Anda di halaman 1dari 3

PENILAIAN DALAM PENDIDIKAN KEDOKTERAN

(Pengembangan Kompetensi Kedokteran Demi Terciptanya Kinerja Klinis)

Azora Khairani Kartika


04011281419082
Peserta PKK Pendidikan Dokter Universitas Sriwijaya
2014

Penilaian dalam ruang lingkup pendidikan dapat diartikan sebagai hasil dari berbagai
metode yang digunakan oleh tenaga pendidik untuk mengevaluasi, mengukur, dan
membuktikan kebenaran dari kesiapan akademik, kemampuan belajar, dan akuisisi
keterampilan dari peserta didik. Dalam bidang kedokteran, terdapat berbagai hal yang
seringkali digunakan sebagai tolak ukur dalam melakukan penilaian, antara lain berdasarkan
ilmu yang dimiliki, kemampuan prosedural, profesionalisme, praktik berdasarkan sistem,
serta minat belajar dari peserta didik tersebut. Selain itu, penilaian juga dapat dilakukan
dengan mengadakan tes atau ujian pengetahuan lainnya serta uji kompetensi dan kinerja dari
peserta didik dengan syarat kelulusan, sebelum mereka benar-benar dipercayakan menjadi
abdi negeri.
Salah dua hal yang penting utuk dilakukan penilaian dapat ditinjau dari kompetensi
serta kinerja individu. Kompetensi dapat dimaknai sebagai kemampuan melaksanakan tugas
yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Kompetensi yang sekurang-kurangnya wajib
dimiliki oleh mahasiswa kedokteran serta pekerja dalam bidang kesehatan lainnya adalah
pengetahuan medis, perawatan pasien, profesionalisme, kemampuan komunikasi dan
sosialisasi, pembelajaran berbasik praktik dan perbaikan, serta praktik berdasarkan sistem.
Komponen-komponen tersebut apabila telah direalisasikan dalam kehidupan nyata akan
menghasilkan sebuah kinerja. Dengan demikian, terlihat korelasi dari kompetensi dan kinerja
pelaku kesehatan, yaitu dengan memiliki kompetensi yang sesuai bidangnya, dalam hal ini
ialah bidang kesehatan, akan menciptakan kinerja medik yang baik.
Dalam bidang kedokteran, terdapat tiga tujuan utama penilaian yang dilakukan dokter
pengajar kepada peserta didik. Tujuan pertama adalah untuk mengoptimalkan kemampuan
yang dimiliki peserta didik, bukan hanya dalam hal pengetahuan medis melainkan pada
praktik sehari-hari juga, dengan memberikan motivasi dan arahan untuk pembelajaran lebih
lanjut. Kedua, untuk melindungi masyarakat dengan mengidentifikasi kelayakan para calon
dokter untuk melayani kesehatan mereka. Tujuan lainnya ialah untuk menyediakan pijakan

dasar bagi mahasiswa kedokteran untuk menggali potensi dalam menentukan pembelajaran
lanjutan mereka dan bidang spesifik seperti apa yang akan mereka tekuni kelak.
Penilaian dalam pendidikan kedokteran dapat dilakukan dengan berbagai metode,
antara lain ujian tertulis, pengawasan dokter, simulasi klinis, dan penilaian multi-sumber (360
derajat). Metode ujian tertulis dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan pilihan ganda,
kunci utama dan naskah konkordansi, jawaban pendek, serta esai berstruktur. Kelebihan pada
pertanyaan pilihan ganda ialah mudah untuk diperiksa karena dapat memanfaatkan komputer,
namun di sisi lain peserta sulit melakukan penulisan jika dilakukan pada situasi dan kondisi
tertentu, belum benar-benar terbukti, sama seperti dengan memanfaatkan kunci utama dan
naskah konkordansi. Jawaban singkat unggul pada kemampuan memecahkan masalah, namun
lemah karena masih berdasarkan pelatihan penilai. Sedangkan esai berstruktur baik karena
dapat menunjukkan proses kognitif dari individu yang mengerjakan namun terbatas oleh
waktu pengerjaan yang relatif lama.
Metode penilaian dengan pengawasan dokter dapat dilakukan dengan penilaian secara
global, observasi langsung, dan ujian lisan. Pada penilaian global unggul dalam penggunaan
beberapa penilai independen sehingga akan didapat hasil yang bervariasi, namun memiliki
kelemahan karena lebih bersifat subjektif. Observasi langsung dan ujian lisan yang dilakukan
pengawas berimbas baik pada umpan balik yang diberikan oleh ahli yang memiliki
kredibilitas, akan tetapi lemah karena konsumsi waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
acuan penilaian global. Selanjutnya, pada metode simulasi klinis dapat melalui uji klinis
pasien, penyamaran pasien, simulasi teknologi tinggi. Penggunaan metode simulasi ini unggul
karena terlihat begitu nyata, namun masih terbatas karena dana yang dikeluarkan memiliki
nominal yang cukup besar dibandingkan metode lainnya.
Metode terakhir yang bisa digunakan ialah metode penilaian multisumber (360
derajat). Metode ini terbagi menjadi penilaian teman sebaya, penilaian pasien, penilaian diri,
dan portofolio. Pada penilaian teman sebaya unggul karena mencakup kebiasaan dan tingkah
laku, sumber yang dapat dipercaya, dan berhubungan dengan pendidikan di masa yang akan
datang, namun juga memiliki kekurangan karena rentan dalam hal kerahasiaannya. Kemudian,
penilaian pasien lebih unggul karena sumber terpercaya, tetapi juga lemah karena lebih
banyak munculnya tanggapan yang subjektif dibandingkan analisis mendalam tentang
kebiasaan yang dilakukan peserta didik tersebut. Cara ketiga ialah penilaian diri, yang
memiliki keuntungan dalam pengembangan rencana belajar. Akan tetapi, dengan cara
penilaian diri akan lebih sulit untuk menggambarkan tingkah laku peserta kecuali adanya
kegiatan dan umpan balik dari kegiatan tersebut. Yang terakhir ialah penilaian dengan
portofolio, yang membuat peserta akan lebih mudah memaparkan hasil belajar mereka.

Setiap tindakan tentu memiliki tantangan tersendiri, begitu pun dengan proses
penilaian dalam pendidikan kedokteran. Ada beberapa tantangan yang akan ditemui dalam
proses pemberian penilaian, antara lain pada wilayah baru, berbagai metode yang digunakan
dan penilaian membujur, standarisasi penilaian, hubungan antara penilaian dengan
pembelajaran, kepiawaian, dan hubungan antara penilaian dengan kinerja di masa yang akan
datang. Masalah wilayah baru seringkali memberikan tantangan tersendiri dalam pemberian
penilaian, namun hal ini tidak akan menjadi masalah apabila diimbangi dengan kerja tim yang
efektif, profesionalisme, dan komunikasi yang baik.
Mengenai penggunaan banyak metode dalam penilaian dapat juga memberikan
masalah karena akan memberikan variasi pada hasil penilaian, tetapi jika variasi yang didapat
dapat digali kembali dan dengan mempertimbangkan pendapat dari ahli tentu akan mampu
mengatasi masalah ini. Selanjutnya mengenai standarisasi penilaian dimana khusus sekolah
kedokteran memiliki kebijakan mandiri dalam menentukan standar penilaian karena tidak
dibatasi oleh pihak akreditasi nasional, menimbulkan masalah kecil karena terkadang
kurikulum yang dibuat oleh pihak sekolah kedokteran terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan
kemampuan siswanya. Menyeimbangkan standar sekolah dengan standar nasional adalah
salah satu cara yang tepat untuk mengatasi permasalahan ini. Ketiga tantangan lainnya, yaitu
hubungan antara penilaian dengan pembelajaran, kepiawaian, dan kinerja di masa yang akan
datang cenderung dapat diatasi dengan profesionalisme, kerja tim, dan komunikasi.
Penilaian dalam pendidikan dokter bertujuan untuk mengetahui dan mengoptimalkan
kompetensi siswa sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik di kemudian hari. Ada
beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian. Metode-metode tersebut
memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Selain itu, seperti halnya tindakan lain,
dalam penilaian juga akan ditemukan tantangan-tantangan, seperti perbedaan standar sekolah
kedokteran dan standar nasional, penilaian pada wilayah baru, dan lain sebagainya. Tiga hal
yang paling penting untuk mengatasi permasalahan tersebut ialah profesionalisme, kerja tim,
dan komunikasi, sehingga akan tercapainya penilaian yang maksimal dalam pendidikan
kedokteran.

DAFTAR PUSTAKA
Epstein, Ronald. 2007. Assessment in Medical Education. The New England Journal of
Medicine.
Setyowati, Endah. 2007. Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi: Solusi Untuk.
Meningkatkan Kinerja Organisasi. Dalam http://blog.fitb.itb.ac.id/ diakses pada 9
Agustus 2014.

Anda mungkin juga menyukai