dalam menjalani kehidupan setiap peserta didik.12
Tujuan pelayanan dasar adalah (1) memiliki kesadaran
(pemahaman) tentang diri dan lingkungannya, meliputi misalnya,
pendidikan, pekerjaan, sosial budaya, dan agama. (2) mampu
mengembangkan keterampilan mengidentifikasi tanggungjawab
atua seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri
dengan lingkungannya. (3) mampu menangani atau memenuhi

12
Depdiknas: Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan
Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, Dirjendikti, 2007, hlm. 207.
kebutuhan dan masalahnya. (4) mampu mengembangkan dirinya
dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.13
a. Bimbingan Klasikal
b. Pelayanan Orientasi
c. Pelayanan Informasi
d. Bimbingan Kelompok
e. Pelayanan Pengumpulan Data
2. Pelayanan Responsif
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli
yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan
pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat
menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas
perkembangan. Beberapa ragam dalam pelaksanaan pelayanan
responsif selain konseling individual, referal, dan kolaborasi-
kolaborasi misalnya, konseling krisis.14
Tujuan pelayanan responsif adalah membantu konseli agar
dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang
dialaminya atau membantu konseli yang mengalami hambatan,
kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan
pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk
mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi konseli
yang muncul segera dan dirasakan saat itu, yang berkenaan dengan
masalah sosial-pribadi, karir, dan atau masalah pengembangan
pendidikan.15
a. Konseling Individual dan Kelompok
b. Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
c. Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas

13
Ibid., hlm.208
14
Ibid., hlm.209.
15
Ibid., hlm.209.
d. Kolaborasi dengan Orangtua
e. Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah/madrasah
f. Konsultasi
g. Bimbingan Teman Sebaya (peer guidance/peer Facilitation)
h. Konferensi Kasus
i. Kunjungan Rumah
3. Perencanaan Individual
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli
agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan
dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan
kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang
dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman
konseli secara mendalam dengan segala karakteristiknya, penafsiran
hasil asesmen, dan penyediaan informasi yang akuratsesuai dengan
peluang dan potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan sehingga
konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di
dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk bakat,
dan kebutuhan khusus konseli.16
Tujuan perencanaan individual adalah sebagai berikut: (1)
mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan,
merencanakan karir, dan mengembangkan kemampuan sosial-
pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi
tentang Sekolah/Madrasah, dunia kerja, dan masyarakatnya. (2)
menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka
pencapaian tujuan. (3) mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya.
(4) mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan
dirinya.17

16
Ibid., hlm.210-211
17
Ibid., hlm.212
Fokus pengembangan dari pelayanan perencanaan individual
berkaitan erat dengan aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi.
Penjabaran untuk aspek akademik, meliputi memanfaatkan
keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau
pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat,
dan memahami nilai belajar sepanjang hayat. (2) karier, meliputi
mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan
untuk kebiasaan bekerja yang positif. (3) sosial-pribadi meliputi
pengembangan konsep diri yang positif dan pengembangan
keterampilan sosial yang efektif.18
4. Dukungan Sistem
Ketiga komponen di atas, merupakan pemberian bimbingan dan
konseling kepada konseli secara langsung. Sedangkan dukungan
sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen,
tata kerja, infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan
Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor
secara berkelanjutan yang secara tidak langsung memberikan
bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran
perkembangan konseli.19
a. Pengembangan Profesi
b. Manajemen Program
c. Riset dan Pengembangan

18
Ibid., hlm.212
19
Ibid., hlm.212
D. Penggunaan Data dalam Layanan BK
Menurut Winkel dan Astuti, terdapat dua model penggunaan data dalam
layanan BK dengan penekanan utama data sebagai informasi. Pertama,
penggunaan data dalam kegiatan pelayanan individual. Kedua, penggunaan
data dalam kegiatan pelayanan kelompok.
1. Data dalam Pelayanan Individual
Penggunaan data pada kegiatan pelayanan individual bermaksud
untuk membantu proses konseling. Pelayanan individual
membutuhkan data yang digunakan untuk membentuk pemahaman
konseli terhadap suatu topik tertentu. Dalam topik karir, konselor
memanfaatkan pamflet yang berisi informasi tentang suatu profesi
agar konseli dapat memahaminya dengan lebih baik.
Penggunaan data dalam pelayanan individual disyaratkan
mengandung tiga kriteria utama. Pertama, data harus memuat unsur
fakta dan keterangan yang jelas. Kedua, data harus bersifat objektif
dan bebas dari prasangka serta segala kesan pribadi konselor.
Ketiga, data harus memuat informasi yang komprehensif. Sebagai
contoh dalam konseling karir, data selain memuat informasi profesi
atau jenis-jenis pekerjaan yang ada di masyarakat, juga harus
spesifikasi serta kompetensi yang diperlukan konseli untuk
mencapai pilihan tertentu.
Dalam kasus yang lain berkaitan dengan penggunaan data
pada layanan individual, seperti pada proses wawancara konseling,
konselor dapat memberikan informasi secara langsung kepada
konseli. Pemberian informasi tentunya harus disesuaikan dengan
kebutuhan konseli dan membantu untuk menyelesaikan
permasalahan yang sedang dihadapi oleh konseli. Dalam hal ini
konselor dapat menyajikan informasi kepada konseli dengan
menunjukkan hasil dari data-data yang diperoleh baik melalui media
tes maupun non tes dan yang telah diolah oleh konselor.
2. Data dalam Pelayanan Kelompok
Kedua, penggunaan data dalam kegiatan pelayanan kelompok.
Penggunaan data dalam pelayanan kelompok memiliki keuntungan
lebih bagi konselor. Pertama, efisiensi distribusi informasi kepada
konseli dalam format kelompok. Kedua, konselor dapat
memanfaatkan dinamika kelompok sebagai proses pematangan
pemahaman terhadap data. Misalnya dalam persoalan karir,
konselor dapat menstimulus kelompok agar berbagi informasi
mengenai topik profesi yang sedang dibahas. Dalam kondisi
demikian, konselor mendapatkan banyak kesempatan untuk melihat
dinamika setiap konseli.
Sebagai penjabaran tambahan, pada layanan yang bersifat
kelompok, hasil data yang diperoleh konselor melalui tes dan non
tes ini dapat berfungsi untuk membantu peserta didik dalam
merencanakan masa depan, antara lain; karena interaksi antar
anggota kelompok membuka pikiran konseli terhadap hal-hal yang
sebelumnya tidak tiketahui. Sehingga dengan demikian dinamika
kelompok ini akan lebih bermanfaat untuk menghemat waktu karena
lebih afisien dan memungkinkan kepada semua anggota kelompok
untuk saling berinteraksi dengan konselor secara langsung.
E. Manfaat Data dalam Layanan BK
Data yang digunakan dalam layanan BK bersumber salah-satunya dari hasil
pelaksanaan instrumentasi. Berdasarkan hasil instrumentasi tes ataupun
non-tes, konselor memperoleh informasi mengenai konseli. Menurut
Winkel dan Hastuti, informasi mengenai konseli tersebut paling tidak
memiliki empat manfaat yang akan menunjang proses layanan BK sebagai
berikut:
1. Bagi Konselor, untuk mengetahui apakah kompetensi konselor
mampu dan cukup berwenang dalam memberikan pelayanan kepada
konseli dengan inti permasalahan yang telah diketahui.
2. Bagi Konselor, yaitu sebagai sarana memperoleh data lebih dalam
serta lebih lengkap tentang berbagai aspek dari pribadi konseli,
sehingga diharapkan dapat memberikan layanan BK lebih optimal.
3. Bagi Konseli, adalah dapat membantu menentukan suatu program
pendidikan maupun karir yang sesuai dengan potensi dan minat yang
dimiliki. Dengan adanya tes hasil belajar, tes bakat, tes mianat, juag
tes kemampuan intelektual akan menjadi bahan informasi objektif
sehingga konseli mampu menafsirkan dan mempertimbangakan
dengan baik sebelum mengambil sebuah keputusan lebih lanjut.
4. Bagi Konseli, beragam tes tersebut juga dapat membentu konseli
dalam hal memahami diri sendiri dengan lebih baik, selain itu juga
hasil tes dapat menjadi bahan bagi konseli untuk terus melakukan
evaluasi diri, sehingga akhirnya harapannya adalah konseli dapat
mencapai perkembangan yang optimal dan basesuai dengan arah
bakat dan minat yang dimiliki serta memperoleh suatu kebahagiaan.
F. Kesimpulan
Penggunaan data dalam bimbingan konseling berkaitan dengan proses BK
pada dua level. Pertama, penggunaan data berkaitan dengan strategi awal
konselor untuk memahami kondisi klien. Pada level pertama ini,
penggunaan data berarti pemanfaatan hasil instrumentasi konseli. Konselor
memanfaatkan hasil instrumentasi tes atau non-tes sebagai langkah untuk
menentukan bagaimana pelayanan BK akan dilakukan. hal ini menjadi
syarat penting dari kerangka kerja konselor dalam bidang layanan yang
dilakukannya.
Pada level kedua, penggunaan data berkaitan dengan proses
konseling itu sendiri. Konselor memanfaatkan data untuk menunjukkan
kepada konseli bagaimana realitas kehidupan secara objektif sedang
berlangsung. Data dalam hal ini membantu konselor untuk menunjukkan
berbagai lingkup kondisi kehidupan pada aspek belajar, karir, dan pribadi-
sosial. Pada level kedua ini, konselor memanfaatkan data dalam rangka
profesionalisme layanan BK, yang berfungsi untuk menciptakan proses
konseling yang objektif dan terhindar dari bias.
Daftar Pustaka

Depdiknas. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan


dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Depdiknas: Dirjendikti,
2007.
Robert L. Gibson., Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling, ter.Yudi
Santoso, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan, Yogyakarta: Media Abadi, 2010.

Anda mungkin juga menyukai