Anda di halaman 1dari 451

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Uji kompetensi merupakan suatu proses untuk mengukur pengetahuan,

keterampilan, dan sikap sesuai dengan standar profesi guna memberikan jaminan

bahwa mereka mampu melaksanakan peran profesinya secara aman dan efektif di

masyarakat. Tujuan uji kompetensi khusunya bagi mahasiswa yang baru lulus adalah

untuk melindungi masyarakat dengan menjamin bahwa perawat paa entry – level

registrastered memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk dapat menjalankan

praktik profesi secara aman dan efektif.

Keinginan tersebut dikuatkan dengan lahirnya Undang – Undang

Keperawatan No. 38 tahun 2014 ( pasalm 16 ayat 1 ) menyatakan bahwa mahasiswa

keperawatan pada akhir proses pendidikan harus mengikuti Uji Kompetensi Nasional.

Undang – Undang Keperawatan ini menguatkan Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 1796 tahun 2011 tentang registrasi tenaga kesehatan. Dalam peraturan

menteri tersebut dijelaskan bahwa seluruh tenaga kesehatan termasuk perawat

harus mengikuti uji kompetensi sebagai syarat untuk memperoleh Surat Tanda

Registrasi ( STR ). peraturan ini mengharuskan seluruh mahasiswa untuk mengikuti

uji kompetensi sampai lulus agar dapat memperoleh surat tanda registrasi sebagai

persyaratan bekerja ditatanan pelayanan kesehatan.

Setelah peraturan ini berlakukan, mulai muncul permasalahan dari sebagaian

besar institusi pendidikan anggota AIPNI. Dimana isntitusi belum mampu meluluskan

peserta didiknya dengan persentasi yang membanggakan. Rata – rata kelulusan

nasional pada pelaksaan ukom ners bulan Oktober 2018 hanya 35,3% dari seluruh
peserta yang berjumlah kurang lebih sekitar 17.800 – an orang , yang berarti

terdapat jumlah retaker sekitar 11.516-an orang. Setelah hadir buku SiNERSI pada

bulan Februari 2018 terdapat perbaikan angka kelulusan bahkan periode terakhir

untuk First taker kelulusan rata rata nasional sebesar 70,9%. Namun bagi retaker

masih dalam kisaran 24, 8 – 12%. Total retaker tahun 2018 dengan asumsi seluruh

peserta yang belum lulus ikut pada uji kompetensi periode III tahun 2018 adalah

11.374 orang. Ada kesulitan bagi karakter yakni sulit untuk hadir dalam proses

pembekalan dengan berbagai alasan. Bersoalan ini seharusnya diselesaikan oleh

setiap institusi anggota. Data tersebut menggambarkan bahwa masih banyak lulusan

dari institusi yang belum dapat masuk ke dunia kerja karena belum lulus ukom dan

tidak memiliki STR.

Jumlah ini menjadi permasalahan sosial tersendiri khusunya bagi “ lulusan

semu ini”. Permasalahan yang ditemukan dalam menyelesaikan adalah dari dua

belah pihak yaitu institusi pemilik lulusan ( yang belum lulus ujikom kompetensi )

merasa sudah menyelesaikan tanggung jawab sepenuhnya terhadap kelompok ini

sehingga tidak ada program pembinaan khusus dan terstruktur yang dilakukan oleh

kebanyakan institusi . Walaupun banyak juga institusi merasa ikut bertanggung jawab

untuk meningkatkan lulusannya dengan program pembinaan terstruktur karena

bekeyakinan bahwa kelulusan yang tinggi dari uji kompetensi tersebut akan menjadi

daya tarik tersendiri bagi mahasiswa baru, kemudian akan menjadi daya tarik

tersendiri bagi mahasiswa baru, kemudian akan menjadi “branded” bagi institusi

tersebut dan banyak rumah sakit yang menunggu lulusannya. Disamping iyu

kebanyakan institusi belum sepenuhnya menyadari bahwa besarnya jumlah

mahasiswa yang tidak lulus uji kompetensi itu disebabkan oleh pelaksanaan program
kurikulum yang belum berjalan sebagaimana mestinya. Mungkin karena fasilitas yang

belum mendukung dan jaga sumber daya manusia ( SDM ) pengajar masih perlu di

tingkatkan khususnya di bidang keilmuan atau kepakaran dosen di dalam institusi

tersebut.

Disisi lain, mahasiswa “ retaker “ merasa sulit untuk mendapatkan sumber

belajar yag cocok dan juga ada rasa frustrasi yang tingga karena sudah terlalu sering

mengikuti uji kompetensi tetapi belum lulus juga. Alasan lainnya adalah sulitnya

datang atau menghadiri pembekalan yang diberikan oleh institusi dengan alasan

bekerja dan jauh dari institusi tempat mereka belajar. Hal ini menjadi permasalahan

tersendiri yang perlu ditandangani dengan cara yang sesuai.

Untuk menjawab permasalahan tersebut maka Asosiasi Pendidikan Ners

Indonsia ( AIPNI ) sebagai wadah dengan anggota institusi pendidikan Ners di seluruh

Indonesia ikut bertanggung jawab untuk membantu menyelesaikan masalah ini.

Berbagai kegiatan telah dilakukan , salah satu yang diperkirakan paling kuat dalam

mengekselerasi peningkatan kelulusan uji kompetensi ners adalah mengembangkan

buku paduan ini.

B. TUJUAN

Penyusunan buku ini bertujuan untuk memberikan panduan belajar bagi para lulusan

yang belum lulus uji kompetensi, disajikan dalam bentuk yang sederhana dan mudah

dipahami oleh mahasiswa dengan berbagai cotoh – contoh soal yang terkait dengan

masing – masing bidang keilmuan. Selain itu, buku panduan uji kompetensi

( siNERSI ) bisa menjadi panduan bagi institusi dalam melakukan program

pengkayaan bagi lulusannya.


Buku ini terdiri dari lima bab yaitu bab 1: pendahuluan, bab 2: blue print sebagai

standar pengembangan soal uji kompetensi dan bab 3 membahas strategi menjawab

soal dan 4: kisi – ksisi materi, pendekatan proses berpikir kritis yakni proses

keperawatan, contoh soal dan pembahasan serta strategi spesifik untuk menjawab

soal bertipe seperti contoh tersebut dan 5: penutup. Diharapkan buku ini dapat

memandu calon perserta uji kompetensi dan institusi pendidikan anggota AIPNI

dalam membimbing dan memberikan pengkayaan pada lulusan.

C. MANFAAT

Manfaat dari penyusunan buku panduan siNERSI ini sebagai beriut:

1. Bagi calon perseta uji kompetensi baik First Taker maupun Retaker

diharapkan dapat memberikan informasi tentang arah pembelajaran efektif

dari sisi materi utama sebagai stimulasi untuk menemukan dan belajar materi

penting serta memperlajari contoh – contoh soal berdasarkan materi yang

sudah dikembangkan.

2. Bagi Institusi pendidikan terutama staf pengajaran diharapkan menjadi

panduan untuk pengembangan program pengkayaan yang dapat

dilaksanakan secara terstruktur dan efektif.


BAB III

BLUE PRINT DAN TINJAUAN

SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SOAL UJI KOMPETESNI

Blue print atau cetak biru adalah kerangka dasar yang merupakan pedoman

yang digunakan untuk merancang pengembangan soal ujian dan dapat menjamin

asuhan keperawatan yang diberikan aman dan efektif serta menggambarkan

karakter utama perawat yang diharapkan oleh pengguna. Blue print terdiri dari 7

(tujuh) tinjuan yaitu area kompetesi; domain; bidang keilmuan; proses keperawatan;

upaya kesehatan; kebutuhan dasar manusia dan system tubuh. Setiap tinjauan

menggambarkan presentasi, kedalam, jenis, kompleksitas dan karakteristiknya sesuai

dengan kompetensi yang diharapkan pada perawat baru lulus ( entry level for

practice ).

Selain itu, blue print juga menggambarkan level kompetensi yang akan diukur

untuk lulusan Ners sebagai perawat professional. Manfaat blue print bagi calon

peserta ujian adalah memberikan informasi terhadap area dan kedalam materi yang

diujikan, gambaran tentang metode uji yang akan digunakan dan acuan persiapan

diri yang harus dilakukan. Jumlah soal pada ujian kompetensi Ners sebanyak 180 soal

uji kompetensii berdasarkan kerangka kompetensi Ners dapat dilihat sebagai berikut:

2.1 Blue print tinjauan 1 berdasarkan Area kompetensi terdiri dari:

a. Praktik Profesional, etis, legal dan peka budaya ; isinya terkait dengan aspek

etik dan legal dalam praktik keperawatan. Soal ini dapat muncul dari semua

mata ajar bidang keilmuan keperawatan seperti KMB, Anak, Maternitas dan

lain – lain. Soal ini sesuai dengan nilai – nilai yang seharusnya dikembangkan
dalam pelaksanaan praktik keperawatan . Jumlah soal pada aspek ini pada

kisaran 15-25% atau sekitar 27-45 soal. Contoh jumlah soal pada ukom.

b. Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan ; isinya adalah

menerapkan prinsip-prinsip pokok dalam pemberian dan manajemen asuhan

keperawatan ; melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam pelayanan

keperawatan ; melakukan pengkajian keperawatan ; menetapkan

diagnosa/masalah keperawatan, rencana tindakan ; melaksanakan tindakan ;

mengevaluasi asuhan keperawatan ; menggunakan komunikasi terapeutik

dan hubungan interpersonal dalam pemberian pelayanan ; menciptakan dan

mempertahankan lingkungan yang aman ; menggunakan hubungan

interprofesional dalam pelayanan keperawatan/pelayanan kesehatan ; dan

menggunakan delegasi dan supervisi dalam pelayanan keperawatan . Soal ini

tersebar pada 9 mata kuliah ukom atau 9 mata ajar profesi ners dan

berjumlah pada kisaran 65-75% atau 117-135 soal. Contoh jumlah soal pada

ukom.

c. Pengembangan professional ; isinya adalah menjalankan program

peningkatan professional dalam praktik keperawatan ; melaksanankan

peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan ; dan

mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab profesi.

Soal ini juga dapat diperoleh dari semua mata ajar profesi ners dengan jumlah

soal pada kisaran 5-15% atau 9-27. Contoh soal pada ukom.

2.2 Blue print tinjauan 2 berdasarkan Domain kompetensi terdiri dari :


a. Cognitive (knowledge). Isinya adalah pengetahuan dan pengembangan kemampuan

intelektual. Tingkat kognitif yang diujikan adalah mulai dari aplikasi (C3) sampai

dengan evaluasi (C6). Jumlah soal pada kisaran 65-75% atau 117-135 soal.

b. Pengetahuan Prosedur (procedural knowledge). Isinya adalah kemampuan dalam

melakukan prosedur keperawatan. Padauan pada aspek ini adalah tindakan prosedur

yang dipelajari berupa SOP tindakan keperawatan. Jumlah soal pada kisaran 20-25%

atau 117-135 soal.

c. Pengetahuan Afektif (Konatif). Isinya adalah kemampuan bersikap yang melibatkan

emosi dan kemampuan empati untuk mengaplikasikan nilai-nilai professional dalam

praktik keperawatan. Jumlah soal pada kisaran 5-10% atau 9-18 soal.

2.3 Blue print tinjaun 3 berdasarkan bidang keilmuan terdiri dari :

a. Keperawatan Medikal Bedah. Isinya adalah asuhan keperawatan pada kasus-kasus

penyakit orang dewasa yang sedang atau cenderung mengalami perubahan

fisiologis atau structural baik actual atau risiko yang dirawat di rumah sakit atau

poliklinik. Soal-soal kebutuhan dasar manusia, patofisiologi atau ilmu dasar lainnya

termasuk dalam kelompok ini. Jumlah soal uji kompetensi dalam kisaran 25-37%

atau 45-66. Sesuai dengan data ukom yang ada sebelumnya, nilai KMB ini menjadi

indicator kuat kelulusan seseorang. Jika mahasiswa mampu menjawab soal KMB

60% atau sekitar 35 soal maka besar kemungkinan peserta lulus karena bidang

keilmuan lain ternyata mengikuti kemampuan KMB ini.

b. Keperawatan anak. Isinya adalah asuhan pada anak yang mengalami perubahan

fisiologis atau struktur baik actual maupun risiko, terutama kasus kongenital,

imunisasi, masalah gizi dan masalah MDG’s yang berkaitan dengan upaya
menurunkan angka kematian anak, dan masalah penyebaran penyakit infeksi yang

khas terjadi pada semua tahapan perkembangan anak sejak neonatus sampai

remaja. Jumlah soal uji kompetensi pada kisaran 8-14% atau 14-25 soal. Untuk

kasus anak dikonsentrasikan pada penyakit congenital dan juga kasus-kasus

gangguan cairan.

c. Keperawatan Maternitas. Isinya adalah asuhan pada ibu atau wanita pada masa

reproduktif (wanita usia subur, pasangan usia subur, wanita pada masa kehamilan,

persalinan, nifas, keluarga dan bayinya sampai 28 hari). Kisaran soal adalah 8-14%

atau 14-25 soal.

d. Keperawatan Jiwa. Isinya adalah asuhan pada manusia sepanjang siklus kehidupan

dengan respon psiko-sosial yang maladaptive yang disebabkan oleh gangguan bio-

psiko-sosial baik pada tatanan pelayanan kesehatan atau masyarakat. Jumlah soal

uji kompetensi pada kisaran 8-14% atau 14-25 soal.

e. Keperawatan Keluarga. Isinya adalah asuhan keperawatan yang merupakan

gabungan keterampilan dari berbagai area keperawatan yang diberikan pada klien

keluarga pada rentang sehat sakit. Jumlah soal uji komptensi pada kisaran 8-14%

atau 14-25 soal.

f. Keperawatan Komunitas. Isinya adalah asuhan yang ditunjukkan iuntuk individu,

keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam konteks komunitas. Jumlah soal uji

kompetensi pada kisaran 8-14% atau 14-25 soal.

g. Keperawatan Gerontik. Isinya adalah asuhan keperawatan individu pada klien

lanjut usia (60 tahun keatas) pada kondisi sehat atau sakit yang difokuskanpada

upaya-upaya mengatasi masalah akibat proses penuaan. Jumlah soal uji kompetensi

pada kisaran 3-9% atau 6-9 soal.


h. Manajemen Keperawatan. Isinya adalah pengelolaan pelayanan keperawatan dan

asuhan keperawatan yang menerapkan pendekatan fungsi-fungsi manajemen.

Jumlah soal uji kompetensi pada kisaran 3-9% atau 6-9 soal.

i. Keperawatan Gawat Darurat adalah asuhan keperawatan yang diberikan pada

individu yang mengancam kehidupan, terjadi secara mendadak pada kondisi

lingkungan yang tidak dapat dikendalikan (bencana). Jumlah soal uji kompetensi

pada kisaran 3-9% atau 6-9 soal.

2.4 Blue print tinjauan 4 berdasarkan Proses Keperawatan terdiri dari :

a. Pengkajian keperawatan. Isinya adalah aktifitas pengumpulan data tentang status

kesehatan secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.

Jumlah soal pada aspek ini pada kisaran 20-30% atau 36-54 soal. Soal diperoleh dari

semua mata ajar profesi secara proporsional dari jumlah soal masing-masing dimata

ajar. Contoh : KMB soal pengkajian sekitar 54 x 25% = 14 soal.

b. Diagnosi Keperawatan. Isinya dalah aktifitas menganalisis data pengkajian untuk

merumuskan maslah atau diagnosa keperawatan. Jumlah soal pada aspek ini pada

kisaran 20-30% atau 36-54. Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara

proporsional dari jumlah soal masing-masing dimata ajar. Contoh : KMB soal

diagnosa sekitar 54 x 25% = 14 soal.

c. Perencanaan. Isinya adalah rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi

masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan. Karakteristik rencana tindakan

berfokus pada apa tindakan yang akan dilakukan. Soal diperoleh dari semua mata

ajar profesi secara proposal dari jumlah soal masing – masing di mata ajar tersebut.

Contoh : KMB soal perencanaan sekitar 54 x 15 % = 8 soal.


d. Pelaksanaan Tindakan ( implementasi ). isinya adalah aktifitas

mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi berfokus pada bagaimana

suatu tindakan dilakukan . Soal diperoleh dari semua mata ajar tersebut. Contoh :

KMB, soal impelementasi sekitar 54 x 15 % = 8 soal.

e. Evaluasi Isinya adalah aktivitas mengevaluasi perkembangan kesehatan klien

terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan.

Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara proposional dari jumlah soal

masing masing di mata ajar tesebut. Contoh ; KMB, soal evaluasi sekitar 54 x 10% = 5

soal.

2.5 Blue print tinjauan 5 berdasarkan Upaya Kesehatan terdiri dari:

a. Promotif. Isinya adalah upaya meningkatkan status kesehatan klien yang dapat

berupa kegiatan pemberian informasi, mengidentifikasi factor resiko dan mengkaji

status kesehatan, perubahan gaya hidup dan perilaku serta program pengendalian

lingkungan. Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara proporsional dari

jumlah soal masing – masing di mata ajar tersebut. Contoh : KMB, soal promotif

sekitar 54 x 15%= 8 soal.

b. Preventif. Isinya adalah kegiatan atau tindakan yang hasil akhirnya berorintasi pada

pencegah timbulnya masalah kesehatan dan / atau keperawatan. Misalnya:

imunisasi, deteksi dini, penyuluhan terhadap risiko penyakit tertentu yang sudah

terlihat factor risikonya. Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara

proporsional dari jumlah soal masing – masing di mata ajar tersebut. Contoh : KMB,

soal preventif sekitar 54 x 15% = 8 soal.

c. Kuratif. Isinya adalah suatu kegiatan untuk mengatasi gangguan pemenuhan

kebutuhan klien melalui tindakan mandiri dan kolaborasi. Soal diperoleh dari semua
mata ajar profesi secara proposional dari jumlah soal masing – masing di mata ajar

tersebut. Contoh : KMB, soal kuratif sekitar 54 x 40 % =21 soal.

d. Rehabilitatif. Isinya adalah suatu kegiatan untuk mengembalikan fungsi fisiologi dan

psikologi agar dapat berfungsi secara optimal baik dalam menjalankan peran

individu, keluarga dan masyarakat. Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi

secara proporsional dari jumlah soal masing – masing dimata ajar tersebut. Contoh :

KMB, soal preventif sekitar 54 x 15% = 8 soal. Namun soal ini terkadang sulit didapat

secara merata dari semua mata ajar.

2.6. Blue print tinjauan 6 berdasarkan Kebutuhan dasar Manusia terdiri dari:

a. Oksigenisasi. Isinya adalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi untuk membantu klien

yang mengalami gangguan pemenuhan oksigen akibat gangguan ventilasi, difusi,

perfusi dan transportasi. Sistem utama sebagai pemicu adalah gangguan system

pernapasan. Mata ajar yang cukup banyak mengeluarkan soal ini adalah KMB, anak

dan gerontik. Contoh ; dari KMB, soal oksigenisasi sekitar 54 x 12 % = 7 soal.

b. Cairan dan elektrolit. Isinya adalah pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit

untuk membantu klien yang mengalami gangguan pengaturan dan pemenuhan

kebutuhan cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa. Sistem utama yang harus

dipelajari untuk kebutuhan ini adalah system perkemihan, gastrointesnital dan

kardiovaskuler. Mata ajar yang dominan membahas soal ini adalah KMB, Anak dan

gerontik. Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara proposional dari jumlah

soal masing masing dimata ajar tersebut. Contoh : KMB, soal cairan dan eletrolit

sekitar 54 x 12 % = 7 soal.

c. Nutrisi. Isinya adalah pemenuhan kebutuhan nutisi mulai asupan makanan,

pencernaan, penyerapan dan metabolism. Sistem utama dalam kasus ini adalah
gastrointestinal. Sedangkan mata ajar yang banyak membahas hal ini adalah KMB,

Anak, Gerontik. Contoh : KMB, soal cairan dan elektrolit sekitar 54 x 12 = 7 soal.

d. Aman dan nyaman. Isinya adalah pemenuhan kebutuhan gangguan rasa aman dan

nyaman meliputi infeksi, cedera fisik, perilaku kekerasan, Ketidak amanan

lingkungan, proses pertahankan tubu ( alergi ), termoregulasi, nyeri, polusi dan

isolasi sosial. Dibahas pada semua system tubuh dan mata ajar profesi termasuk jiwa

dan komunitas. Contoh ;KMB, soal aman dan nyaman sekitar 54 x 12% = 7 soal.

e. Eliminasi. Isinya meliputi pembahasan tentang gangguan sekresi dan ekskresi sisa

metabolism tubuh termasuk urin dan fekal. Sistem yang membahas ini adalah

perkemihan dan gastrointestinal. Soal diperoleh dari semua mata ajar tersebut.

Contoh ; KMB, soal psikososial sekitar 54 x 9% = 5 soal.

f. Aktivitas dan istirahat. Isinya meliputi gangguan mobilitas fisik. Keterbatasan energy,

tidur, istirahat dan relaksasi. Sistem yang membahas soal ini adalah kardiovaskuler,

neurovaskuler, neuromuskuler dan musculoskeletal. Sedangakan mata ajar yang

banyak membahas ini adalah KMB, gerontik, jiwa, Soal diperoleh dari semua mata

ajar profesi secara proporsional dari jumlah soal masing – masing dimata ajar

tersebut. Contoh : KMB, soal psikososial sekitar 54 x 9% = 5 soal.

g. Psikososial. Isinya gangguan psikososial meliputi gangguan perilaku, koping,

emosional, peran dan hubungan, serta persepsi diri. Soal diperoleh dari masing –

masing dimata ajar tersebut. Contoh ; KMB, soal psikososial sekitar 54 x 9% = 5 soal.

h. Komunikasi. Isinya adalah pemenuhan kebutuhan komunikasi meliputi penerapan

teknik komunikasi dan gangguan penerimaan, interprestasi, serta ekspresi. Soal

diperoleh dari semua mata ajar profesi secara proposional dari jumlah soal masing –
masing dimata ajar tersebut. Contoh ; KMB,soal komunikasi sekitar 54 x 9 % = 5 soal.

Namun soal ini banyak di temukan pada soal jiwa.

i. Belajar. Lingkupnya adalah pemenuhan kebutuhan belajar meliputi pemahaman dan

kemampuan mengaplikasikan informasi dan pengetahuan untuk meningkatkan,

mempertahankan serta memulihkan status kesehatan. Soal diperoleh dari semua

mata ajar profesi secara proposional dari jumlah soal masing – masing dimata ajar

tersebut. Contoh ; KMB, soal sekitar 54 x 5 % = 3 soal.

j. Seksualitas. Lingkupnya adalah pemenuhan kebutuhan gangguan seksualitas

meliputi identitas seksual, fungsi seksual dan reproduksi. Soal diperoleh dari semua

mata ajar profesi secara proposional dari jumlah soal masing – masing dimata ajar

tersebut. Contoh ; KMB, soal preventif sekitar 54 x 5% = 3 soal.

k. Nilai dan keyakinan. Lingkupnya adalah nilai dan keyakinan meliputi spiritual, nilai,

keyakinan, pola aktivitas ritual dan latar belakang budaya yang mempengaruhi

kesehatan. Soal diperoleh dari semua mata ajar profesi secara proporsional dari

jumlah soal masing – masing dimata ajar tersebut. Contoh ; KMB, soal preventif

sekitar 54 x 5% = 5 soal.

Semua tinjauan ini terkadang tidak terlalu mengikat sehingga ada

kemungkinan ada perbedaan presentase dari setiap mata ajar profesi. Karena

padanan tinjauan 7 yaitu system tubuh sudah termasuk dalam rangkaian tinjauan 6

diatas maka tinjauan 7 ini tidak dibahas secara spesifik. Pemetaan jumlah soal,

materi dan contoh soal dapat dilihat pada bab 3. Pola utama yang ditonjolkan ada

berdasarkan pada mata ajar profesi dengan maksud soal-soal tersebut dibuat dan

dikembangkan oleh pengampu mata ajar profesi masing-masing.


BAB III

STRATEGI MENJAWAB SOAL

3.1. Definisi dan cakupan soal

Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan

pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun

waktu tertentu. Kata strategi berasal dari bahasa Yunani “strategia” yang diartikan

sebagai “the art of the general” atau seni seorang untuk mencapai tujuan. Stategi

merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-

menurus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan

oleh para penikmat dimasa depan. Dengan demikian, strategi selalu dimulai dari apa

yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.

Strategi menjawab soal diartikan sebagai pola pemikiran dan tindakan untuk

mempermudah memahami dan menemukan jawaban benar dari semua pilihan yang

ada. Hanya satu pilihan yang paling tepat diantara pilihan lainnya ( one best answer

). Empat pilihan lainnya, tingkat kebenarannya lebih kecil dibanding pilihan yang

benar. Pilihan yang salah ini disebut distractor (pengecoh). Dasar kecoh semakin

besar bila yang memilih pilihan salah itu semakin banyak dan yang dianggap baik

minimal yang memilih option itu 5%. Untuk mendapat jawaban yang paling tepat dan

benar perlu dilihat dari berbagai sudut pandang sebelum menentukan pilihan.

Uji kompetensi adalah uji sumatif maka bentuk soal yang dikembangkan dan

diujikan adalah soal-soal untuk mengambil keputusan klinik, prosedur klinik dan

alasan tindakan klinik dilakukan. Yang dimaksud keputusan klinik adalah mulai

penentuan dan kepastian temuan data abnormal, menganalisis data dan


menentukan masalah, membuat rencana tindakan yang sesuai dengan masalah yang

dimunculkan dan mengimplementasikan rencana yang sudah dibuat dan pada

akhirnya menilai apakah tindakan tersebutmembantu pasien atau menyembuhkan

atau tidak (evaluasi keberhasilan. Di samping itu perlu ada evaluasi terhadap dasar

pemikiran dari keputusan klinik tersebut maka dikembangkan juga soal-soal yang

bernilai rasional dan mekanisme suatu kejadian. Misalnya menanyakan soal

penyebab dan tujuan dilakukan tindakan.

3.2 Tehnik Menjawab Soal

3.2.1 Tehnik Umum

Tehnik dasar umum yang harus dimiliki adalah kemampuan untuk membaca

(mengerti saat pertama membaca). Kejadian yang sering timbul dalam membaca soal

adalah ketidakmampuan untuk mengambil atau memahami isiesensial dari bahan

soal yang sedang dibaca. Akibatnya badan soal dibaca secara berulang dan

mennghabiskan waktu. Badan soal yang dibuat dalam uji kompetensi telah

diperkirakan mampu dibaca dan dipahami oleh kebanyakan peserta dalam 40-45

detik. Soal secara utuh dapat diselesaikan rata-rata dalam satu menit atau 60 detik.

Jika peserta membaca satu soal melebihi batas waktu tersebut maka dipastikan tidak

akan mampu menyelesaikan semua soal dengan penalaran yang baik dan tentu

mengurangi kemungkinan menjawab soal dengan benar. Oleh karena itu perlu ada

latihan dan koreksi diri dari setiap individu terkait hal ini. Istilah yang sering

digunakan adalah belajar membaca efektif.

Setiap badan soal atau kasus maksimal dibaca dua kali sudah dapat dipastikan

arahnya. Ada dua tahap urutan membaca yaitu scamming dan scanning. Scamming
adalah cara membaca keseluruhan kasus dengan hati-hati dengan menyimak ide

utama dari soal tersebut. Setelah dibaca tarik kesimpulan secara utuh. Apa ide

utamanya dan kemana arah soal dibawa. Kemampuan ini biasanya didukung oleh

kemampuan komprehensif dari peserta. Jika sudah ditemukan ide pokoknya (main

idea) tentu tahap berikutnya lebih mudah yakni menemukan jawaban yang paling

sesuai dengan main idea tersebut. Soal dianggap baik bila dalam kasus memang

ditemukan idea utamanya, sebaliknya jika idea utama ini tidak ditemukan maka soal

itupun dikatakan bias dan ambigu dan sudah pasti juga tidak akan memenuhi unsur

close the option role.

Selanjutnya, jika pembaca merasakan adanya keragu-raguan dalam

menemukan ide utamanya dalam pembacaan pertama maka dapat dilanjutkan

dengan membaca tehnik kedua yaitu scanning yakni membaca sekali lagi dua ide

yang terkandung dalam soal tersebut yang masih dirasa membingungkan dengan

membacanya lebih detail dan hati-hati. Hal ini muncul biasanya disebabkan oleh

dekatnya main idea dan idea pengecoh atau data yang dihadirkan dalam badan soal

tersebut terlalu dekat sehingga sulit untuk membedakan ide yang satu dengan ide

lainnya. Jika scanning ini tujuannya untuk memperjelas ide yang mana lebih kuat

antara ide yang ada dalam soal tersebut.

Keseluruhan waktu untuk membaca ini maksimal 45 detik mengingat waktu

untuk menjawab satu soal secara keseluruhan adalah satu menit. Lima belas detik

selanjutnya dapat digunakan untuk membaca pertanyaan dan menentukan pilihan

jawaban. Karena main idea sudah ditemukan pada scamming dan scanning maka

akan jauh lebih mudah untuk menemukan jawabannya. Perlu dicatat bahwa jika

saat proses scamming telah ditemukan idenya dengan jelas tidak perlu lagi
melanjutkan ke scanning langsung saja ke pertanyaan soal dan jawaban soal

tersebut. Sebagai tambahan cara umum orang pakai adalah membuang paling tidak

3 jawaban yang pasti salah menurut saudara. Hati-hati dalam tehnik ini jangan

sampai membuang jawaban yang benar. Selanjutnya adalah memperhatikan secara

matang mana diantara dua yang tersisa tersebut lebih kuat itulah anda yakini sebagai

jawaban yang benar. Segera berlatih pada contoh – contoh soal yang disiapkan pada

bab 4.

3.2.2 Tehnik khusus

Sebenarnya tehnik khusus ini tidak diperlukan lagi jika tehnik umum tersebut

diatas telah dipahami dan digunakan dengan baik oleh pembaca. Tehnik khusus ini

adalah tehnik atau strategi semata – mata untuk mengurangi kemungkinan salah.

Atau strategi untuk mencoba mengurangi kesalahn dengan melihat langkah demi

langkah. karena bentuk soal tersebut terutama untuk pengambilan keputusan klinik

sementara keputusan klinik keperawatan menggunakan proses keperawatan maka

dibawah ini akan diuraikan tipe – tipe soal dan strategi menjawabnya sesuai dengan

tahapan tersebut. Lagi pula soal – soal yang ada biasanya berdasarkan ke – 5 proses

tersebut walaupun ada bentuk yang lain seperti menanyakan tujuan, jastifiksasi atau

rasional dan mekanisme penyakit tapi tidak terlalu banyak.

Ide yang masuk akal untuk dipelajari adalah kenali bagaimana soal itu di baut.

Bagaimana penulis soal menitipkan ide – ide yang mewakili kompetensi mata ajar

yang ada pada setiap mata ajar.Uji kompetensi ini adalah tools untuk menyakinkan

seseorang kompeten atau tidak maka sudah barang tentu yang dihadirkan adalah
materi – materi pokok. Hal ini juga harus di pahami oleh peserta dalam upaya untuk

menyatukan energy yang “ kurang “ tersebut ke hal – hal pokok.

3.2.2.1 Tehnik menjawab soal pengkajian

Hal ini dapat dimulai dengan pernyataan bagaiman soal jenis ini dibuat dan

bagaimana cara menitipkan ide soalnya. Soal pengkajian ini dibuat biasanya dengan

menghilangkan salah satu data mayor atau data utama dalam stem ( kasus ) yang

mengarah pada kesimpulan untuk menentukan masalah keperawatan. Misalnya

dalam kasus tergambarkan bahwa diagnosis keperawatan yang digambarkan dalam

kasus tersebut deficit volume cairan namun data yang pokok belum terlihat seperti

urin output atau tekanan darah maka diagnosis keperawatan akan menjadi ragu

perlu ada data yang digunakan untuk memastikanya. Misalnya urin output atau

tekanan darahnya, karena deficit cairan paling akutrat misalnya dapat dibuktikan

dengan turunannya urin outpit secara signitif atau turunya tekanan darah secara

signifikan.Disinilah pentingnya memahami baku mutu atau nilai normal dari setiap

komponen tubuh.

Tipe lain adalah dengan mencantukan fungsi – fungsi tertentu dalam kasus

yang selanjutnya diklarifikasi dengan pertanyaan apakah yang mengalami gangguan.

Jadi kemampuan anatomi dan fisiologi sangat peting dalam kaitan ini. Misalnya

dalam kasus digambarkan adanya manakah saraf yang mengalami gangguan? Tentu

jawabannya adalah saraf ynag mengatur menelan ( saraf 10 ) dan mengatur mulut

( saraf 7 ).

Kata kunci mampu menjawab soal ini adalah mengenali dan memahami

dengan baik data – data utama yang diperlukan dalam menentukan masalah,
mengenali nilai buku mutu ( nilai normal ) dan fungsi – fungsi ( fisiologi ) normal

tubuh. Segera berlatih pada contoh – contoh soal yang disediakan pada bab 4.

3.2.2.2 Tehnik menjawab soal masalah ( diagnosis ) keperawatan

Masalah keperawatan merupakan hasil analisis data dari sebuah kasusu yang

tampil sebagai stem. Stem ditata sedemikian rupa sehingga menggambarkan masalah

yang sesungguhnya. Data – data yang mengacu pada satu masalah adalah gabungan

beberapa data yang saling sinergi atau secara fisiologi perubahannya saling

berhubungan. Berarti untuk menentukan masalah harus didapatkan data pada kasus

yang saling berhubungan. Data tersebut pastilah data dominan atau data mayor.

Tidak ada masalah keperawatan yang hanya didukung oleh satu data saja. Tidak ada

masalah keperawatan yang hanya didukung oleh satu data saja. Untuk menentukan

masalah minimal didukung oleh dua data intupun harus yang utama. Inilah

pentingnya scamming dan scanning untuk memastikan apa main stream datanya.

bapak data perancu yang juga dituliskan dalam stem. Hati hati dengan data perancu

ini karena data ini sengaja ditambahkan untuk memancing peserta menjawab sesuai

dengan data perancu tersebut. Data tersebut seolah – olah menggambarkan masalah

( namun semu atau lalu bukan masalah utama yang ditonjolkan pada kasus. Misalnya

pasien mual lalu di option disebutkan gangguan nutrisi. Pernyataan adalah apakah

benar orang hanya mual suja sudah gangguan nutrisi.

Kunci sukses menjawab soal ini adalah mampu mengenali main stream

data ( paling dominan ) yaitu dengan cirri fokus data jelas sehingga akan ditemukan

ciri yang harus didapatkan dalam soal adalah memenuhi unsure close the option
role dimana tanpa melihat option sekalipun kita sudah tau arah jawabanya. Segera

berlatih pada contoh – contoh soal yang disediakan bab 4.

3.2.2.3 Tehnik menjawab soal Intervensi / implementasi

Paling utama dalam jenis soal ini adalah menentukan apa sebenarnya yang

paling dipermasalahkan ( masalah keperawatan ) dalam kasus ini atau dengan kata

lain adalah apa masalah . Tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebut tentunnya

tidak satu namun ada beberapa. Kesulitan utama adalah bagaimana memilih satu

diantara semua yang dihadirkan dalam option. Tindakan yang dipilih juga yang

menolong atau membantu tidak membedakan apakah tindakan itu mandiri atau

tindakan kolaborasi ( tidak sedang mengutamakan tindakan mandiri atau

kolaborasi ). Prioritas tindakan yang penting adalah yang lebih mengancam hidup jika

tidak ditolong. Dapat berupa tindakan actual ataupun tindakan pencegahan. Contoh

ada kecelakaan ternyata datanya ada memar daerah bahu, wajah dan daerah leher

maka apapun alasanya yang harus dicegah sebelum tindakan lainnya adalah tindakan

yang mencegah manupulasi leher karena dengan kondisi seperti itu pasti dapat

diduga adanya fraktur servikal. Ini sangat berbahaya terhadap nyawa penderita

walaupun juga ada gurling misalnya.

Bagi tindakan penting dalam implementasi keperawatan adalah tindakan

prosedur ( SOP ). Tindakan ini ada urutannya dan urutan ini tidak dapat

dipertukarkan harus demikian. Hal penting yang harus diperhatikan dalam soal ini

adalah tahapan tindakan yang mengandung unsu keselamatan pasien. Jika tindakan

dikerjakan dengan cara yang salah maka akan berisiko terhadap keselamatan pasien

bahkan mungkin dapat mengancam nyawa. Setiap tindakan pasti ada langkah yang
sangat penting dan krusial yang tidak di daerah uretra. Contoh lain pemasangan NGT

maka yang paling penting adalah menjamin bahwa NGT tersebut masuk lambung.

Tindakannya adalah test masuknya NGT di lambung.

Kunci kesuksesan dalam menjawab soal interverensi/implementasi ini

adalah mengenali dengan jelas diagnose keperawatan yang tepat, memilih

tindakan yang paling menolong untuk kasus tersebut ( yang mengancam hidup )

berdasarkan data dominan yang diungkapkan dan memahami dan mempraktekan

procedural ( SOP ) dengan baik. Cara membuang 3 option yang tidak mungkin juga

boleh digunakan jika sangat membingungkan. Lalu pastikan diantara dua jawaban

yang di anggap benar tadi dipastikan mana yang lebih kuat. Segera latian dengan soal

yang telah disediakan pada bab 4.

3.2.2.4 Tehnik menjawab soal evaluasi

Evaluasi adalah melakukan pengkajian kembali setelah tindakan dilakukan untuk

menyelesaikan satu masalah. Soal ini biasanya bersumber dari kriteria evaluasi yang

sudah ditentukan sebelumnya. Namun dalam perjalanannya jarang memunculkan

kriteria hasil pada kasus. Maka pastikan bahwa setiap tindakan atau kelompok

tindakan yang dilakukan selalu ada hasil ynag diharapkan. Hasil tersebut biasannya

sesuai dengan tujuan atau kriteria tujuan untuk melihat keberhasilan tindakan.

Misalnya tindakan untuk mengatasi cairan adalah cairan terpenuhi. Ciri dari cairan

terpenuhi adalah Tekanan Darah, urin output, frekuensi nadi kembali normal ( sesuai

ukuran baku mutu ) dan atau tanda lainnya sebagai kriteria perbaikan cairan.

Kunci keberhasilan dalam soal ini adalah mengenali aspek apa yang harus

dinilai melakukan sekelompok atau satu tindakan dan nilai baku mutu fisiologi
tubuh. Dapat juga diterapkan cara 3 option ynag paling tidak mungkin dibuang dan

selanjutnya diantara dua option yang tersisa pastikan dipilih yang paling baik.

Silahkan berlatih dengan soal yang telah disediakan pada bab 4.

BAB IV

MATERI, PENDEKATAN PROSES KEPERAWATAN DAN SOAL

BERDASARKAN KEILMUAN

4.1 Materi. soal dan pembahasan Keperawatan Medikal Bedah

4.1.1 Pokok Pokok Materi System Pernapasan

Kasus system pernapasan yang ditemukan adalah Asma, Chronic Pulmunary

Obstructive Disease ( COPD ), Tuberculosis, Efusi Pleura, Pleuritis dan Pneumonia.

4.1.1.1 Materi

 Menentukan suara dan frekuensi napas pasien Asma, COPD dan Pleuritis.

Menguraiakan patofisiologi Asma ,TB paru. Menginterpretasikan hasil AGD

( Asisdosis, Alkalosis, Respiratorik dan Metabolik).

 Mendiagnosis bersihan jalan napas, kerusakan pertukaran gas, gangguan pola napas.

( Mekanisme proses pertukaran )

 Melakukan kolaborasi pemberian Nebulizer, Suction, Postural Drainase, pemeberian

oksigen ( nasal kanul, masker sederhana, rebreating mask, non rebreating mask ),

fisioterapi dada, Purse Lip Breathing. Memberikan pendidikan kesehatan yang tepat

pada pasien asma. Manajemen nutrisi dan pendidikan kesehatan pemberian OAT

pada pasien TB.

 Mengevaluasi masaslah pernapasan sudah teratasi. Evaluasi kepatuhan minum OAT.


 Prosedur pengambilan darah arteri untuk pemeriksaan AGD, pencegahan penularan (

etika batuk ), batuk efektif, kepatenan Drainase WSD, Perawatan WSD.

4.1.1.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Saat pengkajian pasien gangguan pernapasan kita harus mengkaji frekuensi

napas. Takipnea adalah frekuensi napas > 25x/menit. Hal ini disebabkan oleh

peningkatan rangsang ventilasi saat demam, asma akut, eksasebarsi PPOK,

atau penurunan kapsitas ventilasi pada Pneu monia, dan adeam paru.

Bradipnea jika frekuensi napas lebih < 10x/menit terjadi pada keadaan

toksisitas opioid, hipetirodisma, peningkatan intracranial, dan lesi di

hipotalamus.

 Dada normalnya simetris dan berbentuk bulat lonjong, diameter antero-

posterior lebih kecil dari diameter lateral. Barrel chest apabila diameter

antero-posterior lebih besar dari diameter lateral, hal ini berhubungan

dengan hiperinflasi paru pada pasien PPOK berat.

 Asma berat dan penyakit paru obstruksi kronik ( PPOK/COPD ) menyebabkan

batuk disertai wheezing/mengi yang berkepanjangan. Wheezing merupakan

bunyi siulan bernada tinggi akibat aliran udara yang melalui saluran nafas

yang sempit, yang terjadi saat ekspirasi. Wheezing saat latihan sering

ditemukan pada pasien asma dan PPOK. Terhubung malam hari dengan

wheezing merupakan pertanda asma, dan jika timbul stelah terbangun di

pagib hari merupakan pertanda PPOK.


 Perkusi normal paru adalah sonor. Hasil perkusi paru abnormal ; hipersonor

ditemukan pada pasien pneumotoraks, pekak pada pasien konsolidasi paru,

kolaps paru, fibrosis paru berat, dullness pada efusi pleura dab hematotorak.

 Pengkajian pasien dengan Pleuritis : suara paru friction rub

 Pemeriksaan analisis gas darah arteri dapat dilihat adanya gangguan gas

darah arteri ( PaCO₂, PaO2₂ ), dan status asam basa ( Ph dan HCO₃ ).

 Asidosis respratorik terjadi peningkatan PaCO₂, dan penurunan Ph. Hal ini

sering ditemukan pada pasien asma akut yang berat, pneumonia berat,

eksaserbasi PPOK. Tubuh akan melakukan upaya kompetensi yaitu terjadi

retensi HCO₃ di ginjal dalam upaya menormalkan Ph hal ini disebut asadosis

repiratorik terkompensasi.

 Uji mantoux untuk melihat adanya paparan mycobacterium tubercolusis.

Hasil < 5mm ( negative ), 5-9 mm ( meragukan ), > 10 positif TB.

B. Fokus Diagnosis

 Bersihkan jalan nafas tidak efektif

 Kerusakan pertukaran gas

 Pola nafas tidak efektif

C. Fokus Intervensi

 Kolaborasi nebulizer diberikan pada kondisi bromkospam ( asma ), produksi

mucus yang berlebihan. Obat-obat seperti ventolin, pulmicort, bisolvon

banyak digunakan pada prosedur nebulizer.

 Tindakan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas bisa dilakukan

dengan teknik suction, postural drainase, fisioterapi dada, purse Lip


Breathing, dan posisi high fowler sangat direkomendaiskan terutama pada

pasien COPD.

 Untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi, maka pemberian oksigen ( nasal

kanul, masker sederhana, rebreathing mask, non rebreathing mask ) bisa

dilakukan pada pasien.

 Pada kondisi dimana perubahan saluran pernafasan dipicu oleh perubahan

lingkungan ( debu, kondisi cuaca ) contoh pada penyakit asma, maka

pendidikan kesehatan seperti bagaimana memodifikasi lingkungan perlu

diberikan pasa pasien.

 Kondisi seperti pasien dengan infeksi seperti tuberculosis, maka terjadi

peningkatan kebutuhan asupan nutrisi. Oleh karena itu diperlukan

manajemen nutrisi Tinggi Kalori dan Tinggi Protein ( TKTP ) dan juga

kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi OAT.

 Prosedur WSD pada pasien afusi pleura menekankan pada perbedaan

tekanan pada rongga dada dan botol WSD, sehingga cairan didalam rongga

dada bisa ditarik keluar

D. Fokus Evaluasi

 Kepatenan jalan nafas dapat dilihat dari kondisi fisik seperti tidak adanya

secret pada saluran pernafasan, frekuensi nafas normal tidak ada suara nafas

tambahan.

 Pada kondisi Pasien yang mengkomsumsi obat secara terus menerus seperti

kondisi tuberculosis, kepatuhan OAT dapat dievaluasi melalui dengan tidak

adanya putus obat, minum obat sesuai jumlah, jenis obat, dosis, dan waktu

meminumnya.
4.1.2. SISTEM KARDIOVASKULAR

Kasus system kardiovaskuler yang banyak ditemukan, antara lain : angina pectoris,

infark miokard, gagal jantung kongesif, miokarditis, dan perikarditis.

4.1.2.1 Materi

 Melekukan pengkajian karakteristik nyeri dada

 Menginterpretasikan hasil EKG sederhana dan menghitung denyut jantung.

Mengidentifikasi enzim-enzim jantung pada serangan, menentukan derajat

edema, pengkajian gagal jantung kiri dan kanan, pengkajian aktivitas menurut

NYHA, pengkajian riwayat keluarga dan gaya hidup

 Mengidentifikasi masalah penurunan cardiac output, nyeri, intoleransi

aktivitas, gangguan perfusi jaringan perifer, kelebihan cairan

 Manajemen nyeri dada, pengaturan aktifitas, mengevaluasi pemberian

antidiuretik, evaluasi intensitas dan karakteristik nyeri, kepatuhan

pengobatan dan diit

 Mengevaluasi pemberian obat digoksin, anti hipertensi dan obat adrenergic.

Menguraikan fase – fase rehabilitasi pasien dengan gagal jantung.

Memberikan pendidkan kesehatan manajemen hipertensi

 Prosedur pengukuran tekanan darah dan memberikan tranfusi darah.

4.1.2.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Karakteristik nyeri dada menyebar ke tangan, dagu, punggung dan perut


 Pengkajian Enzim – Enzim jantung fase akut dan fase kronik. Enzim yang

pertama meningkat pada miokard infark : troponin meningkat dalam 1-2

jam, selanjutnya CPK-MB 12-24 Jam, dan LDH 24-36 Jam

 Pengkajian aktifitas menurut NYHA

 Mengidentifikasi derajat edema

 Nilai EKG abnormal, sandapan lead, identifikasi area infark

B. Fokus Diagnosis

 Penurunan curah jantung

 Kelebihan cairan

 Intolerasi aktivitas

C. Fokus Intervensi / Implementasi

 Manajemen nyeri dada pada pada kasus iskemik miokard dan infark

miokard ( Pemberian Nitrat dan Trombolitik dan anti koagulan )

 Melakukan perekaman EKG dan melakukan prosedur Tindakan DC Syock

 Pengaturan aktivitas pada kasus gagal jantung congestive

 Mengevaluasi pemberian antidiuretik

 Evaluasi intensitas dan karakteristik nyeri setelah diberikan intervensi

manajemen nyeri

 Kolaborasi pemberian obat-obatan termasuk 5 golongan obat-obatan

kardiovaskuler serta kepatuhan pengobatan dan diit

 Prosedural knowledge : teknik pemasangan Precordial lead pada EKG dan

Teknik Melakukan Defibrilasi pada pasien ventrikuler fibrilasi.


D. Fokus Evaluasi

 Evaluasi nyeri dada

 Kemandirian dan rehabilitasi pasien gagal jantung.

4.1.3 Sistem Pencernaan

Kasus system pencernaan yang banyak dijumpai adalah kasus typoid, appendicitis,

hepatitis, sirosis hepatis, diare dan ca colon

4.1.3.1. Materi

 Typoid : tanda dan gejala, mengatasi gejala – gejala typoid, pemeriksaan

penunjang. Typoid terjadi karena kuman salmonella typhi masuk melalui oral,

menebus dinding usus ilium dan yeyenum dan berkembang baik. Salmonella

Typhi akan mengeluarkan endotoksin sehingga menginduksi leukosit untuk

memproduksi pirogen endogen seperti IL-1 dan TNFa. Pirogen endogen akan

merangsang system saraf pusat dan terjadi sistesis prostaglandi E-2 yang

menyebabkan peningkatan suhu tubuh (Hipertermia )

 Appendik : Keluhan utama adalah nyeri perut kanan bawah. Secara anatomi,

lokasi appendik berada pada kuadran kanan bawah. Nyeri terjadi karena

hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi pada appendik. Nyeri visceral akan

mengaktifasi nervus vagus sehingga mengakibatkan muntah. Pada palpasi

didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney.

 Serosis Hepatis : infeksi hepatitis B/C mengakibatkan peradangan sel hati

yang mengakibatkan nekrosis hati dan terbentuk jaringan parut sehingga

mengganggu aliran darah porta dan menimbulkan hipertensi porta.


Hipertensi porta menyebabkan gangguan sekresi ADH sehingga Na air

tertahan dan menyebabkan kelebihan volume cairan ( Hipervolemia )

 Kuadran yang tepat untuk pemeriksaan kelainan percernaan : mengkaji lokasi

dan karakteristik nyeri appendik, tanda – tanda dehidrasi pada pasien diare

 Menentukan diagnosis pada kasus system percernaan

 Intervensi pasien pasca operasi system percernaan, pengaturan diit,

pengaturan aktivitas dan istirahat, pemasangan dan pemberian nutrisi

melalui NGT, persiapan pasien endoskopi, pengkajian peristaltic usus

 Perawatan kolostomi, menghitung tetesan infus pada pasien dehidrasi,

melakukan pemasangan infuse, menghitung balance cairan

 Tanda dan gejala pasien hepatitis, serosis hepatitis : ascites dan shifting

dullness

4.1.3.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Pengkajian fokus pada system gastrostrointestinal ( G1 ) dan pencernaan

adalah abdomen. Saat pengkajian membagi abdomen ke dalam 4 kuadran

atau membagi abdomen menjadi 9 kuadran, dan mengetahuai organ – organ

pada setiap kuadrannya.

PEMBAGIAN RONGGA PERUT

( Gambar )
 Investigasi keluhan nyeri abdomen, mual dan muntah. Identifikasi dengan

pasti karakteristik dan lokasi nyeri missal pada nyeri appendicitis pada

kuadran kanan bawah dengan nyeri tusuk.

 Mengindentifikasi frekuensi dan karakter suara bising usus. Bising usus tidak

terdengar bila diindikasi adanya obstruksi pada saluran usus. Peningkatan

bunyi peristalking usus 5-24 kali/menit biasa ditemukan pada pasienn yang

mengalami diare.

 Palpasi distensi pada obdomen, adanya shifting dullness dan juga

pengukuran lingkar perut pada kasus sirosis hepatis dengan ascites.

 Fokus perhitungan cairan ( intake dan output cairan dalam 24 jam ) dan

mengenai tanda tanda kekurangan cairan seperti: mata cekung, kulit dan

mukosa bibir terlihat kering, dan penurunan kesadaran.

 Data laboratorium : Peningkatan pepsinogen menunjukan duodenal ulcer,

penurunan pada gastritis, penurunan potassium dapat disebabkan oleh

muntah dan diare. peningkatan SGOT menunjukan penyakit hati, Amilase

menunjukan pancreatitis akut, tes widal untuk mengetehui salmonella

typhisa peningkatan titer 4x lipat selama 2-3 minggu ditanyakan positif.

B. Fokus Diagnosis

Terkait dengan keluhan umum yang terjadi berupa peningkatan pengeluaran cairan

dan rasa mual muntah pada beberapa penyakit disistem GI dan pencernaan, maka

masalah keperawatan yang mungkin terindektifikasi adalah :

 Nyeri akut

 Hipertermi

 Defisit Nutrisi
 Hipervolemia dan Hipovolemia

C. Fokus Intervensi/Implementasi

 Manajemen cairan diperlukan dalam mempertahankan keadekuatan cairan

di dalam tubuh pasien.

 Untuk keperluan tersebut maka dibutuhkan kepatenan IV akses untuk

pemberian cairan dan pengobatan.

 Pemasangan NGT diperlukan untuk mempertahankan keadekuatan asupan

nutrisi

 Memastikan pasien merasa nyaman dan memonitor kondisi umum pasien

seperti adanya tanda tanda dehidrasi.

 Terkadang pasien akan mengalami kelemahan sacara umum pasien seperti

adanya tanda-tanda dehidrasi.

 Terkadang pasien akan mengalami kelemahan sacara umum, maka

pengaturan aktivitas dan kebutuhan energy perlu diperhatikan.

 Pada pasien dengan kolostomi perlu diberikan pendidikan kesehatan tentang

pemasangan dan perawatan kantor ostomi.

 Prinsip pemasangan NGT harus memeperhatikan posisi high fowler dengan

meminta pasien untuk menempelkan dagu ke dada. Pengukuran panjang

insersi selang dari ujung hidung ke xyphoid dengan menggunakan water

soluble lubricant. Jika terjadinya perubahan kondisi mendadak seperti

sianosis dan kesulitan bernafasan, tarik selang sesegara mungkin. Untuk

memastikan bahwa selang masuk kedalam lambung, aspirasi cairan lambung

dengan 20 ml syring, jika terlihat cairan berawan dan hijau atau kecoklatan

maka posisi selang sudah benar.


D. Fokus Evaluasi

 Memastikan kepatenan pemasangan NGT dan juga IVF perlu dilakukan untuk

memastikan kedekatan asupan nutrisi dan cairan.

 Mengevaluasi kondisi pendarahan didalam saluran GI seperti adanya warna

kemerahan gelap pada feses dan muntah pasien.

 Tidak adanya tanda kemerahan dan iritasi pada kulit disekitar kantong stoma

menjadi hal yang perlu dievaluasi pada pasien yang dipasang kolostomi.

 Mengevaluasi keseimbangan cairan

4.1.4 Sistem Evaluasi

kasus system persarafan yang banyak dijumpai adalah kasus stoke, cedera kepala dan

meningitis dan tumor otak.

4.1.4.1 Materi

 Pengkajian neurologi difokuskan pada kemapuan untuk menetukan beberapa point

gangguan neurologis yaitu: fungsi mental ( Fungsi luhur ) dan tingkat kesadaran ( GCS

) dapat dilihat di bahasan gawat darurat, 12 saraf cranial ( gangguan otot wajah, safar

trigeminal, gangguan menelan, dll ), mengukur kekuatan otot, reflex fisiologi dan

patologis pada pasien neurologi.

 Muncul gangguan neurologis umunya terjadi sebagai akibat dari rusaknya jaringan

otak karena kurangnya aliran darah otak, tertekannya jaringan otak, proses edemen

jaringan otak dan munculnya peningkatan tekanan intracranial. Tanda tanda yang

perlu di perhatikan untuk mengenali dan memastikan peningkatan TIK adalah TRIAS

TIK: muntah proyektil, nyeri kepala hebat dan papil edema. Tanda lainnya dapat

dilihat dari hasil ST scan dengan melihat gambaran hiperden dan hipoden.
 Gambaran diatas dapat menunjukan adanya diagnosis keperawatan kasus neurologi

adalah risiko perubahan perfusi jaringan serebral, kerusakan mobilitas fisik,

gangguan komunikasi verbal, dan lainnya.

 Masalah tersebut memerlukan identifikasi intervensi yang tepat untuk membantu

seperti melakukan manajemen TIK, pemasangan NGT, melatih komunikasi, melatih

ROM, malatih menelan. Handicap atau disbilitas jangka panjang memerlukan

tindakan rahabilisasi diantaranya, rehabilitasi fungsional, rehabilitasi berjalan,

menelan.

4.1.4.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Perubahan status mental dan kognitif dan tingkat kesadaran yaitu orientasi,

penurunan kesadaran, tingkat kesadaran GCS, dan tanda-tanda vital yang

tidak stabil ditambah dengan gambaran ST.Scan dapat menjadikan penguat

pernyataan data tentang munculnya diagnose gangguan perfusi cerebal.

Tanda-tanda fraktur basis kranii: rhinorea, otorea, raccoon eyes, dll.

 Gejala ini dapat terjadi pada kasus cedera kepala, stroke, meningitis dan

tumor otak.

 Hasil pengkajian lain adalah gangguan saraf cranial seperti gangguan saraf

10, saraf 9 dan saraf 12 akan memberikan dukungan kuat terhadap

gangguan menelan. Wajah tidak simetris, pelo gangguan saraf cranial 7, 10,

dan 12 sebagai tanda munculnya gangguan komunikasi verbal.

 NI ( olfaktorius, penghidu ), NII ( optikus, lapang pandang dan ketajaman

penglihatan), NIII ( okulomotorius, reaksi pupil), NIV ( Trochlear, pergerakan


mata ), NVIII ( akustikus, pendengar dan keseimbangan ), NIX (glosso-

phryngeal, mengunyah, berbiacara ), NX ( vagus, reflek menelan ), XI ( spina

accessory, pergerakan leher), dan XII ( Hypoglossal, pergerakan dan kekuatan

lidah )

 Perubahan motorik: gaya berjalan, keseimbangan, dan koordinasi,

hemiparese, gangguan reflek menjadi penciri diri terjadinya gangguan

mobilisasi. Masalah ini paling sering terjadi pada stroke dan cedera mendula

spinalis.

 Gangguan 12 safar cranial: sering terganggu pada pada kasus stoke,

meningitis

 Gangguan reflex patologis menunjukan adanya gangguan pada upper motor

neuron, sering ditemukan pada kasus infeksi serebal ( Meningitis,

encephalitis ) dan cedera kepala dengan sub arakhnoid hemation.

B. Fokus Diagnosis

 Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif

 Gangguan mobilitas fisik

 Gangguan komunikasi verbal

 Resiko Aspirasi atau gangguan menelan

C. Fokus Intervensi / Implementasi

 Pemantauan status neurologi, status oksigenesi jaringan serebral dan juga

ferifer
 Pemasangan NGT, latihan menelan pada pasien dengan disfagia dan

mencegah aspirasi

 Pemasangan Collar neck pada pasien dengan curiga cedera servikal

 Manajemen dan pencegahan peningkatan tekanan intra cranial ( TIK )

 Menurunkan pemenuhan oksigen, mengatur atau menurunkan aktifitas

 Perubahan posisi tirah baring : miring kanan / miring kiri dan terlentang pada

pasien dengan parese ( Stroke )

 Latihan Range of Motion ( ROM ) untuk mencegah komplikasi pada pasien

dengan gangguan fungsi motorik seperti gangguan mobilisasi pasien stroke

 Pengaturan posisi tirah baring untuk mencegah terjadinya luka tekan pada

pasien dengan gangguan mobilitas fisik seperti stroke

 Terapi wicara dan modifikasi pola komunikasi

 Latihan berdiri, keseimbangan dan koordinasi dan berjalan ( khusus pasien

stroke )

 Toilet training pada pasien dengan inkontinensia uri

D. Fokus Evaluasi

 Perbaikan tingkat kesadaran evaluasi GCS, stabilnya tanda – tanda vital,

 Pemenuhan kebutuhan sehari hari terpenuhi, tidak terjadi aspirasi, atrofi

dan sejenisnya

4.1.5 Sistem Endokrin

Kasus system endokrin yang banayak dijumpai pada tatanan klinik adalah kasus DM

tipe-2 dan Hipo/Hipertiroid


4.1.5.1 Materi

 Kerusakan sel β pancreas menyebabkan penurunan produksi insulin dan

mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah ( ketidakstabilan glukosa

darah ). Keadaan ini menyebabkan glukosa dalam darah masuk ke dalam

urine ( Glokusuria ) sehingga terjadi diuresis osmotic yang ditandai dengan

pengeluaran urine berlebih ( Poliuria ). Banyaknya cairan yang keluar

menimbulkan sensasi rasa haus ( Polidipsia ). Glukosa yang hilang melalui

urine menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energy

sehingga menyebabkan peningkatan rasa lapar (poliphagia) → Trias DM

(poliuri, polifagi, dan polidipsi)

 Tanda dan gejala hipotiroid dan hipertiroid, interpretasikan hasil lab T3 dan

T4

 Mengidentifikasi masalah pada kasus system endokrin

 Penanganan yang tepat pasien hipoglikemia dan hiperglikemia

 Mengevaluasi kestabilan kadar glukosa darah

 Pemberian insulin

 Perawatan ulkus DM

 Keseimbangan asam basa

4.1.5.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Adanya keluhan berupa poliuria, polifagia dan polidipsi yang menjadi gejala

klasik dari DM Tipe-2


 Pengkajian riwayat keluarga dan gaya hidup

 Perubahan kondisi yang biasa ditemui pada pasien kasus hipertiroid adalah

anorexia, kehilangan berat badab secara drastic, takikardi, tremor dan

intolerans terhadap panas

 Perubahan terhadap proses pikir dan binggung juga mungkin ditemui pada

kasus sistem endokrin

 Perubahan hasil laboratorium seperti kadar hormone T3, T4 : kadar glukosa

darah ( 250 – 800 MG/DL ), hasil tes urin 24 jam, nilai abnormal dari AGD

terkait dengan asidosis metabolic (Ph 7.3 dan dicarbonate 15 meq/L)

B. Fokus Diagmosis

 Hipovolemia

 Ketidakstabilan kadar glukosa darah

 Defisit nutrisi

 Kerusakan integritas kulit/jaringan

C. Fokus Intervensi/Implementasi

 Memonitor tanda-tanda vital dan status kesadaran pasien dan kepatenan

jalan nafas.

 Memastikan kepatenan IV akses untuk kepetingan asupan cairan dan

pengobatan.

 Menentukan penanganan yang tepat pasien hipoglikemia dan hiperglikemia,

Memonotor kadar gula darah dan komplikasinya seprti infeksi kulit,

neuropati perifer, sirkulasi buruk pada ektreminitas bawah.

 Memonitor dengan ketat inteka dan output cairan


 Prinsip pemberian injeksi insulin baik untuk insulin yang bekerja jangka

panjang pandang dan jangka pendek harus memeperhatikan prinsip 6 benar

( obat, pasien, dosis, rute, waktu dan dokumentasi ). Pemberian insulin

dilakukan di subkutan di daerah sekitar bahu, gluteus maximus ( bokong ),

abdomen, dan paha atas dengan memperhatikan sudut 45-90°.

 Pemeriksaan penunjungan seperti CT scan terkadang dilakukan pada pasien

dengan gangguan media kontras, agar dapat berfungsi dengan baik maka

kondisi pasien harus dipastikan adekuat.

 Penatalaksanaan pasien DM: Edukasi, Olahraga, Diet, Obat dan Monitoring

Glukosa Darah.

D. Fokus Evaluasi

 Mengevaluasi kestabilan kada glukosa darah normal ( GDP = 60-110 mg/dl,

GDP 2 jam PP = 65-140 mg/dl, HbAlc = 5,7% )

 Monitoring terus menerus status kardiovaskuler dan respirasi.

 Memastikan kepatenan pemeberian IV dan hor,ome replacement therapy

( HRT )

4.1.6 Sistem Muskuloskeletal

Kasus system muskulosketel yang banyak ditemukan di klinik diantaranya: fraktur,

osteomyelitis, dan osteoarthris.

4.1.6.1 Materi

 Status neurovascular, tanda-tanda OA, gout, osteoporosis.

 Tanda-tanda dislokasi, pengukuran panjang ekstremitas bawah.

 Masalah nyeri, kerusakan mobilitas fisik, risiko gangguan neurovascular dan koping

tidak efektif.
 Ciri-ciri kompatemen sindrom, manajemen strain, sprain, manajemen nyeri,

kolaborasi pemasang traksi, gips, fitting kaki palsu, pasca amputasi dan kruk.

 Kasus etik pada system muskulo seperti amputasi, dll

 Perawatan luka post op, traksi, gips, dll

 Komplikasi fraktur.

 Kekuatan otot

4.1.6.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Mengkaji status neurovascular pada pasien fraktur status neurovascular : 5 P

( Pain/Nyeri, Paralisis, Parestasi, Pulse/denyut nadi, Pale/pucat) dilakukan

pada bagian distal area yang sakit.

 Melakukan pengukuran panjang ekstremitas bawah.

 Menelaah komplikasi fraktur

 Pengukuran ektremitas bawah yang mengalami trauma, pengukuran mulai

dari Kristal iliaka sampai malleolus. Pendek area yang sakit menunjukan ada

fraktur displaced. Panjang area yang sakit menunjukan dislokasi.

 Menjelaskan tanda-tanda OA, gout, osteoporosis. Menjelaskan tanda-tanda

dislokasi

 Mengkaji kekuatan otot.

B. Fokus Diagnosis

 Nyeri Akut

 Kerusakan mobilitas fisik

 Resiko kerusakan neurovascular


C. Fokus Intervensi/Implementasi

 Manajemen pasien fraktur difokuskan kepada meningkatkan kenyamanan,

mecegah komplikasi dan rehabilitasi. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat

diberikan analgetik dan perawat harus mengevaluasi efektifitas

mengevaluasi efektifitas analgesic, jika nyeri tidak hilang indikasi dari

kerusakan neurovascular. Untuk menurunkan bengkak dan nyeri dapat

dilakukan elevasi dari daerah yang terkana.

 Tindakan untuk strain meliputi RICE ( rest, ice, compression dan elevation )

 Perawatan gips; gips dipasang bertujuan untuk melindungi dan

mengimobilisasi fraktur untuk memepercepat penyembuhan, setelah

pemasangan gips harus dilakukan pemeriksaan status neurovaskuler, jika

setelah pemasangan gips terjadi nyeri hebat, tidak ada nadi, presentasi,

paralisis maka tindakan gips harus dibuka.

 Perawatan traksi adalah teknik unruk stabilisasi, aligmen dan memberikan

tarikan pada faktur. Traksi pada umumnya terdiri dari skeletal traksi dan skin

traksi. Yang harus diperhatikan posisi pasien, posisi kaki pasien anatomis,

pins risiko infeksi ( skteletal traksi ), simpul tali jangan sampai tersangkut

katrol, nyeri pada tumit ( risiko decubitus ) dan beban harus menggantung.

 Perawatan Kruk pengukuran pada posisi supine ujung keuk berada 15 cm di

samping tumit klien. Tempatkan ujung pria pengukur dengan leher tida

samapai empat jari ( 4-5 cm ) dari aksila dan ukur sampai tumit klien. Pada

posisi berdiri: posisi kruk dengan ujung kruk berada 24-25 cm di depan kaki

klien. Dengan metode lain, siku harus di fleksikan 15 sampai 30 derajat.

Lebar bantalan kruk harus 3-4 jari ( 4-5 cm ) di bawah aksila.


D. Fokus Evaluasi

Mencegah terjadinya komplikasi seperti compartemen syndrome dengan cirri – cirri

nyeri hebat tidak berkurang dengan analgetik, pucat, parestesi, tidak ada denyut

nadi dibagian distal dan terasa dingin. Tindakan dilakukan fasciotomy.

4.1.7 Sistem ginjal dan perkemihan

Kasus ginjal dan system perkemihan yang banyak ditemukan di klinik adalah chronic

kidney desease ( CKD ), hemodialitas, infeksi saluran kemih dan benigna prostat

hipertropi ( BPH ), infeksi saluran kemih / ISK ( Sistitis ), batu ginjal

4.1.7.1 Materi

 Melakukan pengkajian nyeri ketuk pada lokasi ginjal. Menghitung berat

badan kering, mengevaluasi pendarahan pasca TURP. Menginterpretasi hasil

laboratorium urinalisa, GFR, ureum, kreatinin dan elektrolit

 Mengidentifikasi masalah kelebihan cairan dan elektrolik, gangguan

eliminasi

 Kolaborasi pemasangan kateterisasi. Pengaturan diit dan pembatasan

cairan. Pemberian pendidkan kesehatan yang tepat pasien hemodialysis

 Merumuskan prinsip etik pasien menolak hemodialysis

 Melakukan irigasi post TURP

 Edukasi pencegahan ISK berualang dan intervensi mengatasi ISK

 Melakukan pengkajian gangguan batu ginjal, melakukan tindakan

keperawatan post operasi batu ginjal

4.1.7.2 Proses

A. Fokus Pengkajian
 CKD; Penurunan progresif dari fungsi jaringan ginjal secara permanen

( irreversible ), dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Klasifikasi CKD terbagi

menjadi 5 berdasarkan nilai GFR. Seringnya pasien CKD datang ke rumah

sakit sudah derajad 4 yaitu GFR 15-29 Ml/mim/1.73 m², atau derajat 5

(terminal) yaitu : GFR < 15 Ml/min/1.73 m². Pasien ini membutuhkan

hemodialisis

 Pasien yang menjalani hemodialisa : kaji kepatenan tempat vena penusukan.

Adanya arteriovenous fistula atau graft, palpasi adanya getaran atau sensasi

vibrasi dan adanya suara bruit saat auskultasi, kaji adanya sumbatan atau

infeksi pada area tusukan

 Pada pasien CKD terjadi penurunan GFR → cairan tertahan dalam tubuh, jumlah

cairan tubuh ↑ → Ht↓. Sisa metabolism tertumpuk dalam plasma : asam

urat dan ureum, kretinin, phenol, guanidine → azotemia

 Pemeriksaan laboratorium pada pasien gangguan ginjal adalah

 Urinalisis

 Warna : Kuning Jernih

 Kandungan : glukosa ( - ), keton ( - ), Bilirubin ( - ), sel darah merah 0-4/lpm,

leukosit 0-5/lpm, bakteri ( - )

 BJ dan osmolaritis : 1.003 – 1.030 & 300 – 1300 mOsm/kg

 Ph normal : 4,0 – 8,0 ( rata-rata 6,0 )

 glukosaria adalah adanya glukosa dalam urin dan sering terjadi pada pasien

DM

 Hiperurikosuria : batu, keganasan


 Analisis darah

 Plasma kreatinin : produk akhir metabolism protein dan otot, nilai normal

0,6-1.3 mg/dl, meningkat pada pasien gagal ginjal

 BUN : Normal 6 – 20 mg/dl, meningkat : gagal ginjal, kondisi non renal yang

dapat meningkatakn BUN adalah infeksi, demam, trauma pendarahan

saluran cerna

 Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang

menyebabkan gangguan ekskresi urea

 Infeksi saluran kemih ; Sistitis. Prevalensi ISK delapan kali lebih tinggi pada

perempuan. ISK diakibatkan oleh bakteri gram negative. Manifestasi klinis

berupa nyeri seperti terbakar saat BAK (dysuria), sering buang air kecil-tidak

bisa menahan, tidak tuntas, urin keruh dan hematuria

 Keluhan subjektiv pada pada pasien BPH adalah : kesulitan berkemih,

bertahap, sampai menetes dan tidak bisa kencing. Urine bercampur darah,

Rectal Tusase.

 Tindakan yang paling sering dilakukan pada pasien BPH adalah operasi TURP

( trans urethal resection of the prostate ).

 Fokus pengkajian batu ginjal : nyeri hebat skala 7-10, urin keruh

 Melakukan tindakan keperawatan untuk pasien post op pengangkatan batu

ginjal, ESWL

B. Fokus Diagnosis

 Kelebihan volume cairan

 Nyeri

 Gangguan eliminasi urin adalah disfungsi eliminasi urin.


 Risiko infeksi

C. Fokus Intervensi/Implememtasi

 Intervensi dan Implementasi pasien CKD

a. Monitor balance cairan

b. Timbang BB tiap hari dengan menggunakan timbangan yang sama

c. Batasi inteksi cairan

d. Untuk memperlambat progresifitas kerusakan ginjal maka dapat

dilkukan; pengendalian tekanan darah, biet rendah protein dan

rendah fosfat, mengendalikan proteinuria dan hiperlipidemia

e. Mengatasi anemia pasien CKD: terapi ESA ( Erythropoiesis Stimulating

Agents ).

 Intervensi dan Implementasi pasien BPH

a. Irigasi kandung kemih paksa TURP bertujuan untuk membuang

jaringan debris dan bekuan darah dalam kendungan kemih agar tidak

terjadi obstruksi aliran urine. Menggunakan aliran infuse dengan gaya

gravitasi untuk membilas kandung kemih.

b. Pertahankan kelancaran aliran urie, Pastikan selang kateter tidak

terlalu panjang, melengkung, tidak tertekuk/tertindih pasien, kantong

30 cm lebih rendah dari pasien,cek isi kantong urine, buang bila

penuh ( cepat sekali ), catat jumlah, warna Cloting urine, jaga

kebersihan.

 Prosedur
Pada saaat pemasangan kateter terapat prisiip-prinsip yang tidak boleh

dilupakan pasientsafety, sehingga harus mempertahatikan anatomi kateter,

panjanguretrsa, fiksasi.

Berdasarkam amatomi kateter letak balon berada ± 2 cm dari ujung kateter,

sehingga saat pemasangan kateter setelah urin keluar kita masukkan kembali

kateter 5 cm memastikan balon kateter benar berada di dalam vesika

urinary.

 Intervensi dan Implementasi pasien ISK : Fokus intervensi mengahambat

pertumbuhan bakteri ( terapi antibiotic dan restriksi aktivitas selama

pemberian antibiotic ), memodifikasi diet ( perubahan diet untuk menjaga

keasman urin, menghindari kafein dan beralkohol ), meningkatkan asupan

cairan, mencegah komplikasi, mengajar strategi promosi kesehatan ( minum

minimal 2-3L/hari, mecegah IKS berulang dengan menghindari factor resiko )

 Intervensi dan implementasi Batu ginjal : meningkatkan asupan cairan,

mengurangi nyeri, mencegah pembentukan batu berulang, perubahan pola

diet. Intervensi post op: monitor urin output dan perdarahan post op.

D. Fokus Evaluasi

Evaluasi keseimbangan cairan dan elektrolit, identifikasi tanda adanya retensi cairan

seperti edema local maupun sistematik termasuk adanya edema pada paru. Evaluasi

secara bertahap kemampuan berkemih dan kesulitan untuk berkemih, adanya

perdarahan dalam urin makrokopik dan mikrosopik.

4.1.8 S istem Integumen

Kasus system integument yang banyak ditemukan di klinik adalah luka

bakar,psoriasis vulgaris dan dermatitis.


4.1.8.1 Materi

 Luka bakar, ciri- cirri luka bakar berdasarkan klasifikasi.

 Mengidentifikasi masalah kekurangan cairan, nyeri akut

 Manajemen cairan pada pasien luka bakar

4.1.8.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Pada pengkajian prosentase luka bakar kita harus mengingat prinsip rule of

nine : kepada dan leher : 9 %, ekstremitas atas 9 % x 2 ekstremitas, trunkus

anterior ( dada depan dan abdomen ) :18%, trunskur posterior ( punggung ) :

% 18 %x 2 ekstremitas, dan perineum : 1 %.

 Pengkajian derajat luka bakar berdasarkan kerusakan lapisan kulit sebagai

berikut:

 Derajat I : terjadi kerusakan lapisan epidemis, kulit memerah, sedikit

adema, Nyeri terjadi sampai dengan 48 jam.

 Derajat II : terjadi kerusakan meliputi epidermis dan dermis, adanya

bulae, nyeri, warna merah atau merah muda.

 Derajat III : kerusakan seluruh lapisan dermis dan organ kulit, warna

pucat – putih, tidak nyeri, dijumpai eskar ( koagulasi protein )

 Pasien luka bakar luas dapat mengalami syok, sehingga kita penting

mengkaji tanda tanda syok seperti ; akral dingin, tachikardi,

penurunan CRT, bradicardi.

B. Fokus Diagnosis

 Kekurangan volume cairan

 Kerusakan intergritas kulit


C. Fokus Intervensi/Implementasi

 Penghitungan kebutuhan cairan berdasarkan luas luka bakar berdasarkan

rumus Parkland/Baxter : 4 ml x luas luka bakar x Berat badan. Pemberian 50

% pada 8 jam pertama, 50 % pada 16 jam berikutnya ( 25 % pada 8 jam

kedua dan 25 % pada 8 jam ketiga). Jenis cairan yang diberikan adalah

kritaloid ( contohnya : cairan ringer lactate )

 Monitor & hitung jumlah pemasukan & pengeluaran cairan setiap 30 menit

 Waspada terhadap tanda – tanda kelebihan cairan dan gagal jantung,

terutama saat pemberian resusitasi cairan

 Pada saat pemasangan kateter terdapat prinsip – prinsip yang tidak boleh

dilupakan pasien safety, sehingga harus diperhatikan anatomi kateter,

panjang uretra, fiksasi

D. Fokus Evaluasi

Pasien luka bakar yang mengalami kekurangan cairan harus dilakukan evaluasi

keberhasilan resusitasi cairan yang telah dilakukan dengan mengukur urin output.

Normal urin output adalah 0.5 – 1 ml/kg bb/jam.

4.1.9 Sistem Darah Dan Kekebalan Imun

Kasus system darah dan kekebalan imun yang banyak ditemuka di tatanan klinik

yaitu : HIV/AIDS, Anemia, SLE, dan DHF.

4.1.9.1 Materi
 Mengidentifikasi hasil pemeriksaan ELISA. Membedakan pola temperature

pasien DHF dan penyakit lainnya, menginterpretasikan hasil laboratorium pasien

DHF, memvalidasi hasil pemeriksaan rumple-leed pada pasien DHF

 Mengidentifikasi masalah kekurangan cairan, risiko pendarahan

 Memberikan intervensi pasien HIV dengan manifestasi diare, Pneumocystis

Pneumonia ( PCP ) dan tuberkolosis

 Mengatasi stigma pada pasien HIV

 Menjelaskan tahapan VCT

4.1.9.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 SLE merupakan penyakit sistematik autoimmune yang berdampak pada

system tubuh meliputi system musculoskeletal, artharalgia dan arthritis

(synovitis) yang paling tampak pembengkakan pada sendi dan nyeri saat

bergerak, bengkak pada pagi hari

 Anemia : ada kelemahan, fatique, malaise, pucat pada konjungtiva dan

mukosa oral. Jaundice dapat terjadi pada anemia megaloblastik dan anemia

hemolitik

 HIV : identifikasi risiko factor ( risiko seksual atau penggunaan obat – obatan

injeksi ), status nutrisi, status neurologi, keseimbangan cairan dan eletrolit,

tingkat pendidik )

B. Fokus Diagnosis

 Fatique

 Risiko Cidera
 Risiko Hipovolemia

 Risiko tinggi infeksi

 Hambatan interaksi sosial

C. Fokus Intervensi

 SLE : Cegah untuk terpapar sinar ultraviolet, monitor komplikasi pada system

kardiovaskular dan renal

 Anemia : intervensi fokus pada membantu pasien untuk memprioritaskan

aktivitas dan menyeimbangkan antara aktivitas dan istirahat,

mempertahankan nutrisi yang adekuat, mempertahankan adekuat perfusi

dengan transfuse dan pemberian oksigen

 HIV / AIDS : kultur feces, pemberian antikolinergik, dan mempertahankan

cairan 3 L/hari, monitor tanda – tanda infeksi, monitor jumlah sel darah

putih, teknik aspetik, berikan pulmonary care ( batuk, napas dalam,

pengaturan posisi )

 Transfusi darah : prinsip benar pemberian transfuse, persiapan, prosedur

pelaksanaan dan evaluasi transfuse. Jika terjadi reaksi alergi pada 15 menit

pertama, stop transfuse, laporkan ke dokter berikan NaCI 0.9%

D. Fokus Evaluasi

 Anemia : tampak nfatique berkurang (rencana aktivitas, istirahat dan

latihan), prioritaskan aktivitas, mempertahankan nutrisi yang adekuat,

mempertahankan adekuat perfusi, tidak adanya komplikasi )

 HIV / AIDS : mempertahankan integritas kulit, tidak terjadi infeksi, paham

tentang HIV AIDS, tidak terjadi defisien volume cairan


4.1.10 Sistem Pengindraan

Kasus system darah dan kekebalan imun yang banyak ditemukan ditatanan klinik

yaitu : katarak, glaucoma, mastoiditis, otitis media

4.1.10.1 Materi

 Intrerpretasi pemeriksaan virus, rinne, weber

 Mengidentifikasi gangguan sensori – persepsi

 Melakukan perawatan pasien katarak pasca operasi

 Melakukan pemberian tetes telinga pasien dengan OMSK

4.1.10.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

 Nilai virus misalnya 6/300 menunjukkan angka pertama 6 adalah jarak

normal yang bisa dibaca sedangkan angka kedua 300 merupakan hasil yang

ditemukan dari pemeriksaan pasien. Nilai normal 6/6

 Tes Rinne merupakan uji pendengaran dengan menggunakan garputala

untuk mengetahui gangguan pendengaran antara tuli konduktif dan tuli

sensorik. Normal hantaran udara lebih panjang hantaran tulang. tuli

konduktif : hantaran udara = atau < hantaran tulang : tuli sensorik hantaran

udara > hantaran tulang.

 Tes weber untuk mengetahui lateralisasi hantaran tulang. Hasil normal jika

lateralisasi suara sama. Tuli konduktif: lebih keras terdengar pada telinga

yang sakit; tuli sensorik: suara lebih terdengar pada telinga yang normal.

 Tonometri: alat untuk mengukur tekanan bola mata, normal 10 – 21 mmHg.

B. Fokus Diagnosis

 Gangguan persepsi sensori


 Nyeri akut

 Risiko cedera

C. Fokus Intervensi

 Menilai kehilangan fungsi penglihatan ( ketajaman penglihatan, lapang

pandang )

 Menilai kehilangan fungsi pendengaran ( jenis tuli konduktif, tuli

sensorineural )

 Pendidikan kesehatan terkait dengan kehilangan fungsi penglihatan dan

fungsi pendengaran

 Melakukan perawatan post operasi katarak dan galukoma dan perawatan

pasien post operasi tympano plasty

 Teknik pemberian obat melalui irigasi dan tetes mata, tetes telinga, tetes

hidung dan irigasi

 Teknik pemberian obat melalui uirigasi dan tetes mata, tetes telinga tetes

hidung dan irigasi.

 Teknik pembebatan pada mata

 Pemberian tetes dan salep mata

 Irigasi mata

D. Fokus Evaluasi

 Ketajaman penglihatan pasca tindakan operasi

 Memanatau tanda – tanda pendarahan pasca operasi

 Risko infeksi yang terjadi pasca operasi

4.1.11 Contoh Soal Pengkajian dan pembahasan


1. Seorang perempuan berusia 38 tahun dirawat di ruang penyakit dalam karena PPOK.

Hasil pengkajian pasien tampak sesak, TD 110/70 mmHg, frekuensi napas, dan

tampak retraksi dada, dan tampak penggunaan otot-otot pernapasan. Hasil

pemeriksaan AGD dipatkan nilai Ph 7,30, PaCO₂ 49 mmHg, PaO₂ 85 mmHg₃- 22

mEq/L, saturasi oksigen 97%.

Apakah interpretasi hasil AGD pada pasien ?

A. Asidosis Metanolik terkompensasi

B. Alkalosis Respiratorik

C. Asidosis Respiratorik

D. Alkalosis Metabolik

E. Asidosis Metabolik

Pembahasan:

Pada kasus di atas untuk melakukan interpretasi nilai AGD, langka yang harus diingat

yaitu: Langkah 1 Klasifikasi Ph, nilai normal Ph: 7,35-7,45, dalam soal Nilai Ph 7,30

( menurun ) menandakan Asidemia. Langka 2 Nilai PaCO₂ dengan nilai normal: 35-

34 mmHg, dalam soal nilai PaCO₂ 49 mmHg ( Meningkat ) menandakan adanya

asidosis respiratorik. Langka 3 Nilai HCO₃- dengan nilai normal: 22-26 mEq/dl, dalam

soal di atas nilai –nya normal, apabila menurun mendadak adanya asidosis

metabolic, dan apabila meningkat menandakan adanya alkalosis metabolic. Langkah

4 tentukan adanya kompensensi dengan melihat dua komponen yaitu PaCO₂ dan

HCO₃-, apabila keduanya abnormal ( atau hampir abnormal ) pda arah yang

berlawanan maka terdapat kompensasi. Apabila nilai salah satu komponen

abnormal, dan komponen lainnya normal maka tidak terdapat komptensi.


Strategi :

Jawaban B dan D bukan pilihan karena pH di bawah 7,35. Nilai PaCO₂ pada soal

mengalami peningkatan sehingga termasuk dalam respiratorik.

Jawab: C

2. Seorang laki-laki berusia 40 tahun di ruang penyakit dalam dengan keluhan sesak

napas. Hasil pengkajian : TD 130/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi

napas 24n/menit, x-ray toraks menunjukan adanya pleuritis dextra. Saat ini perawat

sedang melakukan pemeriksaan fisik paru pada tahapan auskultasi

Apakah hasil pemriksaan pada kasus tersebut?

A. ronchi

B. vesikuler

C. wheezing

D. bronchial

E. friction rub

Pembahsan:

Pleuritis adalah peradangan pada areal pleura. Friction rub terjadi karena adnanya

gesekan antar lapisan pleura bagian dalam dari luar yang meradang. Friction rub

akan terdengar saat proses respirasi dan tidak terdengar saat tidak ada respirasi .

Strategi:
Vesikuler dan bronchial merupakan suara napas normal, wheezing terjadi karena

udara melewati jalan napas yang menyempit/tersumbat. Ronkhi terjadi karenan

adanya obstruksi atau secret di jalan nafas yang banyak, ronkhi biasanya hilang saat

di batukan.

Jawaban: E

3. Seorang laki-laki berusia 64 tahun di rawat di ruang penyakit dalam keluhan nyeri

dada sejak 2 jam sebelum MRS. Hasil pengkajian pasien mengatakan dadanya terasa

panas, skala nyeri 7, akral dingin, lemah dan cemas. TD 140/80 mmHg, frekuensi

nadi 72x/menit, dan frekuensi napas 20 x/ menit. Hasil EKG menunjukkan ST elevasi

pada lead V3 dan V4.

Dimanakah lokasi infark yang dialami pasien tersebut?

A. Posterior jantung

B. Inferior jantung

C. Anterior jantung

D. Lateral jantung

E. Septal jantung

Pembahasan :

Sandapan menunjukan arah vector dari gelombang yang muncul, Lead V3 dan V4

menunjukan adanya gelombang terlambat dan putus pada daerah inferior

jantung, Lead V1 dan V2 pada area septum, Lead I, AVL, V5 dan V6 pada area

lateral, Lead II, III dan aVF area inferior dan Lead Resiprokal, V1-V3 area posterior.
Strategi :

Anterior adalah bagian depan dari jantung pada Lead V3 dan V4. Sandapan lead

lain bukan merupakan area anterior.

Jawaban : C

4. Seorang laki-laki berusia 46 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan diagnosis

peritonitis dan mengeluh nyeri perut. Hasil pengkajian skala nyeri 6, tampak wajah

menyeringai, TD 140/90 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas

24x/menit, suhu 38°C.

Apakah pengkajian lanjutan pada kasus tersebut?

A. Mual

B. Muntah

C. Bising usus

D. Distesi perut

E. Intake and output cairan

Pembahasan :

Peritonitis menghasilkan efek sistematik yang berat, perubahan sirkulasi,

perpindahan cairan dan masalah pernapasan serta ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit. Respon inflamasi mengalihkan aliran darah ekstra ke bagian usus yang

mengalami inflamasi untuk melawan infeksi, cairan dan udara tertahan dalam

lumen, tekanan dan sereksi cairan dalam usus meningkat. Sehingga aktifitas usus
sendiri meningkatkan kebutuhan terhadap oksigen sehingga paru berespon dengan

meningkatkan pernapasan.

Strategi :

Aktifitas usus pada peritonitis cenderung mengalami penurunan bahkan berhenti

sehingga hal utama yang diperhatikan adalah bising usus.

Jawaban : C

5. Seorang perempuan berusia 30 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan

diagnosis suspect apendisitis.Hasil pengkajian, pasien mengeluh nyeri perut kanan

bawah, nyerik skala 7, mual, ,muntah, serta tidak nafsu makan, TD 130/80 mmHg,

frekuensi napas 26x/menit, dan frekuensi nadi 8x/menit.

Aapakah pengkajian lanjut pada kasus tersebut?

A. auskultasi bisnis usus

B. observasi status nutrisi

C. pemeriksaan laboratorium

D. observasi tanda-tanda dehidrasi

E. palpasi pada titik mc.burney

Pembahasan :

Nyeri dan sakit perut pada apendisitis terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi

obstruksi pada apendik. Nyeri visceral akan mengaktifikasi nervus vagus sehingga
mengakibatkan muntah. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan

bawah atau titik Mc.Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.

Strategis :

Nyeri tekan pada titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis apendik.

Jawaban : E

6. Seorang laki-laki berusia 65 tahun dirawat di ruang neurologi dengan keluhan

penurunan kesadaran. Hasil pengkajian saat diberi rangsang nyeri kedua lengan

tampak fleksi abnormal, membuka mata dan suara mengerang, pupil anisokor

kanan, reflex cahaya lambat, TD 160/90 mmHg, frekuensi nadi 92x/menit, frekuensi

napas 20x/menit, dan suhu 36,8°C.

Berapa nilai GCS pada kasus tersebut ?

A. 5

B. 6

C. 7

D. 8

E. 9

Pembahasan :

Gangguan neurologi pada kasus stroke, cedera kepala dan meningitis terjadi karena

adanya kerusakan jaringan otak kerusakan jaringan otak atau edema jaringan otak

munculnya tekanan intra krainal. Salah satu tanda yang paling mudah dilihat pada
mekanisme ini adalah penurunan kesadaran. Semakin rendah nilaiGCS meununjukan

semakin berat kerusakan atau edema atau tekanan intra krainal.

Strategi :

Pertanyaan diatas menunjukan penentuan nilasi GCS. Nilai GCS didapat di

pemeriksaan fisik dengan memberikan rangsang. Rangsang yang diberikan pada

kasus ini adalah rangsang nyeri. Kasus ini menunjukan respon motorik fleksi

abnormal, membuka mata dan suara mengerang saat diberi rangsang nyeri ( 3-2-2 ).

Jadi nilai Ngcs 7. Perlu dipelajari lebih baik setiap nilai dari komponen verbal, motorik

dan membuka mata.

Jawaban : C

7. Seorang perempuan barusia 35 tahun dirawat di ruang bedah saraf dengan pasca

craniotomy. Hasil pengkajian, pasien tampak hemapirese kanan, lemah dan tidak

mampu menggerakan tubuhnya, reflex fisiologi melambat. Saat dilakukan

pemeriksaan otot ekstremitas kanan didapat hasil sebagai berikut tidak mampu

mengangkat lengan dan kaki namun maish bisa menggerakannya. Berapakah nilai

kebutuhan otot pada pasien tersebut?

A. 1

B. 2

C. 3

D. 4

E. 5
Pembahasan :

Penurunan kekuatan otot merupakan gejala neurolgis yang umum terjadi pada kasus

neurologi seperti stroke, meningitis dan cedera kepala. Ada mekanisme gangguan

sentral pada pusat motorik otak sehingga kurang mampu mengkordinasikan gerakan

ekstremitas. Kelemahan otot ditemukan dengan skala kekuatan otot yakni ; 0: tidak

ada tonus, 1; terdapat tonus tapi ada gerakan, 2: terdapat pergerakan sendi tetapi

tidak bisa melawan gravitasi, 3: dapat melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan

tahanan, 4 : pergerakan dapat menahan tahanan ringan-sedang, 5: kekuatan otot

normal.

Strategi :

Pertanyaan diatas menunjukan penentuan kekuatan otot maka yang perlu dilihat

adalah apa respon pasien saat diperiksa. Ingat tahapan pemeriksaan dan hasilnya.

Perlu memahami nilai nilai dari setiap respon seperti yang di gambarkan pada

pembahasan.

Jawaban : B

8. Seorang perempuan berusia 56 tahun, dirawat di ruang neurologi dengan keluhan

sakit kepala. Hasil pengkajian didapat penglihatanbkabur, kelemahan kaki, dan

tangan pada sisi kanan serta bicara tidak jelas. Untuk memastikan perawat akan

melakukan pengkajian pada nervus cranial XII.

Apakah yang harus diperhatikan dalam pengkajian tersebut?


A. Minta pasien mengucapkan suara “ A “

B. Meletakkan garam pada lidah bagianj depan

C. Meletakkan gula pada lidah bagian belakang

D. Minta pasien untuk memoncongkan mulutnya

E. Minta pasien menggerakan lidah kesatu sisidan kesisi lainnya

Pembahasan :

Defisit neurologi terjadi sebagai akibat dari kerusakan jaringan otak ada tertekannya

jaringan otak. Tanda dan gejala yang muncul sangat dipengaruhi juga oleh berat

ringannya kerusakan jaringan otak. Kerusakan jaringan otak pada bagian mid brain

dan batang otak atau adanya peningkatan tekanan intracranial berdampak terhadap

fungsi XII saraf krainal. Tanda yang muncul memberikan bukti adanya kerusakan saraf

bersangkut seperti munculnya gangguan saraf krainal XII dibuktikan dengan

hilangnya fungsi menggerakan lidah, saraf vagus hilangnya fungsi menelan dan

sebagainya.

Strategi :

Pertanyaan ini adalah tentang pemeriksaan saraf cranial XII. Perlu dipahami dengan

jelas funsi – fungsi saraf cranial seperti saraf cranial XII itu adalah menginervasi saraf

motoric lidah jadi fungsinya menggerajan lidah, jika fungsi saraf ini hilang tentu yang

dilihat adalah gangguan menggerakan lidah.

Jawaban : E
9. Seorang laki – laki berusia 18 tahun, dirawat di ruang bedah dengan fraktur tbia 1/3

proksimal tertutup 12 jam yang lalu. Perawat melakukan pengkajian neuvovaskular

untuk mengindentifikasi adanya sindrom kompartemen.

Apakah data fokus pada kasus tersebut?

A. eritema pada area fraktur

B. adema pada sekitar area faktur

C. perubahan warna kulit dari puncat ke sianosis

D. nyeri progresif tidak hilang dengan analgetik

E. daerah disekitar lokasi fraktur terasa lebih hangat

Pembahasan:

Compartemen Syndrome adalah seatu kondisi peningkatan tekanan

intracompartemental. Peningkatan tekanan pada compartemen dapat menghambat

aliran darah dan sarap dan aliran perfusi darah ke bagian distal terhambat bila

dibiarkan akan terjadi proses iskemi dan nekrosis dal tersebut dapat menimbulkan

nyari yang hebat dan cepat.

Strategi :

Eritama, edema, pucat dan hangat pada sekitar fraktur bukan tanda Compartemen

Syndrome.

Jawaban : D
10. Seorang perempuan berusai 45 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan CKD.

Hasil pengkajian : edema di ekstremitas bawah Inteka cairan 1000cc/24 jam, urin

output 100cc/24 jam, TD 150/90 mmHg, frekuensi napas 28x/ menit dan suhu 37°C.

Pasien direncanakan hemodialisa.

Apakah pengkajian selanjutnya pada pasien tersebu?

A. Kaji adanya bunyi napas tambahan

B. Kaji adanya kenaikan berat badan

C. Kaji nilai ureum dan kreatinin

D. Kaji kadar hemoglobin

E. Kaji kecemasan

Pembahasan :

Salah satu menifestasi klinis pasien dengan CKD adalah ketidak seimbangan elektrolit

dan asam basa. Adanya gangguan eksresu natrium, akan terjadi rentasi natrium yang

dapat mengikat cairan. Rentasi natrium dapat menyebabkan terjadinya adema, pada

pasein dengan CKD yang mengalami kondisi kelebihan volume cairan dalam tubuh,

pengkajian yang dapat dilakukan adalah pengukuran derajat edema, kenaikan berat

badan dan lingkar perut. Berat badan menjadi indicator peningkatan kelebihan

cairan tubuh karena kenaikan 1 kg BB = 1 Liter air. Urin output normal adalah 0,5 – 1

cc/kg BB/Jam.

Strategi :
Fokus masalah keperawatan pada kasus di atasa adalah keseimbangan cairan. Data

pengkajian yang merupakan kata kunci adalah edema ekstremitas bawah, intake

cairan dan urin output.

Jawaban : A

11. Seorang perempuan berusia 34 tahun di rawat diruang bedah dengan luka bakar

derajat II. Pasien mengeluh nyeri, lemas dan haus. Hasil pengkajian luka bakar daerah

dada, tangan kanan dan paha kanan. Beberapa persentase luka bakar kasus

tersebut?

A. 44%

B. 42%

C. 34%

D. 32%

E. 27%

Pembahasan :

Berdasarkan hasil pengkajian pada kasus luka bakar diantara ditemukan luka bakar

daerah dada, tangan kanan dan paha kanan. Untuk menentukan persentase luas luka

bakar digunakan rumus “ Rule of Nine “ sehingga didapatkan hasil; daerah dada

nilainya = 9%, tangan kanan = 9%, paha kanan = 9%, total area yang mengalami luka

bakar adalah 27%.

Strategi : Pahami rumus “ Rule of Nine “


( Gambar )

Jawaban : E

12. Seorang laki – laki berusia 50 tahun datang ke poliklinik saraf dengan keluhan

gangguan pendengaran. Perawat melakukan pemeriksaan pendengaran pada pasien

dengan cara menempelkan garputala pada planum mastoid pasien. Hasil

pemeriksaan menunjukkan setelah perawat tidak mendengar, sedangkan pasien

masih dapat mendengarkan getaran garpatula.

Apakah interpretasi pemeriksaan pada kasus tersebut?

A. tuli kombinasi

B. tuli konduksi

C. tuli sensorik

D. tuli saraf

E. normal

Pembahasan :

Tes schawabach bertujuan membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa

dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Interpretasi hasil pasien masih

mendengar getaran garpatula ( memanjang : tuli konduksi ).

Strategi :
hanya tes schwabach yang dilakukan dengan cara membandingkan dengan

pemeriksaan, sedangkan tes Rinne dan Weber hanya pada pasien.

Jawaban : B

4.1.12 Contoh Soal Diagnosis dan Pembahasan

1. Seorang laki – laki berusia 43 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan TB paru.

Hail pengkajian keluhan sesak napas, tampak cemas, batuk berdahak dan retraksi

dinding dada. TD 130/80 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas

27x/menit, suhu 38°C. Ph 7,47; PaCo₂ 32 mmHg, PaO₂ 90 mmHg, saturasi Oksigen

92%, HCO₃ 22 mEq/Dl, BE + 22 mEq/Dl, BE +3.

Apakah masalah keperawatan utama pada pasien?

A. hipertemia

B. keletihan

C. kerusakan pertukaran gas

D. ketidakefektifan pola napas

E. ketidakefektifan kebersihan jalan napas

Pembahasan :

Pasien dengan TB paru secara patofisiologi gangguan berupa infeksi Mycobacterium

Tuberculosis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan pada area paru.

Kerusakan tersebut menyebabkan terhambatnya perpindahan gas ( O₂ dan CO₂ ) di

alveolus dengan kapiler pulmonal. Kegagalan pertukaran gas menyebabkan gangguan

keseimbangan asma basa tubuh dimana CO₂ dalam darah akan menurun.
Strategi :

Pilihan jawaban A dan B tidak menjadi prioritas masalah, pilihan E tidak didukung

data yang tepat, Pilihan jawaban D serta konsep terjadi pada pasien TB dan di

dukung data yang lengkap.

Jawaban : C

2. Seorang laki – laki berusia 48 tahun dirawat hari ke-3 dengan diagnosis gagal

jantung kongestif. Pasien mengeluh sesak bertambah, saat berjalan ke kamar mandi.

Hasil pemeriksaan fisik, frekuensi nadi 90x/menit, TD 150/90 mmHg, frekuensi napas

28x/menit, urine 40 cc/jam, dan hasil EKG sinus rhythm.

Apakah masalah keperawatan utama pada pasien tersebut?

A. intolerasi aktifitas

B. pola napas tidak efektif

C. gangguan eliminasi urin

D. kelebihan volume cairan

E. gangguan perfusi jaringan

Pembahasan :

Gagal jantung merupakan kegagalan jantung dalam memompa darah secara normal

keseluruh tubuh, sehingga darah yang berisi nutrisi dan oksigen tidak dapat

didistribusikan secara adekuat sampai ke sel. Akibatnya proses metabolism sel

menjadi terganggu dan energy yang dihasilkan berkurang. Tanpa energy yang cukup,

pasien tidak toleran dalam melakukan aktivitas secara normal.


Strategi :

Kata kunci pada kasus adalah adanya keluhan sesak napas pada pasien gagal jantung

dan berambah sesak saat berjalan ke kamar mandi, sehingga masalah keperawatan

yang tepat adalah Intoleransi aktivitas.

Jawaban : A

3. Seorang laki – laki usia 64 tahun dirawat dirawat diruang penyakit dalam dengan

keluhan sesak napas dan kedua kaki bengkak. Sesak dirasakan memberat saat pasien

beraktivitas. Hasil pengkajian pasien terlihat pucat dan sianosis, lemah tidak

berdaya, JVP meningkat, TD 100/70 mmHg, frekuensinadi 100x/menit, frekuensi

napas 24x/menit dan dangkal, serta photo toraks menunjukkan CTR 65%.

Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus tersebut?

A. Intoleransi aktivitas

B. gangguan perfusi jaringan

C. penurunan curah jantung

D. polanapas tidak efektif

E. kelebihan volume cairan

Pembahasan :

Tanda yang menonjol dikemukakan pada kasus tersebut adalah menunjukkan

ketidakmampuan jantung dalam memompa darah, akibat dari pembsaran jantung

(CTR >50%) Sehingga terjadi penurunan curah jantung. Kompensasi jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolism tubuh adalah dengan meningkatkan nadi. Pucat

dan lemah sebagai akibat tidak sampainya darah ke perifer dan darah diperifer

banyak mengandung CO₂ sulit kembali ke jantung.

Strategi :

Masalah prioritas pada pasin gagal jantung adalah penurunan cardiac output yang

menimbulkan berbagai masalah lainnya dan dapat mengancam jiwa pasien.

Jawaban : C

4. Seorang perempuan berusai 22 tahun di rawat di ruang bedah dengan pasca operasi

apendektomi hari ke-2. Pasien mengeluh nyeri pada luka bekasa operasi, skala nyeri

6, wajah menyeringai, pasien susah tidur dan mengeluh mual serta nafsu makan

berkurang. Td 130/80 mmHg, frekuensi nadi 98x/menit, frekuensi napas 24x/menit,

suhu 37,5°C, Tampak lemah dengan gelisah.

Apakah masalah keperawatan pada kasus tersebut?

A. nyeri akut

B. risiko infeksi

C. deficit nutrisi

D. intoleransi aktifitas

E. gangguan pola tidur

Pembahasan :
Tindakan appendektomi menyebabkan terputusnya kontribuksi jaringan kulit dan

yang memperyarafinya sehingga mengakibatkan rasa nyeri. Nyeri dapat

mengakibatkan gangguan tidur, taku gerak, mual dan muntah sehingga berdampak

terhadap pemenuhan nutrisi.

Strategi :

Terdapat data mayor yang mendukung diagnose nyeri akut yaitu keluhan nyeris skala

6 dan wajah yang menyeringai dan gelisah.

Jawaban : A

5. Seorang perempuan barusia 58 tahun dirawat di ruang neurologi dengan stroke

haemorhagik. Hasil pengkajian kesadaran stupor dengan GCS 9, reflex pupil lambat,

kesan hemiparese dextra. TD 190/100 mmHg, frekuensi nadi 100 x/menit, frekuensi

28x/menit dan suhu 38°C. CT-scan menunjukan adanya gambaran hiperdens pada

daerah frontotemporal kanan.

Apakah masalah keparawatan yang tepat pada kasus tersebut?

A. Gangguan perfusi jaringan serebral

B. Ketidak efektifan pola napas

C. Hambatan mobilitas fisik

D. Risiko cedera

E. Hipertermia

Pembahasan :
Stroke hermoragik adalah pecahnya pembuluhan darah otak dan menimbulkan

adanya peningkatan masa intracerebal. Yang terjadi adalah peningkatan tekanan

masa intracranial. Ciri cirri terjadinya hal tersebut ditunukan dengan data seperti

penurunan kesadaran, pupillambat, gangguan neurologis lainnya dan juga adanya

gambaran st scan. Data ini mendominasi maka diagnosanya adalah gangguan perfusi

cerebal.

Strategi :

Cluster data terbesar, mayor dan saling sinergi satu sama lian adalah menunjukan

adanya kerusakan jaringan otak, sedang data yang lain hanya satu satu dan minor

sehingga tidak memungkinkan menyimpulkan diagnose keperawatan. Data mayor

dimaksud adanya kerusakan intracranial dan terjadi penurunan kapasitas adaptif

intracranial yakni perubahan neurologis mendadak seperti GCS, Hemiparese, tekanan

darah dan didukung lagi dengan CT Scan.

Jawaban : A

6. Seroang laki – laki berusia 65 tahun, dirawat di rung neurologis dengan keluhan

mengalami kelemahan pada sisi kiri tubuh sejak semalam. Hasil pengkajian

didapatkan wajah asimetris, biacara pelo, diberi minum tersedak, lidah telihat

mencong ke kanan. CT Scan menunjukan infark parietal dextra.

Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus tersebut?

A. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

B. Risiko ketidak efektifan perfusi jaringan serebral


C. Hambatan komunikasi verbal

D. Hambatan mobilitas fisik

E. Risiko aspirasi

Pembahasan :

Proses seragam stroke menimbulkan proses kerusakan jaringan otak yang bersifat

fokal dan gangguan terjadi sesaui dengan daerah focal otak yang terkena. Berat

ringan sangat tergantungan dari lokasi dan luasnya kerusakan jaringan otak yang

rusak. Sehingga kerusakan otak dapat dilihat dati tanda dan gejala yang ditimbulkan.

Satu gangguan ynag menonjol di tampilkan pada kasus ini adalah gangguan menelan

seperti bicara pelo, tersendak dan sebagainya akibat yang berat muncul adalah risiko

aspirasi yaitu masuknya cairan gastro tertentu lambung ke saluran pernapasan dan

berakibat gangguan system napas.

Strategi :

Soal mempertanyakan masalah perawatan maka saat skiming ternyata secara

komprehensif dapat ditangkap masalah aspirasi. Jadi penentuan diagnose didasarkan

pada masalah yang sering disebutkan dan saling sinergis dan menjadi persoalan

pokok dan komplikasi saat tidak mendapatkan penanganan yang memadai.

Jawaban : E

7. Seorang laki – laki berusia 52 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan

diagnosis DM. Hasil pengkajian, mudah lelah, aktivitas dibantu orang lain, sering
merasa haus, BB turun, kulit kering, TD 120/80 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit,

frekuensi napas 20x/menit, dan hasil laboratorium gula darah sewaktu 578 mg/dl.

Apakah masalah keperawatan utama pada kasus diatas?

A. deficit nutrisi

B. intelorensi aktivitas

C. kekurangan volume cairan

D. kerusakan integritas kulit

E. ketidakstabilan kadar glukosa darah

Pembahasan :

Pada penderita DM mengalami gangguan produksi insulin atau resistensi insulin yang

mengakibatkan ketidakmampuan menjaga kadar glukosa darah dalam rentang

normal. Manisfestasi klinis penderita diabetes meliputi polidipsi, poliuri, poliphagia.

Polidipsi dan poliuri terjadi karena kehilangan cairan akibat kondisi dieresis osmotic.

Poliphagia karena hasil dari status katabolic yang disebabkan karena kurangnya

insulin dan proses pemecahan lemak dan protein.

Strategi :

Masalah pada DM tipe 2 dengan peningkatan gula darah adalah deficit cairan tetapi

pada kasus TD dan nadi masih batas normal. Sehingga pilihannya ada ketidakstabilan

glukosa darah, sedangkan jawaban A, B, D kurang didukung oleh data objektif dan

bukan prioritas.

Jawaban : E
8. Seorang laki – laki berusia 60 tahun datang ke poli bedah dengan keluhan nyeri dan

kaku pada persendian kaki. Hasilpengkajian skala nyeri 3 bertambah saat pagi, lemas,

kesulitan saat bergerak dan rentang gerak menurun, pasien juga mengeluh

penyakitnya tidak sembuh – sembuh.

Apakah masalah utama pada kasus tersebut?

A. kerusakan mobilitas fisik

B. risiko cedera

C. kelemahan

D. nyeri akut

E. ansietas

Pembahasan :

Terdapat 2 manisfestasi utama klinis pada osteoarthritis yaitu nyeri yang bertambah

berat pada pagi hari dan keterbatasan pergerakan, sering diikuti oleh kretipus,

kekakuan sendi dan juga pembesaran sendi.

Strategi :

Fokus utama manajemen OA adalah manajemen nyeri dan perbaikan mobilitas, bila

nyeri sudah dapatg ditoleransi, maka fokus manajemen keperawatan adalah

mengembalikan fungsi mobilitas pasien.

Jawaban : A
9. Seorang perempuan berusia 46 tahun dirawat diruang penyakit dalam DHF. Hasil

pengkajian pasien mengggeluh lemah, terdapat petekie pada kedua lengan, ndan

kedua ekstremitas terasa dingin dan suhu 36°C. Hasil pemeriksaan laboratorium HB

18 mg/dl, Hematoktrit 50%, trombosit 45.000/mm³.

Apakah masalah keperawatan yang utama pada kasus tersebut?

A. Risiko syok

B. hipertermia

C. risiko pendarahan

D. intoleransi aktifitas

E. gangguan integritas kulit

Pembahasan :

Infeksi virus dengue akan menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas

dinding pemluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Petekie dan

trombositopenia ( 150.000/mm³ - 450.000/mm³ ) merupakan tanda adanya

pendarahan pada pasien DHF. Pada kasus diatas perlu diwaspadai adanya kebocoran

plasma dengan meningkatnya Hb yaitu 18 mg/dl ( 13-15 mg/dl ) dan peningkatan

hematokrit yaitu 50% ( 37% - 47% ) yang dapat menyebabkan kondisi hipovolemia

dan syok.

Strategi :

Hipertermi terjadi 2 – 7 hari biasanya bifasik, pada kasus suhu tidak begitu tinggi

sehingga tidak menjadi prioritas. Pada pasien sudah terjadi pendarahan dengan
adanya petekie dan trombosit 45.000/mm³. Petekie tidak mendukung masalah

gangguan integritas kulit.

Jawaban : A

10. Seorang laki –laki berusia 45 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan keluhan

diare kronis sejak sebulan yang lalu. Pasien mempunyai riwayat HIV, mengalami

penurunan BB 18 kg dalam 4 bulan terakhir. Hasil pengkajian turgor kulit tidak elastic,

membrane mukosa kering,urin output menurun, konsentrasi menurun.

Apakah masalah keperawatan prioritas pada pasien tersebut?

A. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

B. kerusakan integritas kulit

C. deficit volume cairan tubuh

D. hambatan memori

E. diare

Pembahasan :

Diare adalah salah satu infeksi oprtunistik dari penderita HIV, diare menyebabkan

keluarnya cairan dan elektrolit berlebih sehingga pasien akan mengalami kekurangan

/ defisiensi cairan dan elektrolit. Pada kasus ini sangat terlihat pasien mengalami

defisiensi cairan, hal ini didukung dengan adanya turgor kulit tidak elastic, membrane

mukosa kering , urin output menurun, konsentrasi menurun.


Strategi :

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh kerusakan integritas kuli.

Hambatan memori perlu data dukung lainnya. Diare pasa pasien terjadi sejak 1 bulan

yang lalu sehingga menyebabkan kondisi kekurangan volume cairan pada pasien

yang didukung dengan adanya data turgor kulit tidak elastic, membrane mukosa

kering, output menurun, konsentrasi menurun.

Jawaban : C

11. Seorang laki – laki berusia 60 tahun, datang ke polik linik mata dengan keluhan

padangan mata sebelah kanan kabur. Hasil pengkajian: Visus 4/6, TIO 27 mmHg,

lensa tampak keruh, tampak gelisah, pasien tampak berhati – hati berjalan, TD

150/100 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi napas, 20x/menit, suhu : 37°C,

20x/menit.

Apakah masalah keperawatan utama pada kasus tersebut?

A. cemas

B. nyeri akut

C. risiko cedera

D. hambatan mobilitas fisk

E. gangguan persepsi sensori

Pembahasan :
Masalah pasien pada kasus tersebut yang paling utama adalah penglihatan kabur

atau terjadinya kehilangan ketejaman penglihatan.

Strategi :

Pada pasien dengan gangguan penglihatan kemungkinan mengalami gangguan

persepsi sensorik: visiual dan risiko cedera. Risiko cedera lebih difokuskan pada

lingkungan yang rentan menimbulkan cedera saat pasien berdaptasi.

Jawaban: E

4.1.13 Contoh Soal Intervensi/ Implementasi dan Pembahasan

1. Seorang laki – laki berusia 56 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan

Pneumonia. Hasil pengkajian fisik, ireguler dan terlihat penggunaan otot bantu

pernapasan. Perawat sudah melakukan tindakan nebulisasi menggunakan

ekspektoran, namun sekretnya masih sulit dikeluarkan. Terpasang oksigen nasal 3

liter/menit.

Apakah tindakan perawat selanjutnya?

A. mengatur posisi semiflower

B. melakukan fisioterapi dada

C. melakukan auskulturasi paru

D. menganjurkan batuk efektif

E. menganjurkan untuk tarik napas dalam

Pembahasan :
Pneumonia merupakan proses inflamasi pada parenkim paru yang ditandai dengan

demam, sesak, batuk dan produksi sputum yang berlebihan menyebabkan sulit

untuk menjaga kepatenan jalan napas. Fisioterapi dada merupakan salah rangkaian

tindakan keperawatan yang terdiri atas postural drainage, clapping, dan vibration,

tindakan tersebut untuk meningkatkan turbulensi dan kecepatan ekshalasi udara

sehingga sekret dapat bergerak dan mencegah terkumpulnya serta mempercepat

pengeluaran sekret.

Strategi :

Kata kunci pada kasus adalah sudah dilakukan tindakan nebulisasi, namun

sekretnya masih sulit dikeluarkan, sehingga tindakan selanjutnya yang tepat adalah

melakukan fisioterapi dada.

Jawaban : B

2. Seorang laki – laki berusia 56 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan PPOK

(Penyakit Paru Obstruktif Kronik ). Hasil pengkajian pasien mengeluh sesak dan

kelela batuk berdahak, terdapat ronkhi di bagian medial dan basal paru kanan. TD

130/8mmHg,

Frekuensi nadi 90x/menit, frekuensi napas 30x/menit, suhu 37,5°C, saturasi oksigen

96%.

Saat ini pasien sudah mendapatkan terapi oksigen 3 liter/menit.

Apakah intervensi keperawatan utama pada kasus tersebut?

A. beri oksigen dengan masker 6 liter/menit


B. kolaborasi pemberian bronkodilator

C. lakukan fisioterapi dada

D. posisikan semiflower

E. ajarkan batuk efektif

Pembahasan :

PPOK Merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara di

saluran nafas, gejala klinis yang sering terjadi adalah peningkatan sputum karena

proses

inflamasi. Sputum yang sulit dikeluarkan menyebabkan terjadinya sesak nafas,

sehingga

masalah keperawatan utama pada pasien diatas adalah ketidakefektifan kebersihan

jalan

nafas. Fisioterapi dada yang terdiri dari postural drainage, clapping, dan vibration,

merupakan tindakan untuk meningkatkan turbulensi dan kecepatan ekshalasi udara

sehingga sekret dapat bergerak mencegah terkumpulnya sekret dan mempercepat

pengeluaran sekret.

Strategi :

Pemberian oksigen 6 liter/menit belum diperlukan karena nilai saturasi oksigen

normal.

Pemberian bronkodilator dapat dilakukan sebagai intervensi kolaboratif.

Memberikan

posisi semiflower hanya meningkatkan ekspansi paru dan menurunkan keluhan

sesak
pada pasien. Batuk efektif kurang tepat dilakukan pada pasien yang mengalami

kelelahan

karena tidak dapat menggunakan otot abdomen dalam memberikan tekanan atau

“force”

pada saat batuk efektif. Pilihan paling tepat dan efektif melakukan fisioterapi dada.

Jawaban : C

3. Seorang perempuan berusia 55 tahun terpasang Chest Tube yang disambungkan ke

Water Seal Drainage(WSD ) dengan system 2 botol. Saat pasien bergerak, tiba – tiba

selang tertarik sehimngga botol ke-2 tergelincir dan menyebabkan botol tersebut

pecah.

Apakah tindakan awal yang harus dilakukan perawat?

A. sambungkan kembali kebotol yang utuh

B. klem selang yang dekat dari dada

C. lepaskan selang dari dada

D. bersihkan pecahan botol

E. ganti dengan botol baru

Pembahasan :

Pemasangan WSD dengan system 2 botol efektif pada pasien efusi pleura atau

hydropneumothorax. Botol pertama sebagai botol penampung drainage dan botol

kedua bekerja sebagai water seal. Botol kedua berfungsi untuk menghindari udara

masuk ke dalam pleura kembali sehingga tekanan intra pleura dalam kondisi stabil.

Tindakan yang harus segera dilakukan untuk menghindari perubahan tekanan


intrapleural akibat masuknya udara atmosfer ke dalam pleura maka segara lakukan

klem selang (chest tube) yang dekat dengan dada ( pleura ). Tindakan yang lainnya

dalam pilihan diatas akan menimbulkan resiko darurat peningkatan intrapleural atau

kolaps paru akibat perubahan tekanan masuknya udara atmosfer ke dalam rongga

pleura.

Strategi :

Pilihan jawaban yang lain merupakan bukan tindakan aman dan tepat karena

kemungkinan udara dapat masuk kedalam pleura kembali.

Jawaban : B

4. Seorang laki – laki berusia 45 tahun datang ke poliklinik paru. Saat ini sedang

menjalani program pengobatan TB (tuberculosis). Pasien memiliki riwayat buruk

perokok aktif dan suka meludah sembarangan. Sebagai upaya preventif, perawat

memotivasi pasien untuk berhenti merokok dan membuang ludah pada tempat yang

sudah di sediakandi rumah mengingat pasien saat ini tinggal bersama dengan anak

perempuannya yang sedang hamil dan memiliki anak balita.

Apakah prinsip etik yang diterapkan oleh perawat tersebut?

A. Non-maleficence

B. Confidentiality

C. Beneficence

D. Autonomy

E. Fidelity
Pembahasan :

Etik memberikan pertimbangan kepada perawat untuk memilih perilaku sesuai

dengan prinsip ( putusan ) moral atau prinsip kebijakan atau prinsip kebaikan bagi

pasein. Pengertian Etik yaitu memfokuskan pada nilai ( value ) dan moral manusia

yang berkenaan dengan tindakan manusia. Pada kasus diatas, etik yang diterapkan

oleh perawat yaitu beneficence. Perawatan mempertimbangkan tindakan yang

memberikan kebaikan bagi pasein yaitu mencegah perburukan akibat rokok dan

mencegah penyebaran dan penularan tuberculosis kepada anggota keluarga pasien.

Strategi :

Pilihan Non – maleficence merupakan pertimbangan atik yang mengarah pada

tindakan yang mencegah kondisi bahaya atau memberikan tindakan tidak

membahayakan pada pasien contohnya menghentikan penghentian pengobatan.

Pilihan confidentiality menyampaikan pertimbangan perawat untuk menjaga

kerahasiaan infomasi pasien. Pilihan autonomy, memiliki pengertian untuk selalu

melibatkan dan memberi memiliki pengertian kepada perawat untuk selalu menepati

janji kepada pasien.

Jawaban : C

5. Seroang laki – laki, berusia 63 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan

nyeri daerah leher menyebar ke punggung kiri dengan skala 6. Hasil pengkajian

ditemukan sesak, gelisah, dan sulit tidur malam hari. TD 130/85 mmHg, frekuensi
nadi 99x/menit, frekuensi napas 28 x/menit, SaO₂ 94%. Hasil EKG Menunjukan ST

elevasi.

Apakah tindakan keperawatan yang tepat dilakukan pada kasus tersebut?

A. membatasi aktifitas

B. membatasi retensi cairan

C. menganjurkan pasein rileks

D. mengajarkan latihan napas dalam

E. kolaborasi pemberian nitrogliserin

Pembahasan :

Tanda dan gejala yang ditunjukan pada kasus tersebut adalah adanya sumbatan

pembuluh darah koroner. Tindakan yang tepat pada situasi ini adalah yang dapat

menimbulkan dilatasi pembuluh darah coroner atau lisis sumbatan corenor.

Nitrogliserin merupakan regimen yang menimbulkan dilatasi coroner, sehingga

sirkulasi menjadi lancer, reperfusi terjadi dan nyeri menjadi berkurang, maka

tindakan yang tepat dilakukan adalah pemberian nitrogleserin.

Strategi :

Jawaban pilihan selain E merupakan tindakan reperfusi tapi pada kasus ini bukan

merupakan tindakan yang efektif karena memerlukan waktu yang lama.

Jawaban : E
6. Seorang laki – laki berusia 50 tahun dirawat di ruang penyakit dalam mengeluh nyeri

dada kiri seperti ditekan benda berat. Nyeri berkurang dengan istirahat dan

bertambah dengan aktifitas, skala nyeri 6. Perawat akan melakukan tindakan

perekaman EKG pada pasien. Perawat telah memasang electrode berikutnya?

A. sela iga ke 2 garis sterna kanan

B. sela iga ke 2 garis sterna kiri

C. sela iga ke 4 garis sterna kanan

D. sela iga ke 4 sternal kiri

E. sela iga ke 5 garis sterna kiri

Pembahasan :

EKG merupakan rangkaian kegiatan merekam aktivitas listrik jantung dalam waktu

tertentu, sandapan electrode standar yang di pasang di perikordial adalah :

V1 = Sela iga ke 4 garis sterna kiri

V2 = Sela iga ke 4 garis sterna kiri

V3 = antara V2 dan V4

V4 = sela iga ke 5 garis mid klafikula

V5 = Sejajar V4 garis anterior axial

V6 = sejajar V5 garis mid axial

Strategi:

Pilihan jawaban selain D merupakan bukan sandapan elektroda V2

Jawaban : D
7. Pasien laki – laki berusia 80 tahun dirawat dalam dengan gagal jantung grade IV.

Pasien menyatakan telah siap meninggal dan lebih berbahagia bisa bertemu

Tuhannya dan menolak untuk dilakukan tindakan apapun. Kondisi pasien menurun

kesadaran spoor koma dan mengalami henti jantung. Perawat tetap melakukan

tindakan RJP.

Manakah prinsip etik yang dilanggar perawat pada kasus tersebut?

A. Justice

B. Fidelity

C. Otonomi

D. Benificience

E. Non Maleficienci

Pembahasan :

Pasien mempunyai hak untuk mengelola dan memutuskan tindakan yang boleh dan

tidak boleh dilakukan terhadap dirinya sepanjang perawat telah menjelaskan dengan

benar dan proporsioanal. Namun keputusan tetap dit tangan pasien atau keluarga.

Pada kasus ini perawat melakukan tindakan RJP padahal paseien sudah nyaman

dengan tidak dilakukan tindakan apapun dan itu telah menjadi pilihanya. Maka

perawat telah mengabaikan hak dan otonomi pasien.

Strategi :
Fidelity adalah menepati janji dan komitmen terhadap orang lain, Veracity adalah

prinsip penuh dengan kejujuran akan kebenaran. Benificience adalah melakukan hal

– hal yang baik untuk orang lain.

Jawaban : C

8. Seorang perempuan berusia 45 tahun dirawat di RS dengan keluhan nyeri dada.

Hasil. Pengkajian ditemukan nyeri seperti diremas dengan skala 7. TD: 140/90

mmHg, frekuensi nadi 94 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit, suhu 36°C. Pasien

direncanakan diberi obat isosorbid dinirat ( ISDN ).

Bagaimana cara pemberian obat yang tepat pada kasus tersebut?

A. Minum obat sebelum makan

B. Letakkan obat dibawah lidah

C. Obat diminum dengan cara dihisap

D. Obat diminum dengan cara di kunyah

E. Minum air putih sebelum obat dikunyah

Pembahasan :

Obat ini sangat baik diabsopsi tanpa makanan dan lebih cepat lagi diabsorbsi di

sublingunal. Karena nyeri yang dialami pasien itu akibat dari konstriksi atau

sumbatan pembuluh coroner maka perlu di berikan obat yang paling cepat kerjanya.

Maka yang paling sering diberikan adalah sublingunal.

Strategi :
Pilihan jawaban A,B,C,D,E obat lebih lama di absorsi.

Jawaban : B

9. Seorang laki – laki usia 60 tahun dilakukan perawatan kolostomi yang telah penuh

dengan feses. Saat ini sedang melepas kantung secara perlahan mulai dari bagian

atas sambil mengencangkan kulit perut pasien. Perawat menggunakan tussue untuk

mengusap sisa feses dari stoma dan menutup stoma dengan kasa lembab. Perawat

mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan steril.

Apakah tindakan selanjutnya yang tepat pada kasus tersebut ?

A. Mengukur stoma

B. Mengoleskan salep

C. Menilai kondisi stoma

D. Membersihkan stoma

E. Memasang kantong kolostomi

Pembahasan :

Prosedur perawatan luka kolostomi dimulai dengan mecuci tangan, membuka

kantong kolostomi, membersihkan area periostomal dan mengeringkannya,

kemudian cuci tangan steril, gunakan handscoen steril, bersihkan stoma, berikan

salep, ukur stoma, pasang kantong kolostomi, rapikan alat dan cuci tangan.

Strategi :
Jawaban A,B, dan E tidak mungkin karena stoma belum diersihkan sedangkan menilai

kondisi stoma dilakukan pada tahap awal saat membuka stoma.

Jawaban : D

10. Seorang perempuan berusia 44 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan

diagnosa Sirosis Hepatis. Hasil pengkajian adema tungkai +3 dan shifting dullness,

mual, TD 100/60 mmHg, frekuensi nadi 110x/menit, suhu 37°C, frekuensi napas

24x/menit, kalium 7,3 mEq/dl, Albumin 1.5 gr/dL.

Apakah intervensi prioritas pada kasus tersebut ?

A. Menberikan posisi nyaman buat pasien

B. Monitoring intake dan output cairan

C. Monitor tanda – tanda vital

D. Memberikan terapi diet

E. Manajemen aktifitas

Pembahasan :

Edema /acites dapat disebabkan karena kelebihan pemberian dan kegagalan

mengekresi cairan dan penurunan albumin tubuh atau karena kegagalan organ. Jika

terdapat edema, maka tekanan hidrostatis darah akan mendorong ke ruang

intertisiel. Sehingga perlu dilakukan monitoring untuk mengetahui progresifitas

edema tersebut. Pada kasus tersebut pasien mengalami kondisi kelebihan volume

cairan yang ditandai dengan edema dan penumpukan cairan di rongga abdomen

yang ditandai dengan adanya shifting dullness.


Strategi :

Kondisi pasien disebabkan oleh kelebihan cairan sehingga intervensi utama adalah

monitoring intake dan output secara ketat.

Jawaban : B

11. Seorang perempuan berusia 53 tahun dirawat di ruang perawat bedah dengan ileus

paralitik paska operasi pembuatan kolostomi hari ke-3. Saat ini, perawat akan

melakukan perawatan kolostomi. Perawat telah mejelaskan prosedurnya kepda

pasien, lalu perawat mengenakan handscoon dan membuka kantong kolostomi.

Apakah tindakan selanjutnya pada kasus tersebut?

A. Kaji stoma dan kulit sekitar stoma

B. Bersihkan stoma dengan NaCI 0,9%

C. Pasang kantong kolostomi baru

D. Ukur diameter kantong stoma

E. Cuci tangan dan dokumentasi

Pembahasan :

Prosedur tindakan perawatan kolostomi adalah mempersiapkan alat dan pasien. Hal

pertama dilakukan pada pasien adalah menjelaskan prosedur yang akan dilakukan

pada pasien, sehingga pasien mengertian tujuan tindakan yang akan dilakukan dan

menyetujui tindakan tersebut. Setelah itu perawat menggunakan handscoon dan

membuka kantong kolostomi, setelah kantong terbuka, maka perawat melakukan


pengkajian terhadap stoma dan kulit sekitarnya, kemudian membersihkannya,

mengukur diameter kantong dan memasang kantong stoma baru, setelah selasai

maka perawat mencuci tangan dan mendokumentasikannya.

Strategi :

Tahap awal perawat melakukan pengkajian terhadap stoma dan kulit sekitarnya,

jawaban B,C,D dan E tidak mungkin karena harus dilakukan setelah mengkaji stoma.

Jawaban : A

12. Seorang laki – laki berusia 60 tahun dirawat di ruang neurologi dengan diagnose

meningitis. Hasil pengkajian didapatkan pasien mengalami penurunan kesadaran,

kulit disekitar area penonjolan tulang tampak kemerahan dan ada bullae. Pasien

tampak lemas, TD 150/90 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi napas

20x/menit, suhu 36,7°C.

A. membersihkan lotion pada area menonjol

B. memberikan kompres hangat

C. mobilisasi satiap 2 jam

D. melakukan massage

E. maletih ROM

Pembahasan :

Pasien dengan penurunan kesadaran, kelemahan fisik, hemiparese sangat berpotensi

kehilangan proteksi diri. Pasien tidak mampu mengubah posisinya saat kondisi
tersebut diatas terjadi. Kehilangan kemampuan ini menimbullkan tertekanya daerah

menonjol terlalu lama dan menimbulkan iskemia jaringan dan berlanjut kematian

jaringan. Bukti kerusakan ini adanya cirri – cirri munculnya luka seperti kemerahan,

bulla atau luka.

Strategi:

Saat pertanyaan adalah tindakan atau intervensi maka yang perlu ditemukan terlebih

dahulu adalah apa masalah keperawatannya. Dalam kasus ini sangat banyak bicara

soal ketidak mampuan gerak dari kesadaran, lemah, ada kemerahan pada daerah

prominen maka dapat dipastikan masalahnya adalah gangguan integritas kulit atau

risiko gangguan integritas kulit.Maka intervensi yang paling tepat untuk mengatasi

itu adalah merubah posisi setiap 2 jam.

Jawaban : C

13. Seorang perempuan berusia 35 tahun dirawat di ruang neurologi dengan pasca

stroke hari ke-2. Saat dilakukan pengkajian tiba – tiba pasien mengalami kejang.

Pasien terlihat kaku seluruh tubuh selama 1 menit, wajah menoleh ke kiri, mulut

mencong, mata mendelik.

Apakah tindakan keperawatan yang tepat dilakukan pada kasus tersebut ?

A. Berikan posisi semi fowler

B. Observasi tanda vital


C. Jauhkan benda tajam

D. Miringkan pasien

E. Pasang spatel

Pembahasan :

Komplikasi stroke salah satunya adalah kejang. Ini terjadi akibat kerusakan jaringan

fokal otak pada serangan stroke yang terus berproses. Tidak semua ada komplikasi

kejang. Kejang tidak dapat di lawan dengan ruda paksa karena yang terjadi adalah

trauma. Maka saat kejang yang perlu adalah tindakan pencegahan aspirasi dan

longgarkan napas sampai kejang berhenti.

Strategi :

Masalah yang disampaikan pada kasus ini jelas yakni kejang .

Hal ini yang perlu dilakukan adalah tindakan pencegah terhadapat pernapasan yaitu

aspirasi isi lambung ke jalan napas. Ini yang paling penting di cegah. Maka tindakan

yang paling tepat adalah memiringkan pasien ke satu sisi.

Jawaban : D

14. Seorang laki – laki berusia 60 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan

diagnose DM. Hasil pengkajian pasien mengeluh lemas, berkeringat dingin, pucat,

dan gelisah, GDS: 58 mg/dl. Pasien mendapat therapy insulin 10 iu tidak

menghabiskan makanannya.

Apakah intervensi yang tepat dilakukan pada kasus tersebut ?


A. memberikan dextrose 40%

B. memonitor glukosa darah

C. memberikan minuman manis

D. menganjurkan untuk segera makan nasi

E. menganjurkan mengehentikan sementara obat diabetes

Pembahasan :

Hipoglikemia pada pasien diabetes yang dirawat di rumah sakit biasa terjadi akbiat

dari terlalu banyak dosis insulin atau menunda makan setelah injeksi insulin.

Pendidikan keseahatan yang adekuat diperlukan agar pasien mampu memahami

penatalaksaan yang penting untuk dilakukan, seperti tidak menunda makan.

Tindakan yang perlu segera dilakukan, seperti tidak menunda makan. Tindakan yang

perlu segera dilakukan adalah memberikan intake cairan berupa minuman manis

agar kondisi hipoglikemia tidak berlanjut. Perawat juga perlu mengkaji pola dari

kadar glukosa darah pasien dan menghindari pemberian dosis insulin yang berulang

kali menyebabkan hipoglikemia.

Strategi :

Pilihan jabawan C karena pasien masih dalam keadaan sadar, pemberian dextrose 40

% hanya diberikan pada pasien hypoglikemi yang mengalami penurunan kesadaran.

Pilihan jawaban B, D, E bukan penanganan cepat pada hipoglikemia di ruang rawat.

Jawaban : C
15. Seorang perempuan berusia 56 tahun dirawat dirumah sakit dengan diagnosis DM.

Hasil pengkajian, sensasi pada telapak kaki bekurang, luka lecet pada kaki, terdapat

kalus, dan penurunan reflex sensorik pada telapak kaki. Pasien terkadang suka

minum – minum manis dan jarang berolah raga.

Apakah pendidikan kesehatan utama pada kasus tersebut ?

A. menganjurkan berolah raga

B. memberikan edukasi tentang diet

C. memberikan edukasi perawat kaki

D. memberikan infomasi tentang komplikasi diabetes

E. menganjurkan pasien untuk mamantau gula darah secara rutin

Pembahasan :

Komplikasi hiperglikemia pada pasien diabetes menyebabkan pasien diabetes

mengalami masalah pada kaki dan telapak kaki. Kondisi neurophati, penyakit

vaskuler perifer dan penurunan system imun adalah bentuk komplikasi lanjutan yang

berkontribusi pada masalah kakiyang bisa berlanjut pada amputasi. Tanda yang

paling sering dirasakan adalah penurunan sensasi, rasa kesemutan. Penurunan

sensasi ini menyebabkan luka dan kalus pada pasien. Sehingga, perawat perlu

memberikan edukasi tentang perawatan kaki pada pasien.

Strategi :

Pasien menunjukkan gejala mengalami pada komplikasi pada kaki, pendidikan

kesehatan tentang perawatan kaki penting untuk mencegah komplikasi lanjut.


Jawaban : C

16. Seorang laki – laki berusia 19 tahun, dirawat diruang bedah post ORIF seminggu

yang lalu, akibat fraktur tertutup femur sinistra.Paien memulai fase rehabilitasi

dengan latihan berjalan menggunakan kruk aksila dengan 3 titik. Tampak perawat

sedang melatih berjalan melalui tangga.

Bagaimanakah cara yang tepat penggunaan alat bantu pada kasus tersebut?

A. kruk sisi kanan turun terlebih dahulu

B. kruk sisi kiri turun terlebih dahulu

C. kaki kanan turun terlebih dahulu

D. kedua kruk turun bersamaan

E. kaki kiri turun terlebih dahulu

Pembahasan :

Kruk merupakan salah satu alat bantu berjalan yang berfungsi untuk membantu

stabilitas saat berjalan dan menuruni tangga. Jika naik tangga dimulai dengan kaki

yang sehat terlebih dahulu sedangkan kalau turun tangga dimulai dengan kedua kruk

terlebih dahulu. Pada pasien dengan non weigh bearing ( menumpu berat badan )

menggunakan 3 point.

Strategi :

Pada saat mkenuruni anak tangga tumpuan BB berada pada kedua kruk.
Jawaban : D

17. Seorang laki – laki berusia 26 tahun dirawat diruang bedah dengan fraktur kruris,

pasien mengeluh nyeri. TD 140/90 mmHg, nadi 100x/menit, frekuensi napas

24x/menit, suhu 37,2°C. Pasien mengungkapkan kecemasannya dengan rencana

operasi yang akan dilakukan, tampak gelisah dan murung, dan mengungkapkan raa

takutnya.

Apakah tindakan yang harus dilakukan pada kasus tersebut?

A. mengelola nyeri

B. melibatkan keluarga

C. mengelola kecemasan pasien

D. memberikan penjelasan manfaat operasi

E. memberikan motivasi untuk menyetujui operasi

Pembahasan :

Kecemasan yang dirasakan oleh pasien merupakan respon subyektif. Salah atu peran

perawat adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan, fungsi tersebut dilakukan oleh

semua pasien yang mengalami masalah kesehatan, kondisi pasien yang mengalami

situasi gelisah, , takut dan cemas prlu diberikan penguatan dan pendampingan.

Strategi :

Masalah utama adalah kecemasan sehingga intervensi mengacu pada masalah utama

dan merupakan tugas dan tanggung jawab perawat.


Jawaban : C

18. Seorang laki – laki berusia 30 tahun dirawat diruang bedah akibat fraktur. Pasien

mengeluh nyeri di kaki kanannya. Hasil pengkajian : kakitampak bengkak, nyeri skala ,

gelisah, terpasang traksi, tampak lemah, sering teriak – teriak. TD 140/90 mmHg,

frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas 26x/menit.

Apakah tindakan yang tepat pada kasus tersebut?

A. observasi CRT

B. Lakukan massage

C. observasi kekuatan otot

D. lakukan relaksasi napas dalam

E. kolaborasi pemberian analgesic

Pembahasan :

Management nyeri tergantung pada skala nyeri. Nyeri ringan sedang dapat

menggunakan teknik relaksasi dan distraksi, sedangkan nyeri berat sampai hebat

harus menggunakan medikasi analgetik.

Strategi :

Kondisi skala nyeri 5 – 7 membutuhkan tindakan kolaborasi pemberian analgesic,

karena tindakan keperawatan relaksasi tidak dimungkinkan menghilangkan nyeri

dengan skala tersebut.

Jawaban : E
19. Seorang laki – laki berusia 24 tahun dirawat diruang bedah akibat fraktur femur

tertutup 1/3 distal.Hailpengkajian tampak bengkak, nyeri sakala 6. Pasien

direncanakan pemasangan gips, persiapan alat dan pasien sudah dilakukan. Pasien

telah mendapatkan penjelasan tentang pemasangan gips yang akan dilakukan.

Apakah prosedur selanjutnya pada kasus tersebut?

A. pasang stockinete

B. pembersihan kulit

C. berikan bantalan tambahan

D. pasang penyangga tungkai

E. tekan bagian distal daerah femur

Pembahasan :

Imbolisasi suatu fraktur merupakan tindakan yang paling umum dilakukan dengan

gips/bidai. Sebelum menggunakan gips, peran perawat meliputi persiapan pasien dan

alat. Setalah diberikan penjelasan tentang prosedur pemasangan gips, kemudian

membersihkan kulit dan mengkaji adanya luka, setelah kulit atau luka dibersihkan

maka, selanjutnya adalah pemasangan stockinete diatas tungkai sesuai ukuran,

memberikan bantalan tambahan, menyangga tungkai dan memeriksa bagian distal

setelah dipasang gips.

Strategi :

Jawaban A, C, D, dan E merupakan proses pemasangan gips, langkah pertama yang

harus dilakukan adalah pembersihan luka.


Jawaban : B

20. Seorang perempuan berusia 21 tahun dirawat diruang bedah karena fraktur terbuka

fremur sebelah kiri grade IIIC. Hasil pengkajian pasien mengeluh nyeri skala 8, karena

fraktur tidak memungkinkan untuk dilakukan perbaikan pasien direncanakan tidak

amputasi untuk menghindari amputasi untuk menghindari infeksi, pasien dan

keluarga menolak tindakan tersebut, perawat diminta menjelaskan kembali pada

pasien dan keluarga, tetapi keluarga tetap menolak. Bagaimanakah seharusnya

respon perawat tersebut?

A. “ini adalh keputusan anda”

B. “anda akan sembuh setelah operasi”

C. “mengapa anda tidak mau melakukan operasi ini”

D. “tindakan ini satu-satunya yang menyelamatkan kaki”

E. “apakah ibu sudah yakin memahami informasi yang sudah dijelaskan?”

Pembahasan :

Peran perawat adalah menjelaskan kembali tentang kondisi yang dialami oleh pasien

dan tindakan yang seharusnya dilakukan, terlepas terjadi penolakan tindakan yang

dilakukan oleh pasien atau keluarga, bahwa informasi tetap harus dilakukan secara

benar dan jujur, dan memastikan bahwa infomasi tersebut dipahami dengan baik

oleh keluarga dan pasien.

Strategi :
Kondisi pasien yang fraktur dengan nyeri hebat memungkinkan tidak menerima

informasi dengan baik, sehingga perawat perlu memastikan apakah informasi dengan

baik, sehingga perawat perlu memastikan apakah informasi yang sudah diberikan

benar – benar dipahami oleh pasien/keluarga

Jawaban : E

21. Sorang laki – laki berusia 57 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dan sedang

dilakukan pemberian tranfusi darah jenis whole blood 500 ml. Tiba –tiba pasien

mengatakan sesak napas, dada terasa berat dan terlihat gelisah.

Manakah tindakan pertama yang tepat dilakukan pada kasus tersebut ?

A. Berikan oksigen dengan nasal kanul

B. Posisikan tidur semi Fowler

C. Obsevasi tanda – tanda vital

D. Hentikan aliran tranfursi

E. Ajarkan tehnik napas dalam

Pembahasan :

Pemberian transfusi darah berarti memasukan komponen darah dalam tubuh pasien.

Reaksi tubuh terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh adalah meruapakan

reaksi imun tubuh untuk menolak atau menerimanya ada keluhan sesak napas, gatal,

dada terasa berat, dan terlihat gelisah, maka telah terjadi reaksi penolakan tubuh

terhadap komponen darah yang dimasukkan. Tindakan terbaik adalah meghentikan

proses transfursi.
Strategi :

Efek transfuri darah bisa membahayakan tubuh, sehingga faktur pemicu harus

dihilangkan ( darah transfuse ) agar reaksi penolakan tidak berlanjutan.

Jawaban : D

22. Seorang perempuan 44 tahun dirawat diruang penyakit dalam mengeluh lemas. Hasil

pengkajian edema tungkai +3 dan shifting dullness pada abdomen, TD 100/60 mmHg,

frekuensi nadi 110 x/mnt, suhu 37°C, frekuensi napas 24x/menit, kalium 7,3 mEq/dl,

Albumin 1.5 gr/dl.

Apakah intervensi prioritas pada pasien tersebut ?

A. Memberikan posisi nyaman buat pasien

B. Memonitor intake dan output cairan

C. Memonitoring tanda – tanda vital

D. Memberikan terapi diat

E. Memanajemen aktifitas

Pembahasan :

Edama/acites dapat disebkan karena kelebihan pemebrerian dan kegagalan

mengekresi cairan dan penurunan albumin tubuh atau karena kegagalan organ. Jika

terdapat edema, maka tekanan hidrostatis darah akan mendorong ke ruang

intertisiel. Sehingga perlu dilakukan memonitoring untuk mengetahui progresifitas

edema tersebut. Pada kasus tersebut pasien mengalami kondisi kelebihan volume
cairan yang ditandai dengan edema dan penumpukan cairan di rongga abdemon

yang ditandai dengan adanya shifting dullness.

Strategi :

Pemberian diet memang dibutuhkan, namun hasilnya bisa membutuhkan waktu

beberapa hari, memberikan posisi dan manajemen aktifitas dilakukan untuk

menghindari bertambahnya akumulasi cairan dibagian bawah ekstremitas. Kondisi

pasien tersebut membutuhkan memonitoring secara ketat intka dan output sehingga

dapat dilakukan pembatasan asupan secara benaar.

Jawaban : B

23. Seorang laki – laki berusia 45 tahun dirawat di ruang bedah karena kesulitan

berkemih. Pasien akan dilakukan pemasangan kateter urine ( Foley chateter ). Setelah

pelumasan kateter dengan jelly, keteter dimasukan dengan mudah tanpa hambatan,

segera urin terlihat keluar dan ditampung dalam bengkok.

Apakah tindakan selanjutnya pada pasien tersebut ?

A. menyambung kateter dengan kantong urin

B. memasang kantong urin di bawah tempat tidur

C. memasukan kateter sampai percabangan

D. mengisi balon dengan NaCI 0,9%

E. memfikasi selang kateter

Pembahasan:
Anatomi uretra pada laki – laki memiliki panjang 13,7 – 16,2 cm dan pada perempuan

panjangannya 3,7 – 6,2 cm. Saat insersi kateter dan urine keluar, diperkirakan balon

fikasi baru sampai ke uretra, untuk keamanan maka kateter harus dimasukan sampai

ke percabangan karena letak balon kateter ±2,5 – 3 cm dari pangkal selang kateter,

memastikan ujung kateter dan balon telah masuk ke dalam kandung kemih. Saat

mengembangkan balon tidak menimbulkan trauma atau rupture pada uretra.

Strategi :

Urin keluar melalui kateter menunjukan kateter baru sampai uretra jika dilakukan

pengembangan balon dapat menimbulkan rupture uretra. Tindakan melanjutkan

memasukan kateter sampai percabangan adalah untuk memastikan kateter

terpasang sampai di kandung kemih.

Jawaban : C

24. Seorang perempuan berusia 38 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan CKD.

Hasil pengkajian, pasien tampak sesak, mual, muntah, terdapat edema ekstremitas

dan periorbital, urine output 150 cc/24 jam, Hb 7,8 mg/dl, ureum 120 mg/dl, kreatinin

5,8 mg/dl. TD 150/90 mmHg, frekuensi nadi 90 x/menit, frekuensi napas 23 x/menit.

Saat ini pasien diberikan intervensi pembatasan cairan dan kolabrasi tindakan

hemodialisis.

Apakah kriteria hasil yang diharapkan pada kasus tersebut?

A. nilai albumin normal

B. urin output meningkat


C. edema berkurang/hilang

D. tekanan darah meningkatkan

E. nilai hemoglobin meningkatkan

Pembahasan :

Pembatas cairan merupakan tindakan keperawatan untuk mencegah adanya

gangguan pada ginjal. Pemberian tindakan kolaboratif obat diuretic adalah untuk

meningkatkan aliran urin ( disebut dieuresis ). Deuretik bekerja dengan

mengeluarkan natrium dan klorida dari tubuh dalam urin, dan natrium dan klorida

serta menarik kelebihan air dari tubuh. Jumlah natrium dan klorida ( natrium klorida,

atau NaCI ) dalam tubuh.

Strategi :

Kriteria kebersihan dari pembatasan cairan adalah stabil intake dan output, normal

tanda vital, stabil berat badan terbebas dari tanda tanda edema.

Jawaban : C

25. Seorang perempuan berusia 36 tahun dirawat di unit luka bakar. Hasil pengkajian :

Luka bakar derajat II dengan luas 25%, BB 50%, TB 160 cm, TD 100/60 mmHg,

frekuensi nadi 60x/menit, dan frekuensi napas 20x/menit.

Berapakah cairan yang harus diberikan pada 16 jam berikutnya dengan formula

Baxter?

A. 2500 ml
B. 2000 ml

C. 1875 ml

D. 1250 ml

E. 1500 ml

Pembahasan :

Rumus penghitungan kebutuhan cairan menurut rumus Baxter/Parkland : 4 ml x luas

luka bakar x berat badan.

Kebutuhan cairan :

= 4 ml x 25% x 50 Kg

= 5000 ml

Pemberian 8 jam pertama adalah 50% dari total kebutuhan cairan sehingga pada 8

jam pertama akan diberikan sebanyak 50% x 5000 ml = 2500 ml dan biasanya

diberikan di instalasi gawat darurat. Pemberian cairan 16 jam berikutnya biasanya

sudah dipindahkan ke unit luka bakar. Pemberian 16 jam berikutnya adalah 50% dari

total kebutuhan cairan sehingga dibagi dalam 25% pada 8 jam kedua dan 25% pada 8

jam ketiga.

Strategi :

Pelajari perhitungan kebutuhan cairan menurut rumus Baxter.

Jawaban : A
26. Seorang laki – laki beusia 25 tahun dirawat diruang rawat luka bakar akibat

punggung. TD 110/70 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas 24x/menit.

BB 60 Kg dan TB 160 cm.

Berapakah cairan yang diperlukan dalam 24 jam menurut Rumus Parkland?

A. 4.320 ml

B. 6.480 ml

C. 7.200 ml

D. 8.640 ml

E. 9.600 ml

Pembahasan :

Pada kasus tersebut diatas harus menentukan luas luka bakar terlebih dahulu

menggunakan “ Rule of Nine “. Luka bakar terjadi pada lengan kanan = 9%, lengan

kiri = 9% serta punggung = 9% = 27%.

Kebutuhan cairan pasien luka bakar dengan menggunakan Rumus Parkland/Baxter.

Larutan ringer laktat 4 ml X kg BB X luas luka bakar 4 ml x 60 kg x 27%

Kebutuhan cairan pasien dengan luka bakar dalam 24 jam 50% kebutuhan cairan

diberikan dalam8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam selanjutnya ( 25% pada 8 jam

kedua dan 25% pada 8 jam ketiga ).

Strategi :

Memahami penghitungan luas luka bakar menggunakan rule of Nine dan kebutuhan

cairan menurut Parklan/Baxter.


Jawaban : B

27. Seorang perempuan berusia 55 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan ulkus

diabetikum pada kaki kanan. Perawat sedang melakukan perawatan luka, setalah

membuka balutan kemudian mengkaji karakteristik luka, tampak kemerahan pada

luka dan sebagian berwarna hitam. Kemudian perawat membersihkan luka dengan

NaCL 0,9%.

Apakah prosedur selanjutnya pada kasus tersebut?

A. mengeringkan luka

B. melakukan nekrotomi

C. memberikan obat pada luka

D. memberikan kompres basah

E. menutup luka dengan kassa steril.

Pembahasan :

Prosedur perawatan luka adalah prosedur dengan prinsip steril. Setelah perawatan

membuka baluutan luka lama, maka perawat perlu mengamati kondisi luka dan

karakteristik jaringan. Setelah itu perawat akan mengganti sarung tangan biasa

dengan sarung tangan steril. Kemudian membersihkan luka dengan larutan NaCI

0.9% dan melakukan nekrotomi jaringan mati. Kemudian perawat akan memberikan

obat atau kompres pada luka sesuai kondisi luka sesuai kondisi luka pasien.

Selanjutnya luka akan ditutup dengan kassa steril.


Strategi :

Pada kasus terdapat luka yang berwarna hitam sehingga harus dilakukan

pengangkatan jaringan mati ( Necrotomy ), Karena kalau dibiarkan akan

menghambat epitelisasi jaringan.

Jawaban : B

28. Seorang perempuan berusia 25 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan

keluhan demam tinggi. Hasil pengkajian mukosa bibir kering, terdapat petekie, badan

terasa lemas, gusi berdarah. Hb 17,2 g/dl, Hr 51%, trombosit 44.000/mm³, leukosit

3800/mm³, urin 200 cc/8 jam. Pasien mendapat terapi cairan infuse RL 2500 ml/hari,

factor tetesan 20 x/menit.

Berapakah jumlah tetesan infus pada pasien tersebut?

A. 14 tetes / menit

B. 21 tetes / menit

C. 28 tetes / menit

D. 35 tetes / menit

E. 42 tetes / menit

Pembahasan :

Rumus yang digunakan untuk menghitung tetesan adalah, jumlah cairan yang

diberikan x factor tetes ( 20 tetes permenit, tergantung pada alat yang dipakai ) /24

jam x 60 menit. Hasilnya adalah dengan satuan tetes /mnt.

Strategi:
Tentukan factor tetesan makro atau mikroo, dosis terapi Cairan dan waktu yang

dibutuhkan dalam pembicaraan cairan. Karena tetesan makro maka bisa

menggunakan teknis yang singkat yaitu kebutuhan cairan di konversi pada kolf ( 500

ml ) x 7. Kebutuhan cairan 2500 : 500 = 5 kolf x 7 = 35 tetes.

Jawaban : D

29. Seorang laki laki berusia 40 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan diagnosis

leukemia. Hasil pengkajian Hb 6,4 gr/dl, pasien direncanakan untuk transfuse darah.

Perawat telah memasang jalur intravena dan memberikan NaCI 0,9% 50 cc, darah

yang sudah disiapkan kemudian dihangatkan.

Apakah tindakan selanjutnya yang tepat ?

A. mengobservasi pasien

B. memasang darah transfuse

C. mendokumentasi data yang relevan

D. mengecek label darah dan mencocoknnya

E. menutup klem yang bereda dibawah kantong normal salin

Pembahasan :

Tranfusi darah adalah memasukkan komponen sel darah dalam tubuh melalu vena.

Transfusi darah dapat menimbulkan reaksi alergi ( hipersensitivitas ) dan komplikasi

anafilaksis pada tubuh yang sangat berbahaya bagi pasien, oleh karena itu sangat

penting memperhatikan prinsip – prinsip pemberian tranfusi untuk keamanan

pasien. Mengecak merupakan prosedur persiapan pemberian transfuse sebelum

darah ditransfusikan pada pasien.


Strategi :

Pada soal dijelaskan urutan prosedur persiapan tranfusi pada pasien setelah darah

diambil dari bank darah dan dihangatkan. Memasang darah transfusi, menutup klem

yang berada dibawah kantong normal salin dan mengobservasi pasien adalah

prosedur pelaksanaan pemerian tranfursi. Mendokumentasikan data yang relevan

adalah prosedur evaluasi pemasangan tranfursi.

Jawaban : D

30. Seorang laki – laki berusia 34 tahun di rawat di ruang penyakit dalan karena diduga

terinfeksi HIV. Hasil pengkajian : nyeri menelan, terdapat candidiasis oral,

pemeriksaan HIV ( + ), kondisi pasien hanya diketahui oleh istrinya. Perawat menolak

menyampaikan kondisi pasien sebenarnya kepada anggota keluarga yang lain.

Apakah prinsip etik pada kasus tersebut ?

A. Fidelity

B. Veracity

C. Otonomi

D. Benificience

E. Confidentiality

Pembahasan :
Prinsip etik yang harus diterapkan pada kasus diatas adalah confidentiality karena

keluarga meminta perawat untuk menjaga kerahasiaan dan tidak menyampaikan

kondisi sebenarnya kepada anggota keluarga yang lain.

Strategi:

Fidelity adalah menepati janji dan komitmen terhadap orang lain Veracity adalah

prinsip penuh dengan kejujuran akan kebenaran. Otonomi berdasarkan pada

kemampuan individu untuk berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri.

Beneficience adalah melakukan hal – hal yang baik untuk orang lain.

Jawaban : E

31. Seorang laki – laki berusia 21 tahun datang ke Voluntary Counselling and Testing

( VCT ) Untuk melakukan konsultasi pengobatan antiretroviral ( ARV ) setelah

ditanyakan positif HIV dari hasil pemeriksaan rapid – test. Pasien diberikan informasi

dasarh tentang pengobatan ARV, rencana terapi, kemungkinan timbulnya efek

samping dan konsekuensi ketidak patuhan. Edukasi tentang kontinuitas

mengkomsumsi ARV sangat ditekankan oleh konselor.

Apakah tindakan selanjutnya yang tepat pada kasus tersebut ?

A. Menentukan pengawas minum ARV

B. Membuat jadwal mengkomsumsi ARV

C. Memastikan tempat penyimpanan ARV

D. Mengingat waktu kunjungan dan pengambilan ARV

E. Menyarankan pasien menggunakan pengingat minum ARV.


Pembahasan :

Pasien telah diberikan informasi dasar tentang pengobatan ARV, rencana terapi,

kemungkinan timbulnya efek samping dan konsekuensi ketidak patuhan minum ARV,

adukasi tentang kontinuitas mengkomsumsi ARV, sehingga langkah selanjutnya

adalah sangat penting untuk mengingatkan waktu kunjungan dan pengambilan ARV

di VCT.

Strategi :

Menentukan pengawas minum ARV, menyarankan pasien menggunakan pengingat

minum ARV dan memastikan tempat penyimpanan ARV adalah bagian dari rencana

terapi pasien.

Jawaban : D

4.1.14 Contoh Soal Evaluasi dan Pembahasan

1. Seorang perempuan berusia 34 tahun dirawat dengan asma bronchiale. Hasil

pengkajian: mengeluh sesak, batuk produktif dengan dahak kental, dan lemas, TD

110/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi napas 26x/menit, suhu 37,5°C,

auskultasi paru terdengar wheezing dan ronchi, saturasi oksigen 93% Perawat telah

memberikan terapi nebulizer Ventolin.

Apakah evaluasi utama setelah dilakukan tindakan tersebut?

A. suara napas

B. kemampuan batuk

C. kenyamanan pasien
D. nilai saturasi oksigen

E. jumlah dan karakteristik sputum

Pembahasan:

Terapi nebulizer merupakan salah satu tindakan peberian pengobatan pada

masalah system pernapasan. Nebulizer akan menyebarkan obat menjadi partikel

yang lebih kecil ke dalam saluran nafas bagian bawah sehingga dapat di absorpsi.

Tujuan dari nebulizer tergantung dari terapi obat yang diberikan, diantaranya

adalah Ventolin yang memberikan efek dilatasi pada bronkus ( bronkodilator ).

Pengkajian subjektif dan objektif pada saat sebelum dan setelah tindakan

dilakukan sangat penting dalam menilai keefekifan terapi. Adapun pengkajian

sebelum dan sesudah yang penting dalam evaluasi tindakan ini adalah auskultasi

suara nafas paru, keluhan sesak, frekuensi pernafasan dan jika memungkinkan

juga mengkaji saturasi oksigen.

Strategi :

Pada kasus data masalah utama pada pasien ditemukan adalah suara ronkhi dan

wheezing. kondisi tersebut menandakan adanya penumpukan sekret di saluran

dan parenkim paru, dan juga adanya penyempitan jalan nafas akibat kondisi

patologis Asma Pilihan B nilai saturasi oksigen kemungkinan dapat berubah

apabila tindakan ini dilanjtkan dengan melakukan fisioterapi dada untuk

mengeluarkan dahak. Pilihan C Jumlah dan karakteristikspurum dapat dievaluasi

setelah tindakan lanjutan mengajarkan batuk bukan merupakan standar evaluasi

tindakan nebulizer. Pilihan E Kenyamanan pasien, tidak spesifik mengevaluasi


keefektifan nebulizer, kecuali menyebutkan spesifik missal: keluhan sesak pada

pasien. Sehingga pilihan Auskultasi suara nafas adalah evaluasi paling tepat yang

dilakukan sebagai evaluasi utama tindakan nebulizer.

Jawaban: A

2. Seorang perempuan berusia 52 tahun diruang penyakit dalam dengan diare. Hasil

pengkajian : pasien mengeluh lemas, BAB sudah 8x, konsistensi encer, terdapat

lender, TD 100/60 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas 24x/menit,

suhu 38,3°C, keseimbangan cairan minus 600 cc/24 jam. Pasien mendapat infuse

NaCI 30 tetes per menit

Apakah evaluasi pada kasus tersebut?

A. Tidak mengalami diare

B. frekuensi BAB berkurang

C. toleransi terhadap aktivitas

D. kebutuhan cairan terpenuhi

E. tanda vital dalam batas normal

Pembahasan :

Diare yang terus menerus dapat menyebabkan pasien kekurangan cairan yang

ditandai oleh tekanan darah menurun, nadi yang cepat, sehingga perlu dilakukan

tindakan pemberian cairan secara cepat untuk memenuhi kebutuhan cairan.


Strategi :

Fokus utama intervensi diare dengan dehidrasi adalah memenuhi jumlah cairan

yang hilang, sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap pemenuhan kebutuhan

cairan.

Jawaban : D

3. Seorang perempuan berusia 50 tahun dirawat diruang bedah dengan post

laparatomi.Hasil pengkajian pasca operasi hari ke-7 mengeluh nyeri pada daerah

operasi sangat buruk, tampak cairan berwarna kemerahan pada balutan luka, suhu

37,5°C. Ketika perawat melakukan perawatan luka, didapatkan jahitan luka yang

tidak rapat.

Apakah komplikasi yang terjadi pada kasus tersebut?

A. dehisens

B. edema

C. infeksi

D. sepsis

E. escar

Pembahasan :

Dehisens adalah komplikasi dari proses penyembuhan luka dimana terbukanya

kembali sebagian atau seluruhnya luka operasi akibat kegagalan proses

penyembuhan luka operasi. Manifestasi klinis dapat berupa keluarnya cairan serous
berwarna merah muda dari luka operasi, nyeri, edema dan hyperemis pada daerah

sekitar luka operasi.

Strategi :

Jawaban yang mungkin antara A dan C, namun jawaban C tidak didukung data

objektif.

Jawaban : A

4. Seorang perempuan berusia 25 tahun dirawat di unit luka bakar. Hasil pengkajian

luka bakar grade II dengan luas 35%, BB 55 Kg, TB 156 cm, TD 100/60 mmHg,

frekuensi nadi 60x/menit, frekuensi napas 20x/menit. Pasien telah diberikan terapi

cairan RL sebanyak 2000 cc.

Apakah yang menjadi kriteria keberhasilan terapi cairan tersebut?

A. urin output 12,5 – 25 ml/jam

B. urin output 25 – 50 ml/jam

C. urin output 50 – 75 ml/jam

D. urin output 75 – 100 ml/jam

E. urin output 100 – 125 ml/jam

Pembahasan :

Penentuan kriteria keberhasilan terapi cairan menggunakan rumus output urine = 0,5

–m 1 cc/kgBB/jam→ ( 0,5 x 50 kg = 25 ml/jam dan 1 x 50m ml/jam ) sehingga urine

output 25 – 50 ml/jam
Pembahasan :

Hapalkan rumus pengeluaran urine.

Jawaban : B

5. Seorang laki – laki berusia 65 tahun dirawat di rumah sakit dengan diagnosis DM.

Hasil pengkajian didapatkan pasien tampak lemah, gemetar, keluar keringat dingin.

TD 100/60 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas 22x/menit, suhu 36°C.

Pasien telah disuntik dengan Actrapid 30 menit yang lalu.

Apakah evaluasi tindakan pada kasus tersebut?

A. monitor tingkat kesadaran

B. monitor glukosa darah

C. monitor balans cairan

D. monitor tetesan infuse

E. monitor tanda vital

Pembahasan :

Pemberian Actrapid yang merupakan obat insulin kategori rapid acting akan bereaksi

dalam menurunkan glukosa darah dalam waktu 5 – 15 menit dengan waktu puncak 30 –

60 menit. Pasien menunjukan gejala Hipoglikemia : berkeringat, lemah, dan gemetar.

Setalah pemberian obat dan gejala diatas, maka perawat perlu melakukan monitor

glukosa darah.

Strategi :
Kondisi pasien tersebut merupakan indikasi terjadinya hypoglikemia yang harus

dibuktikan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah.

Jawaban : B

Referensi utama :

Black and Hwak ( 2009 ) Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Positive

outcome, 8 th edition, Singapore: Elsevier.

Holloway ( 2004 ) Medical Surgical Care Planning, fourth edition

Ignatavicius, Workman ( 2010 ) Medical Surgical Nursing : Patient center collaborative

care, Elsevier USA.

Ignatavicius, Workman ( 2010 ) Clinical Decision Making Study : Medical Surgical Nursing

Patient Center collaborative care, Elsevier USA.

Lemone and Burke ( 2004 ) Medical Surgical Nursing ; Critical thingking client care,

Pearson Education

Lewis, Heitkemper, Obrien, Bucher ( 2007 ) Medical Surgical Nursing ; Assesment and

management of clinical problem volume 1 dan 2, Mosby Elsevier

Monahan, Neighbors, Green ( 2007 ) PHIPPS’ Medical Surgical Nursing ; Health and illness

prespective, Mosby

Osborn, Wraa, Watson ( 2010 ) Medical Surgical Nursing ; Preparation for practice,

Pearson Education volume 1 dan volume 2

Smeltzen, Bare, Hinkel and Cheever ( 2010 ), Brunner and Suddarth ‘s Textbook of

Medical-Surgical Nursing 12th, USA : Lippincott Williams & Wilkins.


4.2 Materi, Pendekatan Proses Keperawatan Dan Soal Keperawatan Anak

4.2.1 Sistem Pernapasan

4.2.1.1 Materi

A. Bronnkhopnjeumonia/Pneumonia

 Pengerrtian: bronchopneumonia adalah inflansi akut pada bronkiolus

respiratorius.

 Pneumonia adalah inflamsi akut pada parenkim paru bagian bawah dan

alveoli.

 Penyebab: virus, bakteri atau jamur

 Mekanisme: kuman menyebabkan peradangan pada bronkus

( bronchopneumonia ) atau paru ( Pneumonia ) menimbulkan konsolidasi

jaringan paru sehingga dapat menanggung pola napas bersihan jalan

napas, dan pertukaran gas.

 Menafestasi klinis: demam, meggigil, berkeringat, batuk produktif/non

produktif, adanya sputum, edema mucosa, napas cuping hidung, retraksi

dinding dada, takipnea, kenaikan taktil fremitus, perkusi redup sampai

pekak, ronkhi, suara pernapasan bonkial.

 Penanganan: Pemberian oksigen, pemberian cairan untuk mengatasi

deman, istirahat, kompres hangat, pemberian posisi, anjurkan untuk

minum hangat, peningkatan asupan nutrisi, fisioterapi dada, inhalasi

nebulizer, pengencer dahak, bronchodilator dan antibioatik

B. Tuberculosis ( TBC )

 Pengertian : TBC adalah infeksi Mycobacterium Tuberculosis pada paru.


 Mekanisme: Kuman TB mengindetifikasi paru melalui droplet dari

penderita TB yang lain. Kuman menyerang parenkim paru.

 Menifestasi klinis: batuk >3 minggu, demam tidak terlalu tinggi

berlangsung lama, berkeringat pada malam hari, penurunan nafsu

makan, penurunan berat badan, malaise, nyeri dada.

 Penanganan: Kepatuhan minum obat, pencegahan penularan dengan

cara batuk yang benar, tempat ludah ditutup dan diberi desinfektan,

serta nutrisi yang adekuat.

C. Asifiksia

 Pengertian: Kegagalan proses bernapas secara spontan pada bayi baru

lahir.

 Mekanisme: saat setelah lahir, paru harus segera terisi oksigen untuk

memberikan perfusi pada alveoli dan menyerap oksigen untuk diedarkan

ke suluruh tubuh.

 Mekanifestasi klinis dengan melalui APGAR skor: Asfiksia berat 0 – 3,

Asfiksia sedang 4 – 6 dan Asfiksia ringan 7 – 9

 Penanganan: resusitasi bayi baru lahir: hangatkan badan, posisi kepala

sedikit ekstensi, bersihkan jalan napas dengan menghisap lender dari

mulut kemudian hidung, rangsang taktil, nilai kembali bayi ( usaha napas,

warna kulit, dan denyut jantung ). Apabila bayi belum bernapas: berikan

ventilasi tekanan positif ( VTP ) dengan memakai balon dan sungkup

selama 30 detik, kemudian nilai bayi kembali. Apabila belum bernapas

juga, lenjutkan VTP dengan kompresi dada secara terkoordinasi selama

30 detik. Apabila denyut jantung mencapai 60x/menit, hentikan kompresi


dada lenjutkan VTP. Jika denyut jantung lebih 100x/menit lakukan

perawatan pasca resusitasi.

D. Asthma

 Pengertian: peradangan dan penyempitan pada saluran napas yang

menyebabkan sesak atau sulit bernapas. Penyebab atau pemicu

terjadinya asma adalah agen allergen seperti debu, tungau, peruabahan

cuaca dan lainnya.

 Mekanisme: proses inflamasi kronik saluran napas atau menyebabkan

obsrtuksi jalan napas yang menghambat aliran udara. Obstruksi dapat

berupa bronkospame, edema dan hipersekresi.

 Manifestasi klinis: bunyi napas wheezing, batuk, sesak napas, napas

tersengal – sengal.

 Penanganan: inhalasi, menghindari factor pemicu, pemberian oksigen,

pemberian bronchodilator melalui inhalasi.

4.2.1.2 Proses Keperawatan

A. Fokus Pengkajian

 Peningkatan frekuensi napas ( frekuensi napas normal, bayi: 0 – 2 bulan

30 – 60x/menit, 2-12 bulan: 30 – 50x/menit, 12 – 59 bulan: 20 –

40x/menit), kedalam insiprasi napas yang memanjangkan menunjukan

obstuksi jalan napas atas, batuk, sputum, dispneu, takipneu, suara napas

abnormal, bentuk dada abnormal, penggunaan otot bantu pernapasan.

Hipertemia menunjukan adanya proses infeksi.

 Pada kasus asfiksia diperlukan pengkajian: riwayat perinatal: mekonium,

prematuritas, APGAR skor.


 Pada kasus TBC diperlukan pengkajian riwayat imunisasi BCG. Kondisi

lingkungan, sumber terpapar penyakit, adanya bunyi redup, penurunan

suara paru pada saat perkusi, hasil tes mantoux positif.

 Pada kasus asthma: riwayat keluarga dengan asthma, ekspirasi yang

memanjang dapat menunjukan gangguan obstruksi yang ditandai dengan

terdengar bunyi wheezing, sumber allergen.

 Pada kasus pneumonia: batuk produktif, sputum kental, terdengar bunyi

ronkhi, adanya retraksi dinding dada, pernapasan cuping hidung.

 Hasil leboratorium: perubahan nilai AGD, peningkatan leukosit,

peningkatan LED.

 Hasil pemeriksaan diagnostic: X – ray adanya infiltrate pada lapang paru.

B. Fokus Masalah

Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus system pernapasan:

 Bersihkan jalan nafas tidak efektif merupakan kondisi jalan nafas yang

tidak normal akibat adanya penumpukan sputum yang kental atau

berlebihan yang sulit untuk dikeluarkan. Data mayor: batuk tidak efektif /

tidak mampu batuk, sputum berlbihan atau obstruksi jalan napas,

mekonium di jalan napas ( pada neonates ), wheezing dan atau ronkhi.

 Pola napas tidak efektif adalah kondisi inpirasi dan atau ekpirasi yang

tidak memberikan ventilasi adekuat. Data mayor: penggunaan otot bantu

napas, fasae ekspirasi memanjang, pola napas abnormal.

 Gangguan pertukaran gas adalah kondisi kelebihan atau kekurangan

oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membrane alveolus

kapiler. Data mayor: PCO2 meningkat atau menurun, PO2 menurun, PH


arteri meningkat atau menurun, terdapat bunyi napas tambahan,

dispenu.

 Hipertemia adalah suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.

Data mayor: suhu tubuh diatas normal ( >37,5°C )

C. Fokus intervensi dan implementasi

Pada gangguan system pernapasan, intervensi berfokus pada SOP prsedur

nebulizer / inhalasi, suction, resusitasi neonates, fisioterapi dada, pemberian

oksigen, kompres hangat, pemberian posisi. Kolaborasi pemberian obat

pengencer dahak, bronchodilator, antibiotic. Pendidikan kesehatan:

menganjurkan untuk minum hangat, meningkatkan asupan nutrisi dan

pencegahan penularan TBC, menghindari allergen.

D. Fokus evaluasi

 Bersihkan jalan nafas efektif ditandai dengan tindak ada batuk, tidak ada

sputum, tidak ada mekonium di jalan napas ( neonates ), suara napas

vesikuler, tidak ada wheezing dan / ronkhi.

 Pola napas efektif ditandai dengan ventilasi adekuat, tidak ada

pengunaan otot bantu napas, pola napas normal, frekuensi napas dalam

batas normal.

 Tidak terjadi gangguan pertukaran gas ditandai dengan nilai AGD dalam

batas normal, tidak terdapat bunyi napas tambahan.

 Hipertemia tidak terjadi ditandai dengan suhu tubuh normal ( 36,5°C –

37,5°C ).

4.2.2 Sistem Kardiovaskular

A. Materi
Penyakit Jantungg Bawaan ( PJB )

 Pengertian: PBJ merukan kelainan pada struktur jantung dan fungsi

sirkulasi jantung yang didapat sejak lahir. PBJ memiliki dua klasifikasi

yaitu PJB non sianotik dan sianotik.

 Mekanisme: PJB sianotik ditandai dengan ada sianosis akibat adanya

pirau kanan ke kiri sehingga darah dari vena sistematik yang

mengandung rendah oksigen akan kembali ke sirkulasi. Paling banyak PJB

sianotik adalah Tetralogi of Fallot.

 PJB asianotik adalah PJB tanpa gejala sianosis. Kasus terbanyak adalah

Paten Ductus Arteriosus ( PDA ). Pada PJB asianotik, terjadi percampuran

darah dari aorta yang banyak mengandung O2 dengan darah dari arteri

pulmona yang menganduk CO2.

 Menifestasi klinis: PJB memiliki gejala terdapat peningkatan atau

penurunan tekanan darah, cardiomegali, hepatomegali, jari tabuh

terdengar bunyi murmur jantung, Capillary Refill Time >3 detik, nadi

perifer teraba lemah, tampak pucat, gelisah.

 PJB sianosis memiliki gejala: kebiruan pada mucosa, sesak napas

terutama setelah beraktifitas, napas cepat dan dalam, lemah, dapat

mengalami kejang/sinkop. Sianosis tidak berkurang dengan pemberian

oksigen, mengalami gangguan pertumbuhan yang kronis ( pengurungan

lemak sub cutan, otot mengecil, BB dan TB tidak optimal ), mengalami

gangguan perkembangan.
 PJB asianotik memiliki gejala sesak napas, napas tersengal – sengal,

takikardi, mudah lelah, tidak napsu makan, gangguan pertumbuhan dan

perkembangan.

 Penanganan: pemberian oksigen, pemerian posis knee chest pada bayi

usia kurang dari 1 tahun, pemeberian posisi squatting pada usia lebih dari

1 tahun, pembatasan aktivitas, pemantauan tumbuh kembang.

Pendekatan Proses Keperawatan

A. Fokus pengkajian

 Riwayat kelahiran, riwayat keluarga dengan kelainan bawaan, tampak

sianosis, cardiomegali, terdengar bunyi murmur jantung, frekuensi nadi

meningkat atau menurun ( bayi baru lahir: 140 – 160x/mnt bayi: 100 –

160x/menit, anak: 70 – 12x/menit, remaja: 60 – 100x/mennit ). Capillary

Refil Time >3 detik, nadi perifer teraba lemah, tampakpucat, gelisah,

sesak napas terutama setelah beraktifitasa seperti bayi saat menyusu,

anak saat bermain, napas cepat dan dalam, lemah, dapat mengalami

kejang/sinkop, BB dan TB tidak opyimal, perkembangan tidak sesuai usia,

riwayat infeksi pernapasan berulang, adanya jari tabuh, hepatomegali,

demam ( menunjukan adanya infeksi ).

 Hasil laboratorium: AGD, hasil pemeriksaan diagnostic: X ray terdapat

hepatomegali, cardiomegali, cardiomegali, ekhokardiografi, EKG dan

kateteri jantung.

B. Fokus Masalah
 Penurunan curang jantung adalah ketidak adekuatan jantung memompa

darah untuk memnuhi kebutuhan metabolism tubuh. Data mayor:

perubahan irama jantung, peruabahan tekanan darah, nadi perifer teraba

lemah, gelisah, suara murmur.

 Intoleransi aktifitas adalah ketidak cukupan energy untuk melakukan

aktifitas sehari – hari. Data mayor: frekuensi jantung meningkat,

mengeluh lelah.

 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Kondisi individu mengalami

gangguan kemampuan bertumbuh dan berkembang sesuai dengan

kelompok usia. Data mayor tidak mampu melakukan ketrampilan atau

perilaku khas sesuai usia,pertumbuhan fisik tergantung.

 Fokus intervensi dan implmentasi

 Pemberian oksigen, pemeberian posisi knee chest pada bayi usia kurang

dari 1 tahun, pemberian posisi squatting pada usia lebih dari 1 tahun,

pembatasan aktivitas, pemantauan tumbuh kembang. Pemberian

entering feeding ( ASI melalui OGT ), diet seimbang, stimulasi ( pada

bayi ).

C. Fokud evaluasi

 Penurunan curah jantung: curah jantung tidak mengalami penurunan

ditandai dengan irama jantung normal, tekanan darah normal sesuai

usia, nadi perifer teraba kuat.

 Intoleransi aktifitas: dapat mentoleransi aktifitas dengan frekuensi

jantung normal, tidak mengeluh lelah.


 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan: anak tumbuh dan kembang

optimal sesuai dengan kelompok usia.

4.2.3 Sistem Pencernaan

4.2.3.1 Materi

A. Diare

 Pengertian: invasi bakteri pada mucosa usus menyebabkan peradangan.

 Mekanisme: bakteri masuk usus mengalami peradangan dan

mengganggu motilitas usus, menyebabkan berat cair >3v sehari dengan

kosistensi encer. Pengeluaran cairan berlebihan akan menyebabkan

dehidrasi. Apabila peradangan disebabkan oleh kuman disentri akan

menyebakan ulserasi yang ditandai dengan berak darah.

 Menifestasi klinis: berak cair >3x/hari dengan konsistensi encer turgor

kulit kembali lambat/sangat lambat, mata cekung membrane mukosa

kering, kemerahan pada perianal.

 Penanganan: perbaikan ketidak seimbangan cairan dan elektrolit melalui

rehidrasi secara oral dan atau parenteral. Perhitungan kebutuhan cairan

pada anak:

BB ≤ 10 Kg : 100 cc/Kg/BB/Hari

BB 10 – 20 : 1000 cc + 50 cc ( BB – 10 )/ Kg/BB/Hari

BB > 20 : 1500 cc + 20 cc ( BB – 20 )/Kg/BB/Hari

Contoh : Seorang anak dengan BB 23 kg maka kebutuhan cairannya

adalah

1500 + 20 ( 23 – 20 )

1500 + 60 = 1560 cc/hari


B. Hirschprung

 Pengertian: anomaly konenital dengan karakteristik tidak adanya saraf –

saraf pada satu bagian usus yang mengkibatkan adanya obstruksi.

 Mekanisme: tidak adanya sel ganglion parasimpatik otonom pasa satu

segmen kolom menyebabkan kurangnya persarafan di segmen tersebut

berdampak tidak adanya gerakan mendorong yang menyebabkan

akumulasi isi usus dan distensi usus proksimal

 Manifestasi Klinis: konstipasi, pembesaran abdomen, muntah, BAB

seperti pita

 Penanganan: pembedahan dengan tujuan membuang sel aganglion serta

pembuatan kolostomi untuk membantu defeksi.

C. Hyperbilirubin atau leterus neonates

 Pengertian hiperbilirubinemia adalah paningkatan bilirubin dalam darah.

Ikterik pada bayi diklasifikasikan sebagai berkut: lcterus fisiologis mulai

timbul hari ke 1- 2 dan menghilang mulai 5 – 10 hari dengan kadar

bilirubin pada bayi cukup bulan < 12 mg/dl dan BBLR < 10 mg/dl. Icterus

Patologis : mulai timbul < 24 jam dan bilirubin total > 15 mg/dl.

 Mekanisme : bayi setelah lahir akan mengkonjungasi bilirubin yang larut

dalam lemak menjadi yang larut dalam air. Proses ini terjadi di dalam

hati. Bilirubin merupakan produk pemecahan Hb yang berasal dari sel

darah merah. Peningkatan kadar bilirubin indirek pada bayi baru lahir

karena adanya gangguan pemecahan bilirubin.

 Manifestasi Klinis : Kuning pada kulit, sclera, dan membrane mukosa

mulut, bilirubin serum > 2 mg/dl.


 Penanganan : fototerapi, transfuse tukar, pemberian ASI ekslusif, terapi

sinar matahari, pemberian cairan/nutrisi.

 Cara menghitung derajat icterus dengan Kramer :

Derajat 1 = kepala leher = kadar bilirubin 5.0 mg%. Derajat II = kepala

leher sampai badan ( atas umbilicus ) = 9.0 mg%. Derajat III = kepala leher

sampai badan = ( bawah umbilicus hingga atas lutut ) = 11.4 mg%. Derajat

IV = kepala leher sampai badan, serta tungkai atas dan bawah = 12.4 mg

%. Derajat V = kepala leher sampai badan, serta tungkai atas dan bawah

sampai telapak tangan dan kaki = 16.0%.

A. GIZI BURUK

 Pengertian : gizi buruk adalah kekurangan asupan yang mengandung

energy dan protein

 Mekanisme : kurangnya asupan energy dan protein akan menyebabkan

sel tubuh kekurangan nutrisi. Pada anak kekurangan nutrisi akan

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.

 Manifestasi Klinis : pucat, kurus, perut buncit, edema, muka tampak tua,

kehilangan massa otot, BB dan TB tidak sesuai, rambut mudah patah,

kusam, kering berwarna merah. Kulit bersisik, anemia, konjunctiva pucat

 Penanganan : pemberian nutrisi makro dan mikro, pendidikan kesehatan

pada orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak.

4.2.3.2. Pendekatan Proses Keperawatan

A. Fokus Pengkajian
 Anropometri : BB, TB, LK,lingkar lengan, lingkar dada disesuaikan dengan

usia

 Keluhan adanya mual, muntah, tidak nafsu makan, keadaan lemah,

lemas, pucat, kurus, penurunan BB > 10%.

 Peningkatan suhu tubuh sebagai tanda adanya infeksi dan atau dehidrasi.

Perubahan bising usus, konstipasi, keluhan kembung ( tidak nyaman

diperut ), diare. Hasil laboratorium : protein, albumin, Hb, elektrolit,

kimia darah, AGD

 Pada kasus diare :

 Frekuensi BAB > 3X/hari, konsistensi feces air, kemerahan pada daerah

perianal, derajat dehidrasi : ringan, sedang, berat. Hasil pemeriksaan tinja

ditemukan adanya bakteri atau darah. Tanda dehidrasi ringan :

penurunan BB 2 – 5%, turgor kembali segara, mucosa bibir kering, ubun –

ubun datar ( usia <dari 24 bulan ), haus minum dengan lahap, mata

cekung. Tanda dehidrasi sedang : penurunan BB 5 – 8%, tugor kulit

kembali lambat, ubun – ubun cekung, mata cekung. Tanda dehidrasi

berat : letargi, kesadaran menurun, penurunan BB > 10%, tugor kembali

sangat lambat, cubitan kulit perut kembali lambat, membrane mukosa

kering, mata cekung dan tidak mau minum.

 Pada kasus Hirschprung

Adanya riwayat kelainan genetic, distensi abdomen, BAB seperti pita,

konstipasi, muntah, bayi rewel, tidak adanya pengeluaran mekonium 24

– 48 jam kelahiran. Observasi ostomi : warna ostomi, ada tidaknya iritasi

pada ostomi dan kulit sekitarnya, penuh tidaknya kantong kolostomi.


Hasil pemeriksaan diagnostic : hasil U/X-ray ditemukan mega kolon.

Pemeriksaan dengan barium enema, biopsy rectal

 Pada kasus Hiperbilirubinemia :

Prematuritas, Ikterik, derajat Kramer, kadar bilirubin total > 15 mg/dl,

pemeriksaan tinja, Hb, pemeriksaan resus.

 Pada kasus gizi buruk

Pucat, kurus, muka tampak tua, kulit kering bersisik, rambut merah dan

mudah patah, edema pada kaki, perut buncit.

B. Fokus Masalah

 Deficit volume cairan / Hipovolemia / gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit

Adalah penurunan volume cairan intravaskuler, intertstitiel dan atau

intraseluler ditandai dengan nadi terasa lemah, tekanan darah menurun /

meningkat, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin

menurun, dan tanda – tanda dehidrasi, suhu tubuh meningkat, BB turun,

terasa lemah, mengeluh haus, CRT>3 detik

 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan / deficit nutrisi :

Adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolism. Ditandai dengan penurunan BB minimal 10%. Membran

mukosa pucat, rambut rontok, nafsu makan menurun, serum albumin

menurun.

 Gangguan integritas kulit :


Adalah kerusakan kulit dan jaringan ditandai dengan kerusakan jaringan

atau lapisan kulit, nyeri, kemerahan, lecet.

 Konstipasi :

Adalah penurunan defekasi normal disertai pengeluaran feces sulit dan

tidak tuntas, serta feces kering dan banyak. Ditandai : defekasi

berkurang/tidak bisa, pengeluaran feces lama dan sulit, feces keras,

peristaltic menurun, distensi abdomen, teraba massa pada rectal.

 Ikterik Noenatus :

Adalah kulit dan membrane mukosa neonates kuning. Ditandai dengan

peningkatan kadar bilirubin, membran mukosa, kulit dan sclera kuning,

riwayat premature

C. Fokus Intervensi dan Implementasi

 Tingkatkan hidrasi yang adekuat: pantau status hidrasi ( catat asupan dan

haluran cairan, timbang berat badan, evaluasi karakteristik urine ( warna,

jumlah, frekuensi ), monitor dehidrasi, pemberian oralit.

 Pemberian cairan intravena sesuai indikasi

 Perawatan kolostomi sesuai dengan SOP.

 Perawatan fototerapi.

 Perawatan kebersihan kulit daerah perihal pada diare: membersihkan

menggunakan air kemudian dikeringkan, mengganti diaper setiap kali

diare, hindari penggunaan tissue basah.

D. Fokus evaluasi
 Tidak terjadi deficit volume cairan/Hipovolemia/gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit: nadi teraba normal, tekanan darah normal, turgor

kulit kembali segera, membrane mukosa lembab, volume urin sesuai,

tidak ada tanda – tanda dehidrasi, suhu tubuh normal.

 Tidak terjadi gangguan nutrisi, ditandai dengan kenaikan BB, membrane

mukosa tidak pucat, nafsu makan meningkat.

 Integritas kulit baik: tidak ada kemerahan, iritasi, lecet dan nyeri.

 Tidak ada keluhan konstipasi: BAB lancer, bising usus normal, tidak ada

distensi abdomen.

 Tidak terjadi Ikterik Neonatus, ditandai dengan kadar bilirubin dalam

batas normal, tidak ada kuning pada seluruh tubuh.

4.2.4 Sistem integument

4.2.4.1 Materi

A. Campak

 Pengertian: Campak/morbili adalah infeksi yang disebkan oleh

paramyxovirus.

 Mekanisme: virus campak masuk ke dalam tubuh melalui udara, kontak

langsung dengan sekresi hidung atau tenggorokan.

 Manifestasi Klinis: demam, mata merah/konjungcitivitas, bercak keabu –

abuan pada mulut dan tenggorokan, timbul bercak kolpik’s pada mycosa

pipi/daerah mulut, timbul raum pada kulit dimulai dari belakang telinga

menyebar ke seluruh tubuh.

 Penanganan: pemberian nutrisi yang adekuat, imunisasi, isolasi untuk

mencegah penularan, mempertahankan kebersihan diri.


4.2.4.2 Pendekatan Proses Keperawatan

A. Fokus pengkajian

Timbul ruam pada kulit dimulai dari belakang telinga menyebar ke seluruh

tubuh, disertai dengan keluhan gatal, adanya lecet bekas garukan, kulit kering,

tampak kotor, melaporkan kekawatiran jika mandi.

B. Fokus masalah

 Gangguan intergeritas kulit: adalah kerusakan kulit dan jaringan

ditandai dengan kerusakan jaringan atau lapisan kulit, nyeri,

kemerahan, lecet, dan gatal.

 Defisit Perawatan diri: adalah tidak mampu melakukan atau

menyelesaikan aktifitas perawatan diri kurang, menolak

melakukan perawatan diri.

C. Fokus intervensi dan Implementasi

Perawatan kulit: mandi, menyeka tubuh dengan washlap basah.

D. Fokus evaluasi

 Tidak terjadi gangguan intergritas kulit ditandai dengan tidak da

kemerahan, kulit lembab, kulit tampak bersih.

 Kebersihan diri terjaga ditandai dengan mandi teratur, kulit bersih.

4.2.5 Sistem Persarafan

4.2.5.1 Materi

A. Kejang Demam

 Pengertian: kejang yang disebabkan karena kenaikan suhu tubuh >

38,4°C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit.
 Mekanisme: peningkatan suhu tubuh menyebabkan neuron sel otak

menjadi hipersensitif dan aktif secara berlebihan yang memicu aliran

listrik berlebihan sehingga kejang.

 Mekanifestasi Klinis: demam lebih dari 38,4°C, kejang menyentak dan

atau kaku otot, gerekan mata abnormal ( mata dapat berputar – putar

atau ke atas ), penurunan kesadaran, kehilangan control kandung kemih

atau pergerakan usus, dan muntah.

 Penanganan: terapi farkomologi: antipiretik dan terapi kejang ( diazepam

secara rectal/IV ), diazepam rectal. Terapi non farmakologi : Baringkan

pasien di tempat rata, singkirkan benda yang ada di sekitar pasien,

melonggarkan pakaian, tidak memasukkan sesuatu ke mulut anak, jangan

mencegah aspirasi. pendidikan kesehatan penanganan kejang di rumah.

B. Meningitis

 Pengertian: infeksi pada selaput otak ( meningen ) yang disebabkan

karena bakteri dan virus atau jamur.

 Mekanisme: organism masuk ke dalam otak melalui aliran darah yang

berasal dari sekret hidung dan sekret telinga. Invasi kuman menyebabkan

TIK meningkat sehingga mengakibatkan gangguan perfusi jaringan

serebral. Invasi kuman juga dapat menyebabkan gangguan fungsi system

regular berupa hipertemia yang menyebabkan gangguan metabolisme

otak dan gangguan keseimbangan ion kalium dan natrium sehingga

terjadi kejang.
 Menifestasi Klinis: peningkatan TIK ( kejang, sakit kepala,perubahan

tingkat kesadaran), kaku kuduk, tanda Kerning positif, tanda Bruzinzki

posistif, dan fotopobia.

 Penanganan: perawatan waktu kejang: hisap lender, cegah cidera, dan

longgarkan baju.

 Pengobatan simptomatik: untuk kejang dan napas.

 Pengobatan suportif: pemberian cairan intravena, isolasi,

mempertahankan hidrasi maksimal, mencegah dan mengatasi

komplikasi, mempertahankan ventilasi, mengurangi tekanan intracranial

yang menigkat, penanganan syok.

C. Hidprosepalus

 Pengertian: suatu keadaan patologi otak yang mengakibatkan

bertambahnya cairan serebrospinalis yang disebkan baik oleh produksi

yang berlebihan maupun gangguan absorbs dengan atau tidak disertai

TIK yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruang tempat aliran CSS.

 Mekanisme: kondisi CSS yang abnormal dapat disebabkan karena

produksi likuor yang berlebih, peningkatan ressistensi aliran likuor, dan

peningkatan tekanan sinus venosa, yang berdampak pada peningkatan

TIK.

 Manifestasi Klinis: Pembesaran kepala abnormal ( LK > 40 cm ), sunken

eyes, fontanel terbuka dan tegang, tulang kepala sangat tipis dan vena –

vena menonjol, dan perkembangan mengalami keterlambatan.

 Penanganan: tata laksana dengan mengurangi produksi cairan melalui

pembedahan ( pembuatan VP shunt )


4.2.5.2 Pendekatan Proses Keperawatan

A. Fokus Pengkajian

 Menentukan karakteristik kejang yang merupakan gangguan pada fungsi

otak yang normal sebagai akibat dari aliran elektrik yang abnormal yang

berdampak hilangnya kesadaran, gerakan tubuh tidak terkendali,

perubahan perilaku dan sensasi, perubahan system otonom

 Menentukan fungsi saraf krainal dengan melihat respon pupil,

menentkan perubahan suhu, adanya kaku kuduk, reflex Babinski,

Kerning, dan Brunzinzki.

 Menentukan peningkatan tekanan intracranial ( fontanel cembung

muntah proyektil, dan kesadaran menurun ).

 Pemeriksaan penunjungan: lumbal pungsi, EEG, serum elektrolit dan

glukosa, kultur darah.

B. Fokus Diagnoasis

 Hipertemia terjadi karena proses inflamsi dan infeksi

 Resiko ganguan perfusi jaringan serebral yang disebabkan adanya

penurunan sirkulasi darah ke otak yang ditandai dengan adanya

peningkatan tekanan intracranial.

 Risiko cedera yang terjadi karena adanya kejang, perubahan status

mental dan penurunan tingkat kesadaran.

 Nyeri yang terjadi karena adanya iritasi lapisan otak.

C. Fokus Intervensi dan Implementasi

 Mempertahankan suhu stabil ( kompres hangat/water sponging,

antipiretik, antibiotic )
 Mencegah cedera dan kejang berulang

 Kolaborasi pemberian antikonvulsan

 Pendidikan kesehatan pada orang tua cara penanganan kejang di rumah

 Pemberian obat per rectal

 Perawatan VP shunt

 Perawatan integrasi kulit

 Pemberian posisi saat kejang

 Stimulasi tumbuh kembang

D. Fokus Evaluasi

 Tidak terjadi kejang berulang

 Anak terbesar dari demam/cedera

 Orang tua memahami cara penanganan kejang di rumah

 Orang tua memahami perawatan VP shunt ynag dapat dilakukan oleh

orng tua dirumah.

4.2.6 Sistem Perkemihan

4.2.6.1 Materi

A. Infeksi Saluran Kemih ( ISK )

 Pengertian : infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh adanya invansi

mikroorganisme pada saluran kemih.

 Mekanisme: adanya mikroorganisme yang masuk ke dalam saluran kemih

mengakibatkan penurunan resintensi terhadap invasi bakteri dan residu

kemih sehingga manjadi media pertembuhan mikroorganisme yang

seanjutnya akan menyababkan gangguan fungsi ginjal. Mikroorganisme


yang naik dari kandung kemih ke ginjal karena seringnya air kemihnya

tertahan di kandungan kemih akan menyebabkan distensiberlebihan

sehingga menimbulkan nyeri.

 Manifestasi Klinis : Sakit saat berkemih, berkemih tidak sampai tuntas,

ada riwayat kurang bersih saat berkemih, hematuria, demam, dan nyeri

punggung dan pinggang.

 Penanganan : pemberian antibiotic dan antipiretik, meningkatkan asupan

cairan 2 – 3 lt/hari, penggunaan pakaian dalam terbuat dari bahan katun,

membersihkan perineum dari arah depan ke belakang.

B. Sindrom Nefrotik

 Pengertian : kondisi yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas

membrane glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan

protein plasma yang menyebabkan hypoalbuminemia.

 Mekanisme : meenurunnya albumin yang menyebabkan tekanan osmotic

plasma menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke dalam

interstisial. Perpindahan cairan menjadikan cairan intravaskular

berkurang sehingga akan menurunkan jumlah aliran darah ke renal.

Akibat hipovolemia akan berdampak pada ginjal yang akan melakukan

kompensasi dengan merangsang renin agiotensin, peningkatan sekresi

antidiuretik ( AHD ) dan sekresi aldosteron sehingga terjadi retensi

natrium dan air menyebabkan edema.

 Manifestasi Klinis : edema disekitar mata ( periorbital ), edema di

ekstrimitas, edema anasarka, asites, malaise, sakit kepala.


 Penanganan : penatalaksanaan farmakologi : terapi kortikosteroid, terapi

immunosupresan, dan terapi diuretik. Penatalaksanaan non farmakologi :

pencegahan infeksi, mencegah kerusakan kulit, nutrisi ( diet sindrom

nefrotik ) dan kebutuhan cairan ( pembatasan asupan cairan ), istirahat,

dan dukungan bagi anak.

4.2.6.2 Pendekatan Proses Keperawatan

A. Pengkajian

1. Anamnesia : menentukan factor resiko infeksi saluran kemih,

menentukan tanda kongesti, iritasi/ketidaknyamanan genital, darah

dalam urin, sering merasakan dorongan untuk berkemih namun urin

yang keluar sedikit, urin berwarna pekat ( kadang berdarah ),

ketidaknyamanan di daerah pervis, rasa sakit pada daerah pubis,

perasaan tertekan pada daerah perut bagian bawah, demam rasa

terbakar dan perih saat berkemih, nyeri di daerah punggung dan

pinggang, mual, muntah, berat badan meningkat, mudah lelah dan

demam

2. Inspeksi : edema periorbital, ekstrimitas, anasarka, asites, hematuria,

adanya pruritus, keletihan, perubahan warna kulit pada sindrom nefrotik,

pernapasan cepat, keterlambatan perkembangan, wajah tampak

sembab, kenaikan berat badan.

3. Palpasi : distensi kandung kemih

4. Pemeriksaan Laboratorium : leukosuria, hematuria, kultur urin, hitung

koloni, bakteriologi, urinalisis, dan protein urin.


B. Fokus Masalah

 Kelebihan volume cairan diakibatkan kerusakan pada glomerulus yang

menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus dan hilangnya

protein plasma, penurunan albumin dalam darah, penurunan tekanan

osmotik, perpindahan cairan intravaskuler ke instersisial yang

menyebabkan edema.

 Nyeri dikarenakan adanya proses inflamasi pada kandung kemih

menyebabkan obstruksi saluran kemih yang bermuara pada vesika

urinaria yang mengakibatkan kontraksi di dinding vesika urinaria.

 Perubahan pola eliminasi disebabkan karena adanya obstruksi mekanik

pada kandung kemih atau struktur traktus urinarius lain yang

menyebabkan iritasi uretra sehingga mengalami oliguria.

C. Fokus Intervensi dan Implementasi

1. Monitor balance cairan

2. Monitor hasil laboratorium

3. Monitor karakteristik urin

4. Diet rendah natrium

5. Istirahat dan aktivitas seimbang

6. Tehnik relaksasi

7. Pendidikan kesehatan tentang perineal hygiene yang tepat

D. Evaluasi

1. Anak mngalami haluaran urin yang adekuat sesuai usia


2. Edema berkurang

3. Pola eliminasi normal

4. Warna urin jernih

5. Orang tua melakukan perineal hygiene dengan tepat

4.2.7 Sistem Hematologi dan Imunologi

4.2.7.1 Materi

A. Thalasemia

 Pengertian : suatu kelompok anemia hemolitik congenital yang

diturunkan secara autosomal disebabkan karena kekurangan sintesis

rantai polipeptida yang menyusun molekul globin dan haemoglobin

 Mekanisme : sumsum tulang tidak mampu membentuk protein yang

dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya

sehingga eritrosit mudah rusak ( umur eritrosik lebih pendek/kurang dari

100 hari ) akibatnya terjadi anemia.

 Manifestasi Klinis : pucat, lemah, berat badan kurang, memerlukan

transfuse rutin, splemenogali, hepatomegaly, perut membuncit,

konjungtiva anemis, bentuk wajah khas thalassemia.

 Penanganan : Transfusi rutin, dengan tambahan pemberian asam folat,

vitamin E, splenektomi, stimulasi pertumbuhan dan perkembangan.

Observasi efek samping kelasi besi seperti demam, sakit perut, sakit

kepala, gatal, sukar bernapas, observasi gangguan fungsi jantung ( Gagal

Jantung ).

B. Demam Berdarah Dangue


 Pengertian : demam yang disebabkan oleh virus Dangue yang ditularkan

melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

 Mekanisme : infeksi virus Dangue menyebabkan peningkatan

permeabilitas dinding kapiler sehingga cairan dari intravaskuler ke luar

vaskuler yang mengakibatkan terjadinya pengurangan volume plasma

yang menyebabkan hipovolemia, penurunan tekanan darah,

hemokonsentrasi, dan renjatan demam.

 Manifestasi Klinis : demam disertai sakit kepala, mual dan nyeri otot

seluruh tubuh.

 Penanganan : tanpa renjatan : pemberian cairan oral jika anak masih mau

minum dan tidak muntah, berikan antipiretik, dan kompres hangat. Jika

disertai renjatan : pemberian cairan parenteral untuk mengatasi dan

mengurangi risiko syok.

4.2.7.1 Proses Keperawatan

A. Pengkajian

 Pada thalasemia: mudah lelah, letagris, anoreksia, sesak napas penebalan

tulang cranial, pembesaran limpa dan hepar, serta menipiskan tulang

kartilago, kunjungtiva pucat, kulit pucat dan berwarna keabuan

( hemosiderosis ), anemia ( Hb rendah ), gangguan tumbuh kembang dan

riwayat tranfusi darah rutin.

 Pada DHF: demam terus menerus 2 – 7 hari, hepatomegali, tanda

presyok ( nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun, tekanan darah

menurun, dan kulit teraba dingin ), terdapat petekhie, uji tourniquet

positif, perdarahan gusi, hematemesis, melena, nyeri sendi dan nyeri


kepala terjadi karena peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang

berdampak adanya kebocoran plasma.

 Pemeriksaan laboratorium: darah tepi ( HB minimal 8 g/dl – 9,5 g/dl,

hematrokit 33 – 38%, trombosit 200.000/m - 400.000/m, lekosit 9.000 –

12.000/mm3 ), dan foto rontgen

 Klasifikasi DHF: Derajat I: demam disertai gejala tidak khas, uji touniqut +,

Derajat I : derajat I ditambah perdarahan spontan ( perdarahan di

hidung/epistaksis, hematemesis, melena), Derajat III: jika ditemukan

kegagalan sirkulasi darah dengan nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menurun, hipotensi disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah. Derajat

IV: terdapat renjatan berat, nadi tidak teraba, tekanan darah tidak

teratur.

B. Fokus Masalah

1. Pada Thalasemia

 perfusi perifer tidak efektif disebabkan karena penurunan

kompenen sel darah ( eritrosit ) yang diperlukan untuk

pengangkutan oksigen

 Intoleransi aktivitas disebabkan karena tidak seimbang antara

suplai O2 dan kebutuhan

1. Pada kasus DHF

 Hipertemia karena proses inflamasi, peningkatan laju

metabolisme, dan dehidrasi

 Resiko pendarahan disebabkan karena trombositopenia


 Defisit volume cairan disebabkan kehilangan volume cairan aktif,

dan kegagalan mekanisme regulasi

C. Fokus Intervensi dan Implementasi

 Terapi rehidrasi oral/parenteral, monitor hasil laboratorium, manajemen

nyeri

 Tingkatkan oksigen jaringan, cegah atau minimalkan pendarahan

 Istirahat dan kompres

 Observasi tanda vital tiap jam

 Observasi Ht, BB dan tromkbosit secara periodic

 Kolaborasi pemberian transfusi, monitor reaksi transfuse

 Pengambilan sampel darah, uji tourniquet, transfuse darah

 Rujuk ke komunitas Talasemia.

D. Fokus Evaluasi

 Tidak ada tanda dehidrasidan pendarahan, hasil laboratorium dalam

rentang normal

 Perfusi perifer efektif : suhu normal, akral hangat, CRT < 3 detik, Hb

optimal 10 mg/dl

4.2.8 Sistem Pengindraan

4.2.8.1 Materi

A. Konjungtivitis

 Pengertian : infeksi atau imflamasi pada konjungtiva mata ( akut maupun

kronis )
 Mekanisme : mikroorganisme atau allergen menyebabkan iritasi pada

kelopak mata sehingga kelopak mata sukar membuka dan menutup

secara sempurna. Kelopak mata menjadi kering sehingga menyebabkan

konjungtivitis.

 Manifestasi Klinis : pelebaran pembuluh darah menyebabkan

peradangan yang ditandai dengan sclera dan konjungtiva yang merah,

edema, rasa nyeri dan adanya sekret mukopurulen

 Penanganan : dapat hilang / sembuh sendiri tergantung penyebab.

Antibiotik salep dan pembersihan kelopak mata dapat dilakukan.

B. Infeksi Telinga ( Otitis Media Akut dan Otitis Media Supurativ Kronis )

 Pengertian : OMA dan OMSK terjadi Karena invasi mikroorganisme ke

dalam telinga tengah. Pada OMA terjadi kurang dari 14 hari sedangkan

OMSK terjadi lebih dari 14 hari

 Mekanisme : mikroorganisme masuk ke cavum nasi dan telinga

menyebabkan peradangan yang menyebabkan terbentuknya eksudat

yang terakumulasi. Infeksi dapat menjalar ke tulang mastoid dan terjadi

mastoiditas

 Manifestasi Klinis : keluar cairan eksudat dari telinga, anak mengeluh

sakit dan tidak nyaman, kadang m,enyebabkan penurunan fungsi

pendengaran. Bila terjadi mastoiditas ditemukan adanya pembekakan

dibelakang telinga.

 Penanganan : pemberian antibiotic, tetes telinga, pembersihan telinga,

dan edukasi cara membersihkan telinga yang terdapat eksudat.


1.2.8.2 Pendekatan Proses Keperawatan

A. Fokus Pengkajian

 Pada konjungtivitis : hyperemia di mata, adanya cairan yang keluar di

mata, edema kelopak mata dan nyeri

 Pada OMA/OMSK : adanya cairan eksudat yang keluar dari telinga,

kemerahan pada mimbran timpani

 Mastoditiras : nyeri belakang telinga, pembengkakan belakang telinga,

adanya ciran keluar dari telinga.

B. Fokus Masalah

 Gangguan persepsi sensoris: penglihatan: Gangguan penurunan

penglihatan yang disebabkan karena adanya proses infeksi pada

konjungtiva yang ditandai dengan adanya kemerahan/eksudat pada

konjungtiva.

 Nyeri disebabkan proses peradangan.

 Gangguan persepsi pendengaran disebabkan karena adanya proses

ineksi/imflamasi pada telinga dalam.

C. Fokus Intervensi dan Implementasi

 Membersihkan kelopak mata.

 Membersihkan telinga.

 Membersihkan posisi yang nyaman.

 Memberikan antibiotic dan analgesic.

D. Fokus Evaluasi
 Persepsi sensorik tidak terganggu.

 Nyeri berkurang dan hilang.

 Suhu dalam batas normal.

 Tidak ada secret pada mata atau telinga.

1.2.9 Pelayanan Kesehatan

4.2.9.1 Materi

A. Imunisasi Dasar

 BCG diberikan pada usia 0 – 1 bulan ( masih dapat diberikan sampai usia

2 bulan ). Vaksin ini ditunjukan untuk mencegah TBC, dengan dosis

pemberian 0,05 ml dan route pemberian di intrakutan.

 DPT diberikan pada usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Vaksin ini

ditunjukan untuk mencegah Difteri, Pertusis, dan Tetanus dengan dosis

pemberian 0,05 ml dan route pemberian intramuskuler.

 Polio diberikan pada usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Vaksin ini

ditunjukan untuk mencegah polio yang diberikan secara oral sebanyak 2

tetes sekali pemberian.

 Hepatitis diberikan mulai dari bayi baru lahir dengan dosis 0,5 ml secara

intramuskuler. Vaskin ini diberikan sebanyak 4 kali pada usia saat lahir, 2

bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Diberikan sebagai upaya untuk mencegah

penyakit hepatitis.

 Campak diberikan pada usia 9 bulan dosis 0,5 ml dan diberikan secara

intramuskuler. Diberikan sebagai upaya untuk mencegah penyakit

campak, dan
 Kejadian pneumonia akibat infeksi Ruboela. Beberapa vaksin diberikan

bersama dengan istilanh yang biasa digunakan yaitu pemberian vaksin

Combo ( DPT dan Hepatitis ). Berikut jadwal pemberian imunisasi dasar:

Jadwal Imunisasi Umur Jenis Vaksin


Imunisasi Dasar 0–7 HB 0
I Bulan BCG, Polio 1*
2 Bulan DPT – HB – Hib 1, Polio 2
3 Bulan DPT – HB – Hib 2, Polio 3
4 Bulan DPT – HB – Hib 3, Polio 4 IPV
9 Bulan Campak
Imunisasi 18 Bulan DPT – HB – Hib
Lanjutan 24 Bulan Campak

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Menentukan usia kronoligis

Cara menentukan usia kronologis anak yaitu tanggal pemeriksaan dikurangi

dengan tanggal lahir. Contoh: tanggal pemeriksaan 21 Januari 2018 dan tanggal

lahir 30 Oktober 2016,

21 – 01 – 2018

30 – 10 – 2016

21 – 02 – 1

Jadi usia anak 21 hari 2 bulan 1 tahun atau 1 tahun 2bulan 21 hari, dan dijadikan

bulan maka usia anak 15 bulan. Pada anak yang lahir premature maka

penentuan usia Kronologis dikurangi selisih usia matur ( 40 minggu ) dngan usia

minggu prematurnya. Misalnya pada hitungan di atas jika anak lahir premature

usia 36 minggu maka usia kronologis anak akan dikurangi 4 minggu sehingga

anak berusia 14 bulan.


Menentukan perkembangan dengan KPSP

Pada pemeriksaan perkembangan, dilakukan dengan Kuesioner Pra Skrining

Perkembangan ( KPSP ). Hasil pemeriksaan diinterprestasikan sebagai berikut:

a. Bila hasil Ya 9 -10 maka diinterprestasikan

b. Bila hasil Ya 7- 8 maka diinterprestasikan meragukan

c. Bila hasil Ya < 7 maka diinterprestasikan risiko penyimpanan

C. Bayi Berat Lahir Rendah

 Pengertian: bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gr

tanpa memperhatikan usia gestasi.

 Mekanisme: bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gr

sering mengalami hipotermia disebabkan karena sedikitnya lemak coklat

dan tingginya perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat

badanya. Sebagian BBLR terjadi pada bayi yang lahir kurang bulan

( premature ) sehingga sering ditemukan masalah prematuritas organ

seperti reflek hisab yang lemah. Selain itu, jika bayi lahir pada usia gestasi

kurang dari 32 minggu, bayi sering mengalami masalah pernapasan

karena defisiensi surfaktan.

 Menifestasi Klinis: berat badan kurang dari 2500 gram, bayi tampak kecil,

risiko

 Mengalami masalah pernapasan dan termoregulasi, lanugo banyak,

lemak subkutan

 sedikit, banyak tidur, tangisan lemah. Sebagian BBLR memiliki reflekhisap

dan menelan

 yang lemah serta masalah pernapasan


 Penanganan : menentukan usia kehamilan, menilai reflek primitive pada

BBLR, mengidentifikasi berat lahir serta tanda – tanda vital. Selain itu

diperlukan tindakan mempertahankan suhu stabil ( rawat dalam

inkubator atau perawatan metode kanguru ), pemberian oksigen,

perawatan suportif : pemberian cairan, nutrisi yang adekuat ( nutrisi

parenteral dan pemberian asi ).

D. Proses Keperawatan Bayi Berat Lahir Rendah

1. Fokus Pengkajian

Berat badan kurang dari 2500 gram, reflek hisap dan menelan lemah,

lemak subkutan tipis, suhu kurang dari 36,4°C, gerakan bayi kurang aktif

dan usia kehamilan/gestasi

2. Fokus Masalah Keperawatan

 Hipotermia yang disebabkan karena gangguan termoregulasi

 Kekurangan nutrisi dikarenakan lemahnya reflek hisap dan

menelan

 Gangguan pertukaran gas dikarenakan prematuritas organ

pernapasan

 Cemas orang tua disebabkan karena kondisi bayinya

3. Fokus Intervensi dan Implementasi

 Hangatkan bayi dengan meletakan dalam radian warmer,

inkubator atau perawatan metode kanguru

 Pemberian nutrisi parenteral jika tidak dapat diberikan secara oral

 Pemberian ASI melalui OGT


 Pemberian ASI dengan menyusu langsung jika reflek hisap dan

menelan adekuat

 Perawatan diruang intensif untuk mendapatkan dukungan

ventilasi mekanik

 Edukasi kepada orang tua tentang keadaan bayinya serta edukasi

pemberian ASI

4. Fokus Evaluasi

 Suhu dalam batas normal ( 36,5 s.d 37,5°C )

 Penurunan berat badan tidak lebih dari 10% BBL ( pada minggu

pertama )

 Tanda – tanda vital dalam batas normal ( frekuensi napas 30 –

60x/menit, frekuensi nadi 140 – 160x/menit )

 Orang tua berperan aktif dalam perawatan

E. Hospitalisasi

 Pengertian : hospitalisasi adalah masuknya seorang anak ke dalam rumah

sakit atau masa saat anak dirawat di rumah sakit

 Sumber Stressor hospitalisasi : sumber stressor adalah lingkungan baru,

berpisah dengan keluarga atau teman sebaya, kehilangan control, dan

kurangnya informasi pada anak mulai usia prasekolah

 Respon penerimaan hospitalisasi : diawali dengan tahap protes

( menangis kuat, menjerit, memanggil orang terdekat, menendang, tidak

mau ditinggal oleh orang tua dan agresif terhadap orang baru ), tahap
putus asa ( tampak tenang, menangis berkurang, tidak aktif, tidak

berminat bermain, tidak nafsu makan, membina hubungan yang

dangakal dengan orang lain ), tahap menerima ( mulai tertarik dengan

lingkungan yang baru )

 Intervensi dampak hospitalisasi : rooming in, partisipasi orang tua dan

keluarga, ruang perawatan seperti suasana rumah, meminimalkan

tindakan invasif, penjelasan secara konkrit mulai anak usia prasekolah,

fasilitasi teman sebaya untuk berkunjung dan memberikan kesempatan

sosialisasi.

1.2.10 Contoh Soal Pengkajian dan Pembahasan

1. Balita laki – laki usia 2 tahun dibawa ibu ke puskesmas dengan keluhan

mencret 5x sehari dan anak tampak lemas. Hasil pengkajian : rewel,mata

cekung, dan mukosa bibir kering. Perawat akan menentukan derajat

dehidrasi dengan pendekatan MTBS.

Apakah data yang perlu dikaji lebih lanjut pada kasus tersebut?

A. Cappilary Refill Time

B. Cubitan kulit perut

C. Konsistensi feses

D. Berat badan

E. Suhu
Pembahasan :

Berdasarkan pendekatan MTBS, data penting yang perlu dikaji untuk

menentukan derajat dehidrasi adalah cubitan kulit perut kembali lambat

atau sangat lambat, malas minum atau minum dengan lahap, mata

cekung, gelisah atau rewel.

Strategi :

Lakukan scanning untuk fokus padadata – data hasil pengkajian dehidrasi

berdasarkan MTBS. Cappilary Refill Time, konsistensi feses, suhu dan

berat badan bukan merupakan indicator derajat dehidrasi berdasarkan

MTBS.

Jawaban : B

2. Anak perempuan dibawa ibunya ke poliklinik tumbuh kembang untuk

pemeriksaan. Hasil pengkajian : tanggal lahir 24 November 2015, BB 10

kg, TB 80 cm. Perawat akan melalukakan skrining perkembangan pada

hari ini pada tanggal 04 Oktober 2017.

Berapakah usia anak pada kasus tersebut?

A. 1 tahun 9 bulan 9 hari

B. 2 tahun 1 bulan 20 hari

C. 1 tahun 9 bulan 10 hari

D. 2 tahun 9 bulan 10 hari

E. 1 tahun 10 bualan 10 hari


Pembahasan :

Cara penghitungan usia anak adalah dengan mengurangi tanggal

pemeriksaan dengan tanggal lahir anak. Urutan cara mengurangi dimulai

dari hari ( tanggal ), bulan, tahun. Prinsip penghitungan apabila hari

( tanggal ) tidak bisa dikurangi karena lebih kecil maka meminjam pada

bulan ( dengan menambah 30 ), apabila bulan tidak bisa dikurangi karena

lebih kecil maka mengambil ditahun ( menambah 12 )

Pada kas

us diatas, cara penghitungannya adalah tanggal pemeriksaan 04 Oktober

2017 dikurangi tanggal lahir 24 November 2015. Maka usia anak

2017⁽ ⁻ⁱ ⁾⁼²⁰ⁱ⁶ 10⁽ ⁹ ⁾⁺ⁱ ²⁼²ⁱ 04⁽⁺³⁰ ⁾⁼³⁴

2015 11 24 ̶

1 tahun 10 bulan 10 hari

Strategi:

Pastikan bahwa yang dikurangi itu adalah tanggal pemeriksaan dikurangi

tanggal lahir sesuai dengan prinsip perhitungan.

Jawaban: E 
3. Anak laki – laki usia 7 tahun sudah 3 hari dirawat di ruang perawatan

anak. Hasil pengkajian: anak tampak murung, tidak mau makan, menolak

berbicara dab menolak ketika akan dilakukan tindakan oleh perawat. Ibu

mengatakan anak angin segera sembuh dan kembali ke sekolah.

Apakah penyebab utama respon anak pada kasus tersebut?

A. Perpisahan dengan teman sebaya

B. Adanya lingkungan yang asing

C. Cemas terdapat orang asing

D. Takut akan cedera tubuh

E. Hilang control

Pembasahan:

Sumber stressor akibat hospitalisasi pada anak usia sekolah adalah

Berpisah dengan kelompok sosialnya (temam sebaya ), karena dia bisa

melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial ( peer group ).

Strategi:

Kata kunci pada kasus di atas adalah pernyataan anak ingin segera

sembuh dan segera kembali ke sekolah berinteraksi dengan kelompok.

Jawaban: A

1.2.11 Contoh Soal Masalah & Diagnosa Keperawatan dan Pembahasan


4. Anak laki – laki usia 5 tahun dirawat di ruang anak dengan keluhan batuk

disertai demam. Hasil pengkajian: tidak nafsu makan, rewel, sulit tidur

pada malam hari, sputum kental, terdengar ronchi di kedua lapang paru,

frekuensi napas 30x/menit, frekuensi nadi 90x/menit, suhu 37,9⁰C.

Apakah masalah keperawatan utama pada kasus tersebut?

A. Bersihkan jalan napastidak efektif

B. Gangguan pertukaran gas

C. Risiko deficit nutrisi

D. Gangguan pola tidur

E. Hipertermia

Pembahasan:

Bersihkan jalan nafas tidak efektif merupakan kondisi jalan nafas yang

tidak normal akibat penumpukan sputum yang kental atau berlebihan

yang sulit untuk dikeluarkan. Bersihkan jalan nafas efektif ditandai

dengan tidak ada batuk, tidak ada sputum dan bunyi nafas vesikuler.

Strategi:

Hasil scanning data abnormal pada kasus diatas didapatkan data

menonjol pada gangguan system pernapasan yaitu sputum kental, ronkhi

dikedua lapang paru dan batuk. Pada option jawaban terdapat 2 masalah

system pernapasan. Data abnormal ( sputum kental, ronkhi dikedua

lapang paru dan batuk ) pada kasus merupakan data mayor pada masalah

bersihan jalan nafas tidak efektif yang merupakan masalah prioritas. Pada
option jawaban pertukaran gas ( b ) tidak cukup data untuk mengekkan

masalah tersebut.

Jawaban: A

5. Bayi laki – laki usia 1 hari dirawat dalan indicator di RS dengan

hiperbilirubinemia. Hasil pengkajian: BBL 2300 gr, BB saat ini 2280 gr,

kuning pada kulit, sclera, dan membram mukosa mulut, reflek hisap

lemah, suhu 37,7⁰C, frekuensi nadi 120 x/mnt, frekuensi napas 45x/mnt,

bilirubin serum 15 mg/dl. Rencana akan dilakukan fototerapi.

Apakah masalah keperawatan utama pada kasus tersebut?

A. Hipertermia

B. Defisit nutrisi

C. Ikterik neonates

D. Resiko tinggi cidera

E. Resiko tinggi gangguan integritas kulit.

Pembahasan:

Hiperbilirubinemia adalah peningkatan bilirubin dalam darah ditandai

dengan kuning pada kulit, sclera, dan membram mukosa mulut, bilirubin

serum >2 mg/dL yang merupakan data mayor pada masalah ikterik

neonates.

Strategi:
Kata kunci pada kasus bayi mengalami hiperbilirubinemia dan terjadi

pada 24 jam kehidapan sehingga prioritas masalah paa kasus diatas

adalah ikterus.

Jawaban: C

6. Belita laki – laki usia 1 tahun dirawat diruang anak dengan hidrosefalus.

Hasil pengkajian: kesadaran menurun, LK 69 cm, terdapat sunset eyes

sign, belum bisa duduk, hanya berbaring pada kasus tersebut?

A. Defisit nutrisi

B. Intoleransi aktivitas

C. Gangguan mobilitas fisik

D. Risiko gangguan perfusi jaringan selebral

E. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan

Pembahasan:

Pada hidrosefalus terjadi penumpukan cairan di dalam otak yang

mengakibatkan terjadinya penekanan syaraf otak, yang ditandai dengan

kesadaran menurun, LK membesar, terdapat sunset sign. Kondisi ini

dapat menimbulkan masalah perfusi jaringan serbral tidak efektif.


Strategi:

Kata kunci pada kasus adalah hak anak mengalami hidosefalus. Data

mayor yang mendukung pada masalah keperawatan prioritas adalah

kesadaran menurun, LK 69 cm, terdapat sunset sign.

Jawaban: D

7. Balita laki – laki usia 4 tahun dibawa ke rumah sakit karena kejang saat di

rumah. Hasil pengkajian: anak memiliki riwayat kejang demam, demam

sudah 3 hari, batuk, pilek, anak tampak lemah, suhu tubuh 39⁰C,

frekuensi napas 35x/menit.

Apakah masalah keperawatan utama pada kasus tersebut?

A. Hipertemia

B. Risiko cidera

C. Risiko infeksi

D. Intoleransi aktivitas

E. Pola napas tidak efektif

Pembahasan :

Kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membrane

selneuron, dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium

dan natrium melalui membrane tersebut sehingga terjadi pelepasan

listrik. Lepasnya muatan listrik dapat meluas ke seleluruh sel maupun ke


membrane sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter maka

terjadilah kejang. Suhu tubuh normal pada usia 4 tahun 36,5⁰C – 37,2⁰C.

Strategi :

Suhu anak pada kasus tersebut meningkat yaitu 39⁰C, anak juga memiliki

riwayat kejang karena demam

Jawaban : A

8. Anak laki – laki usia 4 tahun dirawat diruang anak dengan keluhan

bengkak pada muka, sakit kepala dan berat badan meningkat drastis.

Hasil pengkajian : mudah lelah, oedema seluruh tubuh, konjungtiva

pucat, porsi makan tidak dihabiskan, dan hasil laboratorium : protein urin

+3.

Apakah masalah keperawatan pada kasus tersebut?

A. Nyeri akut

B. Intoleransi aktivitas

C. Risiko tinggi infeksi

D. Kelebihan volume cairan

E. Ketidakseimbangan nutrisi

Pembahasan :

Berdasarkan data pada kasus mengarah pada diagnose sindroma

nefrotik. Sindroma nefrotik merupakan gangguan pada ginjal yang


ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia yang dapat meningkatkan

permiabilitas kapiler sehingga menyebabkan edema anasarka yang

berdampak pada peningkatan berat badan yang drastis.

Strategi :

Pada kasus tersebut terdapat data edema ( penumpukkan cairan ), acites,

protein urin (+) yang merupakan data mayor untuk masalah kelebihan

volume cairan.

Jawaban : D

1.2.12 Contoh Soal Intervensi dan Implementasi Keperawatan dan Pembahasan

9. Balita perempuan usia 2 tahun dibawa ibunya ke UGD karena sesak

napas dan batuk. Hasil pengkajian : anak tidak bisa mengeluarkan sekret,

terdengar bunyi wheezing, frekuensi napas 46x/menit. Keluarga tampak

khawatir pada anaknya.

Apa tindakan keperawatan utama pada kasus tersebut?

A. Atur posisi semi fowler atau fowler

B. Pemberian oksigen pada anak

C. Anjurkan batuk efektif

D. Lakukan inhalasi

E. Lakukan suction
Pembahasan :

Pada kasus tersebut terjadi penyempitan bronchus yang ditunjang oleh

data adanya bunyi weezhing. Melonggarkan bronchus diperlukan

broncodilator yang diberikan per inhalasi. Inhalasi adalah pemberian

obat secara langsung ke dalam saluran nafas melalui penghisapan yang

mempunyai keuntungan yaitu obat bekerja langsung pada saluran

napas.

Strategi :

Fokuskan pada usia anak. Usia anak pada kaus tersebut adalah 2 tahun.
Pilihan ( a dan c ) tidak efektif dilakukan pada anak usia tersebut. Pilihan
( b ) tidak memungkinkan dilakukan karena tidak mengatasi masalah.
Pilihan ( e ) merupakan kelanjutan dariprioritas intervensi yaitu
pemberian inhalasi.

Jawaban : D

10. Balita perempuan usia 2 bulan dirawat di ruang anak dengan keluhan

kebiruan pada saat meningkatkan lama. Anak didiagnosis tetralogy of

fallot. Saat ini anak diperbolehkan pulang. Ibu bertanya apa yang harus

dilakukan jika anak mengalami kebiruan.

Apakah pendidikan kesehatan yang tepat diberikan pada kasus tersebut?

A. Tenangkan anak saat menangis

B. Ajarkan posisi knee chest

C. Beri istirahat cukup


D. Tinggikan kepala

E. Batasi aktivitas

Pembahasan :

Posisi knee chest atau jongkok akan membuat merasa nyaman/lebih baik

sebab sianosis akan berkurang. Mekanisme terjadinya hal tersebut yaitu

knee chest atau jongkok akan menurunkan aliran darah balik yang kurang

kandungan oksigennya. Akibat resistensi sistematik akan meningkat

sehingga pirau kanan ke kiri akan menurun dan aliran darah paru

meningkat. Saturasi oksigen pun meningkat dan sianosis berkurang.

Strategi :

Pada pasien Tetralofy of Fallot sering mengalami hipersianosis. Tata

laksana yang harus dilakukan adalah memberikan posisi knee chest atau

jongkok. Oleh Karena itu, pilihan jawaban yang lain bukan tindakan

utama.

Jawaban : B

11. Bayi perempuan usia 1 hari dirawat di NICU dengan riwayat persalinan

normal dengan usia gestasi 32 minggu. Hasil pengkajian : bayi tampak

lemah, reflek hisap dan menelan lemah, fgrekuensi napas 60x/menit. Ibu

mengatakan ASI sudah keluar.

Bagaimanakah cara pemberian ASI pada kasus tersebut?


A. Menyusu langsung pada ibu

B. Menggunakan sendok

C. Menggunakan pipet

D. Menggunakan OGT

E. Menggunakan dot

Pembahasan :

Bayi lahir dengan usia gestasi 32 minggu merupakan bayi premature.

Pada masa gestasi tersebut bayi belum memiliki reflek hisap dan menelan

yang baik, sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara

oral. Kebutuhan nutrisi dapat dipenuhi secara enteral dengan

pemasangan OGT ( Orogastric Tube ).

Strategi :

Fokuskan usia gestasi bayi pada kasus. Selain pilihan jawaban

menggunakan OGT, selebihnya adalah cara pemberian ASI melalui oral.

Jawaban : D

12. Bayi usia 8 hari dirawat di perinatologi dengan postoperative

pemasangan kolostomi hari ke 3. Hasil pengkajian : stoma merah muda,

kantung stoma tampak penuh. Perawat akan melakukan perawatan

stoma. Perawat telah menyiapkan alat, cuci tangan, menjelaskan

prosedur kerja, dan membuka kantong stoma.


Apakah langkah selanjutnya pada kasus tersebut?

A. Mengobservasi stoma dan kulit sekitarnya

B. Mengukur dan menggambar pola stoma

C. Membersihkan kulit sekitar stoma

D. Mengeringkan kulit sekitar stoma

E. Memberikan salep Zinc

Pembahasan :

Langkah perawatan stoma

1. Menyiapkan alat

2. mencuci tangan

3. menjelaskan prosedur kerja

4. meletakan perlak dan bengkok

5. membuka kantong kolostomi

6. membersihkan kulit sekitar stoma

7. mengeringkan kulit sekitar stoma

8. mengobservasi stoma dan kulit sekitarnya

9. memberikan salep zinc

10. mengukur dan menggambar pola stoma

11. membuka dan merekatkan kantong kolostomi

12. membereskan alat dan cuci tangan

Strategi :

Mengikuti urutan langkah prosedur perawatan stoma


Jawaban : C

13. Anak Perempuan usia 7 tahun dibawa ibunya ke puskesmas karena

mengalami demam selama 3 hari. Hasil pengkajian: mengeluh sakit

kepala, suhu 38,8⁰C. Perawat akan melakukan uji tourniquet. Perawat

menjelaskan prosedur dan meminta persetujuan kepada ibunya,

mencuci tangan, memasang manset di atas fossa cubiti, mengukur

tekanan darah dan diperoleh hasil 110/70 mmHg.

Apakah tindakan selanjutnya pada kasus tersebut?

A. Melepas manset secara perlahan

B. Menahan tekanan manset selama 10 menit

C. Mencatat jumlah petekhie pada area yang ditandai

D. Menentukan tekanan tengah sistolik dan diastolic

E. Memompa manset sampai tekanan yang telah ditentukan

Pembahasan:

Urutan tindakan uji tourniquet setelah mengukur tekanan darah dan

mendapat nilai tekanan sistolik dan diastolic selanjutnya menambah

sistol dan diastole, lalu dibagi 2 ( 110 + 0/2 ) = 90. Nilai tersebut menjadi

acuan untuk menahan airraksa pada nilai tersebut selama 10 menit.

Langkah prosedur uji tourniquet

1. Menjelaskan prosedur dan meminta persetujuan kepada ibunya

2. Mencuci tangan
3. Memasang manset diatas fossa cubiti

4. Mengukur tekanan darah dan diperoleh hasil 110/70 mmHg.

5. Menentukan tekanan tengah sistolik dan diastolic

6. Memompa manset sampai air raksa berada pada tekanan yang telah

ditentukan

7. Menahan tekanan manset selama 10 menit

8. Mencatat jumlah petekhie pada area yang ditandai

9. Melepas manset secara perlahan

10. Mencuci tangan

Strategi:

Sesuaikan dengan urutan / langkah – langkah prosedur.

Jawaban: D

14. Anak perempuan usia 10 tahun dirawat di ruang perawatan dengan

diagonosis HIV. Hasil pengkajian: anak sering bertanya kepada perawat,

mengapa harus selalu meminum obat dan anak ingin mengetahui

penyakitnya. Namun nenek pasien melarang perawat untuk

memberitahukan penyakitnya.

Apakah dilemma etik yang terjadi pada kasus tersebut?

A. Fidelity

B. Justice

C. Beneficence
D. Confidentiality

E. Nonmaleficence

Pembahasan:

Prinsip etik yang diterapkan oleh perawat adalah prinsip Confidentiality.

Prinsip Confidentiality adalah prinsip yang menjaga informasi tentang

klien. Kecuali dengan persetujuan dan keluarga serta menggunakan

inform consent.

Strategi:

Memahami prinsip etik sebagai berikut:

1. Justice: Keadilan

2. Fidelity: menepati

3. Otonomi: keputusan sendiri

4. Beneficence: berbuat baik

5. Nonmaleficence: tidak merugikan

6. Confidentiality: menjaga kerahasiaan

Jawaban : D

15. Anak perempuan usia 6 tahun dirawat di PICU karena meningitis sudah 2

minggu. Hasil pengkajian: kesadaran menurun dan terpasang ventilator.

Orang tua mengatakan tidak sanggup lagi untuk membiayai dan akan

membawa pulang anaknya.


Apakah implementasi pada kasus tersebut?

A. Membiarkan keluarga membawa anaknya pulang

B. Menghargai apapun yang menjadi keputusan keluarga

C. Memberikan motivasi orang tua untuk mencari bantuan

D. Meminta keluarga menandatangani surat pernyataan pulang paksa

E. Menjelaskan pada keluarga bahwa anak harus tetap menjalani

perawatan

Pembahasan:

Seorang perawat professional haruslah mampu menjalankan peran dan

fungsinya dengan baik. Adapun peran perawat di antaranya adalah

pemberi perawatan, pemberi keputusan klinis, pelindung, advokat klien,

manajer kasus, rehabilitator, pemberi kenyamanan, komunikator, dan

pendidik. Adapun pada saat keluarga mempunyai masalah seperti kasus

di atas dan harus memutuskan maka perawat bertanggung jawab

membantu keluarga dalam menginterprestasikan informasi dari berbagai

pemberi pelayanan. Hal ini bagian dari peran perawat sebagai advokat.

Strategi:

Memahami peran perawat.

Jawaban: E
16.Anak laki – laki usia 7 tahun dirawat di RS dengan sindrom nefrotik. Hasil

pegkajian: pitting edema di ekstremitas, asites, frekuensi napas

32x/menit. Hasil labolatorium: protein urine ( + ), albumin 1,9 gr/dl. Anak

tersebut mendapat terapi steroid dan diuretic.

Apakah intervensi utama untuk kasus tersebut?

A. Beri nutrisi TKTP

B. Pantau pola napas]Beri terapi oksigen

C. Pantau nilai laboratorium

D. Pantau keseimbangan cairan

Pembahasan:

Berdasarkan data pada kasus mengarah pada diagnose sindrom

Jawaban: E

17. Balita usia 3 tahun dibawa ibunya ke poli MTBS dengan keluhan demam,

sakit pada telinga dan ada cairan yang keluar salama 3 hari. Hasil

pengkajian: nyeri skala 3, tampak nanah keluar dari telinga, teraba

pembengkakan pada belakang telinga.

Apakah impelemtasi utama pada kasus tersebut?

A. Mengeringkan telinga dengan bahan penyerap

B. Menganjurkan untuk kunjungan ulang 3 hari

C. Merujuk anak ke poli spesialis

D. Mengobservasi nyeri

E. Mengobservasi suhu
Pembahasan:

Klasifikasi kasus menurut MTBS adalah infeksi telinga akut. Tindakan

yang dilakukan: beri antibiotic ynag sesuai, beri parasetamol,

keringkan telinga dengan bahan penyerap, dan kunjungan ulang 5

hari. Pilihan jawaban adalah mengeringkan telinga dengan bahan

penyerap.

Strategi:

Mengingat kembali fokus tindakan pada masalah gangguan telinga

pada tata laksana MTBS.

Jawaban: A

18. Bayi perempuan usia 4 bulan dibawa ibunya ke posyandu untuk

imunisasi. Hasil pengkajian: sudah mendapatkan Hb0, BCG, dan polio 1.

Apakah imunisasi yang harus diberikan pada bayi tersebut?

A. DPT – HB – Hib 1, Polio 1

B. DPT – HB – Hib 1, Polio 2

C. DPT – HB – Hib 2, Polio 2

D. DPT – HB – Hib 3, Polio 3

E. DPT – HB – Hbi 3, Polio 3

Pembahasan:
Pemberian imunisasi harus sesuai dengan usia dan jenis imunisasi. Bila

anak belum mendapatkan jenis imunisasi mengikuti imunisasi yang belum

diberikan. Pada usia 4 bulan, anak seharusnya sudah mendapatkan DPT –

HB - Hib 3, Polio 4. Akan tetapi pada kasus di atas, anak beru

mendapatkan Hb0, BCG, Polio 1, maka selanjutnya Janis imunisasi yang

harus diberikan adalah DPT – HB – Hib 1, Polio 2.

Strategi:

Perhatikan usia dan riwayat imunisasi ynag telah didapatkan anak

sebelumnya. Mengingat kembali jadwal normal pemberian imunisasi

dasar. Menentukan lanjutan imunisasi yang akan diberikan.

Jawaban: B

19. Bayi perempuan baru lahir dengan usia gestasi 35 minggu dirawat di

perinatologi. Hasil pengkajian BB 2000 gr, frekuensi nadi 140x/menit,

frekuensi nadi 56x/menit, suhu 35,6⁰C, reflek hisap lemah, lanugo

banyak, dan lemak subkutan tipis.

Apakah pendidikan kesehatan yang tepat pada kasus tersebut?

A. Ajarkan metode kangguru

B. Anjurkan menjemur di pagi hari

C. Anjurkan tidak memandikan bayi

D. Anjurkan cara membedong ( menyelimuti bayi )

E. Anjurkan untuk memakai sarung tangan dan sarung kaki


Pembahasan:

Pada bayi berat badan lahir rendah akan beresiko terjadi hipotermia

( suhu kurang 36,5⁰ C ) karena: 1) jaringan lemak subkutan tipis. 2 )

Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar. 3)

Cadangan glikogen dan brownfat sedikit. Tidak ada respon menggigil

pada saat kedinginan. Tata laksana untuk mengatasi hipotrmia

menggunakan prinsip perpindahan panas dimana tubuh ibu menjadi

termoregulator suhu tubuh bayi. Oleh karena itu tindakan utama yang

tepat adalah perawatan metode kanguru.

Strategi:

Kata kunci pada kasus di atas adalah ada hipotemia dan lemak subkutan

tipis sehingga ditangani dengan metode kangguru.

Jawaban : A

20. Anak perempuan usia 21 tahun dirawat di rumah sakit dengan keluhan

sudah 3 hari mengeluh nyeri pada daerah perut bawah. Hasil pengkajian:

anak mengeluh nyeri saat buang air kecil, BAK tidak lancer, merasa tidak

puas setelah BAK, ekepresi tampak meringis kesakitan, nafsu makan

menurun dan susah tidur.

Apakah kriteria evaluasi yang diharapkan tercapai pada kasus

tersebut?
A. Tidak terjadi nyeri kronis

B. Nyeri berangsur berkurang

C. Kebutuhan tidur terpenuhi

D. Kebutuhan nutrisi terpenuhi

E. Pola eliminasi dalam rentang normal

Pembahasan:

Keluhan utama pada penderita gangguan system perkemihan terutama

ISK adalah nyeri saat berkemih yang disebabkan karena adanya infeksi

pada saluran kemih. Pada kasus terssebut, data yang menonjol adalah

nyeri daerah perut bawah, ada ekspresi meringis kesakitan dan nyeri saat

buang air kecil. Data tersebut merupakan data mayor untuk masalah

keperawatan nyeri akut. Evaluasi keperawatan pada nyeri akut tersebut

berdasarkan kriteria evaluasi adalah nyeri berkurang.

Strategi:

Lakukan scanning masalah keperawat utama pada kasus. Lalu

tentukan kriteria hasil untuk masalah keperawatan utama. Kriteria

evaluasi pada nyeri akut adalah nyeri berkurang sampai hilang.

Jawaban: B

Buku Rujukan Utama:


1. Keyle, T.E. & Carma, S. ( 2010/2015 ). Buku ajar keperawatan

pediatric volume 1. Jakarta: EGC

2. Keyle, T.E. & Carma, S. ( 2010/2015 ) Buku ajar keperawatan pediatric

volume 2. Jakarta: EGC

3. Keyle, T.E. & Carma, S. ( 2010/2015 ). Buku ajar keperawatan

pediatric volume 3. Jakarta: EGC

4. Keyle, T.E. & Carma, S. ( 2010/2015 ). Buku ajar keperawatan

pediatric volume 4. Jakarta: EGC

5. Pillitteri, A. ( 1999 ). Maternal & child health nursing: Care of the

childbearing & childrearing family ( 3rd edition ). Philadelpia: JB

Lippincot.

6. PPNI ( 2016 ). Standar diagnosis keperawatan Indonesia: Definisi dan

indicator diagnostic ( Ed 1 ). Jakarta: DPP PPNI.

7. WHO ( 2013 ). Pocket book of hospital care for children: Guidelines for

the management of commom childhood illnesses ( 2nd edition ).

Geneva: W

4.3. Materi, Pendekatan Proses Keperawatan, Soal Keperawatan Maternitas

4.3.1. Materi pada Area Antenatal

4.3.1.1 Materi

Fokus materi pada area antenatal sebagai berikut:

A. Status obstetric

Gravida ( G ) : adalah jumlah kehamilan, tanpa melihat lamanya termasuk

kehamilan saat ini. Para / Persalinan / Partus ( P ): adalah kelahiran setelah

gestasi 20 mg, tanpa melihat kondisi bayi hidup / mati. Abortus ( P ): adalah
keluarnya hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dengan

batasan gestasi kurang dari 20 minggu.

B. Menghitung usia kehamilan

TFU ( cm ) x 2/7 = usia kehamilan ( bulan )

TFU ( cm ) x 8/7 = usia kehamilan ( minggu )

C. Menghitung taksiran perselisihan

Menentukan taksiran persalinan berdasarkan rumus Neagle: Rumus: ( + 7 – 3 +

1 ) untuk HPHT bulan April – Desember ( hari ditambah 7, bulan dikurangi 3,

tahan ditambah 1 ) ( +7 +9 + 0 ) untuk HPHT bulan Januari – Maret ( hari

ditambah 7, bulan ditambah 9, tahun ditambah 0 )

D. Palpasi Leopold

Leopold I : menentukan TFU dan bagian janin yang terdapat difundus.

Leopold II : menentukan letak punggung.

Leopold III : menentukan presentasi janin, apakah presentasi janin sudah masuk

PAP.

Leopold IV : Sejauh mana presentasi masuk PAP.

E. Adaptasi perubahan system tubuh

F. Pemeriksaan fisik ibu masa kehamilan

G. Gangguan – gangguan dan penyakitbpada masa kehamilan

1) Perdarahan pada awal kehamilan: Abortus, KET dan Mola Hidatidosa.

2) Perdarahan pada kehamilan lanjut: Placenta Previa dan Soulutio Plasenta.

3) Penyakit yang terjadi pada masa kehamilan: Hyperemisis gravidarum dan

PEB

4.3.2 Proses Keperawatan Pada Area Antenatal


A. Aspek Pengkajian:

 Menentukan: status obstetric, menentukan usia kehamilan berdasarkan

HPHT maupun TFU, dan menentukan taksiran persalinan.

 Mengindentifikasi adaptasi fisiologi dan psikologis pada masa kehamilan

( Hyperpigmentasi pada kulit, anemia fisiologis, kondisi payudara,

mengidentifikasi posisi, letak, presentasi dan penurunan presentasi,

menghitung DJJ, menghitung gerakan janin, reflek patella dan edema pada

kaki

 Mengidentifikasi tanda dan bahaya perdarahan pada awal kehamilan:

Abortus, KET dan Mola hidetidosa

 Mengidentifikasi tanda dan bahaya perdarahan pada kehamilan lanjut:

Plasenta previa dan Solusio plasenta.

 Mengidetifikasi penyakit yang timbul karena kehamilan: Hiperemesis

gravidarum, Preeklampsia dan Eklampsi.

B. Aspek Diagnosa Keperawatan:

Risiko deficit nutrisi, nausea, risiko cedera ibu, risiko cedera janin, risiko

gangguan hubungan ibu dan janin, resiko kehamilan tidak dikehendaki,

kesiapan peningkatan proses keluarga dan konstipasi.

C. Intervensi/Implementasi

Pemenuhan kebutuhan nutrisi, keseimbangan cairan, mencegah terjadinya

cedera ibu dan janin, edukasi antenatal, asuhan keperawatan pada

kehamilan, memberikan asuhan keperawatan antenatal berdasarkan

transkulural/budaya, teknik bernapas, monitoring perdarahan, manajemen

perdarahan, pemeriksaan payudara, persiapan melahirkan, dukungan


pengambilan keputusan, dukungan emosional, pendidikan kesehatan,

screening kesehatan, perawatan kehamilan resiko tinggi, perawatan bayi baru

lahir, nutrisi, dan mencegah/pengurangan pendarahan.

D. Evaluasi

 Kebersihan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi: Berat badan meningkat,

porsi makan dihabiskan, dan patuh pada diit.

 Keseimbangan cairan: Mukosa bibir lembab, turgor kulit elastic, dan

kelopak mata tidak cekung.

 Pencegahan cedera ibu: Tidak terjadi cidera dan tanda – tanda vital

normal.

 Kebutuhan oksigenasi: Respirasi normal, tidak menggunakan otot bantu

pernafasan, dan tidak ada pernafasan cuping hidung.

 Manajemen nyeri: Rentang skala nyeri menurun, pasien mampu

menggunakan tehnik – tehnik untuk menurunkan nyeri ( relaksasi dan

distraksi ).

 Kesehatan Spiritual: Pasien mampu menggunakan pendekatan spiritual

untuk mengatasi masalah kesehatan.

 Keseimbangan Elektrolit: Hasil laboratorium elektrolit normal

 Kontrol kecemasan diri: Pasien mampu menggunakan koping untuk

mengatasi kecemasan

 Kontrol mual muntah: Pasien mampu mengontrol maul dan muntah

 Kontrol resiko kehamilan tidak diharapkan: Pasien mampu menggunakan

koping untuk menerima kehamilan.

 Mempertahankan pemberian ASI: ASI adekuat.


 Perilaku kesehatan ibu antenatal: pasien mampu mempertahankan

perilaku sehat.

 Perilaku kesehatan perinatal: Pasien mampu memperhatikan perilaku

sehat pada masa perinatal.

 Perilaku Promosi Kesehatan: Pasien mampu meningkatkan status

kesehatan.

 Pencegahan cedera janin: DJJ normal, Pergerakan janin aktif, dan CTG

reassuring.

4.3.3. Materi Pada Area Intranatal

4.3.3.1 Materi:

Asuhan keperawatan pada perempuan pada masa persalinan dan bayi segeara

setelah lahir:

A. Patograf

B. Kemajuan persalinan

C. Bounding and Attachment

D. APGAR score

E. Manajemen kala III

F. Observasi kala IV

G. Management nyeri persalinan

H. Gangguan – gangguan pada masa persalinan: Distocia ( CPD ) dan Ketubuh

Pecah Dini ( KPD )

4.3.4. Pendekatan Proses Keperawat Intranatal


A. Aspek Pengkajian:

Kemajuan persalinan ( pemeriksaan dalam ), Bugar dan APGAR score,

observasi tanda tanda kala III, observasi kala IV, KPD dan Partograf ( DJJ,

pembukaan dan penurunan presentadi, kontraksi uterus, ketuban,

moulage, TD, nadi dan observasi kandungan kemih ).

B. Aspek Diagnosa Keperawatan:

Nyeri persalinan, ansietas, resiko cedera ibu, risiko cedera janin, risiko

perdarahan, deficit volume cairan, penurunan curah jantung, pola napas

tidak efektif, gangguan pola tidur, keletihan, dan gangguan rasa nyaman.

C. Intervensi/Implementasi:

1. Manajeman nyeri persalinan ( non farmakologis dan farmakologis ).

Pendekatan secara non farmakologis tanpa penggunaan obat –

obatan seperti relaksasi, masase, akupresur, akupuntur, kompres

panas atau dingin dan aromaterapi, sedangkan secara farmakologis

melalui penggunaan obat – oabatan.

2. Asuhan persalinan normal (APN ): Observasi kemajuan persalinan,

pemeriksaan dalam, amniotomi, mencegah laserasi perineum,

Bounding attachment/IMD, manajemen aktif kala III, masase uterus

dan observasi kala IV.

3. Mencegah hipotermi bayi: Konveksi, konduksi, radiasi dan eveporasi.

4. Melaksanakan asuhan keperawatan intranatal berdasarkan budaya

5. Penggunaan partograf

6. Manajemen cairan

7. Dukungan Spiritual
D. Aspek Evaluasi:

Kebersihan pemenuhan kebutuhan pada ibu masa intranatal dan bayi

baru lahir ( BBL )

1. Manajemen nyeri: pasien mampu menggunakan tehnik – tehnik

untuk menurunkan nyeri ( relaksasi dan distraksi )

2. Dukungan Spiritual: Pasien mampu menggunakan pendekatan

spiritual dalam menghadapi persalinan

3. Pasien kooperatif selama proses persalinan ( Kala I – IV )

4. Memfasilitasi lingkungan ekstra uteri

5. Memfasilitasi budaya pasien yang mendukung terhadap kesehatan

6. Mendokumentasikan proses persalinan dalam partograf

7. Keseimbangan cairan: mukosa bibir lembab, turgor kulit elastic, dan

kelopak mata tidak cekung.

8. Keseimbangan Elektrolit: Hasil laboratorium elektrolit normal

4.3.5 Materi Pada Area Postnatal

Pokok Materi: Asuhan Keperawatan Pada Perempuan Pada Masa Nifas:

A. Involusi uteri

B. Manajemen laktasi

C. Refleks menyusui pada bayi

D. Menilai REEDA

E. Keluarga berencana

F. Pemeriksaan fisik ibu masa nifas

G. Gangguan – gangguan dan penyakit pada masa nifas: Perdarahan post

partum: Atonia uteri dan laserasi pada jalan lahir dan infeksi postpartum
4.3.6. Pendekatan Proses Keperawatan Postnatal

A. Aspek Pengkajian:

Mengindentifikasi kondisi payudara dan putting, mengindentifikasi reflex

menyusu pada bayi, mengidentifikasi diastasis rectur abdominis ( DRA ),

after pain, menilai bising usus, distensi kandung kemih, menilai REEDA,

karakteristik lochea, heamoroid, megidentifikasi tanda human,

mengidentifikasi kondisi atonia uteri, mengkaji trauma/laserasi

persalinan, mengidentifikasi adaptasi fisiologi dan psikologis postpartum,

dan mengidentifikasi budaya yang mempengaruhi kondisi ibu masa

postpartum.

B. Dianosa keperawatan:

Risiko infeksi, risiko ketidak seimbangan cairan, kurang pengetahuan,

ketidak cukupan ASI, kesiapan untuk proses menyusui, terputusnya

proses menyusui, ketidak efektifan proses menyusui, nyeri, ketidak

nyamanan pasca partum, ansietas, berduka, kesepian peningkatan

menjadi orang tua, pencapaian peran menjadi orang tua, resiko gangguan

perlekatan menjadi orang tua, pencapaian peran menjadi orang tua,

resiko gangguan perlekatan, resiko pengasuhan tidak efektif, resiko

infeksi, resiko injuri, retensi urine, menyusui efektif, dan menyusui tidak

efektif, resiko infeksi, resiko injuri, retensi urine, menyusui efektif, dan

menyusui tidak efektif.

C. Intervensi/Implementasi:

Pencegahan infeksi, pencegahan perdarahan, pemberian ASI eksklusif,

manajemen perdarahan postpartum, memberikan asuham keperawatan


postpartum, memberikan asuhan keperawatan postpartum, memberikan

asuhan keperawatan postpartum dengan pendekatan budaya, bladder

training, discharge planning. Pendidikan orang tua: Bayi, perawat

postpartum, konseling seksual, peningkatan kelekatan, keluarga

berencana: kontrasepsi, keluarga berencana, perawat kelahiran Caesar,

observasi tanda vital, fasilitasa proses berduka: kematian perinatal, dan

hasil laboratorium.

D. Evaluasi

1. Pencegahan cedera ibu: Tanda – tanda vital normal

2. Kebutuhan oksigenasi: Frekuensi napas normal, tidak

menggunakan otot bantu pernafasan, dan tidak ada pernafasan

cu[ing hidung.

3. Manajemen nyeri: Rentang skala nyeri menurun, pasien mampu

menggunakan tehnik – tehnik untuk menurunkan nyeri ( relaksasi

dan distraksi )

4. Dukungan Sppiritual: Pasien mampu menggunakan pendekatan

spiritual untuk mengatasi masalah kesehatan

5. Keseimbangan Elektrolit: Hasil laboratorium elektrolit normal

6. Kontrol kecemasan diri: Pasien mampu menggunakan koping

untuk mengatasi kecemasan

7. Mempertahankan pemberian ASI: ASI adekuat

8. Perilaku kesehatan ibu postpartum: Pasien mampu

mempertahankan perilaku sehat


9. Perilaku kesehatan perinatal: Pasien mampu mempertahankan

perilaku sehat pada masa perinatal

10. Perilaku promosi kesehatan: Pasien mampu meningkatkan status

kesehatan dan KB

4.3.7. Materi Kesehatan Reproduksi

4.3.7.1 Materi

Gangguan – gangguan dan penyakit pada system reproduksi:

A. Asuhan keperawatan pada perempuan dengan kelainan

menstruasi: Dismenore

B. Penyakit menular seksual: Gonorrhea, sipilis dan HIV / AIDS

C. Keganasan pada system reproduksi: Ca serviks dan ca payudara

D. Infeksi organ reproduksi: Servisitis dan vulvitis.

4.3.8. Pendekatan Proses Keperawatan pada Kesehatan Reproduksi

A. Aspek Pengkajian:

1. Mengidentifikasi nyeri pada saat menstruasi

2. Mengidentifikasi adanya sekresi purulent, barbau dan perubahan

warna dari area genital

3. Mengidentifikasi dengan SADARI pada area payudara

4. Menginterprestasi hasil pemeriksaan penunjang: Usapan vagina,

IVA, papsmear, hasil laboratorium, hasil PA, dan mamografi.

B. Diagnosa Keperawatan:

Nyeri, risiko infeksi, harga diri rendah, risiko gangguan peran ibu,

berduka/kehilangan, disfungsi seksual, dan ketidak efektifan pola seksual.

C. Intervensi/Implementasi:
Manajemen nyeri, pencegahan transmisi, mekanisme koping,

pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan penunjang PA, deteksi dini

SADARI, Papsmear, IVA dan mamografi.

D. Evaluasi

1. Manajemen nyeri: Pasien mampu menggunakan tehnik – tehnik

untuk menurunkan nyeri ( relaksasi dan distraksi )

2. Dukungan spiritual: Pasien mampu menggunakan pendekatan

spiritual dalam menghadapi penyakit

3. Memfasilitasi budaya pasien yang mendukung terhadap

kesehatan

4. Tatalaksana pencegahan infeksi dan transmisi: Penggunaan APD

4.3.9. Soal, Pembahasan dan Strategi Menjawab

1. Contoh Soal Pengkajian dan Pembahasan

1. Seorang perempuan berusia 28 tahun hamil 20 minggu datang ke

poliklinik KAI untuk memeriksakan kehamilan. Hasil pengkajian:

riwayat persalinan tahun 2000 melahirkan bayi laki – laki usia

kehamilan 38 minggu. Pada tahun 2005 melahirkan bayi perempuan

usia kehamilan 37 minggu dan pada tahun 2010 mengalami keguguran

saat usia kehamilan 12 minggu.

Bagaimakah penulisan status obstetric pada kasus tersebut?

A. G3 P1 A2

B. G3 P2 A1

C. G4 P2 A1

D. G4 P3 A0
E. G4 P1 A2

Pembahasan :

Status obstetric meliputi:

 Gravida ( G ): adalah jumlah kehamilan, tanpa melihat

lamanya termasuk kehamilan saat ini.

 Pada/Persalinan/Partus ( P ): adalah kelahiran setelah gestasi

20 mg, tanpa melihat kondisi bayi hidup / mati

 Abortus ( A ): adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum janin

dapat hidup diluar kandungan dengan batasan gestasi kurang

daari 20 minggu.

 Contoh pencatatan kehamilan: G1 P0 A0 : Gravida 1, para 0,

abortus 0 yang artinya pasien hamil anak pertama belum

pernah melahirkan ataupun abortus.

Jadi pada kasus diatas menunjukan kasus obstetric Gravida 4

( saat ini hamil 20 minggu, perselisihan tahun 2000 dan 2005,

riwayat Keguguran tahun 2010 ) Partus 2 ( persalinan tahun

2000 dan 2005 ) Abortus 1 ( keguguran tahun 2010

Strategi:

Kata kunci dari kasus tersebut bahwa pasien datang dalam kondisi

hamil, sudah 2 kali melahirkan dan 1 kali abortus.

Jawaban: C
2. Seorang perempuan barusia 23 tahun G1P0A0 datang ke poliklinik KIA

untuk memeriksakan kehamilannya. Hasil pengkajian HPHT 20 April

2019, siklus 28 hari, TD 120/70 mmHG, dan frekuensi nadi 80x/menit.

Kapan taksiran persalinan pada pasien tersebut?

A. 20 Januari 2019

B. 27 Januari 2019

C. 30 Januari 2019

D. 20 Februari 2019

E. 27 Februari 2019

Pembahasan:

Menentukan taksiran persalinan berdasarkan rumus Neagle:

Patokan: HPHT ( Hari Pertama Hiad Terakhir )

Rumus

( +7 – 3 + 1 ) untuk HPHT bulan April – Desember ( hari ditambah 7,

bulan dikurangi 3, tahun ditambah 1 )

( +7 +9 +0 ) untuk HPHT bulan Januari – Maret ( hari ditambah 7,

bulan ditambah 9, tahun ditambah 0 )

Berdasarkan kasus di atas taksiran persalinan pasien adalah:

HPHT : 20 4 2018

+7 -3 +1

Taksiran Partus : 27 1 2019

Strategi:
Dari kasus yang menjadi fokus dalam menghitung taksiran partus

adalah bulan saat HPHT apakah bulan di tambah 9 / bulan dikurangi

3 dan tahun ditambah 1

Jawaban: B

3. Seorang perempuan berusia 25 tahun G1P0A0 hamil 39 minggu

dirawat di ruang bersalin pada pukul 16.00 WIB dengan inpartu. Hasil

pengkajian pukul 17.00 WIB pasien tampak gelisah, kontraksi uterus 3

kali dalam 10 menit dengan durasi 40 detik, DJJ 150x/menit,

pembukaan serviks 5 cm dan ketuban utuh.

Kapankah perawat dapat melakukan pemeriksaan dalam selanjutnya?

A. 18.00 WIB

B. 19.00 WIB

C. 20.00 WIB

D. 21.00 WIB

E. 22.00 WIB

Pembahasan:

Metode pemantauan persalinan setelah memasuki kala 1 fase

aktif ( dimulai dari pembukaan 4 cm ) adalah dengan

menggunakan partograf. Hal yang dipantau dalam partograf

setiap 30 menit sekali adalah denyut jantung janin, kontraksi

uterus dan frekuensi nadi. Pemeriksaan dalam idealnya dilakukan


4 jam seklai untuk mengetahui pembukaan serviks, penurunan

kepala, ketuban dan penyusupan/molasle kepala. Disamping itu,

pemeriksaan dalam yang tidak terlalu sering bermanfaat untuk

mencegah terjadinya infeksi pada ibu dan janin.

Strategi:

Kata kunci jawaban diatas adalah pada jam beberapa perawat

melakukan pemeriksaan dalam yaitu pada pukul 17.00 WIB

sehingga 4 jam kemudia adalah 21.00 WIB

Jawaban: D

4. Seorang perempuan berusia 20 tahun P1A0 postpartum hari ke – 7

datang ke poliklinik KIA untuk control paska persalinan. Hasil

pengkajian pasien mengeluh nyeri dan keluar cairan kuning dari

daerah jahitan episiotomy. Observasi tanda – tanda vital: TD 110/70

mmHG, frekuensi nadi 92x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu

38.5⁰ C serta nyeri daerah perineum skala 5.

Apakah pengkajian selanjutnya yang tepat dilakukan pada kasus

tersebut?

A. Pemeriksaan lochea

B. Pemeriksaan involusi uteri

C. Pemeriksaan tanda Homan

D. Pemeriksaan tanda REEDA


E. Pemeriksaan diastasis rektus abdominis

Pembahasan:

Sebaiknya dalam melakukan pengkajian pada pasien postpartum

kita melakukan pemeriksaan head to toe, sehingga perawat dapat

mengetahui perubahan normal atau mengidentifikasi perubahan

tidak normal yang terjadi pada masa postpartum. Khusus pada

pasien ini mengalami keluhan nyeri pada daerah perineum ( yang

terdapat jahitan paksa persalinan). Karena rasa nyeri erat kaitannya

dengan masalah infeksi maka pengkajian selanjutnya yang perlu

kita lakukan untuk menemukan masalahnya adalah dengan

mengobservasi daerah perineum masalahnya adalah dengan

mengobservasi daerah perineum dengan indicator REEDA. REEDA

merupakan indicator yang terdapat jahitanyannya. Jabaran dari

REEDA adalah R=Redness ( kemerahan ), E= Edema ( bengkak ),

E=Echimosis ( bercak-bercak merah/purpura ), D=Discharge ( cairan

yang keluar dari luka ), A= Approximate ( penutupan kembali

jaringan luka ). REEDA sebaiknya selalu diidentifikasi pada pasien

postpartum dengan luka jahitan perineum.

Strategi:

Kata kunci pada kasus tersebut adalah pasien mengeluh nyeri

daerah jahitan perineum, keluar cairan kuning dari daerah jahitan


dan suhu: 38.5⁰C kita sebagai perawat berfikir mengarah kepada

adanya infeksi.

Jawaban: D

5. Seorang perempuan berusia 30 tahun P2A0 datang ke poliklinik KIA

dengan keluhan terdapat benjolan pada payudara kiri. Hasil

pengkajian, pasien mengatakan benjolan semakin lama semakin

membersar, tidak mobile dam terasa nyeri. Teraba massa dengan

diameter 2 cm.

Apakah pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan pada kasus

tersebut?

A. USG payudara

B. Rontgen dada

C. Mammographi

D. Biopsi payudara

E. Kolposcopi

Pembahasan:

Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada jairngan

payudara yang ditandai dengan adanya benjolan abnormal, terjadi

perubahan ukuran dalam waktu tertentu, terdapat lesi, terdapat

rasa nyeri, perubahan struktur kulit, dan adanya pengeluaran

cairan abnormal dari lesi atau putting payudara. Setelah


mendapatkan hasil anamesa dan pengkajian dengan inspeksi dan

palpasi pada daerah benjolan, untuk penetapan diagnosis pasti

perlu dilakukan pemeriksaan diagnosis lebih lanjut. Pemeriksaan

diagnostic yang direkomendasikan pada kasus tersebut adalah

mammographi.

Strategi:

Kata kunci pada kasus tersebut adalah keluhan terdapat benjolan

pada payudara kiri perlu pemeriksaan diagnostic lebih lanjut

untuk mendeteksi kanker payudara, pemeriksaan yang tepat

adalah mammographi

Jawaban: C

2. Contoh Soal Diagnosis Keperawatan dan Pembahasan

6. Seorang perempuan berusia 30 tahun G3P2A0 hamil 32 minggu

datang ke poliklinik KIA dengan keluhan sakit kepala dan padangan

kabur. Hasil pemeriksaan fisik: TD 160/100 mmHg, TFU 34 cm,

punggung kiri, presentasi kepala, DJJ 160 x/menit, edema tungkai

bawah +2, dan proteinuria +1.

Apakah masalah keperawatan yang tepat pada pasien tersebut?

A. Nyeri akut

B. Kelebihan volume cairan

C. Ketidak efektifan proses kehamilan

D. Resiko tinggi cedera pada ibu dan janin


E. Gangguan persepsi sensori: Penglihatan

Pembahasan:

Preeklampsia adalah tekanan darah tinggi ≥ 140/90 disertai

protein uria yang terjadi pada kehamilan setelah 20 minggu

sampai akhir minggu persalinan. Pada preeklamsia, volume

plasma menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan

peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat

perfusi organ maternal menurun ( menyebabkan sakit kepala dan

penurunan penglihatan), penurunan perfusi ini juga ke janin ( ini

bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan janin bahkan

kematian janin ). Sehingga masalah keperawatan pada pasien

diatas adalah resiko tinggi cedera pada ibu dan janin.

Strategi:

Pada kasus preeklampisa perawat memperhatikan 3 data penting

yaitu peningkatan TD, edema, dan protein uria. Setiap kehamilan

dengan komplikasi preeclampsia menyebabkan resiko cidera pada

ibu dan janin.

Jawaban: D

7. Seorang perempuan barusia 20 tahun P1A0 post SC hari ketiga,

dirawat di ruang nifas bersama bayinya. Hasil pengkajian pasien

menyatakan ingin memberikan ASI eksklusif. Refleks hisap bayi baik,


perlengkapan ibu dan bayi saat menyusui sudah tepat dan terlihat

gerakan menelan.

Apakah masalah keperawatan pada kasus tersebut?

A. Kesiapan menyusui

B. Ketidak cukupan ASI

C. Terputusnya proses menyusui

D. Ketidak efektifan pemberian ASI

E. Kurang pengetahuan tentang menyusui

Pembahasan:

Berdasarkana buku diagnose keperawatan NANDA pada domain

ke 2 tentang nutrisi, terdapat 4 dianosa utama pada proses

menyusui yaitu kesiapan menyusui, ketidak cukupan ASI,

terputusnya proses menyusui, ketidak efektifan pemberian ASI.

Penataan masing – masing diagnosis ini sesuai dengan batasan

karakteristik yang muncul pada kasus. Khusus untuk diagnosis

kesiapan menyusui, sesuai dengan batasan karakteristik diagnosis

ini pasien menunjukan perasaan antusias untuk menyusui dan

menyatakan ingin memberikan ASInya sampai dengan ASI

eksklusif. Selain itu pada bayi juga tidak terdapat masalah, reflex

hisap baik, perlengkapan ibu dan bayi sudah tepat dan terdapat

gerakan menelan, hal ini menunjukan bayi sudah mampu

menyusu dan ibu juga sudah mampu menyusui dengan baik.


Strategi:

Kata kunci pada kasus tersebut adalah ibu semangat untuk

menyusui dan menyatakan ingin memberikan ASI eksklusif dan

tidak terdapat masalah pada bayi dan proses menyusui.

Jawaban: A

8. Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik Ginekologi

dengan keluhan nyeri saat berhubungan dengan pasangan. Hasil

pengkajian, pasien mengatakan sudah satu tahun tidak menstruasi,

jarang melakukan hubungan seksual dan belum pernah mendapatkan

informasi tentang menopause.

Apakah masalah keperawatan utama pada pasien tersebut?

A. Cemas

B. Nyeri Akut

C. Disfungsi seksual

D. Defisit pengetahuan

E. Ketidak efektifan pola seksual

Pembahasan:

Menopause adalah tidak terjadi menstruasi pada perempuan yang

sebelumnya mengalami siklus menstruasi secara teratur karena

adanya penurunan horman estrogen. Gejela yang dialami pada

saat menopause adalah hot fleshes, rasa kering pada vagina dan
nyeri pada saat berhubungan seksual, sulit tidur, masalah saluran

kemih, penurunan gairah seksual, gangguan suasana hati dan

peruhan pada kulit dan rambut. Pada kasus keluhan yang

menonjol dialami oleh pasien adalah saat melakukan hubungan

seksual vagina terasa kering, nyeri dn sangat mengganggu. Pasien

juga mengatakan bahwa karena nyeri pasien jarang melakukan

hubungan seksual. Berdasarkan keluhan pasien tersebut pasien

mengalami perubahan pola hubungan seksual.

Strategi:

Kata kunci yang harus diperhatikan adalah karena nyeri pasien

jarang melakukan hubungan seksual, sehingga mengarahkan ke

masalah ketidak efektifan pola seksual.

Jawaban: E

3. Contoh Soal Intervensi / Implementasi dan Pembahasan

9. Seorang perempuan berusia 35 tahun G1P0A0 hamil 32 minggu

datang ke UGD dengan keluhan keluar darah dari kemaluan. Hasil

pengkajian: perdarahan tanpa rasa nyeri dan berwarna merah terang,

TFU 32 cm, punggung kiri, presentasi kepala dan DJJ 144x/menit.

Apakah tindakan keperawatan utama pada kasus tersebut?

A. Observasi pembukaan jalan lahir

B. Kolaborasi pemberian heparin

C. Anjurkan untuk tirah baring


D. Pantau intake output cairan

E. Pantau pergerakan janin

Pembahasan:

Semua pasien dengan perdarahan pervaginam pada kehamilan

trimester ketiga, dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam.

Penanganan plesenta previa bergantung kepada: Keadaan umum

pasien, kadar Hb, jumlah perdarahan yang terjadi, umur

kehamilan/taksiran BB janin, jenis plesenta previa, paritas dan

kemajuan persalinan. Penanganan Utama pada plasenta previa

adalah istirahat / tirah baring. Pemberian tirah baring akan

mengurangi penekanan plesanta dan pergerakan yang banyak

dapat mempengaruhi penekanan plasenta dan pergerakan yang

banyak dapat mempermudah pelepasan plasenta sehingga dapat

terjadi perdarahan.

Strategi:

Pada pasien plasenta previa maka intervensi utama adalah tirah

baring.

Jawaban: C

10. Seorang perempuan berusia 22 tahun G1P0A0 hamil 38 minggu

berada di ruang bersalin dengan keluhan mules dan keluar lendir


bercampur darah sejak 5 jam yang lalu. Hasil pengkajian: TFU 38 cm,

punggung kiri, presentasi kepala, DJJ 145x/menit. Hasil periksa dalam:

tidak ada hambatan pada jalan lahir, portio tidak teraba, pembukaan

lengkap dan kebutuhan utuh.

Apakah tindakan keperawatan yang tepat pada kasus tersebut?

A. Lakukan episiotomy

B. Lakukan amniotomi

C. Pimpin persalinan

D. Pantau kontraksi

E. Atur posisi ibu

Pembahasan:

Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput ketuban

( amnio ) dengan jalan membuat robekan kecil yang kemudian

akan melebar secara spontan akibat gaya berat cairan dan adanya

tekanan didalam rongga amnion. Tindakan ini dilakukan jika

pembukaan serviks telah lengkap. Pasien tidak boleh dipimpin

untuk meneran jika pembukaan belum lengkap dan kebutuhan

masih utuh. Tindakan ini juga dapat menfasilitasi penurunan janin

dan mengurangi kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat karena

selaput ketuban pecah sendiri ( dorongan ynag kuat dari kontraksi

uterus )
Strategi:

Kata kunci pada soal diatas adalah Pembukaan lengkap dan

kebutuhan utuh.

Jawaban : B

11. Seorang perempuan berusia 35 tahun berada di ruang bersalin

memasuki kala III. Hasil pengkajian pasien telah diberikan suntikan

oksitosin, plasenta belum lepas, kontraksi uterus kuat, dan bayi masih

dilakukan IMD. Observasi tanda – tanda vital TD: 90/70 mmHg,

frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi napas 24x/menit, dan suhu 37⁰C.

Apakah intervensi keperawatan yang tepat pada kasus tersebut?

A. Lanjutkan IMD

B. Monitor perdarahan

C. Lakukan masase uterus

D. Kolanorasi pemberian cairan infus

E. Lakukan peregangan tali pusat terkendali

Pembahasan:

Manajemen aktif kala III yang harus dilakukan adalah suntikan

oksitonsin, peregangan tali pusat terkendali/PTT dan masase

uterus. Jika belum ada tanda – tanda plasenta lepas seperti

semburan darah tiba – tiba, tali pusat memanjang, kontraksi


uterus kuat, maka yang harus dilakukan adalah langkah II

manajemen aktif yaitu PTT. IMD dilakukan untuk membantu

proses oksitonsin alami saja.

Strategi:

Kata kunci pada soal diatas adalah harus memahami manajemen

aktif kala III secara berurutan, mulai dari suntikan oksitonsin,

peregangan tali pusat terkendali dan masase uterus.

Jawaban: E

12. Seorang perempuan barusia 20 tahun P1A0 Post SC hari kedua rawat

gabung dengan bayi. Hasil pengkajian: TFU 1 jari bawah pusat, dan

kontraksi baik. Kondisi bayi sehat, BBL 2600 gram dan reflex hisap

baik. Pasien mengeluh ASI hanya keluar sedikit sehingga ibu jarang

menyusui.

Apakah intervensi keperawatan yang tepat pada kasus tersebut?

A. Ajarkan teknik relaksasi

B. Ajarkan posisi pelekatan

C. Lakukan kompres hangat

D. Susui bayi sesering mungkin

E. Lakukan perawatan payudara

Pembahasan:
Faktor yang paling penting dalam proses pemberian ASI kepada

bayi adalah hisapan bayi pada payudara ibu. Hisapan bayi pada

payudara ini akan menstimulasi pengeluaran hormone oksitosin

dan hormone prolaktin ynag berfungsi untuk produksi ASI dan

pengeluaran ASI, sehingga apabila bayi terus menerus menghisap

payudara jumlah ASI akan semakin banyak untuk mencukupi

kebutuhan nutrisi bayi.

Strategi:

Kata kunci bayi sehat, reflex hisap baik, ibu dan bayi sudah rawat

gabung, pasien mengeluh ASI hanya keluar sedikit sehingga ibu

jarang menyusui. Untuk mengatasi ASI yang masih sedikit adalah

dengan menyusui bayi sesering mungkin.

Jawaban: D Susui bayi sesering mungkin

13. Seorang perempuan berusia 45 tahun datang ke poli KIA dengan

keluhan gatal dan perih pada baerah vagina. Hasil pengkajian area

genetalia tampak merah, secret vagina banyak, berbau dan berwarna

agak kuning.

Apakah intervensi yang tepat pada kasus tersebut?

A. Menganjurkan untuk pemeriksaan apusan vagina

B. Merencanakan pemeriksaan papsmear

C. Kolaborasi foto rontgen pelviks


D. Kolaborasi USG transvaginal

E. Kolaborasi pemeriksaan urin

Pembahasan:

Kasus menunjukan data adanya tanda – tanda infeksi spesifik pada

vagina yang dapat disebabkan oleh trichomonas dan candida

albicans. Tanda dan gejala dari vaginitis pada kasus anatara lain

yaitu area genetalia tampak merah, secret vagina, banyak, berbau

dan berwarna agak kuning, sehingga intervensi yang paling

prioritas adalah melakukan pemeriksaan apusan vagina, dengan

cara di ambil sekret vagina selanjutnya di periksa di laboratorium.

Strategi:

Kata kunci pada soal diatas adalah tanda dan gejala infeksi vagina

berupa area genetalia tampak merah secret vagina banyak,

berbau dan berwarna agak kuning.

Jawaban: A

14. Seorang perempuan berusia 30 tahun datang ke poliklinik KB untuk

konsultasi ingin mengatur jarak kelahiran anak. Hasil pengkajian

pasien baru memiliki 1 anak yang berusia 7 bulan, Observasi tanda –

tanda vital: TD 140/90 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, dan IMT 27

Apakah metode kontrasepsi yang tepat untuk pasien tersebut?

A. Pil
B. implant

C. suntik

D. kontrasepsi mantap

E. alat kontrasepsi dalam rahim

Pembahasan:

Pemilihan metode kontrasepsi sangat tergantung dari kondisi

pasien antara lain:

1. Tujuan dari penggunaan kontrasepsi ( untuk mengatus

jarak kelahiran anak atau tidak ingin punya anak lagi )

2. Kondisi fisik ibu: Beberapa kondisi ibu yang perlu

diperhatikan adalah vital sign, BB, TB, atau IMT dari ibu,

riwayat kesehatan ibu, riwayat penyakit yang diderita

oleh ibu dan riwayat penyakit kronis pada keluarga yang

mungkin di turunkan ( hipertensi, DM, dan obesitas )

3. Jumlah anak hidup dan usia anak hidup

4. Jenis kontrasepsi yang akan dipilih dan syaratnya

a. Kontrasepsi hormonal ( pil, suntik, susuk dan

patch ) tidak direkomendasikan pada ibu yang

mengalami hipertensi, obesitas, varises, dan DM

b. Kontrasepsi dalam rahim ( AKDR/IUD )

direkomendasikan pada perempuan yang tidak

memiliki riwayat PID, wanita dengan penyakit

hipertensi, obesitas dan DM. Unsur aktif dalam


IUD/AKDR bekerja dalam area local yaitu

endometrium dan uterus saja.

c. Kontrasepsi mantap direkomendasikan pada

perempuan yang sudah memiliki cukup anak dan

tidak menginginkan mempuyai anak lagi, sudah

berusia lebih dari 2 tahun

Pada kasus ini data yang ditemukan adalah ibu baru berusia 30

tahun, tujuan ibu ingin mengatur jarak kelahiran anak. TD

140/90 mmHg ( kategori hipertensi ringan ), IMT 27 (kategori

obesitas ), baru memiliki 1 anak yang berusia 7 bulan sehingga

jawaban yang tepat adalah pasien direkomendasikan untuk

menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim ( IUD ).

Strategi:

Kata kunci yang perlu diperhatikan pada kasus tersebut adalah

usia ibu, tujuan ibu menggunakan kontrasepsi, kondisi fisik ibu

dan jumlah anak.

Jawaban: E

15. Seorang perempuan berusia 25 tahun P3A0 postpartum 2 minggu

yang lalu. Hasil pengkajian pasien mengatakan selama di rumah

minum jamu – jamuan. Menurut budaya pasien hal ini dilakukan

untuk mempercepat pemulihan postpartum dan memperlancar ASI.


Bagaimana sikap perawat yang menunjukan kepekaan terhadap

budaya?

A. Mendukung kebiasaan pasien

B. Mempengaruhi keluarga mengubah kabiasaan ini

C. Menganjurkan pasien segera meninggalkan kebiasaan

minum jamu

D. Mejelaskan tentang minum jamu dan pengaruhnya bagi

kesehatan pasien

E. Menganjurkan pasien meninggalkan kebiasaan ini secara

sembuyi sembunyi

Pembahasan:

Sesuai dengan konsep transkultur nursing praktik keperawatan

harus berfokus memandang persamaan dan perbedaan budaya

dengan menghargainya budaya 3 pedoman menghadapi budaya

yaitu:

1) mempertahankan budaya yang dimiliki oleh pasien, jika budaya

tesebut tidak bertentangan dengan kesehatan

2) mengakomodasi budaya pasien, jika budaya itu kurang

menguntungkan kesehatan

3) merubah budaya pasien, jika budaya itu bertentangan dengan

kesehatan. Semua tindakan menghadapi budaya ini tetap dilakukan

dengan menghargai budaya tersebut.


Pada budaya minum jamu pada masa postpartum dalam hal ini

perawat dapat menggunakan pedoman yang kedua yaitu

mengakomodasi budaya pasien jika budaya itu kurang

menguntungkan bagi kesehatan. Jadi tindakan nyata yang dapat

dilakukan oleh perawat adalah menjelaskan tentang minum jamuu

dan pengaruhnya bagi kesehatan pasien. ( Perawat belum

mengetahui secara pasti kandungan nutrisi dan obat pada jamu,

pengolahan jamu secara tradisional dari olahan rumah tangga tidak

sepenuhnya dapat dijamin kebersihannya ) tetap ada kemungkinan

pasien dapat mengalami masalah kesehatan dengan tetap

menghargai budaya tersebut dan memberikan kesempatan pasien

untuk memutuskan perawatan kesehatan yang akan dilakukannya.

Strategi:

Minum jamu adalah budaya yang perlu diakomodasi karena kurang

menguntungkan bagi kesehatan.

Jawaban: D

4. Contoh Soal Evaluasi dan Pembahasan

16. Seorang perempuan berusia 28 tahun G1P0A0 hamil 32 minggu,

datang kepoli KIA untuk periksa kehamilan. Hasil pengkajian tampak


odema di wajah dan ektremitas. TFU 30 cm, punggung kiri, presentasi

kepala, DJJ 145x/menit. Perawatan menjelaskan pada pasien cara

menghitung gerakan janin.

Apakah hasil yang diharapkan dari intervensi tersebut?

A. Pasien mengatakan bayinya banyak bergerak

B. Pasien menyampaikan jumlah gerakan janin

C. Pasien mengatakan odema berkurang

D. Pasien mengatakan kondisinya baik

E. Pasien mengatakan bayinya sehat

Pembahasan:

Cara menilai gerakan janin: Minta ibu hamil untuk berbaring miring

dan menghitung 10 gerakan janin dalam 2 jam. Pada kasus diatas

pasien diharapkan dapat menghitung dan menyampaikan jumlah

gerakan janin yang dirasakan

Jawaban: B

17. Seorang perempuan berusia 20 tahun, hamil, aterm, dirawat di ruang

bersalin dengan keluhan mules mau melahirkan. Hasil pengkajian

pembukaan lengkap dan selaput kebutuhan pecah. Perawat

memimpin pasien mengedan tetapi kepala janin masih di hodge III.

Perawat menganjurkan pasien setiap meneran dengan posisi jongkok.

Apakah hasil yang diharapkan dari tindakan tersebut?


A. Mencegah laserasi perenium

B. Meningkatkan power ibu

C. Persalinan yang lancar

D. Kepala bayi turun

E. Mengurangi nyeri

Pembahasan:

Beberapa posisi yang dapat dilakukan pada saat meneran dalam

persalinan normal adalah posisi miring kiri bermanfaat member rasa

santai bagi ibu yang letih, member oksigenisasi yang baik bagi bayi

dan membantu mencegah terjadinya laserasi. Posisi merangkak

sangat baik untuk persalinan dengan punggung yang sakit,

membantu bayi melakukan rotasi dan peregangan minimal pada

perineum. Posisi semifowler lebih mudah bagi penolong untuk

membimbing kelahiran kepala bayi dan mengamati/mensupport

perineum, dan posisi jongkok/berdiri sangat berguna membantu

penurunan kepala bayi, memperbesar ukuran panggul dan

memperbesar dorongan untun meneran.

Strategi:

Kata kunci soal diatas adalah pembukaan lengkap dan kepala bayi

masih di hodge III.

Jawaban: D
18. Seorang perempuan berusia 17 tahun datang ke poliklinik KIA diantar

oleh ibunya dengan keluhan keputihan sudah 1 minggu. Hasil

pengkajian, pasien setiap selesai BAK dan BAK kemaluan tidak di

keringkan, tampak keluaran cairan dari vagina, dan daerah labia

nampak berwarna merah. Perawat menjelaskan tentang kebersihan

vagina.

Apakah evaluasi yang diharapkan dari intervensi tersebut?

A. Pasien mengatakan dirinya telah sehat

B. Pasien mengatakan keputihan berkurang

C. Pasien bersedia melakukan imunisasi HPV

D. Pasien dapat menjelaskan cara vulva hygiene

E. Pasien mengatakan mengerti dengan penjelasan dari perawat

Pembahasan:

Cara menilai intervensi berhasil adalah pasien bisa menjelaskan

kembali pendidikan kesehatan yang telah di jelaskan sebelumnya.

Strategi:

Pada kasus pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat

adalah tentang kebersihan vagina maka hasil yang diharapkan pasien

mampu menjelaskan cara membersihkan vagina/vulva hygine

Jawaban: D
19. Perempuan berusia 45 tahun datang ke poli ginekologi dengan

keluhan keputihan yang berbau sejak 3 bulan yang lalu. Hasil

pengkajian pasien perdarahan saat hubungan seksual, sekret vagina

banyak dan berwarna kuning. Perawat menyarankan untuk

melakukan deteksi awal dengan pemeriksaan papsmear.

Apakah informasi penting yang harus disampaikan perawat pada

kasus tersebut?

A. Tidak melakukan hubungan seksual 48 jam sebelum

pemeriksaan

B. Tidak minum antibiotic selama 2 hari sebelum pemeriksaan

C. Datang kembali saat menstruasi hari ke 7

D. Paling tepat dilakukan saat masa subur

E. Puasa 12 jam sebelum pemeriksaan

Pembahasan:

Informasi penting yang harus disampaikan oleh perawat untuk

persiapan Pap smear adalah tidak melakukan hubungan seksual 48

jam sebelum pemeriksaan, tidak sedang menstruasi / waktu yang

paling baik untuk pengambilan lendir leher rahim adalah 2 minggu

setelah haid selesai dan jangan menggunakan pembasuh antiseptic di

sekitar vagina 72 jam sebelum pemeriksaan.

Strategi:
Papsmear suatu pemeriksaan lendir serviks sehingga pada saat

pengambilan tersebut factor yang paling berpengaruh adalah sperma

karena kontak seksual

Jawaban: A

20. Seorang perempuan berusia 26 tahun P1 A0 postpartum 6 jam

dirawat di ruang nifas dengan keluhan lemas, dan keluar darah dari

jalan lahir. Hasil pengkajian : TD 100/70 mmHg, frekuensi nadi

90x/menit. Kontraksi uterus lunak, dan kandung kemih penuh.

Perawat segera mengosongkan kandung kemih dan melakukan

masase uterus.

Apakah hasil yang diharapkan dari tindakan tersebut?

A. Lochea rubra

B. Keadaan Umum baik

C. Kontraksi uterus kuat

D. Kandung kemih kosong

E. Tinggi fundus setinggi umbilicus

Pembahasan:

Berdasarkan data awal pada 6 jam postpartum terdapat keluhan

lemas, banyak keluar darah dari jalan lahir. Perawat sudah harus

berfikir kemungkinan adanya perdarahan, sehingga dilanjutkan

dengan pemeriksaan kontraksi uterus. Kontraksi uterus yang kurang


kuat dapat disebabkan oleh retensio placenta, atonia uretus.

Disamping itu kandung kemih yang penuh dapat menghalangi

kontraksi uterus karena posisinya tepat bagian anterior dari uterus.

Bila pada pemeriksaan ditemukan kandung kemih penuh, segera

kosongkan kandung kemih, dan lakukan masase uterus sehingga

kontraksi uterus kuat.

Strategis:

Kata kunci yang perlu diperhatikan pada kasus tersebut adalah

kontraksi uterus lunak, kandung kemih penuh. Perawatan segera

mengosongkan kandung kemih dan melakukan massage uterus.

Sehingga hasil yang diharapkan dari tindakan tersebut adalah

kontraksi uterus kuat.

Jawaban: C

Buku Rujukan Utama :

1. Foley, TS, Davies MA ( 1983 ). Rape . Nursing care of victims. ST.

Louis: The CV Mosby company.

2. Bulecheck, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M.

( 2013 ). Nursing Intervention Classification ( NIC ). 6th Ed.

Elsevier Pte. Ltd. Singapore

3. Moorhea, . S. Johnson, M. Maa, M.L. Swanson, E. ( 2013 ).

Nursing Outcames Classification ( NOC ). 5th Ed. Elservier Pte.

Ltd. Singapore.
4. May, KA, Mahlmeister, LR ( 1999 ). Maternal and Neonatal

Nursing.

Family centered care ( 4th ed . Philadelphia: Jb Lippincontt.

5. Mc. Kinney, S. E. ( 2005 ). Maternal child nursing. St. Louis:

Saunders Elsevier

6. Herdman, Kamitsuru ( 2014 ), Nursing Diagnoses: Definitions &

Classificaion 2015 – 2017, Tenth Edition, NANDA International,

Inc.

7. Lowdermilk, Perry, Cahion ( 2013 ), keperawatan Maternitas,

Edis 8, Buku 2, Elsevier, Pte . Ltd. Singapore.

8. Lowdermilk, Perry, Cahion ( 2013 ), Keperawatan Maternitas,

Edisi 8, Buku 2, Elsevier, Pte. Ltd. Singapore.

9. Perry, Lowdermilk, Cashion, Alden, Olshansky, Hockenberry,

Wilson, Rodgers ( 2018 ), Maternal child Nursing Care, sixth

edition, Elsevier Inc, St. Luois, Missouri.

4.4. Materi, Pendekatan Proses Keperawatan, dan Soal Keperawatan Jiwa

4.4.1. Materi dan Pendekatan Proses Perawatan Masalah Psikososial

Materi utama pada asuhan keperawatan pada masalah psikologi meliputi: ansietas,

kehilangan, ketidak berdayaan, berduka, gangguan citra tubuh keputusan, dab harga

diri rendah situasional.

4.4.1.1. Ansietas

A. Materi

Ansietas atau kecemasan adalah perasaan was – was, khawatir, takut yang tidak jelas

atau ketidak nyamanan seakan – akan terjadi sesuatu yang mengancam. Salah satu
penyebab kecemasan adalah tindakan pembedahan karena merupakan ancaman

terhadap integritas tubuh dan jiwa seseorang. Perubahan yang terjadi akibat

kecemasan: Respon fisiologis terhadap system syaraf otonom: peningkatan frekuensi

nadi, respirasi, peningkatan tekanan darah dan suhu, relaksasi otot polos: kandung

kemih dan usus ( sering BAB dan BAK ), kulit dingin dan lembab, dan perubahan pada

tidur. Respon psikologis menimbulkan ada rasa ketakutan khawatir dan was – was.

Respon kognitif menyempitkan.

111 Proses Perawatan

a. Pengkajian

Adanya perubahan fisiologis, psikologis dan kognitif.

b. Diagnosis

Ansietas

c. Perencanaan / Tindakan

Identifikasi tanda – tanda ansietas. Ajarkan tehnik tarik nafas dalam.

Lakukan distraksi. Lakukan spiritual. Hipnotis lima jari

d. Evaluasi

Peningkatan kemampuan pasien mengatasi ansietas ditandai dengan

tanda – tanda vital dalam batas normal, mampu mengontrol perilaku,

dan lapang persepsi meluas.

4.4.1.2. Ketidak berdayaan

A. Materi

Ketidak berdayaan adalah salah satu kondisi dimana individu mempersiapkan

bahwa tindakan yang dilakukan individu tidak akan memberikan hasil yang

bermakna sehingga menyebabkan hilang control atas situasi saat ini maupun
yang akan terjadi ( Wilkinson, 2012 ). Pasien merasa bahwa tidak ada upaya yang

akan mengubah pada masalahnya, sehingga akan menyebabkan emosi rasa

takut, perasaan kehilangan dan kesedihan. Proses ketidak berdayaan bisa

disebabkan karena penilaian negative terhadap diri sendiri yang salah satunya

disebabkan perubahan fisik / penampilan yang dapat menyebabkan gangguan

citra tubuh.

B. Proses Keperawatan

a. Pengakajian

Klien ketidak berdayaan memperlihatkan keragu – raguan terhadap

penampilan peran, ketidak mampuan perawatan diri, tidak dapat

mengahasilkan sesuatu, ketidak puasan dan frustasi, menghindari orang

lain, menunjukan perilaku ketidak mampuan mencari informasi tentang

perawatan, tidak bisa pengambilan keputusan, ketergantungan terhadap

orang lain, dan gagal mempertahankan ide / pendapat.

Klien juga terlihat apatis dan pasif, ekspresi muka murung, bicara dan

gerakan lambat, tidur berlebihan, serta nafsu makan tidak ada lagi atau

berlebihan.

b. Diagnosis

Ketidak berdayaan

c. Perencanaan dan Tindakan

Bantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya. Diskusikan tentang

masalah yang dihadapi pasien tanpa memintanya untuk menyimpulkan.

Identifikasi pemikiran yang negative. Membantu pasien untuk

meningkatkan pemikiran yang positif.


d. Evalusi

Klien mampu mengendalikan perasaan ketidak berdayaan ditandai

dengan mengungkapkan pikiran positif akan kemampuannya

mengendalikan situasi

4.4.1.3. Berduka

A. Materi

Kehilangan ( loss ) adalah suatu situasi actual maupun risiko yang dapat dialami

individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian

atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan

kehilangan. Kehilangan dapat berupa kehilangan: objek, pekerjaan, fungsi, status,

bagian tubuh, hubungan sosial, termasuk orang yang berarti. Berduka ( grieving )

merupakan orang yang berarti. Berduka ( grieving ) merupakan reaksi emosional

terhadap kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada

masing – masing orang dan didasarkan pada pengalaman pribadi, espektasi

budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya.

Tindakan amputasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk

menyelamatkan seluruh tubuh. Amputasi adalah bisa menyebabkan kehilangan

Respon kehilangan menurut Kubler Ross membagi menjadi beberapa tahapan.

1) Denial ( mengingkari peristiwa yang terjadi, tidak percaya itu terjadi, letih,

lesu, mual, gelisah, tidak tahu apa yang akan dilakukan )

2) Anger ( melampiaskan kekesahan, nada suara tinggi, berteriak, berbicara

kasar, menyalahkan orang lain, menolak pengobatan, agresif, nadi cepat,

gelisah, tangan mengepal, susah tidur )


3) Bargaining ( berusaha kembali ke masa lalu, sering mengatakan “ andai saja )

4) Depersion ( menolak makan dan bicara, menyatakan putus asa dan tidak

berharga, susah tidur, letih )

5) Acceptance ( menerima kenyataan kehilangan )

B. Proses Keperawatan

a. Pengkajian

Kaji tingkat kehilangan

Respon emosional : berduka dengan ditandai perasaan sedih, merasa

bersalah, menyalahkan, tidak menerima kehilangan dan merasa tidak ada

harapan dan menangis, pola tidur berubah, tidak mampu dan tidak

berkonsentrasi.

b. Diagnosis

Berduka

c. Perencanaan dan Pelaksanaan

Identifikasi proses terjadinya berduka, memahami perubahan fisik dan

peran atau kondisi kesehatan dan kehidupannya. Motivasi harapan dan

keyakinan melanjutkan kehidupan. Tingkat kegiatan spiritual dan

beradaptasi dengan keadaan dan merasa lebih optimis

d. Evaluasi

Klien mampu melalui fase berduka sampai pada tahap acceptance

ditandai dengan pemenuhan kebutuhan dasar ( nutrsi, istirahat dan tidur,

serta kebersihan diri ), kestabilan tanda – tanda vitaldan perasaan optimis

4.4.1.4 Gangguan Citra Tubuh ( GCT )


A. Materi

Konsep diri merupakan presepsi individu terhadap dirinya, mempengaruhi setiap

aspek dalam kehidupan, kemampuan fungsional dan status kesehatan. Setiap

orang memiliki konsep diri yang berbeda yang membuat setiap individu menjadi

unik ( Delaune & Leader, 2002 ). Setiap individu memiliki pandangan diri pada

aspek fisik, emosional, intelektual dan dimensi fungsional yang akan berubah

setiap waktu dan tergantung pada situasi. Masalah pada komponen konsep diri

terdiri dari 5 komponen : Gangguan citra tubuh, perubahan peran, ideal diri tidak

realistis, gangguan identitas, harga diri rendah situasional.

Gangguan citra tubuh dalah perasaan tidak puas seseorang terhadap tubuhnya

yang diakibatkan oleh perubahan struktur, bentuk dan fungsi tubuh karena tidak

sesuai dengan yang diinginkan.

B. Proses Keperawatan

a. Pengkajian

Tanda dan gejala terjadinya perubahan fungsi tubuh ( missal : anomalli,

penyakit, obat – obatan, kehamilan, radiasi, pembedahan trauma, dll ),

perubahan fungsi kognitif, ketidaksesuaian budaya, transisi

perkembangan, proses penyakit, gangguan psikososial, trauma dan

tindakan pengobatan. Klien tidak mau mengungkapkan

kecacatan/kehilangan bagian tubuh dan mengungkapkan perasaan

negative tentang tubuh

b. Diagnosis
Gangguan Citra Tubuh

c. Perencanaan dan Pelaksanaan

Identifikasi perubahan cairan tubuh dan harapan terhadap citra tubuhnya

saat ini. Motivasi pasien untuk melihat bagian tubuh yang hilang secara

bertahap. Bnatu pasien menyentuh bagian tersebut. Observasi respon

pasien terhadap perubahan bagian tubuh. Bantu pasien untuk

meningkatkan fungsi bagian tubuh yang sehat. Ajarkan pasien melakukan

afirmasi dan melatih bagian tubuh yang sehat. Beri pujian yang realistis

atas kemampuan pasien. Ajarkan pasien untuk meningkatkan citra

tubuuh dan melatih bagian tubuh yang terganggu.

d. Evaluasi

Klien mampu menerima perubahan struktur, bentuk dan fungsi tubuh

ditandai dengan mau melihat bagian tubuh yang berubah, terlibat aktif

dalam perawatan dalam penggunaan protese.

4.4.1.5 Keputusasaan

A. Materi

Keputusasaan merupakan keyakinan seseorang bahwa dirinya maupun orang lain

tidak dapat melakukan sesuatu untuk mengatasi masalahnya, memandang

adanya keterbatasan atau tidak tersedianya pemecahan masalah, dan tidak

mampu memobilisasi energy demi kepentingan sendiri.

Proses terjadinya kepuasan bisa disebabkan karena mengalami penyakit kronis

seperti gagal ginjal kronik. Sebagian pasien gagal ginjal kronik menjalani

hemodialisis pasien seringkali dibayangi dekatnya kematian, merasa tidak dapat


mengatur diri sendiri dan harus bergantung pada orang lain. Kondisi demikian

tentu akan menimbulkan perubahan didalam aspek kehidupan pasien, dan

presepsi menyempit menilai tindakan hemodialisasi tidak menyelesaikan

masalah.

B. Proses Keperawatan

a. Pengkajian

Tanda dan gejala : mengalami stress jangka panjang, penurunan kondisi

fisiologis, penyakit kronis, kehilangan kepercayaan pada kekuatan

spiritual, kehilangan kepercayaan pada nilai – nilai penting, pembatasan

aktifitas pada jangka panjang dan isolasi sosial. Klien mengungkapkan

keputusasaan, isi pembicaraan yang pesimis “saya tidak bisa”, kurang

dapat berkonsentrasi, binggung, berperilaku pasif, sedih dan fokus

perhatian menyempit.

b. Diagnosis

Keputusasaan

c. Perencanaan dan Pelaksanaan

Identifikasi kemampuan membuat keputusan dan identifikasi area

harapan dalam kehidupan. Identifikasi hubungan dan dukungan sosial

yang dimiliki pasien. Latih cara merawat dirinya. Latih melakukan

aktivitas positif. Latih cara partisipasi aktif dalam kelompok. Latih cara

tindakan koping alternative dengan memperluas spiritual diri.

d. Evaluasi
Klien mampu mengatasi keputusasaan ditandai dengan memiliki harapan

dan kegiatan positif, merasa diri bermakna, serta memutuskan

melanjutkan pengobatan.

4.4.1.6 Harga diri Rendah situasional

A. Materi

Harga diri adalah penilain harga diri pribadi seseorang berdasarkan kesesuaian

pencapaian diri dengan ideal diri. Seberapa sering seseorang mencapai tujuan

secara langsung mempengaruhi perasaan kompeten ( harga diri tinggi atau harga

diri rendah ). Penilaian diri yang negative/rendah dapat diakibatkan oleh

penilaian negative diri lingkungan sekitar. Harga diri rendah dapat diakibatkan

oleh beberapa hal antara lain kehilangan, gangguan citra tubuh, gangguan peran,

dan ideal diri tidak realistis

B. Proses Keperawatan

a. Pengkajian

Tanda dan gejala : perilaku mengkritik diri, produktivitas menurun,

gangguan dalam hubungan, perasaan tidak mampu, bersalah, perasaan

negative terhadap tubuh sendiri, padangan hidup pesimistis, penolakan

kemampuan pribadi, dan mengecilkan diri, lesu, ekspresi murung,

mengabaikan perawatan diri, bicara pelan dan lirih, jalan dengan

menunduk, postur tubuh menunduk, kontak mata kurang, lesu, pasif, dan

tidak mampu membuat keputusan.

b. Diagnosis

Harga diri rendah stusional


c. Perencanaan dan Pelaksanaan

Identifikasi kemapuan dan aspek positif yang dimiliki. Nilai kemampuan

dan aspek positif yang dimiliki. Pilih kemampuan positif yang dimiliki dan

berikan reinforcement positif terhadap setiap kemampuan klien.

d. Evaluasi

Klien mampu meningkatkan dan melakukan aspek positif yang dimiliki.

4.2.2. Pokok Materi dan Pedekatan Proses Perawatan Masalah Gangguan jiwa

Asuhan keperawatan jiwa dengan masalah gangguan jiwa meliputi: harga diri rendah

kronik, risiko perilaku kekerasan, halusinasi, isolasi sosial, deficit perawatan diri,

risiko perilaku kekerasan, dan waham.

4.4.2.1. Harga Diri Rendah Kronik

A. Materi

Keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri negative mengenai diri dan

kemampuannya dalam waktu lama dan terus menerus yang berhubungan dengan

perasaan tidak berharga, tidak berdaya, putus asa, ketakutan, remtan, rapuh,

serta tidak berarti.

Proses terjadinya harga diri rendah disebabkan factor predisposisi: transisi

perkembangan, transisi peran situasi, dan transisi sehat sakit dapat menyebabkan

gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri. Faktor prespitasi

adanya kegagalan atau berduka disfungsional dan individu yang mengalami

gangguan ini mempunyai koping yang tidak konstruktif atau koping maladaftif.

B. proses Keperawatan

a. Pengkajian
Faktor predisposes dan presipitasi

Tanda dan gejala: menilai diri negative ( mengungkapkan tidak berguna,

tidak tertolong ), merasa malu/bersalah, merasa tidak mempu melakukan

apapun, meremehkan kemampuan mengatasi sulit, merasa tidak

memiliki kelebihan. Berjalan menunduk, kontak mata kurang, lesu, tidak

bergairah, berbicara pelan, lirih dan pasif.

b. Diagnosi

Harga Diri Rendah Kromik

c. Perencanaan dan Pelaksanaan

Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien. Latih

pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan. Latih pasien

memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih. Latih kemampuan

yang dipilih pasien.

d. Evaluasi

Peningkatan kemampuan pasiaen mengatasi harga diri rendah dan

penurunan tanda dan gejala

4.4.2.2. Risiko Perilaku Kekerasan

A. Materi

Perilaku kekerasan adalah marah yang ekstrim atau ketakutan sebagai respon

terhadap perasaan terancam berupa ancaman fisik atau ancaman terhadap

konsep diri yang diekspresikan dengan mengancam, mencederai orang lain dan

atau merusak lingkungan.


Proses terjadinya risiko perilaku kekerasan disesbkan factor predisposisi: factor

biologi ( neurobiology ), factor perkembangan pada masa usia toddler tidak

menyenangkan, sering mengalami kegagalan, kehidupan yang penuh tindakan

agresif dan lingkungan yang tidak kondusif ( bising dan padat ), kecacatan fisik,

penyakit kronis dan factor psikologis. Faktor presipitasi: adanya ancaman ( baik

ancaman internal dan external ) terhadap konsep diri seseorang, penyalahan

gunaan NAPZA, dan halusinasi.

B. Proses Keperawatan

a. Pengkajian

Faktor predisposisi dan presipitasi

Tanda dan gejala: tidak mampu mengontrol perilaku kekerasan,

mengatakan ingin memukul orang lain, meremehkan keputusan

mengungkapkan pikiran negative, marah, mengamuk, melotot,

pandangan mata tajam, tangan mengepal, berteriak, mendominasi dan

agresif.

b. Diagnosis

Risiko Perilaku Kekerasan

c. Perencanaan dan Pelaksanaan

Mengidentifikasi : penyebab ( tanda, gejala, dampak perilaku kekerasan

yang dilakukan ). Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan.

Mempraktekan latihan cara mengontrol dengan cara fisik I, fisik II.

Mempraktekan secara verbal. Mempraktekan secara spiritual.

Menjelaskan cara minum obat ( 8 benar ).


Pada saat pasien dengan kondisi marah karena merasa ada ancaman,

sehingga berespon melukai diri sendiri dan orang lain. Tindakan

keperawatan bisa dilakukan terdiri dari tiga strategi yaitu preventif,

antisipasi dan pengekangan/manajemen krisis.

Untuk tindakan dengan pengekangan ( restrain ) dilakukan hanya dengan

kondisi darurat, ketika ada risiko besar akan membahayaklan pasien atau

orang lain. Pengekangan ada dua macam fisik secara mekanik.

Prinsip tindakan pengekakangan/pengikatan/restrain pada pasien dalam

kondisi marah boleh dilakukan asal tidak melukai pasien.

Pengekangan fisik harus dilakukan melalui pertimbangan etik seperti Non

Maleficience, Beneficience, Autonomy, Veracity, Justice. Non Malaficience

( tidak melakukan tindakan yang merugikan ), Beneficience ( setiap

tindakan bermanfaat bagi pasien dan keluarga ), Autonomy ( tidak boleh

memaksakan suatu tindakan pada pasien ), Veracity ( mengatakan

sejujurnya tentang apa yang dialami pasien ), Justice ( harus mampu

berlaku adil pada pasien ).

d. Evaluasi

Peningkatan kemampuan pasien mengungkapkan marah secara

konstruktif : kestabilan tandas – tanda vital, bicara tidak kasaar dan

mendominasi, ekspresi tenang, mengungkapkan keinginan dan

penolakan secara sertif, melakukan kegiatan spiritual.

4.4.2.3 Halusinasi

A. Materi
Halusinasi adalah gangguan jiwa berupa respon panca indera, yaitu penglihatan,

pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan terhadap sumber yang

tidak nyata. Proses terjadinya halusinasi disebabkan factor predisposisi : nfaktor

perkembangan, sosialkultural, biokimia, psikologis dan factor genetic serta pola

asuh. Faktor presipitasi : dimensi fisik, dimensi emosional, dimensi intelektual,

dimensi sosial dan dimensi spiritual.

B. Proses Keperawatan

a. Pengkajian

Faktor Predisposisi dan presipetasi

Tanda dan gejala halusinasi : jenis halusinasi, tahapan halusinasi, komat –

kamit, mondar – mandir, mengarahkan telinga kesatu arah, sering

meludah, menolak interaksi dengan orang lain, merasa sendirian, merasa

tidak diterima dan menunjukkan permusuhan.

b. Diagnosis

Halusinasi : ( sesuaikandengan jenis halusinasi )

c. Perencanaan dan Pelaksanaan

Mengidentifikasi jenis, frekuensi, isi, waktu, frekuensi, situasi dan respon

terhadap halusinasi. Mengajarkan pasien cara menghardikm halusinasi.

Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap – cakap

dengan orang lain, Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan

melakukan kegiatan ( biasa dilakukan pasien ). Melatih pasien mampu

meminum obat dengan prinsi 8 benar.

d. Evaluasi
Peningkatan kemampuan pasien mengendalikan halusinasi ditandai

dengan berorientasi sesuai realita.

4.4.2.4 Isolasi Sosial

A. Materi

Isolasi sosial adalah kondisi dimana seseorang mengalamigangguan hubungan

interpersonal yang mengganggu fungsi individu tersebut dalam meningkatkan

keterlibatan atau hubungan ( sosialisasi ) dengan orang lain. Proses terjadinya

halusinasi disebabkan factor predisposisi : factor perkembangan, factor biologis

( genetic ), dan factor sosial cultural ( komunikasi dalam keluarga ). Faktor

presipitasi : sosial cultural, perpisahan dengan orang yang berarti, tidak

sempurnanya anggota keluarga dan factor psikologis.

B. Proses Keperawatan

a. Pengkajian

Faktor Predisposisi dan presipitasi

Tanda dan gejala : menolak interaksi dengan orang lain, merasa

sendirian, merasa tidak diterima, mengungkapkan tujuan hidup yang

tidak adekuat dan tidak ada dukungan orang yang dianggap penting,

serta tidak mampu memenuhi harapan orang lain.

b. Diagnosis

Isolasi Sosial

c. Perencanaan dan Pelaksanaan


Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial. Mendiskusikan keuntungan

berinteraksi dengan orang lain. Berkenalan secara bertahap antara

pasien – perawat, pasien – perawat – pasien, pasien dalam kelompok.

d. Evaluasi

Klien mampu berinteraksi dengan lingkungan ditandai : ada kontak mata,

mampu memulai percakapam, memperkenalkan diri kepada orang lain,

dan terlibat dalam kegiatan kelompok.

4.4.2.5. Defisit Perawatan Diri

A. Materi

Defisit perawatan diri adalah kondisi dimana individu tidak mampu melakukan

atau menyelesaikan aktifitas perawatan diri, adanya perubahan proses pikir

sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun.

Kurang perawatan diri tampak dari ketidak mampuan merawat kebersihan diri,

makan, berhias, dan toileting : Buang Air Besar ( BAB ) / Buang Air Kecil ( BAK )

secara mandiri.

B. Proses Keperawatan

a. Pengkajin

Faktor penyebab : gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuskuler,

kelemahan, gangguan psikologis dan atau psikotik, serta penurunan

Motivasi / Minat.

Tanda dan gejala: menolak melakukan perawatan diri menyatakan tidak

ada keinginan mandi secara teratur, perawat diri harus dimotivasi,

BAB/BAK di sembarang tempat dan tidak mampu menggunakan alat

bantu makan. Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke


toilet/berhias secara mandiri, penampilan secara benar, tidak mampu

melaksanakan kebersihan yang sesuai.

b. Diagnosis

Defisit Perawat Diri

c. Perencanaan dan Pelaksanaan

Menjelaskan pentingnya kebersihan diri ( menjelaskan cara menjaga

kebersihan diri. Membantu pasien mempraktekan cara menjaga

kebersihan diri ). Menjelaskan cara makan yang baik dan membantu

pasien mempraktekan cara makan yang baik.

Menjelaskan cara eliminasi yang baik dan membantu pasien

mempraktekan cara eliminasi yang baik. Menjelaskan cara berdandan

membantu pasien mempraktekan cara berdandan.

d. Evaluasi

Peningkatan kemampuan pasien mengendalikan deficit perawat diri dan

penurunan tanda dan gejala

4.4.2.6. Risiko Bunuh Diri

A. Materi

Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan ditimbulkan oleh diri sendiri

untuk mengakhiri kehidupan atau pembinasaan oleh diri individu sebagai akibat

krisis multimedimensional pada pemenuhan kebutuhan individual dimana

induvidu merasa ini adalah jalan keluar yang terbaik. Proses terjadinya risiko

bunuh diri meliputi: Faktor predisposisi : Sosial budaya spiritual. Faktor

presipitas : biologi ( putus obat ), psikologis ( takut kehilangan keluarga atau

orang yang dicintai, factor sosial ekonomi, masalah pekerjaan, gangguan peran
dan konflik keluarga ). Tindakan bunuh diri terdiri dari isyarat, ancaman, dan

percobaan. Pasien dengan isyarat bunuh diri sering kali mengungkapkan

pernyataan tidak langsung terkait dengan keinginan tubuh dirinya, misalkan :

“orang lain akan lebih baik mengasuh anak saya”. Perawat harus menguasi tehnik

komunikasi dalam merespon ungkapan pasien, seperti tehnik mendengarkan

aktif, klasifikasi, hening fan lainnya.

B. Proses Keperawatan

a. Pengkajian

Faktor Preisposisi dan Presipatasi

Tanda dan gejala: Memberikan ancaman akan melakukan bunuhdiri

Mengungkapkan ingin mati, mengungkapkan kata – kata segala sesuatu

akan lebih tanpa saya mengungkapkan rencana ingin mengakhiri hidup.

Melakukan percobaan bunuh diri secara aktif dengan berusaha

memotong nadi, menggantung diri, meminum racun, membenturkan

kepala, menjatuhkan kepala dan tempat yang tinggi, menyiapkan alat

untuk melakukan rencana bnuh diri dan gelisah

b. Diagnosis

Resiko perilaku kekerasan

c. Peremcanaan dan pelaksanaan

Mengidentifikasi benda – benda yang dapat membahayakan pasien

( amankan benda – beda yang dapat membahayakan pasien ( amankan

benda – benda yang dapat menyebabkan pasien. Melakukan kontrak

trearment. Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu

yang berharga ). Mengindentifikasi pola koping yang biasa diterapkan


pasien. Menilai dan memotivasi pasien memilih pola koping yang

kontruktif. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien.

d. Evaluasi

Peningkatan kemampuan mengendalikan keinginan bunuh diri yang

ditandai dengan mempunyai harapan akan kehidupan, menghindari alat

dan benda yang berbahaya, mengembangakan koping konstruktif.

4.4.2.7. Waham

A. Materi

Waham adalah keyakinan pribadi berdasarkan kesimpulan yang salah dari

eskternal. Waham juga diartikan sebagai keyanikanan yang salah yang

dipertahankan secara kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.

Jenis waham meliputi: kebesaran, curiga, agama, nihilistic, dan lain – lain.

Proses terjadinya waham factor predisposisi: Biologi ( Lesi pada daerah frontal,

temporal dan limbic, neurotransmitter dopamine berlebihan, tidak seimbang

dengan kadar serotonin ), Psikologi ( mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah

putus asa dan menutup diri konsep diri yang negative ), dan sosial budaya

( riwayat tinggal di lingkungan yang dapat memperngaruhi moral individu ).

Faktor presipitasi waham meliputi factor biologi, psikologi dan lingkungan.

B. Proses Keperawatan

a. Pengkajian

Faktor predisposisi dan presipitasi

Tanda dan gejala : mudah lupa atau sulit konsentrasi, mengatakan bahwa

ia adalah artis, nabi, presiden, wali, dan lainnya yang tidak sesuai dengan
kenyataan, mengatakan hal yang diyakini secara berulang – ulang, dan

sering merasa curiga dan waspada berlebihan. Inkoheran, flight of idea,

sirkumtansial, sangat waspada, khawatir, sedih berlebihan atau tertawa

berlebihan, wajah tegang, perilaku sesuai isi waham, banyak bicara,

menentang atau permusuhan, hiperaktif, menarik diri, tidak bisa

merawat diri dan defensive.

b. Diagnosis

Waham

c. Perencanaan dan pelaksanaan

Membantu orentasi realita. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak

terpenuhi. Membantu memenuhi kebutuhannya dan berdiskusi tentang

kemampuan yang dimiliki. Melatih kemampuan yang dimiliki.

d. Evaluasi

Peningkatan kemampuan berorientasi pada realita ditandai dengan

bicara dalam konteks realita, mengenal kebutuhan yang tidak terpenuhi,

mengembangkan aspek positif untuk mengatasi wahamnya.

4.4.3 Soal, Pembahasan dan Strategi

4.4.3.1. Contoh Saoal Pengkajian dan Pembahasan

1. Seorang perempuan berusia 20 tahun, datang ke poli kulit, post luka bakar.

Ketika perawat akan melakukan pengukuran TD, pasien menolak dan

menutupi tangannya dengan jaket. Hasil pengkajian : tangan sebelah kanan


berwarna putih bekas luka bakar, pasien banyak menunduk, dan mengatakan

tangannya tidak seperti orang lain.

Apakah komponen konsep diri yang terganggu pada kasus tersebut ?

A. penampilan peran

B. citra tubuh

C. harga diri

D. ideal diri

E. identitas

Pembahasan :

Konsep diri terdiri dari 5 komponen yaitu citra tubuh, ideal diri, harga diri,

penampilan peran, dan identitas diri. Citra tubuh merupakan sikap sadar dan

bawah sadar terhadap tubuh sendiri. Perasaan tidak puas seseorang

terhadap tubuhnya yang diakibatkan oleh perubahan struktur, bentuk dan

fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan.

Strategi :

Sesuai kasus, pasien mengalami perubahan fisik yaitu perubahan bentuk

(berwarna pada tangan kanannya) sehingga merefleksikan perubahan

perasaan pada penampilan, menutupi perubahan pada tubuhnya dan adanya

perasaan yang negative.

Jawaban : B
2. Seorang laki – laki berusia 40 tahun dirawat di RSU karena mengalami patah

kaki akibat kecelakaan motor sehingga harus diamputasi. Hasil pengkajian :

pasien terlihat banyak diam, menolak dikunjungi dan mengatakan “andaikan

saja dirinya lebiih berhati – hati, tentu saat ini ia masih bisa bekerja seperti

biasa”

Apakah tahap berduka yang dialami pada kasus tersebut ?

A. denial

B. anger

C. depresi

D. bargaining

E. acceptance

Pembahasan :

Proses berduka menurut “ Tahapan Kubler – Ross “ meliputi : denial

( menolak, mengingkari peristiwa yang terjadi, tidak percaya itu terjadi,

letih, lesu, mual, gelisah, tidak tahu apa yang akan dilakukan ), anger

( melampiaskan kekesalan, nada suara tinggi, berteriak, bicara kasar,

menyalahkan orang lain, menolak pengobatan, agresif, nadi cepat, gelisah,

tangan mengepal, susah tidur ), Barrgaining ( berusaha kembali kemasa

lalu, sering mengatakan “ andai saja “ ), depresi ( menolak makan dan

bicara, menyatakan putus asa dan tidak berharga, susah tidur dan letih )

dan Acceptance ( menerima kenyataan kehilangan ).

Strategi :
Dari kasus di atas, pasien mengalamikehilangan respon pada pasien terjadi

proses berduka dengan mengatakan “ andai saja dirinya lebih hati – hati,

tentu saat ini ia masih bisa bekerja seperti biasa “. Hal ini menunjukkan

pasien dalam tahapan bargaining.

Jawaban : D

3. Perawat puskesmas melakukan kunjungan rumah kepada seorang

perempuan berusia 16 tahun. Keluarga mengatakan klien tidak mau

melakukan kegiatan apapun. Hasil pengkajian : klien mengatakan malu pada

bekas luka bakar pada wajah, tampak sering menutupi wajah, tampak

murung, dan banyak menunduk.

Apakah kriteria evaluasi pada kasus tersebut ?

A. pasien menerima realita

B. pasien menemukan makna hidup

C. pasien mampu mengontrol keadaan

D. pasien mengenal aspek positif yang dimiliki

E. pasien mampu memulai interaksi dengan orang lain

Pembahasan :

Perubahan pada citra tubuh dapat menyebabkan terjadinya harga diri

rendah situasional ditandai dengan data subjektif : menilai diri

negative, merasa malu atau bersalah, melebih – lebihkan penilaian

negative tentang diri sendiri, menolak penilaian positif terhadap diri,


dan sulit konsentrasi. Data objektif : bicara pelan dan lirih, menolak

interaksi dengan orang lain, jalan dengan menunduk, kontak mata

kurang, lesu, pasif, dan tidak mampu membuat keputusan.

Strategi :

Pada kasus diatas, tanda dan gejala harga diri rendah situasional adalah

pasien menyatakan malu dengan keadaan tubuhnya. Pasien tidak mau

melakukan kegiatan apapun, menunduk dan murung. Tindakan keperawatan

berfokus pada kriteria hasil untuk meningkatkan harga diri pasien yaitu

mengenal aspek positif yang dimiliki. Pilihan a). Kurang tepat karena tidak

spesifik mengatasi harga diri rendah. Pilihan b). Tepatnya untuk masalah

keputusan. Pilihan c). Untuk mengatasi ketidak berdayaan dan Pilihan e).

Untuk mengatasi masalah isolasi sosial.

Jawaban : D

4. Seorang perempuan usia 31 tahun dirawat di RSJ karena menolak minum obat

dan bicara sendiri. Menurut keluarga, pasien dekat dengan ibunya yang

meninggal 1 tahun lalu, selalu dimarahi oleh ayahnya, pernah tidak naik kelas,

dan pernah ditinggal menikah pacarnya 2 tahun lalu. Hasil pengkajian pasien

mengatakan malu karena belum menikah.

Apakah factor presipitasi pada kasus tersebut?

A. kehilangan orang yang dicintai

B. gagal pendidikan
C. gagal menikah

D. putus obat

E. pola asuh

Pembahasan :

Terjadi gangguan jiwa diawali dengan factor predisposisi / pendukung dan

factor presipitasi / pencetus. Faktor predisposisi adalah factor yang

mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat digunakan untuk

mengatasi stress. Faktor presipitasi adalah stimulasi yang berasal dari internal

dan eksternal yang mencakup waktu ( berapa lama orang terpapar ) dan

jumlah stressor yang dialami. Kedua factor tersebut terdiri dari aspek biologis,

psikologis, sosial dan spiritual.

Strategi:

Untuk menentukan apakah suatu peristiwa menjadi factor predisposisi dan

faaktor presipitasi adalah dengan melihat waktu kejadian. Kejadian yang

paling dekat dengan kekambuhan merupakan factor presipitasi. Pada kasus,

factor predisposisinya adalah gagal menikah, gagal pendidikan, kehilangan

orang yang dicintai dan pola asuh. Sedang factor presipitasinya adalah putus

obat.

Jawaban : D
5. Seorang laki – laki berusia 17 tahun, dibawa ke UGD RSJ karena mengamuk di

rumah. Hasil pengkajian tatapan mata pasien tajam, tangan mengepal sambil

memukul – mukul tempat tidur. Perawat akan melakukan pengikatan pada

pasien.

Apakah prinsip etik yang dilakukan pada kasus tersebut?

A. non maleficience

B. beneficience

C. autonomy

D. veracity

E. justice

Pembahasan :

Pasien gangguan jiwa merupakan salah satu kelompok yang rentan

mengalami pelanggaran hak asasi manusia. Untuk melindunginya maka setiap

tindakan harus memperhatikan prinsip etik seperti Non Maleficience,

Beneficence, Autonomy, Veracity, Justice. Non Maleficience ( tidak melakukan

tindakan yang merugikan ), Beneficence ( setiap tindakan bermanfaat bagi

pasien dan keluarga ), Autonomy ( tidak boleh memaksakan suatu tindakan

pada pasien ), Veracity ( mengatakan sejujurnya tentang apa yang dialami

pasien ), Justice ( harus mampu berlaku adil pada pasien.

Strategi:

Pada kasus, pasien melakukan tindakan yang akan merugikan dirinya sendiri

orang lain dan lingkungan. Sehingga harus dilakukan tindakan pengikat sesuai
dengan prosedur. Sehingga jawaban yang paling tepat pada kasus diatas

adalah Non Maleficience.

Jawaban : A

4.4.3.2. Contoh Soal Diagnosis dan Pembahasan

6. Seorang perempuan berusia 20 tahun, bekerja sebagai model, dirawat di RSU

karena kecelakaan yang mengakibatkan luka diwajahnya. Hasil pengkajian:

pasien mengatakan “ sudah tidak ada lagi yang bisa saya lakukan, saya tidak

bisa bekerja lagi”, dan tidur.

Apakah masalah keperawatan pada pasien tersebut?

A. ansietas

B. keputusan

C. ketidak berdayaan

D. harga diri situasioanal

E. gangguan citra tubuh

Pembahasan:

Ketidak berdayaan adalah persepsi bahwa tindakan seseorang tidak akan

mempengaruhi hasil secara signitifikan,persepsi kurang control pada situasi

saat ini atau yang akan datang.

Strategi:
Pada kasus diatas, pasien mengalami beberapa masalah keperawatan:

ansietas, ketidak berdayaan, keputusan, harga diri rendah situasional dan

gangguan citra tubuh. Hasil pengkajian saat ini / here and now, data yang

diungkapkan berulang – ulang atau mengancam diri pasien menjadi maslah

utama, sehingga masalah keperawatan utama pada pasien adalah ketidak

berdayaan.

Jawaban: C

7. Seorang laki – laki berusia 24 tahun menjalani hemodialisis di RSU sejak 5

tahun lalu. Hasil pengkajian pasien mengatakan merasa bosan dengan

berbagai pengobatan yang sudah dilakukan, tetapi kondisinya tetap seperti

ini. Pasien menolak untuk melakukan hemodialisis selanjutnya. Menurut

keluarga, pasien susah tidur dan sering menangis ketika dirumah.

Apakah masalah keperawatan pada kasus tersebut ?

A. berduka disfungsional

B. ketidakberdayaan

C. harga diri rendah

D. keputusasaan

E. ansietas

Pembahasan :

Keputusasaan merupakan kondisi individu yang memandang adanya

keterbatasan atau tidak tersedianya alternative pemecahan masalah dan


tidak mampu memobilisasi energy demi kepentingannya sendiri. Salah satu

penyebab karena penurunan kondisi fisiologis, penyakit kronis, kehilangan

kepercayaan pada kekuatan spiritual, kehilangan kepercayaan pad nilai – nilai

pentinig, pembatasan aktivitas jangka panjang dan isolasi sosial.

Strategi :

Pada kasus diatas, pilihan a tidak dipilih karena hanya menjadi factor

penyebab tertjadinya keputusasaan. Pilihan b, c, dan e hanya menunjukkan

data minor. Jawaban yang papling tepat adalah d ( keputusasaan ) karena

pasiena sudah mengalalmi kondisi stress jangak panjang (5 tahun menja;lani

Hemodialisasi ) dan adanya kehiilangan kepercayaan pada nilai – nilai dalam

pengobatan yang dijalani ( bosan dengan pengobatan yang dijalani ) serta

mengungkapkan isi pembicaraan yang pesismis, perilaku sedih dan pasif, dan

pada akhirnya pasien menolak pengobatan.

Jawaban : D

8. Seorang perempuan berusia 30 tahun dirawat di RSJ alasan masuk susah

tidur, mondar – mandir, dan 3 bulan tidak minum obat. Pasien mengatakan

suaminya sering melakukan KDRT dan saat ini sudah dicerai, malu dengan

kondisinya. Hasil pengkajian : pakaian tidak rapi, bicara dan tersenyum

sendiri, malas berinteraksi dengan oarng lain dan mondar – mandir.

Apakah masalah keperawatan utama pada kasus tersebut ?

A. halusinasi
B. isolasi sosial

C. harga diri rendah

D. deficit perawat diri

E. regiment terapi inefektif

Pembahasan :

Halusinansi adalah gejala gangguan jiwa berupa respon panca indera, yaitu

penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan terhadap

sumber yang tidak jelas. Tanda dan gejala halusinasi adalah menyatakan

mendengarkan suara bisikan/melihat bayangan dan merasakan sesuatu

melalui indera perabaan, penciuman atau pengecapan. Bicara sendiri,

mengarahkan telinga ke arah tertentu, dan melihat ke satu arah.

Strategi :

Pada kasus diatas ada lima masalah keperawatan yaitu regimen terapi

inefektif, HDR, deficit perwatan diri, halusinasi dan isolasi sosial. Hasil

pengkajian saat ini / here and now, data yang diungkapkan berulang – ulang

atau mengancam diri pasien menjadi masalah utama. Dari kasus masalah

keperawatan utama adalah halusinasi ( bicara dan tersenyum sendiri, malas

berinteraksi dengan orang lain, mondar – mandir )

Jawaban : A
9. Seorang perempuan berusia 30 tahun, dirsawat di RSJ dengan marah – marah,

menyendiri, tidak mau mandi dan kadang bicara sendiri. Hasil pengkajian :

pasien mengatakan mempunyai 4 anak dan sudah bercerai satu bulan yang

lalu, merasa sendiri dan mengatakan “ tolong sampaikan pada keluarga saya

untuk menjaga anak – anak saya, mungkin sya tak akan bisa merawat mereka

lagi! “

Apakah masalah keperawatan pada kasus tersebut ?

A. isolasi sosial

B. risiko bunuh diri

C. perilaku kekerasan

D. deficit perawatan diri

E. halusinasi pendengaran

Pembahasan :

Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan ditimbulkan oleh diri sendiri

untuk mengakhiri kehidupan atau pembinasaan oleh individu sebagai akibat

krisis multidimensional pada pemenuhan kebutuhan individual dimana

individu merasa ini adalah jalan keluar yang terbaik. Penyebabnya adalah

harga diri rendah, kehilangan dukungan sosial, kejadian – kejadian negative

dalam hidup, penyakit kritis, dan perpisahan.

Strategi :

Pada kasus diatas, pasien mengalami beberapa masalah keperawatan :

halusinasi, risiko perilaku kekerasan, isolasi sosial, dan risiko bunuh diri.
Masalah utama adalah data yang diungkapkan berulang – ulang atau

mengancam diri pasien menjadi data mayor. Pada kasus diatas adalah risiko

bunuh diri.

Jawaban : B

10. Seorang laki – laki berusia 28 tahun, dirawat di RSJ alasan marah – marah dan

menolak minum obat. Hasil wawancara pasien mengatakan tidak mau

berbicara karena dirinya mempunyai ilmu suci yang bisa menyebuhkan orang,

bicara inkoheren dan fligt of idea. Keluarga mengatakan pasien gagal ujian

CPNS enam bulan lalu.

Apakah masalah keperawatan utama yang tepat pada kasus di atas?

A. waham

B. harga diri rendah

C. kerusakan komunikasi

D. regimen terapi inefektif

E. risiko perilaku kekerasan

Pembahasan:

Waham diartikan sebagai keyakinan yang salah yang dipertahankan secara

kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan. Ditandai dengan

ungkapkan berulang – ulang tentang keyakinan yang salah atau tidak sesuai

dengan kenyataan yang ada.


Strategi:

Pada kasus diatas, pasien mengalami beberapa masalah keperawatan:

waham, harga diri rendah, kerusakan komunikasi, regimen terapi inefektif dan

risiko perilaku kekerasan. Dari kasus diatas, hasil pengkajian saat ini/here and

now, data yang diungkapkan berulang – ulang atau mengancam diri pasien

menjadi masalah utama yaitu waham.

Jawaban: A

4.4.3.3. Contoh Soal Intervensi / Implementasi dan Pembahasan

11. Seorang laki – laki berusia 34 tahun, di rawat di RSJ karena mengurung diri

dikamar sejak 1 bulan lalu dan kadang marah tanpa sebab. Hasil pengkajian:

pasien sering menyendiri, tertawa dan bicara sendiri, efek labil, dan

penampilan tidak rapi. Keluarga mengatakan pasien di PHK setahun yang

lalu.

Apakah tujuan tindakan keperawatan pada kasus tersebut?

A. Pasien mampu melakukan interaksi dengan lingkungannya

B. Pasien menunjukan perilaku meningkatnya harga diri

C. Pasien mampu mengontrol perilaku marahnya

D. Pasien mampu mengontrol halusinasi

E. Pasien mampu melakukan kebersihan diri

Pembahasan :
Tindakan keperawatan pada pasien halusinasi adalah mengindetifikasi jenis,

frekuensi, isi, waktu, frekuensi, situasi dan respon terhadap halusinasi dan

mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi. Melatih pasien

mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap – cakap dengan orang lain.

Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan

( kegiatan yang biasa dilakukan pasien ). Memberikan pendidikan kesehatan

tentang penggunaan obat secara teratur. Pasien mampu minum obat

dengan prinsip 8 bener.

Strategi:

Pada kasus diatas tentukan terlebih dahulu masalah utamanya yaitu

halusinasi karena kondisi saat ini/here and now ( sering menyendiri, tertawa

dan berbicara sendiri, efek labil ) adalah halusinasi sehingga tujuan mengacu

kepada masalah utama ( halusinasi ) mampu mengontrol halusinasinya.

Pilihan a,b,c dan e bukan intervensi pada masalah keperawatan halusinasi.

Jawaban : D

12. Seorang perempuan berusia 35 tahun dirawat di RSU karena susah BAB,

mengalami wasir sejak 6 bulan lalu dan akan dilakukan operasi. Hasil

pengkajian pasien terlihat gelisah, sulit tidur, TD 135/80 mmHg, frekuensi

nadi 90x/menit, muka pucat dan mengatakan takut dan khawatir terhadap

tindakan operasi yang akan dijalaninya.

Apakah rencana keperawatan pada kasus tersebut?


A. identifikasi penyebab cemas

B. anjukan latihan spiritual

C. latih tarik napas dalam

D. latih hypnosis lima jari

E. latih teknik distraksi

pembahasan :

Pasien yang akan menjalani operasi, mayoritas mengalami sulit tidur,

peningkatan TTV, merasa khawatir akan tindakan yang akan dilakukan. Hal

tersebut merupakan gejala ansietas. Pasien pada kasus di atas mengalami

ansietas sedang akibat adanya ancaman terhadap kesehatan diri ( akan

dilakukan tindakan operasi ). Tanda gejala yang dialami pasien antara lain

perubahan fisiologis ( ketegangan meningkat, pola tidur berubah ),

perubahan psikologis ( respon emosional tidak nyaman ) dan perubahan

kognitif ( lapang presepsi menurun ) ( Videbeek, 2008 ). Tindakan

keperawatan yang dilakukan antara lain kaji tanda – tanda ansietas, ajarkan

pasien tehnik tarik nafas dalam, distraksi, hipnotis lima jari dan spiritual

( Stuart, 2016 ).

Strategi :

Seluruh pilihan jawaban merupakan tindakan untuk mengatasi ansietas.

Pilihan a tidak tepat karena pasien telah dikaji tanda dan gejala ansietas.

Pilihan b, d dan e merupakan tindakan keperawatan pasien setalah dilatih

tarik nafas dalam. Sehingga pilihan yang paling tepat adalah b ( tarik nafas

dalam ).
Jawaban : C

13. Perawat puskesmas melakukan kunjungan rumah pada seorang perempuan

berusia 28 tahun yang post dirawat di RSJ 2 minggu lalu. Hasil pengkajian:

klien sudah mampu berinteraksi dengan keluarga dan menyatakan keinginan

bekerja kembali, tetapi takut melakukan kesalahan. Pasien mengatakan suka

membuat kerajinan tangan.

Apakah tindakan keperawatan selanjutnya pada kasus tersebut?

A. mendiskusikan tentang kegiatan harian pasien

B. melatih kemampuan positif yang dimiliki pasien

C. mendiskusikan kemampuan dan aspek positif pasien

D. melibatkan pasien pada kegiatan rehabilitasi di masyarakat

E. melibatkan pasien dalam kegiatan kelompok di masyarakat

Pembahasan :

Tindakan keperawatan pada pasien harga diri rendah adalah identifikasi

kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien. Bantu pasien menilai

kemampuan yang dapat digunakan. Bantu pasien memilih/menetapkan

kemampuan yang akan dilatih. Latih kemampuan yang dipilih pasien.

Strategi :

Seluruh pilihan jawaban merupakan tindakan untuk mengatasi harga diri

rendah. Pilihan c tidak tepat karena pasien telah dikaji tentang kemampuan
positif yang dimiliki. Pilihan a, d, dan e merupakan tindakan keperawatan

pasien setalah melatih kemampuan positif yang dimiliki. Pilihan yang paling

tepat adalah b karena perawat sudah mengidentifikasi kemampuan positif

pasien yaitu membuat kerajinan tangan, sehingga tindakan selanjutnya

adalah melatih kemampuan posiif yang dimiliki pasien.

Jawaban : B

14. Seorang laki – laki berusia 35 tahun dirawat di RSJ ketiga kalinya, karena

sering marah – marah dirumah. Keluarga mengatakan pasien malas minum

obat karena merasa mengantuk setelah minum obat . Hasil pengkajian

pasien masih menolak minum obat karena menurut pasien tidak membawa

perbaikan pada dirinya.

Apakah tindakan keperawatan pada kasus tersebut ?

A. menjelaskan fungsi minum obat

B. memotivasi pasien agar mau minum obat

C. mendiskusikan dengan keluarga fungsi minum obat

D. melakukan kolaborasi untuk pemberian terapi injeksi

E. menunda pemberian obat sampai pasien mau meminum

Pembahasan :

Perilaku kekerasan adalah marah yang ekstrim atau ketakutan sebagai

respon terhadap perasaan terancam berupa ancaman fisik atau ancaman

terhadap konsep diri yang diekspresikan dengan mengancam, mencederai


orang lain dan atau merusak lingkungan. Tindakan keperawatan pada pasien

risiko perilaku kekerasan adalah : mengidentifikasi penyebab, tanda dan

gejala perilaku kekerasan, perilaku kekerasan yang dilakukan , menjelaskan

cara mengontrol perilaku kekerasan, mempraktekan latihan cara

mengontrol dengan cara fisik I, fisik II. cara verbal, cara spiritual dan minum

obat.

Strategi :

Pada kasus diatas, pilihan b, c, d, dan e tidak tepat karena pasien belum

menyadari manfaat obat dengan ungkapan “ obat tidak membawa

perbaikan pada dirinya “. Oleh karena itu perlu dilakukan penyadaran

tentang manfaat dan fungsi minum obat lebih dulu sehingga jawaban yang

paling tepat adalah a. Pemahaman terhadap pasien dan keluarga mengenai

8 benar yaitu obat benar orang, dosis, waktu, cara, dokumentasi,

kadaluarsa.

Jawaban : B

15. Seorang laki – laki berusia 34 tahun, dikunjungi oleh perawat puskesmas

karena mengurung diri dikamar sejak 1 bulan, menolak mandi dan suka

bicara sendiri. Hasil pengkajian : kontak mata kurang, hanya mengangguk

dan menggelengkan kepala saat ditanya. Keluarga mengatakan klien

diberhentikan dari pekerjaannya.

Apakah tujuan tindakan keperawatan pada kasus tersebut ?


A. pasien mampu melakukan interaksi

B. pasien mampu menjaga kebersihan diri

C. pasien mampu mengontrol halusinasinya

D. pasien tetap mampu berorientasi pada realita

E. pasien menunjukkan perilaku meningkatnya harga diri

Pembahasan :

Isolasi sosial adalah kondisi dimana seseorang mengalami gangguan

hubungan interpersonal yang mengganggu fungsi individu tersebut dalam

meningkatkan keterlibatan atau hubungan ( sosialisasi ) dengan orang lain.

Adanya tujuan dari diagnosis keperawatan isolasi sosial adalah pasien

mampu interaksi

Strategi :

Pada kasus diatas, pasien dengan masalah isolasi sosial karena data saat

ini/here and now kontak mata tidak ada, hanya mengangguk dan

menggelengkan kepalanya saat ditanya. Sehingga tujuan tindakan

keperawatan adalah pasien mampu melaksanakan interaksi.

Jawaban : A

16. Perawat melakukan kunjungan rumah pada anak perempuan usia 25 tahun

yang melakukan percobaan bunuh diri. Hasil pengkajian pasien tidak mau

keluar rumah, mengatakan malu telah gagal menjaga kehormatannya dan


meminta perawat tidak menceritakan masalahnya pada orang tua. Keluarga

bertanya tentang kondisi anaknya pada perawat.

Apakah komunikasi perawat pada kasus tersebut ?

A. “saya tidak boleh menyampaikan anak bapak”

B. “saat ini keluarga belum perlu tahu kondisi anak Bapak”

C. “sepertinya anak bapak belum mampu menceritakan masalahnya

pada keluarga”

D. “untuk saat ini, mohon keluarga mempercayakan kondisi anak

bapak pada saya”

E. “saya harus berbuat adil pada anak bapak, yang tidak ingin

kondisinya diketahui keluarga”

Pembahasan :

Pasien gangguan jiwa merupakan salah satu kelompok yang rentan

mengalami pelanggaran hak asasi manusia. Untuk melindunginya maka

perawat harus memperhatikan prinsip etik seperti Non Malaficience( tidak

melakukan tindakan yang merugikan ), Beneficence ( setiap tindakan

bermanfaat bagi pasien dan keluarga ), Confidentiality ( menjaga

kerahasiaan pasien ), Veracity ( mengatakan sejujurnya tentang apa yang

dialami pasien ), Justice ( harus mampu berlaku adil pada pasien ).

Strategi :

Pada kasus diatas, perawat menerapkan prinsip etik Confidentiality sesuai

dengan permintaan klien yang sudah berusia dewasa. Komunikasi yang


paling tepat dan tidak menyinggung keluarga serta tetap menjaga

confidentiality adalah d, sedangkan pilihan yang lain berpotensi

menimbulkan konflik.

Jawaban : D

17. Seorang perempuan berusia 25 tahun dirawat di RSJ sejak 4 hari yang lalu.

Keluarga mengatakan bahwa dirumah pasien sering melamun, berbicara

sendiri dan menangis. Hasil pengkajian : pasien mengungkapkan bahwa

dirinya membebani keluarga, dan keluarga akan bahagia jika dirinya tidak

ada lagi.

Apakah teknik komunikasi yang tepat digunakan untuk kasus diatas ?

A. identifikasi tema

B. berbagi persepsi

C. klarifikasi

D. fokuskan

E. refleksi

Pembahasan :

Terdapat beberapa teknik komunikasi terapeutik. Identifikasi tema adalah

bersama pasien mengidentifikasi isu dasar atau masalah yang dialami oleh

klien yang muncul secara berulang selama hubungan perawat-klien.

Berbagi persepsi dilakukan melalui pertanyaan yang bertujuan untuk

memverifikasi pemahaman perawat yang sedang dipikirkan atau dirasakan


oleh klien. Klarifikasi mencoba merangkai kedalam kata – kata kedalam

idea tau pikiran klien yang tidak jelas untuk meningkatkan pemahaman

perawat atau meminta klien untuk menjelaskan apa yang dimaksudkan.

Fokus adalah pernyataan atau pertanyaan yang membantu klien

melebarkan topic yang penting. Refleksi mengarahkan klien ke belakang

ide, perasaan, pertanyaan atau isi.

Strategi :

Kasus diatas merupakan kasus dengan masalah utama risiko bunuh diri

dikategori isyarat bunuh diri. Sehingga teknik komunikasi yang paling tepat

adalah mengklasifikasi tentang ungkapan ide bunuh diri yang dikatakan

oleh klien ( jika dirinya tidak ada lagi )

Jawaban : C

18. Perawat puskesmas melakukan kunjungan rumah kepada seorang

perempuan berusia 16 tahun. Keluarga mengatakan pasien tidak mau

melakukan kegiatan apapun. Hasil pengkajian : klien mengatakan malu

dengan bekas luka bakar pada wajah, dan tampak sering menutupi wajah.

Pasien tampak murung dan banyak menunduk. Perawat merancang

asuhan keperawatan pada pasien.

Apakah kriteria evaluasi pada kasus tersebut?

A. Pasien menerima realita

B. Pasien menemukan makna hidup


C. Pasien mampu mengontrol keadaan

D. Pasien mengenal aspek positif yang dimiliki

E. Pasien mampu memulai interaksi dengan orang lain

Pembahasan :

Perubahan pada citra tubuh dapat menyebabkan terjadinya harga diri

rendah situasional ditandai dengan data subjektif : menilai diri negative,

merasa malu atau bersalah, melebih – lebihkan penilaian negative tentang

diri sendiri, menolak penilaian positif terhadap diri, dan sulit konsentrasi.

Data objektif : bicara pelan dan lirih, menolak interaksi dengan orang lain,

jalan dengan menunduk, postur tubuh menunduk, kontak mata kurang,

lesu, pasif, dan tidak mampu membuat keputusan.

Strategi :

Pada kasus diatas, tanda dan gejala mayor dari harga diri rendah

situasional adalah pasien menyatakan malu dengan keadaan tubuhnya

saat ini. Pasien tidak mau melakukan kegiatan apapun, menunduk dan

murung. Tindakan keperawatan berfokus pada kriteria hasil untuk

meningkatkan harga diri pasien yaitu mengenal aspek positif yang dimiliki.

Pilihan a kurang tepat karena tidak spesifik mengatasi harga diri rendah.

Pilihan b tepatnya untuk masalah keputusan. Pilihan c untuk mengatasi

ketidak berdayaan dan pilihan e untuk mengatasi masalah isolasi sosial.

Jawaban : D
19. Seorang laki – laki berusia 34 tahun, di rawat di RSJ karena mengurung diri

dikamar sejak 1 bulan lalu dan kadang marah tanpa sebab. Hasil

pengkajian: pasien sering menyendiri, tertawa dan bicara sendiri, efek

labil, dan penampilan tidak rapi. Keluarga mengatakan pasien di PHK

setahun yang lalu.

Apakah tujuan tindakan keperawatan pada kasus tersebut?

A. Pasien mampu melakukan interaksi dengan lingkungannya

B. Pasien menunjukan perilaku meningkatkan harga diri

C. Pasien mampu mengontrol perilaku marahnya.

D. Pasien mampu mengontrol halusinasinya.

E. Pasien mampu melakukan kebersihan diri.

Pembahasan :

Tindakan keperawatan pada pasien halusinasi adalah mengindentifikasi

jenis, frekuensi, isi, waktu, frekuensi, situasi dan respon terhadap

halusinasi. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap

– cakap dengan orang lain. Melatih pasien mengendalikan halusinasi

dengan melakukan kegiatan ( kegiatan yang biasa dilakukan pasien ).

Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara

teratur. Pasien mampu minum obat dengan prinsip 8 lembar.

Strategi :
Pada kasus diatas tentukan terlebih dahulu masalah utamanya yaitu

halusinasi karena kondisi saat ini/ here and now ( sering menyendiri,

tertawa dan berbicara sendiri, efek labil )adalah halusinasi sehingga tujuan

mengacu kepada masalah utama ( halusinasi ) mampu mengontrol

halusinasinya. Pilihan a,b,c dan e bukan intervensi pada masalah

keperawatan halusinasi.

Jawaban : D

4.4.3.4. Contoh Soal Evaluasi dan Pembahasan

20. Seorang perempuan berusia 20 tahun di rawat di RSJ dua minggu yang lalu

karena marah – marah, bicara dan tertawa sendiri, serta tidak mau

merawat diri. Hasil pengkajian pasien mengatakan “ Saya tidak lulus

pramugari karena pendek dan kulit hitam, saya malu”, ekspresi murung,

dan tidak mampu memulai percakapan.

Apakah evaluasi tindakan keperawatan pada kasus tersebut?

A. mandi, keramas, dan gosok gigi secara mandiri

B. bercakap – cakap dengan pasien lain

C. melakukan kemampuan positif

D. halusinasi terkontrol

E. Marah terkontrol

21. Seorang perempuan berusia 30 tahun di rawat di RSJ karena marah –

marah bicara sendiri, menolak mandi. Hasil pengkajian: kotak mata tidak
ada, menyendiri dan menolak interaksi. Pasien sudah diajarkan cara

mengontrol marah, mengontrol halusinasi , cara berkenalan dan cara

merawat diri.

Apakah kemampuan yang harus ditunjukan pasien pada kasus tersebut?

A. baju bersih dan rapih

B. tanda – tanda marah berkurang

C. mempunyai teman, kontak mata ( + )

D. berorientasi pada realita

E. harga diri meningkat

Pembahasan :

Isolasi sosial adalah kondisi dimana seseorang mengalami gangguan

hubungan interpersonal yang menganggu fungsi individu tersebut dalam

meningkatkan ketertiban atau hubungan ( sosialisasi ) dengan orang lain,

merasa sendiri, merasa tidak diterima, mengungkapkan tujuan hidup yang

tidak adekuat dan tidak ada dukungan orang yang dianggap penting, dan

tidak mampu memenuhi harapan orang lain. Evaluasi kemampuan pada

pasien isolasi sosial meliputi kemampuan pasien berinteraksi dengan orang

lain ditandai dengan ada kontak saat berbicara, menatap lawan jenis,

memulai pembicaraan, mengikuti kegiatan kelompok.

Strategi :

Pada kasus ini diatas tentukan dahulu masalah keperawatan utama,

masalah utamanya adalah isolasi sosial karena data yang dominan: kontak
mata tidak ada, hanya mengangguk dan menggelengkan kepala saat

ditanya. Untuk evaluasi adanya perubahan / berkurang dari tanda dan

gejala pasien tersebut. Pilihan a,b,d dan e tidak menunjukan sebagai

kemampuan akhir untuk masalah keperawatan isolasi sosial.

Jawaban : C

22. Seorang perempuan berusia 40 tahun dikunjungi oleh perawat puskesmas

karena tidak control ulang selama 1 bulan. Hasil pengkajian : rambut

rontok, acak – acakan, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, kuku hitam,

panjang dan kotor. Perawat menjelaskan tentang pentingnya menjaga

kebersihan diri.

Apakah kemampuan yang ditunjukkan pasien pada situasi tersebut ?

A. pasien dapat menyediakan fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan

B. pasien mandi, mencuci rambut, menggosok gigi dengan benar

C. pasien mengenal masalah deficit perawatan dini

D. pasien mengenal tanda kekambuhan dan rujukan

E. pasien control teraturke Puskesmas

Pembahasan :

Defisit perawatan diri terdiri dari mandi, berdandan/berhias,

makan/minum, BAP/BAK. Intervensi keperwatan meliputi menjelaskan

pentingnya kebersihan diri ( menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.

Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri ).

Menjelaskan cara makan yang baik dan membantu pasien mempraktekkan


cara makan yang baik. Menjelaskan cara eliminasi yang baik dan

membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik. Menjelaskan

cara berdandan dan membantu pasien mempraktekkan cara berdandan.

Strategi :

Pada kasus diatas, perawat hanya menjelaskan tentang kebersihan diri.

Hasil dari tindakan perawat tersebut, pasien mampu memahami dan

mengenal masalah deficit perawatan diri. Option yang lain tercapai setelah

pasien mengenal masalahnya.

Jawaban : C

23. Seorang perempuan berusia 35 tahun dirawat di RSJ dengan marah –

marah. Hasil pengkajian pasien mengatakan : “ ibu saya mau meracuni

saya karena dia tidak suka dengan calon suami saya, pokoknya saya tidak

mau makan makanan yang diberikan oleh ibu saya “. Afek labil, mondar –

mandir dan gelisah.

Pembahasan :

Intervensi keperawatan pada pasien waham antara lain membantu

orentasi realita, mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi,

membantu memenuhi kebutuhannya, mendiskusikan tentang kemampuan

yang dimiliki, dan melatih kemampuan yang dimiliki.


Strategi :

Pada kasus diatas, pasien mengalami waham curiga, sehingga tujuan dari

intervensi yang dilakukan perawat adalah mengorentasikan pasien kepada

realita secara bertahap. Untuk pilihan a, d, c, dan tidak sesuai dengan

masalah keperawatan waham.

Jawaban : C

Buku Rujukan Utama :

1. Potter & Perry ( 2013 ). Fundamental of Nursing. Mosby Elsevier

2. Stuart G. W ( 2009 ). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St.

Louis : Mosby

3. Stuart, Keliat & Pasaribu ( 2016 ). Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.

Jakarta : Elsevier
4.5 Materi, Pendekatan Proses Keperawatan dan Soal Keperawatan Keluarga

Asuhan keperawatan ( askep ) keluarga merupakan suatu proses pemberian pelayanan

kesehatan sesuai kebutuhan keluarga dalam lingkup praktik keperawatan yang bersifat

holistic dengan menempatkan keluarga dan kompenennya sebagai fokus pelayanan.

Masalah kesehatan yang sering timbul : system respirasi : ( TB Paru ), system kardiovaskuler

( hipertensi ) dan system pencernaan ( diare ).


4.5.1. Sistem Pernapasan ( TB Paru )

4.5.1.1. Materi

Tuberkulosis ( TB ) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis. TB Paru ditularkan dari individu terinfeksi ke orang lain melalui transmisi

udara yaitu lepasnya droplet saat penderita berbicara, batuk dan bersin. Individu yang

beresiko tinggi untuk TB paru antara lain kontak dengan seorang penderita TB paru aktif,

imunosupresif, individu yang tinggal didaerah perumahan kumuh ( pemukiman padat ),

lingkungan rumah yang memilik ventilasi udara yang buruk, kebiasaan gaya hidup seperti

merokok, stress, kurang olahraga dan kebersihan diri yang buruk.

Asas Etik dalam Keperawatan Keluarga

a. Menghormati klien dan keluarga : Autonomy

Klien atau keluarga memiliki hak untuk memutuskan sesuatu dalam pengambilan

tindakan untuk mengatasi penyakit TB paru. Seorang perawat tidak boleh memaksakan

suatu tindakan pengobatan kepada klien.

b. Manfaat : Beneficence

Semua tindakan dan pengobatan TB Paru harus bermanfaat bagi klien dan keluarga.

Perawat harus mempunyai kesadaran dalam bertindak agar tindakannya dalam

mengatasi masalah hipertensi dapat bermanfaat dalam menolong klien.

c. Tidak merugikan : Non- maleficence

Setiap tindakan yang digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan TB Paru

harus berpedoman pada prinsip primum non nocere ( yang paling utama jangan

merugikan ). Resiko fisik, psikologis, dan sosial hendaknya diminimalisir


semaksimal mungkin.

d. Kejujuran : Veracity

Perawat hendaknya mengatakan sejujur – jujurnya tentang apa yang dialami klien atau

keluarga serta akibat yang akan dirasakan oleh klien atau keluarga terkait masalah TB

Paru. Informasi yang diberikan hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan klien dan

keluarga agar klien mudah memahaminya

e. Kerahasiaan : Confidentiality

Perawat harus mampu menjaga privasi klien dan keluarga meskipun klien telah

meninggal dunia.

f. Keadilan : Justice

Perawat professional harus mampu berlaku adil terhadap klien dan keluarga meskipun

dari segi status sosial, fisik, budaya, dan lain sebagainya.

4.5.1.2 Proses Keperawatan

A. Pengkajian

Gejala TB paru: keletihan, anoreksia, pucat, anemia, penurunan berat badan,

demam persisten, berkeringat malam hari, nyeri dada, dan batuk menetap, bunyi

napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi. Batu pada awalnya batuk

non – produktif, berkembang menjadi mukopurulen dengan hemoptisis.

Pemeriksaan dahak: sewaktu, pagi, sewaktu. TB Paru BTA ( + ) adalah: Sekurang –

kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukan hasil BTA positif.

B. Diagnosis Keperawatan

a. Bersihkan jalan nafas tidak efektif


Tanda dan gejala: batuk tidak efektif: tidak mampu batuk: sputum berlebihan:

wheezing dan/atau ronkhi.

b. Pola nafas tidak efektif

Tanda dan gejala: dispnea: penggunaan otot bantu pernapasan: fase ekspirasi

memanjang: pola napas abnormal ( takipnea, bradipnea, hiperventilasi ).

c. Defisit nutrisi

Tanda dan gejala: berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal.

d. Ketidak mampuan koping keluarga

Tanda dan gejala: merasa diabaikan : tidak memenuhi kebutuhan anggota

keluarga: tidak toleran: mengabaikan anggota keluarga.

e. Pemeliharaan Kesehatan tidak efektif

Tanda dan gejala: kurang menunjukan perilaku adaptasi terhadap lingkungan:

kurang menunjukan pemahaman tentang perilaku sehat: tidak mampu

menjalankan perilaku sehat.

f. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif

Tanda dan gejala: mengungkapkan tidak memahami masalah kesehatan yang

diderita: mengungkapkan kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan:

gejala penyakit TB semakin memberat: aktivitas keluarga untuk mengatasi

masalah tidak tepat.

g. Manajemen kesehatan tidak efektif

Tanda dan gejala: mengungkapkan keseulitan dalam menjalani program

perawatan/pengobatan TB paru gagal melakukan tindakan untuk mengurangi

factor risiko: gagal menerapkan program perawatan/pengobatan TB paru dalam


kehidupan sehari hari: aktivitas hidup sehari hari tidak efektif untuk memenuhi

tujuan kesehatan.

C. Intervensi/Implementasi

1) Fisioterapi dada

a. Batuk Efektif

b. Terapi Relaksasi Napas Dalam

2) Manajemen nutrisi

3) Manajemen stress

4) Manajemen pengobatan

Pengobatan TB Paru terbagi atas 2 fase yaitu fase intensif ( 2 – 3 bulan ) dan

fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan adalah paduan

obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama ( Lini I ) adalah INH,

rifamfisin, pirazinamid, streptomisisin, etambutol, sedangkan obat tambahan

lainnya adalah: kanamisin, amikasin, kuinolon.

5) Latihan dan Terapi fisik

6) Pendidikan kesehatan

D. Evaluasi

Evaluasi dapat dilihat berdasarkan proses kegiatannya atau disebut sebagai evaluasi

formatif dan evaluasi berdasarkan hasil akhir berdasarkan ketercapaian tujuan atau

disebut sebagai evaluasi sumatif.

Evaluasi terhadap masalah keperawatan yang muncul pada masalah kesehatan TB

Paru diantaranya adalah:

1. Status Kepatenan jalan nafas

2. Pengetahuan : manajemen penyakit kronis


3. Kepatuhan minum obat

4. Evaluasi status nutrisi : Intake

5. Perilaku kepatuhan: Anjurkan Diet

6. Pelaksanaan 5 Fungsi Keluarga

7. Peningkatan Koping Keluarga

4.5.2. Sistem Kadiovaskuler ( Hipertensi )

4.5.2.1 Materi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik 140

mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih. ( Hearrison 1997 ). Tanda

dan gejala: pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan ( jarang ), sukar tidur, sesak

nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang – berkunang. Komplikasi

hipertensi: gangguan penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung, gangguan fungsi ginjal,

gangguan serebral ( otak ).

4.5.2.2 Proses Keperawatan

A. Pengkajian

Gejala yang sering muncul: sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran

menurun, gelisah, muntah, kelemahan otot, dan nyeri dada/agina, nyeri tengkuk, sulit

tidur.

Pemeriksaan fisik, pada bunyi jantung: terdengar S2 pada dasar, S3 ( CHF dini ), S4

( pengerasan ventrikel kiri/hipertropi ventrikel kiri ), terdapat mur stenosis valular.

Tekanan darah lebih dari 140\90 mmHg.

B. Diagnosis

a. Nyeri Akut
Tanda dan gejala: mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap rpotetif, gelisah,

frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkatkan lebih dari

140\90 mmHg.

b. Penurunan curah jantung

Tanda dan gejala : perubahan irama jantung( palpitasi ): objektif: bradikardi /

takikardia, gambaran EKG aritmia, perubahan preload ( lelah ): objektif: tekanan

darah meningkatakan/ menurun, nadi perifer teraba lemah, capillary refill time

>3 detik. Perubahan kontraktilitas ( ortopne, batuk ): objektif: terdengar suara

jantung S3 dan / atau S4.

c. Perilaku kesehatan Cenderung beresiko

Tanda dan gejala: menunjukan penolakan terhadap perubahan status kesehatan:

gagal melakukan tindakan pencegahan masalah kesehatan: Menunjukan upaya

peningkatan status kesehatan yang minimal.

d. Ketidak mampuan koping keluarga

Tanda dan gejala: merasa diabaikan, tidak memenuhi kebutuhan anggota

keluarga, tidak teleran, mengabaikan anggota keluarga

e. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif

Tanda dan gejala: kurang menunjukan perilaku adaptasi terhadap lingkungan:

kurang menunjukan pemahaman tentang perilaku sehat:

f. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif

Tanda dan gejala : mengungkapkan titik pemahaman masalah kesehatan yang

diderita; Mengungkapkan kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan;

Gejala penyakit TB semakin memberat; Aktivitas keluarga untuk mengatasi

masalah tidak tepat.


g. Manajemen kesehatan tidak efektif

Tanda dan gejala; mengungkapkan kesulitan dalam menjalani program

perawatan/pengobatan TB; Gagal melakukan tindakan untuk mengurangi factor

risiko; Gagal menerapkan program perawatan/pengobatan TB dalam kehidupapn

sehari – hari; Aktivitas hidup sehari – hari tidak efektif untuk memenuhi tujuan

kesehatan.

C. Intervevsi/Implementasi

1. Manajemen nutrisi : diet rendah garam

2. Manajemen Nyeri

3. Pendidikan kesehatan :

 Aktivitas fisik/olahraga rutin minimal 30 meniit setiap hari, minimal 5x

seminggu

 Mengadopsi pola makan DASH ( Dietary Approach to Stop Hypertension )

yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium

 Hindari stress. Sempatkan waktu untuk beristirahat atau berlibur sejenak

 Stop merokok

 Mengurangi berat badan ( obesitas )

 Cek tekanan darah secara berkala, minimal satu bulan sekali

 Konsumsi obat penurun tekanan darah tinggi secara teratur

4. Manajemen stress

D. Evaluasi

Mengkaji kemajuan status kesehatan individu dalam konteks keluarga, membandingkan

respon indivudu dan keluarga dengan kriteria hasil dan menyimpulkan hasil kemajuan.

Evaluasi dapat dilihat berdasarkan proses kegiatannya atau disebut sebagai evaluasi
formatif dan evaluasi hasil akhir berdasarkan ketercapaian tujuan atau disebut sebagai

evaluasi sumatif

4.5.3 Sistem Pencernan ( Diare )

4.5.3.1 Materi

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih

cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.

4.5.3.2 Proses Keperawatan

A. Pengkajian

Tanda dan Gejala

a. Diare karena penyakit usus halus ; diare dalam jumlah banyak, cair dan sering

terjadi malabsorpsi dan dehidrasi

b. Diare karena kelaianan kolon; tinja berjumlah kecil tetapi sering bercampur darah

dan ada sensasi ingin BAB terus

c. Diare akut karena infeksi; mual, muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja yang

sering, malabsorpsi, serta berdarah tergantung bakteri pathogen yang spesifik

Pemeriksaan Fisik

a. Pada pemeriksaan fisik : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung

dan pernapasan serta tekanan darah

b. Tanda utama dehidrasi : kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen ,

penurunan berat badan


c. Tanda tambahan : ubun – ubun besar cekung, mata cekung, tidaknya air

mata, mukosa mulut dan lidah kering

d. Pernapasan cepat dan dalam : asidosis metabolic

e. Bising usus yang lemah atau tidak : hipokalemia

f. Pemeriksaan ekstremitas : perfusi dan capillary refill

B. Diagnosis

a. Diare

Tanda dan gejala : nyeri/kram abdomen ; defekasi lebih dari 3x per24 jam;

feses lembek/cair; frekuensi peristaltic meningkat; bising usus hiperaktif.

b. Hipovelemik

Tanda dan Gejala : Frekuensi nadi meningkat; nadi reaba lemah; tekanan

darah menurun; tekanan nadi menyempit; turgor kulit menurun; membrane

mukosa kering; volume urin menurun; hematocrit meningkat; pengisian vena

menurun; suhu tubuh meningkat; merasa lemas; mengeluh haus.

c. Perilaku kesehatan cenderung berisiko

Tanda dan gejala : Menunjukkan penolakanterhadap perubahan status

kesehatan; gagal melakukan tindakan pencegahan masalah kesehatan;

menunjukkan upaya peningkatan status kesehatan yang minimal.

C. Ketidakmampuan koping keluarga

Tanda dan gejala : Merasa diabaikan; Tidak memenuhi kebutuhan anggota

keluarga; Tidak toleran; Mengabaikan anggota keluarga

a. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif


Tanda dan gejala : kurang menunjukkan perilaku adaptif terhadap

lingkungan : Kurang menunjukkan pemahaman tentang perilaku sehat;

Tidak mampu menjalankan perilaku sehat.

b. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif

Tanda dan gejala : mengungkapkan tidak memahami masalah

kesehatan yang diderita; Mengungkapkan kesulitan menjalankan

perawatan yang ditetapkan; Gejala penyakit Diare semakin memberat;

Aktivitas keluarga untuk mengatasi masalah yang tidak tepat.

c. Manajemen kesehatan tidak efektif

Tanda dan gejala : mengungkapkan kesulitan dalam menjalani program

perawatan/pengobatan Diare ; Gagal melakukan tindakan untuk

mengurangi factor risiko ; gagal menerapkan program

perawatan/pengobatan Diare dalam kehidupan sehari – hari; Aktivitas

hidup sehari tidak efektif untuk memenuhi tujuan kesehatan.

D. Intervensi/Implementasi

1. Rehidrasi

2. Pemberian ASI dan Makanan

3. Kolaboratif ( Pemberian Zinc )

4. Pendidikan Kesehatan

E. Evaluasi

Mengkaji kemajuan status kesehatan individu dalam konteks keluarga,

membandingkan respon indivudu dan keluarga dengan kriteria hasil dan


menyimpulkan hasil kemajuan. Evaluasi dapat dilihat berdasarkan proses

kegiatannya atau disebut sebagai evaluasi formatif dan evaluasi hasil akhir

berdasarkan ketercapaian tujuan atau disebut sebagai evaluasi sumatif.

4.5.4. SOAL, PEMBAHASAAN DAN STRATEGI

4.5.4.1 Contoh Soal Pengkajian dan Pembahasaan

1. Saat kunjungan rumah diteamui anak berusia 1 tahun. Ibunya mengatakan anaknya

sering batuk semenjak pindah ke rumah baru beberapa bulan yang lalu. Ibu klien

mengatakan anaknya sudah dibawa ke puskesmas dan mendapat obat namun

batuknya berulang kembali setalah obat habis.

Apakah Kompnen pengkajian yang perlu dilakukan pada kasus tersebut?

A. fungsi keluarga

B. system respirasi anak

C. pola komunikasi keluarga

D. karakteristik tetangga

E. lingkungan rumah

Pembahasan:

Batuk merupakan respon alami tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari system

pernafasan. Pada kasus, frekuensi batuk meningkat setelah pindah ke lingkungan

yang baru. Hal ini merupakan petunjukan untuk melakukan pengkajian lebih

mendalam pada lingkungan sekitar anak ( rumah baru ) yang dapat memicu

terjadinya batuk, sehingga jawaban yang paling tepat adalah E. Jawaban yang lain

tidak tepat.
Strategi:

Data batuk semenjak pindah ke rumah beru merupakan data yang perlu

diperhatikan. Batuk merupakan reaksi tubuh jiwa ada allergen terhadap system

pernafasan dan lingkungan baru dapat menjadi pencetus baik secara fisik maupun

psikologis. Oleh karena itu pada kasus, pengkajian terhadap lingkungan rumah

merupakan opsi pilihan yang paling tepat.

Jawaban : E

2. Saat kunjungan rumah didapatkan seorang perempuan berusia 39 tahun

mengeluh akhir – akhir ini merasa makin lemah, kadang sulit tidur, berat badan

turun, dan demam. Suami klien meninggal 3 bulan yang lalu karena batuk yang

lama dan sulit disembuhkan. Hasil observasi didapatkan : rumah terasa lembab,

pencahayaan redup, jendela hanya ada di ruang tamu, TD 110/70 mmHg,

frekuesni nadi 60x/mnt, frekuensi napas 30x/mnt.

Apakah pengkajian yang tepat dilakukan selanjutnya pada kasus tersebut?

A. pengkajian pola nutrisi klien

B. pengkajian pola tidur klien

C. pemeriksaan sputum

D. pengkajian lingkungan rumah

E. pemeriksaan laboratorium dasar

Pembahasan:
Data pada kasus yang perlu diperhatikan adalah suami klien yang meninggal 3

bulan yang lalu karena banyak batuk yang lama dan sulit disembuhkan. Perawat

perlu mencurigai terjadinya teuberculosis ( TBC )pada suami klien. Lingkungan

rumah juga mendukung terjadinya penyakit TBC. Oleh karena itu perawat perlu

melakukan pemeriksaan sputum karena klien menunjukan gejala terjadinya TBC.

Jawaban yang paling tepat adalah C.

Strategi:

penularan TBC dapat terjadi melalui udara. Gejala TBC meliputi batuk lebih dari 3

minggu, penurunan berat badan, demam, dan berkeringat di malam hari

walaupun tidak beraktivitas. Namun gejala tersebut tidak khas pada setiap

penderita. Pada kasus klien menunjukan beberapa gejala TBC disamping suami

kline mininggal karena kondisi yang diduga adalah TBC. Lingkungan tempat tinggal

klie juga mendukung terjadinya penularan TBC serumah.

Jawaban: C

3. Seorang perawat melakukan kunjungan pertama pada sebuah keluarga dengan

suami yang sedang menjalani rawat jalan setelah terkena serangan stroke 2 bulan

yang lalu. Ibu mengatakan, “ Saya mulai khawatir memikirkan masa depan

keluarga sebab kalau kondisi suami saya seperti ini terus pasti akan diberhentikan

dari pekerjaannya. “ Hail pemeriksaan fisik klien: hemiplegia ekstremitas kanan,

afasia, TD 140/90 mmHg.

Apakah pengkajian lanjutan yang tepat dilakukan pada kasus tersebut?


A. Struktur peran keluarga

B. Fungsi perawatan kesehatan keluarga

C. Stress – adaptasi dan koping keluarga

D. Ketersediaan terapi alternative dan komplementer

E. hubungan dan interaksi keluarga dengan komunitas

Pembahasan:

Pada kasus, data yang paling menonjol adalah kekhawatiran istri klien terhadap

kehidupan keluarga akibat penurunan kondisi kesehatan klien. Tekanan darah

klien termasuk stabil. Klien merupakan tulang punggung keluarga. Pengkajian

yang mendalam untuk menggali tingkat stress serta kemampuan keluarga

beradaptasi dan menerapkan koping perlu dilakukan. Oleh karena itu jawaban

yang paling tapat adalah C.

Strategi:

Paska stroke merupakan suatu kondisi yang umumnya menjadi sumber stress

keluarga. Penyebab stroke yang utama adalah hipertensi, jika terdapat anggota

keluarga yang mengalami stroke maka keluarga diharapkan memiliki kamampuan

untuk memberikan perawatan di rumah. Namun, jika tingkat stress keluarga tinggi

maka perawatan yang diberikan menjadi tidak efektif. Oleh karena itu penting

bagi perawatan untuk mengkaji tingkat stress keluarga dan kemampuan keluarga

mengelola stress yang terjadi.

Jawaban : C
4. Pada kunjungan rumah didapatkan laki – laki berusia 43 tahun, mengatakan

pundaknya terasa berat dan dirasakan sejak klien banyak bekerja menggunakan

computer, klien mengurangi keluhan dengan minum obat penghilang nyeri yang

dijual bebas. Hasil pemeriksaan: TD 160/100 mmHg: frekuensi nadi 110x/menit.

Apakah pengkajian yang harus diperdalam pada kasus tersebut?

A. Kebiasaan bekerja di depan computer

B. upaya klien mengatasi penyakitnya

C. kebiasaan olahraga pasien

D. kebiasaan berobat pasien

E. Kebiasaan makan klien

Pembahasan :

Data pada kasus menunjukkan TD klien yang meningkat. Klien merasakan gejala

hipertensi berupa rasa berat dipundak dan kebiasaan minum obat yang tidak

adekuat. Perawat perlu mengkaji banyak hal yang dapat menjadi penyebab

terjadinya hipertensi. Pada kasus yang paling relevan untuk dikaji adalah

kebiasaan berobat. Oleh karena itu maka jawaban D adalah jawaban yang paling

tepat.

Strategi :

Hipertensi dapat disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat. Umumnya

kebiasaan makan, kebiasaan melakukan olahraga dan pemenuhan kebutuhan

tidur mnenjadi pemicu terjadinya hipertensi. Selain itu, masyarakat awam yang
tidak melakukan pemeriksaan tekanan darah secara teratur cenderung

menganggap gejala hipertensi sebagai kondisi yang dapat diatasi dengan obat

nyeri yang dijual bebas. Akibatnya hipertensi tidak teratasi dengan baik.

Jawaban : A

5. Saat kunjungan rumah didapatkan data : Anak laki – laki berusia 1 tahun

mengalami diare dan tampak lemas. Keluarga mengatakan BAB warna kuning

kehijauan, bercampur lendir, encer, frekuensi lebih dari 5 kali/hari. Keluarga

mengatakan anak tidak nafsu makan dan anak pernah muntah saat diberi minum.

Hasil pengkajian : Berat Badan 6,5 Kg, Turgor kulit kembali lambat, suhu 37,8 C,

Frekuensi nadi 100x/menit.

Apakah data yang perlu dikaji lebih lanjut pada kasus tersebut?

A. banyak cairan yang dikeluarkan setiap buang air besar

B. obat yang sudah diberikan untuk mengatasi diare

C. jumlah makan yang dikonsumsi anak

D. banyaknya cairan saat muntah

E. akses layanan kesehatan

Pembahasan :

Pada kasus sudah dijelaskan kondisi penyakit diare yang ditemukan dikeluarga

pada anak antara lain : frekuensi, lama diare dan kondisi klinis, perawat perlu

menindaklanjuti pengkajian factor penyebab dari kejadian diare dan hal yang

memperberat status kesehatan anak.


Strategi :

Diare merupakan kondisi kesehatan yang sering terjadi pada usia perkembangan

balita yang dapat disebabkan oleh berbagai factor dan mengakibatkan berbagai

masalah kesehatan seperti dehidrasi yang lebih berat apabila tidak ditangani.

Jawaban : A

6. Saat kunjungan rumah didapatkan klien berusia 2,5 tahun dan terlihat rewel.

Keluarga mengatakan sudah 6 hari anak diare BAB warna kuning encer, frekuensi

lebih dari 3 kali, kalau diberi makan atau minum dimuntahkan. Hasil pemeriksaan

fisik : BB 8,5 Kg, Turgor kulit kembali lambat, suhu 37,5⁰C, Frekuensi nadi

112x/menit.

Apakah data yang perlu dikaji lebih lanjut pada kasus tersebut?

A. Makan dan minum yang diberikan sebelum sakit

B. anggota keluarga yang mengalami diare

C. apakah sudah dibawa ke pelayanan kesehatan

D. pemberian obat – obatan waktu yang lama

E. cara membersihkan kalau anak diare

Pembahasan :
Pada kasus sudah dijelaskan kondisi penyakit diare yang ditemukan dikeluarga pada

klien antara lain : frekuensi, lama diare dan kondisi klinis sekunder akibat diare yang

sering perawat perlu menindaklanjuti pengkajian factor penyebab dari dampak

sekunder tersebut terkait peran keluarga.

Strategi :

Diare merupakan kondisi kesehatan yang sering terjadi pada usia perkembangan

balita yang dapat disebabkan oleh berbagai factor dan mengakibatkan berbagai

masalah kesehatan selain dehidrasi juga permasalahan sekunder tersebut terkait

peran keluarga.

Jawaban : E

7. Saat kunjungan rumah didapatkan klien anak laki – laki berusia 13 tahun, diare

sudah 4 hari. Klien mengatakan diare setelah jajan di kantin sekolah, perut

dirasakan melilit dan nyeri, BAB lebih dari 5 kali sehari, cair dan ada darah. Hasil

pengkajian : TD 110/90 mmHg, suhu 37,8 C, Nadi : 100x/menit

Apakah data yang perlu dikaji lebih lanjut pada kasus tersebut?

A. kebersihan dan penyajian makanan yang dikonsumsi

B. kebersihan dan pembuangan limbah keluarga

C. keluarga yang mengalami gejala yang sama

D. kebiasaan cuci tangan

E. kebiasaan jajan
Pembahasan :

Pada kasus sudah dijelaskan kondisi penyakit diare yang ditemukan dikeluarga pada

klien antara lain : frekuensi, lama diare dan kondisi klinis perawat perlu

menindaklanjuti pengkajian factor penyebab terjadinya diare yang sering pada usia

anak sekolah adalah makanan yang tercemar.

Strategi :

Diare merupakan kondisi kesehatan yang sering terjadi pada usia anak sekolah

akibat factor terutama makanan yang dikonsumsi.

Jawaban : A

4.5.4.2 Contoh Soal Diagnosis dan Pembahasan

8. Saat kunjungan rumah didapatkan data: Anak laki – laki, berusia 12 tahun

mengalami diare sudah 2 hari dan tampak lemas. Keluarga mengatakan BAB warna

kuning, BAB cair, frekuensi lebih dari 5 kali. Keluarga mengatakan anak tidak nafsu

makan dan kalau minum sering dimuntahkan, hasil pengkajian: Turgor kulit kembali

sangat lambat, suhu 38 C. Frekuensi Nadi 88 x/menit. Klien belum dibawa

kepelayanan kesehatan.

Apakah diagnosis keperawatan pada kasus tersebut?

A. risiko deficit nutrisi

B. defisiensi kesehatan keluarga

C. risiko ketidak keluargaan

D. risiko ketidak seimbangan elektronik

E. ketidak efektifan pemeliharaan kesehatan


Pembahasan:

Pada kasus sudah di jelaskan kondisi penyakit diare pada klien usia sekolah antara

lain: frekuensi, lama diare dan kondisi klinis yang diperberat dengan klien muntah

setiap minum, masalah keperawatan yang dapat dirumuskan pada kasus adalah

kekuatan data yang ada pada kasus antara lain dampak klinis akibat dehidrasi>

Strategi:

Rumusan masalah yang spesifik pada kasus Diare sesuai dengan data mayor

menjadi acuan dalam penanganan masalah utama cairan tubuh yang kurang dan

tidak tergantikan melalui makanan dan minumam akibat muntah.

Jawaban: E

9. Saat kunjungan rumah didapatkan data: Perempuan berusia 13 tahun, diare sudah

4 hari. Klien mengatakan diare setelah jajan di kantin sekolah, BAB lebih dari 5 kali

sehari. Hasil pengkajian: TD 110/90 mmHg, Suhu: 37,8 C, Nadi: 100x/menit.

Keluarga mengatakan anak – anaknya banyak jajan dan jarang makan dirumah dan

anggota keluarga lain juga sering diare. Klien belum dibawa ke pelayanan kesehatan

dan belum pernah mendapatkan informasi kesehatan.

Apakah diagnosis keperawatan pada kasus tersebut?

A. ketidak efektifan pemeliharaan kesehatan

B. risiko peningkatan keseimbangan cairan

C. risiko ketidak seimbangan elektronik


D. manajemen kesehatan tidak efektif

E. risiko ketidak seimbangan cairan

Pembahasan:

Pada kasus sudah dijelaskan kondisi penyakit diare yang di temukan pada klien dan

anggota keluarga antara lain: frekuensi, lama diare dan kondisi klinis, serta kejadian

berulang dalam keluarga masalah keperawatan yang dapat dirumuskan pada kasus

adalah kekuatan data yang ada pada kasus antara dampak klinis akibat perilaku

yang tidak sehat.

Strategi:

Rumusan masalah yang spesifik pada kasus Diare sesuai dengan data mayor yang

ditunjukan kejadian diare bukan hanya pada klien tetapi juga anggota keluarga

lainnnya menjadi acuan dalam penanganan masalah utama.

Jawaban : D

10. Pada kunjungan rumah didapatkan laki –laki berusia 45 tahun yang telah mulai

pengobatan TBC Paru sejak 1 bulan yang lalu. Hasil anamnesis: klien tidak minum

obat sejak 4 hari lalu karena merasa sudah sehat. Keluarga mengatakan nasehat

keluarga untuk tetap minum obat diabaikan.

Apakah diagnosis keperawatan utama pada kasus tersebut?

A. Perilaku kesehatan cenderung beresiko

B. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif

C. manajemen kesehatan tidak efektif


D. bersihkan jalan napas tidak efektif

E. ketidak patuhan

Pembahasan:

Data menunjukan penyemangat klien untuk minum obat karena merasa sudah

sehat. Paket Obat Anti TBC ( OAT ) tidak mengandung obat yang dapat

menurunkan gejala. Efek OAT yang tepat adalah berkurangnya gejala yang

umumnya terjadi pada bulan pertama sampai ketiga masa pengobatan.

Diagnosis keperawatan ketidak patuhan merupakan jawaban yang paling tepat.

Klien menunjukan penolakan untuk minum OAT karena merasa sudah sehat.

Jawaban yang lain tidak tepat.

Strategi:

Data pada kasus menunjukan klien tidak minum obat selama 4 hari karena telah

merasa sehat. Kondisi ini menunjukan penolakan terhadap terapi yang diberikan

atau ketidak petuhan. Pada TBC ketidak patuhan menjadi salah satu diagnosis

yang paling sering terjadi dan perlu diantisipasi atau dicegah.

Jawaban: E

11. Saat kunjungan rumah ditemui seorang perempuan usia 36 tahun. Hasil

anamnesis: salah satu anggota keluarganya menderita batuk lebih dari 3

minggu, batuk berdahak dan mengeluarkan darah, berat badan terus

menerun dan keluar keringat dingin pada malam hari. Keluarga


beranggapan penyakit yang dialami adalah batuk biasa sehingga

membeli obat bebas.

Apakah diagnosis keperawatan utama pada kasus tersebut?

A. manajemen kesehatan keluarga tidak efektif

B. Pemeilharaan kesehatan tidak efektif

C. Perilaku cenderung beresiko

D. Bersihan jalan nafas tidak efektif

E. Defisit pengetahuan tentang proses panyakit

Pembahasan:

Data pada kasus menunjukan bahwa keluarga belum memanfaatkan fasilitas

pelayanan kesehatan untuk memastikan masalah kesehatan yang dialami.

Kebiasaan keluarga menggunakan obat bebas menunjukan bagaimana cara

keluarga memelihara kesehatannya. Oleh karena itu jawaban yang paling tepat

adalah B. Jawaban A tidak tepat karena klien belum memulai pengobatan.

Jawaban C,D, dan E juga tidak tepat karena tidak sesuai dengan data.

Strategi:

Upaya keluarga pada kasus menunjukan cara mempertahankan kesehatan.

Keluhan kesehatan berupa batuk berdahak disertai batuk yang mengeluarkan

darah. Namun keluarga tidak menanggapi keluhkan dengan perhatian serius.

Kondisi ini merupakan gambaran cara keluarga memelihara kesehatan. Pada

kasus juga terdapat data kebiasaan menggunakan obat bebas dan klien belum ke

fasyankes walaupun keluhan kesehatan telah berlangsung selama 3 minggu.


Jawaban : B

12. Saat kunjungan rumah didapatkan seorang laki – laki berusia 25 tahun. Hasil

pengkajian klien mengatakan sudah 2 bulan minum OAT, sesak mulai berkurang,

sering lupa minum obat dan tidak nyaman jika memakai masker. Klien tinggal

bersama istri dan 2 anak dengan usia 3 tahun dan 5 tahun. Rumah terlihat

lembab, jendela diruang tamutidak dapat dibuka, kamar tidur tidak berjendela.

Apakah diagnosis keperawatan yang tepat pada kasus tersebut?

A. pemeliharaan kesehatan tidak efektif

B. koping keluarga tidak efektif

C. koping individu tidak efektif

D. pola napas tidak teratur

E. ketidakpatuhan

Pembahasan :

Pada kasus terdapat data sesak mulai berkurang dan sering lupa minum obat.

Hal ini menunjukkan klien tidak patuh minum OAT yang dapat mengakibatkan

klien tidak sembuh total. Diagnosis koping individu maupun koping keluarga

tidak efektif tidak dapat ditegakkan karena tidak ada data validasi. Data

frekuensi napas juga tidak ada sehingga opsi jawaban D tidak dapat dipilih. Opsi

jawaban ketidakpatuhan adalah yang paling tepat.


Stategi :

Kasus menggambarkan keperawatan keluarga level 1 yaitu keperawatan yang

diberikan pada individu dalam keluarga. Pada kasus terdapat data klien sering

lupa minum obat. Hal ini menunjukkan rendahnya efikasi diri atau keyakinan

klien untuk sembuh sehingga minum OAT belum menjadi aktivitas prioritas yang

haarus selalu dilakukan.

Jawaban : E

13. Hasil kunjungan rumah didapatkan data seorang perempuan berusia 35 tahun,

mengatakan sudah 6 kali diare, BAB warna kuning, encer, frekuensi lebih dari 3

kali, menegluh mual dan muntah saat makan atau minum, kaki merasa kram dan

merasa sakit. Hasil pengkajian : berat badan 45 Kg, turgor kulit kembali lambat,

suhu 37,5 C, frekuensi nadi 86x/menit, RR: 18X/menit.

Apakah diagnosis keperawatan pada kasus tersebut?

A. ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan

B. risiko peningkatan keseimbangan cairan

C. riso tidak seimbang elektrolit

D. risiko ketidakseimbangan cairan

E. defisiensi kesehatan keluarga

Pembahasan :

Pada kasus sudah dijelaskan kondisi penyakit diare yang ditemukan dikeluarga

pada klien antara lain : frekuensi, lama diare dan kondisi klinis, masalah
keperawatan yang dapat dirumuskan pada kasus adalah kekkuatandata yang

ada pada kasus antara dampak klinis akibat dehidrasi.

Strategi :

Rumusan masalah yang spesifik pada kasus Diare sesuai dengan data mayor

menjadi acuan dalam penanganan masalah utama.

Jawaban : C

14. Pada kunjungan rumah, seorang perempuan berusia 50 tahun mengalami

kesulitan berjalan, mengeluh kaki terasa kaku, nyeri pada kedua kaki bila

digerakkan dengan skala nyeri 7 dari rentang 10. Klien menggunakan tongkat

sebagai alat bantu jalan. Nilai hasil pengkajian Barthel indeks 80

( ketergantungan sebagian ). Klien mempunyai riwayat post stroke 2 kali. Hasil

pemeriksaan fisik : TD 150/100 mmHg, nadi 80x/menit, suhu normal, RR

30x/menit.

Apakah diagnosis keperawatan pada kasus tersebut?

A. gangguan interaksi

B. gangguan immobilisasi

C. risiko tinggi jatuh/injuri

D. kerusakan mobilitas fisik

E. gangguan rasa nyaman nyeri


Pembahasan :

Data pada kasus tersebut menunjukkan tingkat nyeri klien tinggi ( 7 dari 10 ).

Efek stroke dapat mempengaruhi fungsi musculoskeletal berupa menurunnya

kemampuan klien melakukan pemenuhan kebutuhan dasar sampai dengan

menurunnya mobilitas klien. Selain itu stroke juga mempengaruhi kemampuan

klien berinteraksi. Pada kasus, data yang paling perlu diperhatikan adalah nyeri

oleh karena itu pilihan jawaban yang paling tepat adalah E.

Jawaban : E

15. Saat kunjungan rumah ditemui pria berusia 25 tahun. Hasil anamnesis : Klien

mengatakan mendapatkan Obat Anti Tuberculosis ( OAT ) tapi mual kalau

diminum. Keluarga mengatakan tidak tahu apa yang harus dilakukan agar klien

mau minum OAT.

Apakah tujuan keperawatan keluarga yang harus dilakukan ?

A. meningkatkan pengetahuan keluarga tentang OAT

B. meningkatkan kemampuan keluarga dalam memotivasi klien

C. meningkatkan kemampuan keluarga merawat klien dengan OAT

D. meningkatkan kesadaran keluarga akan bahaya penyakit TBC Paru

E. meningkatkan pemanfaatan fasyankes dalam mengatasi efek samping

OAT

Pembahasan:
Tujuan keperawatan mengacu pada penyelesaian etioogi dari diagnosis

keperawatan yang ditegakkan. Peremususan tujuan pada asuhan keperawatan

keluarga harus menggambarkan kemampuan dan tanggung jawab keluarga

terhadap lima tugas kesehatan keluarga. Pada kasus, data menunjukan

kesulitan keluarga dalam mendukung klien menjalankan pengobatan. Hal

tersebut terkait dengan kemampuan keluarga memberikan perawat pada klien

terutama agar dapat menjalankan pengobatan sehingga jawaban yang paling

tepat adalah C. Jawaban yang lebih tepat.

Strategi:

Perumusan tujuan pada asuhan keperawatan keluarga merujuk pada lima tugas

kesehatan keluarga. Pada kasus, keluarga mengatakan tidak tahu harus

melakukan apa. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan keluarga

terbatas dalam merawat anggota keluarganya yang sakit TBC Paru.

Jawaban : C

4.5.4.3 Contoh Soal Intervensi/Implementasi dan Pembahasan

16. Dalam kunjungan rumah ditemui seorang pria berusia 35 tahun, mengeluh

batuk dalam sebuah terakhir, nafsu makan berkurang, berat badan turun 5 kg

dalam 1 bulan dan merasa demam. Hasil observasi didapatkan data: klien

membuang ludah sembarangan, tidak ada jendela di kamar tidur, pertukaran

udara hanya dari sumber pintu masuk. Keluarga mengatakan klien batuk darah

sudah 3 kalia dalam seminggu ini dan tidak tahu harus melakukan apa.
Apakah intervensi yang perlu segera dilakukan pada kasus tersebu?

A. Mengajarkan pemeriksaan fisik

B. Melakukan pemeriksaan fisik

C. Mengajarkan batuk efektif

D. Mengajarkan memeriksa dahak BTA

E. Mengajarkan cara membuang ludah yang benar

Pembahasan:

Gejala batuk lebih dari 3 minggu, berkurangnya nafsu makan, penurunan berat

badan dan merasa demam merupakan tanda dan gejala TBC yang perlu

diwaspadai. Penegakan diagnosis medis untuk TBC perlu segera dilakukan agar

pengobatan dapat segera dimulai. Hasil pemeriksaan penunjang penting pada

diagnosis TBC adalah pemeriksaan BTA. Oleh karena itu intervensi yang perlu

segera dilakukan perawat adalah menganjurkan klien untuk melakukan

pemeriksaan daha BTS.

Strategi:

Prinsip penegakan diagnosis TBC adalah hasil BTA positif dari pemeriksaan

sputum. Pada kasus terinformasi jika keluarga tidak tahu harus melakukan apa

padahal klien sudah 3 kali batuk darah dalam seminggu ini. Hal ini menjadi

dasar untuk menganjurkan keluarga melakukan pemeriksaan dahak BTA

Jawaban: D
17. Saat kunjungan rumah ditemui laki – laki berusia 38 tahun. Hasil anamnesis: klien

di diagnosis TBC Paru. Hasil observasi: klien tampak lemah sehingga tidak mampu

bekerja. Istrinya mengatakan malu dengam tetangga karena suami sakit – sakitan

dan tidak mau berhubungan seksual karena takut ketularan.

A. Ajarkan batuk efektif

B. Anjurkan diet gizi seimbang

C. Berikan informasi tentang cara penularan TBC

D. Sediakan wadah tertutup untuk menampung ludah

E. Anjurkan istri tidak perlu malu dengan penyakit suami

Pembahasan:

Data menunjukan ketakutan istri tertular TBC. Hal ini menunjukan pemahaman

keluarga tentang proses penularan belum benar. Stigma juga ditunjukan oleh

keluarga. Jawaban yang paling tepat adalah pemberian informasi tentang cara

penularan agar dapat menurunkan ketakutan keluarga. Jawaban yang lain tidak

tepat karena tidak secara langsung menyelesaikan masalah.

Strategi:

TBC Paru sebagai penyakit menular sering menjadi mitos di masyarakat.

Seringkali pennderita TBC mendapat stigma baik dari keluarga maupun

masyarakat. Stigma TBC dipengaruhi oleh pengetahuan tentang proses

penularan. Oleh karena itu pemberian informasi terkait penularan TBC Paru

perlu dilakukan.
Jawaban : C

18. Pada kunjungan rumah ditemui seorang laki – laki berusia 56 tahun telah di

diagnosis TBC Paru sejak 4 bulan yang lalu. Klien mengatakan kalau berjalan atau

melakukan aktivitassesaknya bertambah. Klien tersebut merasa sangat terganggu

dengan keluhan itu.

Apakah intervensi keperawatan yang dapat dilakukan?

A. Melatih batuk efektif

B. Menyarankan memakai alat bantu jalan

C. Membantu memenuhi kebutuhan dasar klien

D. Mengajarkan cara berjalan yang aman

E. Melatih relaksasi napas dalam

Pembahasan:

Pada kasus TBC kebutuhan dasar yang paling terganggu adalah fungsi respirasi.

Teknik relaksasi napas dalam bertujuan untuk meningkatkan ventilasi alveoli,

mencegah atelektasi paru dan memelihara pertukaran gas. Pada kasus, klien

merasa sesak saat melakukan aktivitas. Jawaban yang paling tepat adalah E.

Jawaban B,C dan D tidak tepat karena tidak terkait dengan kebutuhan respirasi.

Strategi:

Sesak merupakan data yang menunjukan tidak terpenuhinya kebutuhan respirasi

seseorang dengan TBC. Pemberian intervensi keperawatan yang sesuai dengan

kebutuhan fungsi pernafasan adalah latihan relaksasi nafas dalam.


Jawaban: E

19. Seorang perawatan menggunakan media slide dalam pemberian pendidikan

kesehatan tentang risiko penularan TBC Paru pada sebuah keluarga. Pada slide

tampak ilustrasi foto anak yang mengalami penularan TBC Paru. Wajah anak

tersebut terlihat jelas tanpa disamarkan atau ditutupi.

Prinsipi etik manakah yang dilanggar oleh perawat dalam kasus?

A. nonmalefincence

B. confidentiality

C. beneficence

D. anonymity

E. fidelity

Pembahasan:

Kerahasiaan atau confidentiality merupakan prinsip etik yang harus dilakukan

perawat untuk menjaga privasi klien dan keluarga. Pilihan jawaban lain tidak

terkait dengan menjaga privasi.

Strategi:

Kaidah dasar bioetik terdiri dari beneficence, non maleficence, authonomy dan

justice. Confidentiality merupakan prinsip etik dari beneficence yang bertujuan

untuk melindungi privasi klien.


Jawaban: B

20. Pada kunjungan rumah didapatkan perempuan berusia 56 tahun. Hasil

pengkajian di dapatkan data klien mengatakan pundaknya terasa berat, TD

160/100mmHg, frekuensi nadi 127x/menit. Klien sudah melakukan pengobatan

alternative selama 5 tahun sejak dinyatakan menderita hipertensi. Klien

meminum air yang sudah di bacakan do’a.

Apakah tindakan yang tepat dilakukan pada kasus tersebut?

A. Menjelaskan bahwa pengobatan yang sudah dilakukan salah

B. Menyelesaikan keluarga yang lebih mempercayai pengobatan alternative

C. Mendiskusikan dengan klien dan keluarga bahwa air yang diminuum

tercemar

D. Menjelaskan penyebab hipertensi, perawatan dan terapi yang diperlukan

klien

E. Mendiskusikan kemungkinan pertentangan pengobatan alternative

dengan hipertensi

Pembahasan:

Pada kasus ditampilkan data maladaptive terkait pengelolaan hipertensi pada

klien. Tanda – tanda vital klien juga tidak dalam batas normal. Klien dan

keluarga belum menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengatasi

hipertensi yang dialami. Perawat perlu memberikan informasi terkahir hipertensi

dan cara perawatan yang tepat tanpa menginggung perasaan keluarga. Jawaban

D adaah jawaban yang paling tepat.


Strategi:

Pemberian tindakan keperawatan pelu didasari dengan penerapan kaidah dasar

boetik. Pada kasus, perawatan diharapkan dapat menerapkan kaidah

beneficence. Perawat diharapkan mampu memberikan pelayanan yang

meningkatkan kemanfaatannya untuk klien dan keluarga. Pada kasus, keluarga

belum menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini menunjukkan bahwa

keluarga belum mengetahui penyakit hipertensi dan cara mengatasinya.

Jawaban : D

21. Pada kunjungan rumah perawat mendapatkan bahwa keluarga telah menyiapkan

pengobatan non farmakologi untuk klien. Keluarga klien menjelasakan bahwa

mereka ingin mengonsumsi herbal untuk membantu menurunkan tekanan darah

klien.

Apakah tindakan yang harus dilakukan perawat?

A. anjarkan keluarga cara mengukur tekanan darah

B. beritahu keluarga efek pengobatan hipertensi dengan herbal

C. izinkan keluarga menggunakan herbal apapun sesuai keyakinannya

D. anjurkan keluarga untuk mendiskusikan penggunaan herbal dengan

dokter

E. beritahu keluarga bahwa herbal tidak aman dan seharusnya tidak

digunakan sama sekali.


Pembahasan :

Data pada kasus menunjukkan bahwa keluarga menggunakan pengobatan

alternative berupa herbal untuk mengatasi hipertensi. Pengobatan dengan

herbal belum dapat dibuktikan efektif menurunkan tekanan darah berdasarkan

penelitian. Namun demikian, perawat harus menghargai keinginan keluarga

dengan tetap mengarahkan untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan.

Perawat juga tidak dibenarkan mengajarkan klien melakukan pengukuran

tekanan darah karena interpretasi hasil pengukuran memerlukan pengetahuan

klinis tentang hipertensi. Oleh karena itu, jawaban yang paling tepat adalah D.

Strategi :

Hipertensi adalah suatu kondisi kesehatan yang memerlukan pemantauan dari

petgugas kesehatan agar dampak yang lebih buruk dapat dicegah. Namun

demikian upaya pengendalian hipertensi dengan cara non farmakologi di

masyarakat berkembang tanpa dapat dibatasi. Perawat dapat berkontribusi

dalam pengelolaan hipertensi dengan upaya mengarahkan penggunaan fasilitas

pelayanan kesehatan.

Jawaban : D

22. Pada kunjungan rumah ditemui seorang perempuan usia 59 tahun mengeluh

pusing. Klien menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan saat ini tinggal
bersama cucunya yang berusia 18 tahun, karena kedua orang tuanya meninggal.

Klien masih sering kesawahan, jarang memeriksa diri ke puskesmas karena

keterbatasan biaya. Hasil pemeriksaan fisik: TD: 150/80 mmHg, N : 75 x/menit.

Apakah tindakan yang paling tepat pada kasus tersebut?

A. anjurkan klien untuk banyak istirahat

B. anjurkan cucu klien untyuk menjaga klien

C. anjurkan klien untuk makan makanan yang sehat

D. memantau klien secara rutin dengan kunjungan rumah

E. minta staff desa untuk lebih memperhatikan klien yang tinggal hanya

dengan cucunya.

Pembahasan :

Data yang menonjol pada kasus adalah rendahnya akses ke pelayanan kesehatan

karena factor ekonomi. Tanda – tanda vital masih dalam atas normal. Tindakan

yang paling tepat adalah mendekatkan layanan kesehatan pada klien . Oleh

Karen itu jawaban yang paling tepat adalah D.

Strategi :

Akses ke pelayanan kesehatan merupakan salah satu penyebab rendahnya

kemampuan masyarakat untuk mempertahankan kesehatannya. Upaya yang

perlu dilakukan perawat adalah mendekatkan layanan kesehatan yaitu dengan

melakukan kungjungan rumah secara rutin.

Jawaban : D
1. Contoh Soal Evaluasi dan Pembahasan

23. Saat kunjungan rumah duidapatkan klien perempuan berusia 10 tahun, klien

mengatakan sudah 2 haeri diare, BAB cair, frekuensi lebih dari 3 kali/hari

mengeluh mual dan muntah saat makan atau minum. Hasil pemeriksaan fisik :

turgor kulit kembali lambat, suhu 37,5 C, Nadi 100 x/menit. Klien belum dibawa

ke pelayanan kesehatan. Keluarga mengatakan cukup diberi minuman herbal.

Perawat membneri penyuluhan dampak diare pada kesehatan.

Apakah evaluasi pada tindakan perawat tersebut ?

A. keluarga dapat menyebutkan makanan yang sehat begi pertumbuhan

B. keluarga membawa klien ke pelayanan kesehatan

C. keluarga dapat menyediakan makanan yang sehat

D. anggota keluarga pertumbuhan baik

E. anngota keluarga tidak jajan diluar

Pembahasan :

Pada kasus sudah dijelaskan kondisi klinis klien yang mengalami diare dan

intervensi yang sudah dilakukan perawat yang perlu ditindaklanjuti oleh keluarga

yang dapat dievaluasi baik pengetahuan, sikap dan tindakan yang dipengaruhi

pemberian tindakan keluarga dalam membawa klien kepelayanan kesehatan

dengan kondisi klinik seperti kasus yang hanya diberikan terapi alternative.

Strategi :
Evaluasi secara prinsip adalah evaluasi sumatif dan evaluasi formatif terhadap

tindakan keperawatan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas intervensi dan

tindaklanjut proses keperawatan yang akan diberikan pada klien terkait

pengetahuan, sikap dan tindakan.

Jawaban : B

24. Saat kunjungan rumah didapatkan data : perempuan berusia 1 tahun, anus dan

daerah sekitarnya lecet, nak terlihat cengeng. Keluarga mengatakan sudah 6 hari

anak diare BAB warna kuning, encer, frekuensi lebih dari 3 kali, tiap BAB anak

dibersihkan menggunakan tissue, anak mau makan dan minum, sudah dibawa

kepelayanan kesehatan. Hasil pengkajian : Turgor kulit lambat, suhu 37,5

C.Frekuensi Nadi 112x/menit. Perawat malatih keluarga cara membersihkan

apabila anak BAB.

Apakah evaluasi pada tindakan keperawatan tersebut?

A. keluarga dapat menyebutkan langkah – langkah perawatan luka lecet

B. keluarga dapat membersihkan anak saat BAB dengan benar

C. keluarga menyebutkan cara membersihkan anak saat BAB

D. keluarga membawa anak ke pelayanan kesehatan

E. keluarga mengatasi luka lecet anak sembuh

Pembahasan:

Pada kasus sudah di jelaskan kondisi klien yang mengalami diare dan intervensi

yang sudah dilakukan perawat yang perlu ditindak lanjuti oleh keluarga yang
dapat di evaluasi baik pengetahuan, sikap dan tindakan dalam kasus ini yang

diharapkan adalah peran keluarga dalam merawat anggota keluarga yang dapat di

evaluasi baik pengetahuan, sikap dan tindakan dalam kasus ini yang diharapkan

adalah peran keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit yang dapat

dilaksanakan secara mandiri oleh keluarga.

Strategi:

Evaluasi secara prinsip adalah evaluasi sumatif dan formatif terhadap tindakan

keperawatan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas intervensi dan tindak

lanjut proses keperawatan yang akan diberikan pada klien terkait pengetahuan,

sikap dan tindakan. Hasil pelatihan keluarga diharapkan keluarga mampu

tindakan. Hasil pelatihan keluarga diharapkan keluarga mampu bertindak atau

ketrampilan spikomotor.

Jawaban: B
Daftar Pustaka Utama:

Friedman, M. R., Bowden, V.R., Jones, E. ( 2003 ). Family Nursing.

Research Theory and Practice. 5th Edition, Appleton & Large. USA.

Harmon H, Shirley May & Sherly Thalman B ( 1996 ), Family Health Care

Nursing – Theory Pracice and Research. F.A. Davis Company Philadelphia

Riasmini, et.al ( 2017 ). Panduan Asuhan Keperawatan Individu, keluarga, Kelompok dan

Komunitas dengan Modifikasi NANDA, ICNP, NOC, dan NIC di Puskesmas dan

masyarakat. UI – Press.

DPP PPNI. 2016. Standar diagnosis keperawatan Indonesia, definisi dan indicator diagnostic,

DPP PPNI.
4.6. Materi, Pedenkatan Proses Keperawatan dan Soal Keperawatan Gerontik

4.6.1. Sistem Pernapasan

4.6.1.1. Perubahan Fisiolagi Sistem Pernapasan dan Kasus yang Sering Terjadi

Pada Lansia terjadi perubahan fisiologi pada system pernapasan yang menyebabkan

frekuensi pernapasannya menjadi meningkat. Menurun kapasitas vital paru, recoil

paru dan kekuatan otot dinding dada yang menjadi penyebab meningkatnya

frekuensi napas normal menjadi 16 – 24 kali permenit ( Miller, 2012 ). Kasus

gangguan pernapasan yang paling banyak ditemui pada lansia adalah Penyakit Paru

Obstruktif Kronis ( PPOK ) dengan penyebab utama rokok dan polutan lainnya.

4.6.1.2. Pendekatan Proses Keperawatan

A. Pengkajian: Pada lansia perlu dilakukan observasi pada kedalaman napas,

penggunaan otot bantu napas ( klavicula cuping hidung, retraksi dinding dada )

dan frekuensi napas ( Miller, 2012 ). Pemeriksaan diagnostic rontgen paru


dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi atau seberapa luas permukaan paru

yang terganggu.

B. Diagnosis Keperawatan: Gangguan pola napas adalah diagonisis yang paling

sering kita temui pada lansia dengan kelluhan pernapasan baik pada kondisi

fisiologi maupun patologis. Di keluarga masalah pernapasan dapat diberikan

diagnosis gangguan perilaku kesehatan beresiko dan ketidak efektifan

manajemen kesehatan ( Herdman & Kamitsuru, 2018 ). Diagnosis ini perlu

dilengkapi dengan pengetahuan klien tentang masalah kesehatan yang

dialaminya.

C. Intervensi/Implementasi: Perawat dapat memberikan latihan pernapasan

dengan pursed lip breathing untuk meningkatkan asupan oksigen dan kapasitas

paru. Selain itu batuk efektif, suction, fisioterapi dada, manajemen jalan napas

dan pemberian oksigen merupakan intervensi keperawatan yang dapat

diberikan pada lansia dengan masalah pernapasan ( Bulechek, 2013 ).

D. Evaluasi: Evaluasi yang diharapkan dari kondisi ini adalah frekuensi napas dalam

batas normal dan tidak adanya suara napas abnormal ( wheezing, cracles,

ronchi ).

4.6.2. Sistem Kardiovaskuler

4.6.2.1. Perubahan Fisiologi Lansia dan Kasus Yang Sering Dijumpai

Kekakuan dan munculnya plak disenpanjang pembuluh darah membuat

resistensi pada aliran darah meningkat, hal ini mengakibatkan tekanan darah

pada lansia cenderung meningkat ( Meiner, 2015 ). Perubahan normal yang

terjadi pada otot dan katup jantung juga menyebabkan pompa darah

keseluruhan tubuh tidak optimal, hal ini membuat lansia beresiko mengalami
gagal jantung. Hipertensi ( HT ) dan Chronic Heart Failure ( CHF ) adalah kondisi

patologis yang sering pada lansia.

4.6.2.2. Pendekatan Proses Keperawatan

A. Pengkajian: Pengukuran tekanan darah dan mengetahui tanda gejala HT dan

CHF penting untuk mengetahui sedari dini adanya masalah/kondisi patologis

pada lansia. Di rumah sakit Cardio Thorax Ratio (CTR) perlu diketahui untuk

mengetahui adanya pembesaran pada otot jantung. Hasil elektrokardigrafi (EKG)

juga perlukan untuk menetahui adanya gangguan pada konduksi listrik otot

jantung.

B. Diagnoosis Keperawatan : Pada lansia diagnosis yang mungkin muncul pada

system ini diantaranya adalah ketidakstabilan tekanan darah, sindrom lansia

lemah dan intoleransi aktivitas ( Herdman & Kamitsuru, 2018 ). Diagnosis diatas

ditandai dengan adanya ketidakstabilan hemodinamik, mengalami lebih dari

satu gangguan tubuh dan adanya ketidakcukupan energy yang dibutuhkan untuk

melakukan aktivitas yang ditandai dengan kelelahan.

C. Intervensi dan Evaluasi : Perawat perlu melakukan monitoring tanda – tanda

vital, manajemen energy dan aktifitas, bantuan perawatan diri, relaksasi ataupun

edukasi. Lansia tidak dapat memiliki kondisi normal seperti pada dewasa,

stabilnya tekanan darah tanpa adanya keluhan dan tanda gejala dapat menjadi

evaluasi keberhasilan intervensi.

4.6.3. Sistem Persyarafan dan Perilaku

4.6.3.1. Perubahan Fisiologis dan Kasus Yang Banyak Ditemukan


Pada lansia, sel syaraf mengalami degenarasi sekitr 25% - 40% dan otak atropi,

neurotransmitter otak lansia juga menurun. Perubahan – perubahan ini membuat

pengantaran impulse antar sel syaraf mengalami gangguan. Kemampuan mengingat

dan belajar lansia akan mengalami penurunan, juga response lansia terhadap sesuatu

juga akan cenderung melambat, akan tetapi demensia atau kepikunan bukanlah

bagian normal bari penuaan. Secara kepribadian, lansia tidak mengalami perubahan.

Perubahan emosi yang terjadi pada lansia sering disebabkan karena adanya masalah

psikososial seperti depresi.

Kasus yang biasa ditemukan akibat adanya gangguan fungsi persyarafan pada lansia

adalah terjadinya demensia. Demensia merupakan nama untuk sindrom otak

progresif yang mempengaruhi memori, proses berpikir, perilaku dan emosi.

Demensia menyebabkan seseorang akan sangat bergantung pada orang lain untuk

pemenuhan kebutuhan aktivitas harian ( Alzheimer’s Disease International, 2016 ).

Selain itu, lansia banyak yang mengalami depresi yang merupakan respon umum dari

adanya penyakit serius yang ia alami. Di samping itu, lansia juga berpotensi

mengalami delirium. Delirium sering dialami sebagai akibat dari kondisi kesehatan

secara umum, keracunan akibat penggunaan obat atau kombinasi dari semuanya

(Meiner, 2015).

4.6.3.2. Pendekatan Proses Keperawatan

A. Pengkajian : pengkajian system neurologi meliputi penilaian tingkat kesadaran,

pengkajian status mental misalnya dengan menggunakan Mini-Mental Status

Examination (MMSE); the Mini Cog., pengkajian pupil, pengkajian perilaku,


pengkajian diagnostic: CT Scan, MRI, dan Elektroencephalography (EEG),

pengkajian laboratorium: CSF, pemeriksaan darah lengkap, urinalis, hati, ginjal,

APOE. Pemeriksaan diagnostic ditunjukan untuk menegakkan kemungkinan

adanya infark atau tumor. Pemeriksaan darah (misalnya : ureum) bisa

menegakkan penyebab delirium pada lansia.

B. Diagnosis Keperawatan : diagnosis yang dapat diangkat terkait perubahan

system persyarafan adalah konfusi, risiko jatuh, risiko cidera, gangguan pola

tidur, hambatan memori, konfusi akut, dan konfusi kronik.

C. Intervensi/Implementasi : secara umum, perawat perlu memperhatikan

pemenuhan kebutuhan fisik dan rasa aman. Penting pula berkomunikasi kepada

lansia dengan sederhana dan jelas, mengorientasikan kepada realita dan

memotivasi lansia untuk tetap melakukan interaksi dengan lingkungan.

D. Evaluasi : evaluasi mencakup terpenuhinya hidrasi dan nutrisi lansia, tidak

mengalami cidera, tidak ada perilaku sulit (BPSD/Behavioral Psychological

Symptom of Dementia) yang muncul pada lansia dengan demensia seperti :

agresif dan gelisah. Lansia terlibat aktif dalam kegiatan harian.

4.6.4. Sistem Ginjal dan Saluran Kemih

4.6.4.1. Perubahan fisiologis dan kasus yang banyak dijumpai

Perubahan fisiologis pada system ginjal dan saluran kemih yang sering terjadi seiring

dengan proses penuaan adalah penurunan kapasitas kandung kemih. Dengan

penurunan kapasitas tersebut dapat menyebabkan terjadinya nocturia, peningkatan

urgensi dan frekuensi berkemih. Seiring dengan proses menua, mukosa uretra juga

semakin menipis yang juga dapat mengakibatkan peningkatan urgensi dan frekuensi
berkemih. Khususnya pada laki – laki, pembesaran prostat (BPH) merupakan sebuah

kondisi yang sering ditemui. Semua perubahan tersebut diatas menyebabkan angka

kejadian inkontinesia urin meningkat seiring dengan peningkatan usia.

4.6.4.2. Fokus pendekatan proses keperawatan

A. Pengkajian : mengidentifikasi pola BAK dan BAB, kemampuan mengosongkan

kandung kemih dengan tunas, kekuatan otot – otot dasar panggul dan adanya

distensi kandung kemih.

B. Diagnosis : menegakkan diagnosis gangguan eliminasi urin dan inkontinensia

urin.

C. Intervensi/Implementasi : melakukan edukasi perubahan gaya hidup dengan

melakukan pola BAK rutin, pengaturan minum, perubahan lingkungan dan

penggunaan diapers, melakukan terapi konservatif seperti pemasangan pampers

dan latihan otot – otot dasar panggul.

D. Evaluasi : peningkatan pola BAK setelah diberi intervensi, peningkatan

kemampuan mengenali keinginan berkemih, peningkatan kemampuan

mengosongkan kandung kemih dengan tuntas, peningkatan kekuatan otot – otot

dasar panggul dan hilangnya distensi kandung kemih.

4.6.5. Sistem Pencernaan

4.6.5.1. Perubahan fisiologis dan kasus yang banyak dijumpai

Perubahan fisiologis pada system pencernaan yang sering terjadi seiring dengan

proses penuaan adalah penurunan sensori kecap (terutama asin dan manis),

penurunan motilitas esophagus (efek pada disfagia, heartburn, muntah makanan


yang tidak tercerna efek selanjutnya pada nutrisi kurang, dehidrasi) penurunan

sekresi asam lambung, enzim dan motilitas, atropi usus halus, permukaan mukosan

penipisan villi dan penurunan sel epitel (efek pada absorpsi lemak dan B12),

penurunan sekresi mukosa dan elastisitas, penurunan tekanan spincter internal dan

eksternal ( efek pada inkotinensia ), dan penurunan impulasi syaraf ( efek pada

penurunan rangsang defekasi dan konstipasi ). Kasus system pencernaan yang

banyak dijumpai adalah malnutrisi, inkontinensia bowel/inkotinensia fekal dan

konstipasi.

4.6.5.2. Proses Keperawatan

A.Pengkajian: mengidentifikasi adanya gangguan menelan dan pola BAB.

B.Diagnosis Keperawatan: menegakan diagnosis gangguan menelan, risiko aspirasi,

ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, inkontinensia bowel,

konstipasi da diare.

C. Intervensi/Implementasi: melakukan edukasi perubahan gaya hidup dengan

melakukan pola BAB rutin, perubahan lingkungan dan penggunaan diapers,

melakukan pencegahan cidera aspirasi akibat gangguan menelan, melakukan

edukasi perubahan gaya hidup ( menganjurkan pola BAB yan rutin dan

manajemen diet ), perubahan lingkungan dan penggunaan diapers, melakukan

edukasi perubahan gaya hidup dengan meningkatkan asuan serat, cairan dan

aktivitas fisik, menjaga kebersihan mulut, melakukan manajemen nutrisi, yang

aktivitasnya meliputi melakukan modifikasi lingkungan untuk mendukung

makan, memilih makan kesukaan, menghitung jumlah kebutuhan dan

melibatkan keluarga dalam memberikan motivasi untuk makan.


D.Evaluasi: peningkatan pola BAB, tidak terjadi aspirasi, status nutrisi meningkatkan

perbaikan konsistensi feses setelah pemberian terapi diare.

4.6.6. Sistem Penginderaan

4.6.6.1. Perubahan Fisiologi dan Kasus yang Banyak Ditemukan

Sistem penginderaan terdiri dari 5 bagian. Namun, perubahan penginderaan

yang akan sangat mempengaruhi lansia adalah perubahan yang terjadi pada

fungsi penglihatan dan pendengaran. Kondisi yang terjadi fungsi penglihatan

lansia adalah kemampuan akomodasi melambat, produksi air mata menurun, sel

retina menurun serta cairan bola mata terganggu. Pada lansia akan sering

ditemukan kondisi mata kering. Hal ini merupakan akibat dari menurunya

produksi air mata, dan perubahan pada kelopak mata lansia ( Ectropion &

entropion ). Akibat sel retina yang menurun, kemampuan lansia untuk

membedakan beberapa warna seperti hijau, biru dan ungu ( Meiner, 2015 ).

Selain itu, lansia juga mengalami kesulitan untuk beradaptasi terhadap cahaya.

Misalnya untuk cepat beradaptasi terhadap cahaya. Misalnya untuk cepat

beradaptasi dari kondisi terang ke gelap. Cairan bola mata lansia akan

meningkat, hal ini terjadi akibat adanya sumbatan pada saluran anterior mata.

Terkait dengan gangguan lensa mata, banyak lansia akan mengalami katarak.

Fungsi pendengaran lansia pun akan mengalami penurunan. Membran timpanik

akan menebal dan serumen telinga cenderung menumpuk dan keras. Lansia

akan mengalami masalah pendegaran: tuli penumpukan serumen ). Kesulitan

mendengar ini akan membuat lansia mengalami kesulitan berkomunikasi dan

akan terisolasi dengan lingkungan .


4.6.6.2. Pendekatan Proses Keperawatan

A. Pengkajian: perawat perlu memperhatikan adanya kehilangan fungsi

pendengaran, tinitas, nyeri pada telinga. Selain itu perhatikan adanya

perubahan pada fungsi penglihatan berupa: arkus senilis, nyeri, kemerahan dan

kekeringan pada mata.

B. Diagnosis Keperawatan: diagnosis yang bisa diangkat terkait fungsi

penginderaan adalah risiko jatuh, risiko cidera, hambatan komunikasi verbal,

nyeri, isolasi sosial.

C. Intervensi/Implementasi: Upaya yang bisa dilakukan perawat untuk mengatasi

masalah pada fungsi penginderaan adalah menggunakan cara komunikasi yang

benar. Jika tuli disebabkan karena adanya penumpukan kotoran di telinga, maka

perlu dilakukan irigasi telinga supaya tuli konduktif teratasi. Jika terjadi

kekeringan pada mata, maka perlu dikolaborasikan kepada dokter mata untuk

diberikan obat tetes mata. Selain itu perlu melakukan management lingkungan

agar terhindar dari jatuh.

D. Evaluasi: keberhasilan tindakan terlihat dengan tidak adanya hambatan dalam

berkomunikasi serta lansia tidak mengalami cidera.

4.6.7. Sistem Muskuloskeletal

4.6.7.1. Perubahan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal dan Kasus Yang Sering Terjadi

Sistem musculoskeletal terdiri atas otot tulang dan sendi, yang kesemuanya

mengalami perubahan akibat proses menua. Semakin bertambahnya usia

kepadatan tulang akan semakin berkurang, terutama pada tulang belakang, hal

ini yang menjadi penyebab lansia mengalami penurunan tinggi badan ( Miller,
2012 ). Kekuatan otot menjadi menurun karena adanya atropi sel otot yang

digantikan jaringan ikat. Penurunan produksi minyak sinovia, menyebabkan

pergeseran antar sambungan tulang, terutama pada tulang yang menompang

berta badan tubuh sering kali menimbulkan keluhan nyeri pada sendi.

Gangguan pada system musculoskeletal barupa radang sendi atau arthritis

merupakan keluhan yang sangat sering dialami lansia. Arthritis terdiri dari

beberapa jenis diantaranya adalah asam urat ( metabolic arthritis ),

Osteoarthirits ( OA ), Rheumatoid Arthritis ( RA ). Selain itu masalah kepadatan

tulang yag mengalami penurunan secara drastic juga dapat menjadi kondisi

patologis yang disebut dengan osteoporosis.

Gangguan pada system ini dapat menyebabkan pada gangguan gaya berjalan

dan keseimbangan lansia dan berakhir pada tingginya risiko jatuh. Jatuh pada

lansia sering tidak menyebabkan gangguan berarti, namun dapat menjadi

kematian bagi lansia ( Ebersole, 2005 ). Resiko jatuh berkaitan juga dengan

kondisi pada system lain seperti gangguan penglihatan dan juga keamanan

lingkungan serta penggunaan alat bantu jalan ( Miller 2012 ).

4.6.7.2. Pendekatan Proses Keperawatan

A. Pengkajian: Perawat perlu mengobservasi gaya berjalan, mengukur kekuatan

otot dan mengkaji keseimbangan serta risiko jatuh pada lansia. Pengkajian risiko

jatuh pada lansia. Pengkajian risiko jatuh dan status keseimbangan dapat

menggunakan Morse Fall Scale ( MFS ) dan Berg Balance Scale ( BBS )

B. Diagnosis Keperawatan : Pada domain mobilisasi diagnosis keperawatan yang

sering muncul pada lansia adalah hambatan di tempat tidur, hambatan berdiri,
hambatan mobilitas berkusi roda, hambatan di tempat tidur, hambatan berdiri,

hambatan berdiri, hambatan berjalan dan risiko jatuh ( Herdman & Kamitsuru,

2018 ). Perawat perlu memahami setiap perbedaan diagnosis tersebut dengan

mengetahui definisi dan batasan karakterisktiknya.

C. Intervensi/Implementasi: Perawat dapat memberikan latihan fisik seperti

latihan keseimbangan, rentang pergerakan sendi, menggunakan alat bantu

jalan, bantuan berpindah, program pencegahan jatuh dan edukasi ( Bulechek,

2013 ). Program pencegahan jatuh dapat menurunkan biaya yang harus

dikeluarkan akibat cidera yang dialami lansia karena jatuh ( Morse, 2009 ).

D. Evaluasi: Evaluasi yang diharapkan dari kondisi ini adalah menurunya risiko

jatuh dan meningkatkan keseimbangan pada lansia.

4.6.8. Sistem Integumen

4.6.8.1. Perubahan Fisiologi dan Kasus yang Banyak ditemukan

Sistem integument terdiri dari bagian epidermis, dermis dan subkutan. Pada

lansia, tiap bagian ini secara fisiologi akan mengalami perubahan. Perubahan

yang terjadi di bagian kulit adalah berkurangnya serat kolagen, sehingga

mengalami kehilangan elastisitas kulit dan kulit mengalami atropi yang akan

menyebabkan aliran darah menurun sehingga lansia mudah mengalami

hipetermia. Selain itu, hipotermi juga bisa disebabkan karena adanya penurunan

lemak pada bagian subkutaneus lansia. Perubahan pada pembuluh darah di

lapisi kulit juga akan berdampak pada perlambatan penyembuhan luka di kulit

lansia. Sehingga, ketika mengalami tirah baring yang lama, lansia akan sangat

rentan mengalami luka tekan. Kelenjar minyak lansia mengalami atropi sehingga
kulit lansia akan mudah mengalami kekeringan. Hal ini perlu mendapatkan

perhatian karena kekeringan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena

kekeringan kulit akan menimbulkan rasa gatal. Kasus – kasus integument yang

banyak ditemukan pada lansia misalnya adalah: kekeringan kulit ( xorosis ),

pigmentasi, dermatitis dan mudah mengalami luka tekan.

4.6.8.2. Pendekatan Proses Keperawatan

A. Pengkajian: Perawat perlu mengobsevasi keutuhan lapisan

kulit.Perhatikan juga adanya eritema ( kuning, putih, silver, adanya plak ),

timbulnya rasa gatal. Jika terjadi luka, segera lakukan pengkajian lebih

lanjut seperti: lokasi, luas, kedalaman, discharge. Penting juga menkaji

kebiasaan yang tidak hygienis.

B. Diagnosis: diagnosis yang bisa diangkat terkait system integument

adalah: kerusakan integritas kulit, dan gangguan citra tubuh.

C. Intervensi/Implementasi: Perawat dapat menjaga kelembaban kulit

dengan menggunakan agen topical seperti pelembab atau minyak,

menjaga kebersihan kulit dan memberikan edukasi tentang perawatan

kulit.

D. Evaluasi: Hasil yang diharapkan dari intevensi yang diberikan adalah

lansia bebas dari infeksi, menunjukan perbaikan pada peradangan kulit,

peningkatan pengetahuan terkait penyebab masalah kulit, peningkatan

pengetahuan terkait penyebab masalah kulit dan perawatannya.

4.6.9. Istirahat dan tidur


4.6.9.1. Perubahan fisiologi dan kasus yang banyak dijumpai

Sebagian besar lansia mengalami insomnia yang ditandai dengan sulitnya untuk

memulai tidur, sulit untuk mempertahankan tidur yang nyenyak, sering

terbangun malam atau dini hari dan mengatuk dia siang hari. Beberapa factor

eksernal juga mempengaruhi kualitas tidur lansia diantaranya tingkat kebisingan

dan kenyamanan tempat tidur.

4.6.9.2. Proses Keperawatan

A. Pengkajian: mengidentifikasi adanya kesulitan memulai tidur, adanya kesulitan

mempertahankan tidur, adanya ketidak puasan tidur, terjaga dari tidur tanpa

sebab yang jelas, adanya kesulitan berfungsi secara optimal sehari – hari.

B. Diagnosis Keperawatan: menegakan diagnosis gangguan pola tidur.

C. Intervensi/Implementasi: melakukan intervensi perubahan gaya hidup seperti

menurunkan komsumsi makanan/minuman yang mengandung kefein,

meningkatkan kenyamanan tempat/kamar tidur, menghindari tidur siang, dan

minum air hangat sebelum tidur.

D. Evaluasi: adanya perbaikan pola tidur

4.6.10 Soal, Pembahasan, dan Strategi Mengerjakan

4.6.10.1 Contoh Soal Pengkajian dan Pembahasan

1. Seorang laki – laki berusia 62 tahun tinggal bersama keluarga dirumahnya,

mengeluh pusing, telinga berdegung, penglihatan kabur dan rasa berat di

tengkung pada perawatan yang berkunjung. Hasil pengkajian genogran,

didapatkan data orang tua klien meninggal karena serangan stroke.


Apakah pemeriksaan fisik yang tepat dilakukan pada kasus tersebut?

A. Mengukur JVP

B. Menginspirasi area dada

C. Mengukur tekanan darah

D. Menghitung frekuensi napas

E. Melakukan tes rinne dan swabach

Pembahasan:

Data berupa keluhan pusing, telinga berdengung, penglihatan kabur, rasa berat di

tengkuk, dan riwayat penyakit keluarga mengindikasikan adanya gangguan system

kardiovaskular khususnya hipertensi. Pemeriksaan fisik yang tepat dilakukan oleh

perawat kepada klien adalah mengukur tekanan darah.

Strategi:

Identifikasi keluhan – keluhan yang dirasakan klien, kemudian identifikasi data

objektif yang paling tepat dikaji untuk memvalidasijenis gangguan kesehatan pada

kasus.

Jawaban: C

2. Seorang laki – laki berusia 75 tahun tinggal di Panti Wreda. Sejak 4 hari yang lalu

mengeluh mual dan muntah, porsi makan hanya dihabiskan ¼ porsi saja. Klien
terbaring lemah di tempat tidur. Aktivitas dan rutinitas lainnya tidak bisa

dilakukan oleh klien .

Apakah data yang harus dikaji lebih lanjut pada kasus?

A. Koping individu

B. Kemampuan mobilitas

C. Aktivitas kegiatan sehari – hari

D. Jenis dan pola makan

E. Pola istirahat

Pembahasan:

Masalah yang nampak dominan pada kasus di atas adalah terkait pencernaan dan

pemenuhan nutrisi. Hal ini nampak dari data: mual – muntah , porsi makan yang

dihabiskan ¼ porsi saja. Untuk bisa menentukan masalah keperawatan yang tepat

pada lansia tersebut dibutuhkan pengkajian lebih lanjut tentang hal – hal yang

terkait pemenuhan nutrisi, seperti apa jenis makanan yang dikomsumsi oleh

lansia, apakah ada kesulitan mengunyah atau menelan.

Strategi:

Lengkapi data pada kasus di atas dengan mengkaji lebih lanjut dan yang relevan

untuk menegakan masalah keperawatan ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari

kebutuhan tubuh.

Jawaban: D
3. Saat kunjungan rumah perawat menjumpai perempuan berusia 75 tahun tinggal

bersama keluarga. Keluarga mengatakan klien lebih banyak memilih diam di

kamar, cenderung marah dan tidak ingin keluar kamar semenjak suaminya

meninggal dunia. Keluarga sudah membantu membersihkan kamar dan tempat

tidur klien agar tidakn berbau.

Apakah pengkajian yang tepat pada kasus di atas?

A. Tanda – tanda vital

B. Skala aktivitas sehari – hari

C. Kolaborasi untuk pemeriksaan urin

D. Tingkat depresi dengan Geriatric Depression Scale

E. Status kognitif dengan Mini Mental State Examination

Pembahasan:

Kehilangan pasangan adalah salah satu tugas perkembangan bagi lansia yang

perlu disiapkan, karena kondisi ini dapat menjadi pemicu terjadinya depresi pada

lansia. Tanda yang dapat ditemui pada lansia dengan depresi adalah menarik diri

dari lingkungan , emosi yang tidak stabil dan tidak tertarik melakukan aktivitas.

Adanya tanda gejala tersebut perlu di tindak lanjuti dengan melakukan pengkajian

depresi. Geriatric Despression Scale ( GDS ) adalah instrument pengkajian yang

sudah sangat lazim digunakan di berbagai setting baikdi ruamh, rumah sakit

maupun penti untuk mendeteksi masalah depresi. Instrumen ini terdiri dari 30

pernyataan ( long from ) dan 15 ( short from ) pernyataan lansia mengenai

kondisinya belakangan ini. Jawaban lansia akan di jumlahkan dan di tentukan


tingkat depresi yang dialami dengan kategori skor lebih dari 5 dinyatakan sebagai

depresi.

Strategi:

Indentifikasi poko permasalahan pada kasus, kemudian tentukan isntrumen

pengumpulan data yang paling tepat untuk mengkajinya.

jawaban : D

4.6.10.2 Contoh Soal Diagnosis dan Pembahasan

4. Seorang perempuan barusia 70 tahun tinggal di panti wreda sejak satu tahun

yang lalu. Klien mengeluh badanya terasa lemas dan susah menjangkau toilet

sehingga sering ngompol di tempat duduk ataupun tempat tidur. Tercium bau

pesing dari pakaian dan kamar klien. Hasil pengkajian fungsional berdasarkan

Indeks KATZ, Klien termasuk dalam kategori D.

Apakah masalah keperawatan pada kasus di atas?

A. risiko intoleransi aktivitas

B. gangguan mobilitas fisik

C. deficit perawatan diri

D. inkontinensia urin

E. keletihan

Pembahasan:
Salah satu masalah yang paling sering dialami lansia adalah ketidak mampuan

mengontrol BAK karena berbagai factor baik internal ( misalnya proses penuaan )

maupun eksternal ( misalnya toilet jauh ). Dengan adanya data mayor klien sering

ngompol dan berbau pesing, maka diagnosis yang paling tepat adalah

inkotenensia urin.

Strategi:

Identifikasi definisi, karakteristik dan factor yang berhubungan dengan masalah

keperawatan inkontinensia urin.

Jawaban: D

5. Seorang laki – laki berusia 72 tahun tinggal di panti wreda sejak satu minggu yang

lalu. Klien mengeluh sering terbangun malam hari dengan penyebab yang tidak

helas dan sulit untuk tidur kembali. Klien juga mengeluh lemah dan tidak bisa

berkonsentrasi. Klien tampak kusut, konjuctiva terlihat pucat.

Apa masalah keperawatan pada kasus di atas?

A. keletihan

B. risiko cidera

C. intoleransi aktifitas

D. gangguan pola tidur

E. deficit perawatan diri

Pembahasan:
Keluhans sulit tidur pada lansia perlu diperhatikan, diagnosis keperawatan terkait

pola tidur di NANDA ada dua, yaitu gangguan pola tidur dan insomnia. Batasan

karakteristik tiap diagnosis memiliki perbedaan yang jelas, gangguan yang terjadi

karena factor eksternal dari lingkungan yang baru, napas, berisik, terlalu terang

diberikan diagnosis gangguan pola tidur. Gangguan yang disebabkan karena

masalah internal lansia seperti penyakit terntentu, nyeri ataupun siklus yang

terganggu diberi diagnosis insomnia. Pada kasus diatas jelas disebutkan bahwa

klien baru saja tinggal dipanti dan mungkin belum beradaptasi dengan lingkungan,

sehingga diagnosis yang tepat adalah gangguan pola tidur.

Strategi:

Identifikasi defines, karakteristik dan factor yang berhubungan dengan masalah

keperawartan gangguan pola tidur.

Jawaban: D

6. Seorang perempuan berusia 64 tahuntinggal dipanti sejak lima tahun yang lalu.

Klien mengalami katarakdan gangguan gaya berjalan, sejak saat itu klien

menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan. Klien menyatakan tidak

berani berjalan jauh karena takut jatuh disebabkan lingkungan panti yang

berundak dan lantai licin.

Apakah diagnosis keperawatan yang tepat untuk kasus diatas ?

A. nyeri

B. risiko jatuh
C. risiko cidera

D. gangguan mobilitas fisik

E. koping individu tidak efektif

Pembahasan :

Pada lansia, risiko jatuh memiliki factor risiko yang terdiri dari factor internal dan

factor eksternal. Faktor internal diantaranya adalah umur, penyakit (diabetes,

hipertensi, depresi, demensia),gangguan gaya berjalan, gangguan pendengaran

dan gangguan penglihatan. Sementara factor eksternal dari risiko jatuh adalah

kondisi lingkungan seperti lantai licin, penerangan yang tidak adekuat, tempat

tidur yang terlalu tinggi dan tanpa side rail, alas kaki yang licin, tanggal/undakan

yang curam, kamar mandi tanpa pegangan, dan juga penggunaan alat bantu jalan

yang tidak tepat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lansia yang berada di

institusi lebih berisiko jatuh dibandingkan lansia yang berada dirumah.

Pada kasus diatas, tampak jalas factor risiko jatuh dari klien baik factor internal

maupun factor eksternal. Risiko cidera tidak dipilih karena kasus diatas spesifik

cidera yang beresiko terjadi adalah jatuh bukan cidera karena lainnya

Strategi :

Identifikasi definisi, karakteristik dan factor yang berhubungan dengan masalah

keperawatan risiko jatuh.

Jawaban : B
7. Seorang perempuan berusia 69 tahun sudah 10 hari dirawat di bangsal geriatri

dengan diagnosis medis CHF dan DM. Hasil wawancara, klien mengatakan

semakin hari keluhan semakin berkurang, tetapi klien masih merasa lemah. Klien

mengatakan , “Saya masih merasa sesak jika harus berjalan ke kamar mandi.”

Hasil pemeriksaan barthel indeks nilai : 8, morse scale : 9. TD : 160/100 mmHg,

frekuensi nafas : 26 x/menit, frekuensi ndai 88 x/menit.

Apakah masalah keperawatan pada kasus diatas ?

A. Keletihan

B. risiko jatuh

C. intoleransi aktivitas

D. deficit perawatan dini

E. ketidakefektifan pola nafas.

Pembahasan :

Intoleransi aktivitas adalah kondisi dimana seseorang tidk mampu melakukan

aktivitas sehari – hari karena ketidakmampuan fisiologis dan psikologis yang salah

satunya ditandai oleh respon abnormal pada TTV (Herdman, 2014). Klien telah

memiliki diagnose medis CHF yang merupakan factor risiko yang terjadinya

intoleransi aktivitas. Jawaban A (keletihan) bukan pilihan yang paling tepat, karena

kelemahan yang terjadi pada klien terutama pada saat melakukan aktivitas.

Strategi :

Identifikasi definisi, karakteristik dan factor yang berhubungan dengan masalah

keperawatan intoleransi aktivitas.


Jawaban : C

8. Seorang laki – laki berusia 72 tahun, tinggal bersama anak dan cucunya. Saat

berkunjung kerumah, klien tampak terbaring dikasur tanpa laken, tercium bau

pesing, dan terdapat sisa makanan di sela gigi dan sekitar mulut. Klien

mengatakan jarang mandi karena tidak mau merepotkan menantunya untuk

dimandikan. Klien bersyukur dengan kondisi saat ini dan menerima apa adanya.

Apakah diagnosis keperawatan yang sesuai untuk klien ?

A. kesepian

B. inkontinensia

C. pengabaian diri

D. sindrom lansia lemah

E. deficit perawatan diri : mandi

Pembahasan :

Pengabaian diri adalah perilaku yang terbentuk secara cultural, melibatkan satu

atau lebih kegagalan dalam mempertahankan aktivitas perawatan diri yang

diterima secara sosial (Herdman & Kamitsaru, 2014). Batasan karakteristik dari

diagnosis keperawatan ini juga dengan jelas menjelaskan bahwa pengabaian diri

dicirikan dengan hygiene lingkungan dan personal yang tidak adekuat, dan tidak

mematuhi aturan aktivitas yang sehat. Pada kasus diatas pengabaian diri terjadi

dikarenakan oleh gangguan fungsi peran dalam keluarga, berpura – pura atau

karena hal tersebut pilihan lansia sendiri.


Strategi :

Identifikasi definisi, karakteristik dan factor yang berhubungan dengan masalah

keperawatan pengabaian diri.

Jawaban : C

4.6.10.3 Contoh Soal Intervensi/Implementasi

9. Seorang perempuan berusia 65 tahun tinggal di pantai wreda mengeluh sering

ngompol di celana terutama saat batuk dan tertawa sejak 1 bulan lalu. klien

terbiasa minum kopi sejak 30 tahun lalu. Tercium bau pesing dari pakaian klien,

fungsi kognitif utuh.

Apakah tindakan yang paling tepat untuk kasus tersebut?

A. Memasang diapers

B. Mengurangi asupan cairan

C. Mengajarkan latihan otot – otot dasar panggul

D. Mengajak klien untuk BAK setiap 2 jam sekali

E. Menganjurkan klien untuk berhenti minum kopi

Pembahasan:

Sebagaian dari data ( mengompol saat batuk dan tertawa, tercium bau pesing ) di

atas merupakan indicator mayor kejadian stress inkontinensia urin. Inkontinensia

jenis ini disebabkan oleh pelemahan otot dasar penggul dan otot – otot yang
terlibat dalam proses berkemih. Kondisi ini merupakan indikasi pelaksanaan

latihan otot – otot dasar panggul.

Strategi:

Memasang diapers ( pampers ) pada klien di panti wreda bukan merupakan

sebuah pilihan utama karena terkait dengan biaya. Mengurangi asupan cairan juga

tidak tepat karena bisa menimbulkan komplikasi seperti dehidrasi. Menganjak

untuk BAK setiap 2 jam sekali juga bukan merupakan pilihan yang tepat untuk

klien dengan fungsi kognitif utuh ( tidak demensia ). Dengan kebiasaan lama

minum kopi, kafeinj dalam kopi bukanlah factor penyebab terjadinya

inkontinensia.

Jawaban: C

10. Seorang perempuan berusia 60 tahun tinggal dip anti wreda semenjak suaminya

meninggal sebulan yang lalu. klien terlihat kurus dan lemah. BB 33 kg, TB 145 cm.

Klien mengatakan sama sekali tidak nafsu makan, karena biasanya ada suaminya

yang selalu makan bersamanya. Klien juga mengatakan jarang minum, dalam

sehari hanya menghabisikan ± 500 cc air.

Apakah tindakan yang tepat untuk kasus di atas?

A. Oral hygiene

B. Terapi nutrisi

C. Bantuan makan

D. Manajemen nutrisi
E. Monitoring nutrisi

Pembahasan:

Pada kasus diatas tampak kondisi malnutrisi pada lansia yang penyebabnya

kompleks, disertai dengan adanya penurunan fisiologi fungsi system

gastrointestinal. Malnutrisi pada lansia dapat diatas dengan intervensi manajemen

nutrisi, yang aktivitasnya meliputi melakukan modifikasi lingkungan untuk

mendukung makan, memilih makan kesukaan, menghitung jumlah kebutuhan dan

melibatkan keluarga dalam memberikan motivasi untuk makan ( Bulechek,

Butcher, Dochterman:2013 ). Pilihan jawaban yang lain merupakan intervensi

yang dapat diberikan pada klien dengan masalah nutrisi, namun dalam kasus ini

yang paling tepat dan mengatasi masalah secara langsung adalah manajemen

nutrisi.

Strategi:

Indentifikasi masing – masing indikasi tindakan di atas. Oral hygine ditunjukan

untuk memperhatikan kebersihan rongga mulut, gusi, dan lidah. Terapi nutrisi

adalah tindakan yang diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan

pemenuhan kebutuhan nutirsi. Monitoring nutrisi merupakan tindakan

pengumpulan dan analisis data pasien untuk mencegah/meminimalkan

kekurangan nutrisi.

Jawaban: D
11. Seorang laki – laki berusia 60 tahun datang di klinik panti wreda dengan keluhan

diare sejak satu hari yang lalu.Hasil pengkajian diperoleh data: BAB cair 4

kali/hari, kulit dan membrane mukosa kering, TD: 110/70 mmHg, dan suhu 36,2⁰

C.

Apakah intervensi keperawatan pada kasus tersebut?

A. Anjurkan menghindari penyebab diare

B. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat

C. Monitor tanda – tanda vital

D. Kontrol risiko: hipertemia

E. Jaga keseimbangan cairan

Pembahasan:

Kasus di atas menunjukan bahwa keluhan utama klien adalah diare dengan

masalah dehidrasi ringan. Lansia juga berisiko mengalami dehidrasi karena

proses penuaan seperti perubahan komposisi masa otot, lemak subkutan, dan

penurunan rangsang haus ( Meiner, 2015 ). Dehidrasi merupakan masalah yang

harus segara ditangani dengan menjaga keseimbangan cairan klien.

Strategi:

Indentifikasi masalah pokok pada kasus klien di atas dan tentukan intervensi

yang sesuai untuk mengatasinya. Pilihan jawaban selain menjaga keseimbangn

cairan, tidak relevan untuk mengatasi masalah dehidrasi pada kasus. Intervensi

anjurkan menghindari penyebab diare digunakan untuk mencegah kejadian

diare; rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat dilakukan pada kasus dehidrasi


sedang – berat; monitor tanda – tanda vital, dan control risiko: hipertemia

dilaksanakan untuk memantau keberhasilan terapi dan mencegah terjadinya

komplikasi.

Jawaban: E

12. Seorang perempuan berusia 69 tahun dirawat di rumah dengan kasus paska

stroke sejak 6 bulan yang lalu. Klien hanya tinggal bersama suaminya. Pada saat

dilakukan pengkajian didapatkan data bahwa kekuatan otot bagian tubuh

sebelah kanan 3 dan sebelah kiri 5. Klien mengatakan bahwa ia masih bisa

berjalan perlahan dengan menggunakan tongkat.

Apakah tindakan keperawatan pada kasus tersebut?

A. Melatih penggunaan alat bantu jalan

B. Melatih gerakan tubuh aktif dan pasif

C. Memberi anjuran tentang bantuan aktivitas fisik

D. Memodifikasi lingkungan untuk memperluas pergerakan klien

E. Mengatur jadwal aktivitas klien sesuai dengan kemampuan fisik

Pembahasan:

Kasus di atas menunjukan kondisi klien yang membutuhkan tindakan rehabilitasi

karena mengalami kelemahan pada anggota gerak. Seiring proses penuaan,

masa dan kekuatan otot juga akan mengalami penurunan secra berangsur

( Meiner, 2015 ). Kasus di atas diperburuk dengan kejadian stroke hemoragik.

Kekuatan otot ekstremitas klien tidak maksimal untuk mengembalikan latihan


agar kekuatan otot dapat kembali meningkat sehingga kemandirian klien akan

meningkat. Latihan pergerakan efektif untuk meningkatkan fungsi

musculoskeletal ( Chen et al., 2013 ).

Strategi :

Identifikasi pokok permasalahan yang dialami klien, kemudian tentukan

intervensi yang sesuai untuk mengatasi masalah keperawatan tersebut.

Ekstremitas kiri klien dalam kondisi normal, sedangkan ekstremitas sebelah

kanan mengalami hemiparesis. Kondisi ini merupakan indikasi latihan gerakan

tubuh aktif dan pasif.

Jawaban :B

13. Seorang laki – laki berusia 67 tahun dirawat di klinik geriatri dengan keluhan rasa

panas pada daerah bokong dan punggung. Klien lebih banyak berbaring ditempat

tidur sejak 2 minggu yang lalu, setelah kaki dan tangan sebelah kiri tidak dapat

digerakan. Hasil pemeriksaan kulit disekitar area coccygeus dan scapula tampak

kemerahan, klien tampak lemas, TD 160/100 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit,

frekuensi pernapasan 20 x/menit, dan suhu 37,2⁰C.

Apakah tindakan keperawatan yang tepat pada kasus tersebut?

A. melatih ROM

B. melakukan massage

C. mobilisasi tiap 2 jam

D. memonitor kulit klien


E. memberikan kompres air hangat

Pembahasan :

Proses penuaan yang terjadi pada system integument lansia adalah : pembululh

darah berkurang, kulit tidak elastis lagi, dan bantalan lemak berkurang. Hal lini

dapat berakibat kulit lansia rentan, dan jika terjadi luka, penyembuhan akan

relative melambat. Data terfokus pada adanya risiko terjadinya luka tekan yaitu:

terbaring dalam waktu yang lama, data terkait kondisi kulit yang beresiko

tertekan. Tindakan yang paling prioritas untuk dilakukan adalah mobilisasi tiap 2

jam untuk melancarkan aliran darah guna mencegah luka tekan pada daerah t.

Strategi :

Identifikasi pokok permasalahan yang dialami klien, kemudian tentukan intervensi

yang sesuai untuk mengatasi masalah keperawatan tersebut. Klien berisiko

mengalami ulkus dikubitus karena kondisi bedrest, sehingga perlu dilakukan

mobilisasi posisi baring tiap 2 jam sekali.

Jawaban : C

14. Seorang perempuan berusia 60 tahun dirawat selama tiga minggu di bangsal

geriatri dengan kasus stroke. Klien mengalami paralisis pada ekremitas bawah

dan atas sebelah kanan serta gangguan bicara. Klien dibantgu makan dan minum.

Klien akan kembali ke rumahnya besok sore.


Apakah topic discharge planning yang harus dilakukan ?

A. peningkatan koping

B. perencanaan nutrisi

C. monitoring pengobatan

D. peningkatan perilaku kesehatan

E. kemandirian activity daily living

Pembahasan :

Discharge planning merupakan kegiatan untuk menciptakan kesenambungan

perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan

derajat kesehatan pasien sehingga mampu secara fungsional untuk kembali ke

lingkungannya. Status fungsional merupakan komponen penting dari kualitas

hidup lansia (Meiner, 2015). Status fungsional menjadi patokan tingkat kesehatan

seorang individu. Kemandirian fungsional lansia sangat penting dicapai guna

menjamin terpenuhinya activity daily living klien, apaliga dengan kondisi lansia

tinggal dirumah dengan keterbatasan tenaga yang merawat.

Strategi :

Identifikas tujuan discharge planning pada pasien yang mengalami handicap

sebagai dampak patologi penyakit yang dialaminya. Tindakan peningkatan koping,

perencanaan nutrisi, monitoring pengobatan, dan peningkatan perilaku kesehatan

tidak relevan untuk klien diatas yang mengalami masalah ketergantungan dalam

activity daily living.


Jawaban : E

4.6.10.4 Contoh Soal Evaluasi dan Pembahasan

15. Saat kunjungan rumah perawat menemukan perempuan berusia 68 tahun

mengeluh tidak bisa mengontrol BAK sejak 4 minggu lalu. Pada saat kunjungan

rumah sebelumnya perawat memberikan penyuluhan dan latihan otot – otot

panggul serta menganjurkan menggunakan diapers.

Apakah indicator evaluasi keberhasilan jangka panjang pada kasus tersebut ?

A. ketersediaan toilet

B. penurunan frekuensi mengompol

C. kepatuhan menggunakan diapers

D. kemampuan melakukan latihan otot – otot panggul

E. pengetahuan tentang cara melatih otot – otot panggul

Pembahasan :

Perempuan memiliki risiko yang lebih besar daripada laki – laki untuk mengalami

penurunan kekuatan otot dasar panggul sebagai penyebab stress incontenensia.

Latihan yang tepat pada otot dasar panggul akan dapat menguatkan otot – otot

yang terlibat dalam mengontrol kemampuan berkemih. Keberhasilan jangka

panjang dari intervensi tersebut dapat dievaluasi dari penurunan jumlah/frekuensi

mengompol yang terjadi setiap harinya.

Strategi :
Kepatuhan menggunakan diapers, pengetahuan dan kemampuan melakukan

latihan – latihan otot – otot dasar panggul merupakan indicator jangka pendek

keberhasilan tindakan yang dapat dievaluasi setelah pemberian penjelasan dan

latihan kepada klien.

Jawaban : B

16. Hasil pengkajian di panti wreda didapatkan data: terdapat pegangan bedo

diseluruh tembok wisma, lantai keramik, belum dipasang anti slip. Kamar mandi

memiliki lantai dengan anti slip namun banyak terdapat lumut. Satu bulan terakhir

ada 3 kali kejadian jatuh pada lansia. Perawat memberikan penyuluhan pada

lansia dan pengasuh tentang resiko jatuh.

Apakah kriteria kebersihan jangka pendek intervensi tersebut?

A. Antusias tidaknya peserta dalam penyuluhan

B. Ada tidaknya peserta yang bertanya

C. Menurun angka kejadian jatuh

D. Peningkatan pemahanan lansia

E. Modifikasi lingkungan panti

Pembahasan:

Tindakan pemberian penyuluhan tentang resiko jatuh dilakukan karena data dip

anti wreda menunjukan bahwa dalam satu bulan terakhir terdapat 3 kali kejadian

jatuh pada lansia. Berdasarkan data lingkungan juga menunjukan bahwa

lingkungan sangat beresiko menyebabkan jatuh. Untuk penanganan jangka


pendek kejadian jatuh dibutuhkan peningkatan pemahaman lansia tentang factor

– factor risiko jatuh. Kondisi ini dapat dicapai melalui pemberian penyuluhan pada

lansia dan pengasuh.

Strategi:

Indikator jangka pendek merupakan kriteria formatif keberhasilan tindakan

keperawatan yang dapat diukur, segera sesuai pelaksanaan tindakan tersebut.

Jawaban: D

17. Seorang perempuan berusia 65 tahun tinggal dip anti wreda. Klien mengeluh

nyeri punnggung sejak satu minggu yang lalu. Klien terlihat hanya tiduran. Skala

nyeri 4 ( 0 – 10 ). Perawatan sudah mengajarkan relaksasi nafas dalam untuk

mengurangi keluhan.

Apakah kriteria keberhasilan tindakan tersebut?

A. Klien mengikuti program latihan

B. Klien mengatakan nyerinya berkurang

C. Klien mengerti tentang proses penyakit

D. Klien mengkonsumsi obat penghilang nyeri

E. Klien mampu melakukan aktivitas secara mandiri

Pembahasan:

Diagnosis keperawatan nyeri ditegakkan karena adanya nyeri yang dapat

menghambat seseorang dalam melakukan aktivitas sehari – hari. Intervensi


mengurangi nyeri salah satunya adalah dengan melakukan relaksasi dengan

napas dalam dengan benar. keberhasilan intervensi tersebut dapat dilihat

dengan berkurangnya etiologi utama dari diagnosis yaitu nyeri.

Strategi:

Identifikasi kriteria utama keberhasilan tindakan relaksasi ( napas dalam ) pada

klien dengan kasus nyeri akut.

Jawaban: B

18. Seorang laki – laki berusia 65 tahun tinggal dip anti wreda mengalami stroke dan

kelumpuhan sejak 3 bulan lalu. Klien hanya berbaring dan duduk di kursi roda.

Semua aktifikasi dan kebutuhan klien dibantu. Bokong terlihat kemerahan,

kemudian perawat melakukan perubahan posisi setiap 2 jam sekali. TD 160/95

mmHg.

Apa kriteria evaluasi yang tepat untuk kasus di atas?

A. Tidak ada tanda – tanda luka dekubitus

B. Semua kebutuhan dasar terpenuhi

C. Peningkatan personal hygiene

D. Peningkatan mobilitas fisik

E. TD dalam batas normal

Pembahasan:
Ada beberapa masalah yang nampak pada klien: hambatan mobilitas fisik dan

adanya risiko kerusakan integritas kulit. Sekilas memang mobilitas fisik yang jadi

masalah prioritas, namun perlu dilihat lebih seksama terkait dengan masalah lain

yang bisa dengan cepat diatasi yaitu pencegahan luka dekubitus. Selain itu,

intervensi yang difokuskan pada kasus adalah perubahan posisi setiap 2 jam

sekali, ini merupakan intervensi untuk mencegah terjadinya luka dekubitus.

Strategi:

Ingat kembali kriteria utama keberhasilan tindakan merubah posisi setiap 2 jam

sekali pada pasien dengan kasus bedrest.

Jawaban: A

Buku Rujukan Utama:

Miller, C.A. ( 2012 ). Nursing for wellness in older adultas: theory and practice

( 6th Ed. ). Philadelphia: Lippicontt Williams & Wilkin.

DPP PPNI, 2016, standar diagnosis keperawatan Indonesia, definisi dan indicator

diagnostic, DPP PPNI.

Herdman H & Kamitsuru. ( 2014 ). Nursing diagnoses: definition & classification

2015 – 2017. United Kingdom: Blackwell Publishing.

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M. ( 2013 ). Nursing intervention

classification ( NIC ). 5th ed. United kingdom: Elsevier Inc.

Moorhead, S., Johnson, M., Mass M. L., et al. ( 2013 ). Nursing outcomes

classification ( NOC ) ( 5th ed. ). United Kingdom: Elsevier Inc.


Eliopoulos, C. ( 2014 ). Gerontological Nurisng, 8th. Philadelpia: Lippicontt

Williams & Wilkins.

4.7. Materi, Pendekatan Proses Keperawatan dan Soal Keperawatan Komunitas

4.7.1. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Komunitas

4.7.1.1. Materi

Komunitas adalah sekumpulan orang yang berinteraksi satu sama lain, memiliki

kepentingan yang sama, membentuk dasar bagi sebuah rasa kesatuan dan

kepemilikan (Alender, Rector & Warner, 2013 dalam Nies & McEwen, 2019).

Komunitas diidentifikasi melalui 3 atribut yaitu orang, tempat, dan interaksi sosial

(Maurer & Smith, 2013 dalam Nies & McEwen, 2019).

Perawat memberikan asuhan keperawatan kesehatan komunitas melalui proses

pendekatan proses keperawatan. Salah satu model yang digunakan adalah

community as partner yang disusun oleh Anderson dan McFarlane. Model


komunitas sebagai mitra (community as partner) diturunkan dari teori system yang

dikembangkan dan dipublikasikan oleh Betty Neuman pada tahuun 1970. Model ini

memberikan panduan bagi perawat dalam mengkaji, mendiagnosis, merencanakan,

mengimplementasikan dan mengevaluasi asuhan keperawatan komunitas.

Pengkajian Komunikasi terdiri dari data inti komunitas yaitu demografi, statistik

vital, sekarah, etnis/budaya dan persepsi kesehatan. Sedangkan sub system terdiri

dari lingkungan fisik, pendidikan, ekonomi, keamanan dan transportasi, politik dan

pemerintah, pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi dan rekreasi.

Langkah selanjutnya dalam proses keperawatan adalah mensistesis data

pengkajian, untuk menegakkan masalah keperawatan kesehatan komunitas.

Kategori diagnosis keperawatan komunitas adalah actual, risiko dan potensial.

Intervensi Keperawatan dibedakan dalam tiga tingkatan pencegahan. Pencegahan

primer bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan komunitas

melalui kegiatan promosi dan proteksi kesehatan. Pencegahan sekunder bertujuan

untuk mencegah dan menangani factor risiko melalui kegiatan deteksi dini dan

pengendalian factor risiko. Pencegahan tertier bertujuan untuk mencegah akibat

lanjuta atau kecacatan melalui kegiatan perawatan dan rehabilitasi.

Fokus pada tahap implementasi adalah mencapai sasaran dan tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya. Hal yang sangat penting dalam implementasi keperawatan

kesehatan komunitas adalah melakukan tindakan yang berupa promosi kesehatan,

memelihara kesehatan/mengatasi kondisi yang tidak sehat, mencegah penyakit dan

dampek pemulihan. Tahapan implementasi keperawatan komunitas memiliki

beberapa strategi implementasi diantaranya pendidikan kesehatan, proses

kelompok, pemberdayaan masyarakat, kemitraan dan intervensi professional.


Evaluasi adalah komponen penting untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan

sebuah proyek dan memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap

keberhasilan atau kegagalannya. Evaluasi harus mencakup umkpan balik lisan,

tertulis dan analisis terperinci. Evaluasi proses disebut sebagai evaluasi formatif

yang bertujuan untuk mengevaluasi aspek positif dan negative dari setiap

pengalaman secara komprehensif dan hasilnya tercapai. Evaluasi hasil bersifat

sumatif terdiri dari survey akhir dan alat lainnya yang mengukur apakah tujuan

telah dipenuhi.Proses yang dimaksud dapat dibaca lebih detail pada point 4.7.1.2

dibawah ini

4.7.1.2. Proses

A. Pengkajian Keperawatan Kesehatan Komunitas

1. Fokus pengkajian komunitas meliputi

Pengkajian komunitas didasarkan pada Model Community as Partner dengan

fokus pada roda pengkajian komunitas. Roda pengkajian komunitas terdiri; inti

komunitas (the community care) dan subsistem komunitas (the community sub

system).

a. Data inti

1. Demografi : statistic vital (misalnya angka kelahiran, angka kesakitan, dan

angka kematian), komposisi penduduk berdasarkan kelompok usia dan

jenis kelamin.

2. Nilai : etnis budaya

3. Kepercayaan : persepsi terhadap kesehatan


4. Sejarah komunitas

a. Sub Sistem

1. Lingkungan fisik : iklim/cuaca, perumahan (kepadatan, kelembaban,

pencahayaan, bangunan, lingkungan terbuka),batas wilayah dan tempat

berkumpul.

2. Pendidikan : fasilitas pendidikan yang digunakan masyarakat (jenis

kepemilikan, tingkat, istitusi pendidikan), karakteristik pengguna, layanan

yang disediakan, sumber-sumber yang dimiliki dan lokasi.

3. Ekonomi : karakteristik financial (penghasilan keluarga berdasarkan upah

minimum regional), pekerja (status, kategori, dan kelompok khusus

pekerja)

4. Keamanan dan transportasi : pelayanan dan perlindungan terhadap

komunitas dikaitkan dengan kebakaran, kepolisian, krisis senter, dan

sanitasi

5. Politik dan pemerintahan : partai politik dan partisipannya dalam

pelayanan kesehatan, jenis pemerintahan, dan kebijakan kesehatan

6. Pelayanan kesehatan sosial : ketersediaan, jenis, waktu, sumber daya, dan

karakteristik pengguna serta pembiayaan kesehatan dan sosial

7. Komunikasi : cara komunitas (jenis, bentuk, frekuensi, lingkup dan cara

melakukan komunikasi)

8. Rekreasi :jenis, lokasi penggunaan dan biaya.

2. Metode pengkajian komunitas:

Pengumpulan data kesehatan komunitas dapat dilakukan dengan cara


a. Pengumpulan data primer: Pengumpulan data yang dilakukan secara

langsung oleh perawat pada komunikasi. Beberapa jenis pengumpulan data

primer yaitu windshield survey/observasi komunitas, wawancara, diskusi

kelompok terarah, penyebaran angket / kuisioner, dan pemeriksaan

kesehatan ( fisik dan mental )

b. Pengumpulan data sekunder: pengumpulan data komunitas yang tidak

langsung dilakukan oleh perawat, akan tetapi bersemberkan data

dokumnenter seperti demografi, profil wilayah, data epidemiologi.

B. Diagnosis Keperawatan Kesehatan Komunikasi

1. Perilaku kesehatan cenderung berisiko

a. Definisi:

Hambatan kemampuan untuk mengubah gaya hidup / perilaku dalam

cara memperbaiki tingkat kesejahteraan

b. Batasan Karakteristik

 Gagal mencapai pengenalian optimal

 Gagal melakukan tindakan mencegah masalah kesehatan

 Mengurangi perubahan status kesehatan

 Tidak menerima perubahan status kesehatan

 Merokok

 Penyalahgunaan Zat

c. Faktor yang berhubungan

 Kurang pemahaman

 Kurang dukungan sosial

 Pencapaian diri yang rendah


 Sikap negative terhadap pelayanan kesehatan

 Presepsi negative terhadap strategi pelayanan kesehatan yang

ditawarkan

 Ansietas sosial

 Stressor

d. Populasi beresiko

 Riwayat keluarga alkhoholisme

 Kesulitan ekonomi

2. Defisiensi kesehatan komunikasi

a. Definisi:

Adanya atau satu lebih masalah kesehatan atau factor yang menganggu

kesejahteraan atau meningkatkan resiko masalah kesehatan yang

dialami oleh suatu populasi.

b. Batasan karakteristik

 Masalah yang dialami oleh suatu populasi

 Tidak tersedianya program untuk menghilangkan suatu atau lebih

masalah kesehatan bagi suatu populasi

 Tidak tersedia program untuk meningkatkan kesejahteraan bagi

sutau populasi

 Tidak tersedia program untuk mengurangi satu atau lebih bagi

masalah kesehatan bagi suatu populasi.

 Risiko hospitalisasi yang dialami oleh populasi

 Risiko status yang dialami oleh populasi

 Risiko status psikologis yang dialami oleh populasi


c. Faktor yang berhubungan

 Ketidak puasan konsumen terhadap program

 Ketidak cukupan biaya program

 Ketidak tepatan rencana eveluasi program

 ketidak cukupan data hasil program

 Kurang dukungan sosial untuk program

 Ketidak cukupan akses pada pemberi pelayanan kesehatan

 Ketidak cukupan ahli di komunitas

 Ketidak sumberdayaan ( fisnansial, sosial, pengetahuan )

 Program tidak seluruhnya masalah kesehatan

3. Ketidak efektifan Pemeliharaan kesehatan

a. Definisi

Ketidak mampuan mengidentifikasi, mengelola, dan / atau mencari

bantuan untuk mempertahankan kesejahteraan.

b. Batasa karakteristik

 Tidak menunjuka perilaku adaptasi terhadap peruabahan

lingkungan

 Tidak menunjukan minat pada perbaikan perilaku sehat

 Ketidak mampuan bertanggung jawab untuk memnenuhi praktik

kesehatan dasar

 Kurang pengetahuan tentang praktik kesehatan dasar

 Kurang dukungan sosial

 Pola perilaku kurang mencari bantuan kesehatan


c. Faktor yang berhubungan

 Berduka tidak tuntas

 Hambatan pengambilan keputusan

 Ketrampilan komunikasi tidak efektif

 Strategi koping tidak efektif

 Sumberdaya tidak cukup

 Distress spiritual

d. Populasi beresiko

 Perkembangan terlambat

e. Kondisi terkait

 Gangguan fungsi kognitif

 Penurunan ketrampilan motorik halus

 Penurunan ketrampilan motoric kasar

 Gangguan persepsi

4. Ketidak efektifan Managemen kesehatan

a. Definisi

Pola pengaturan dan pengintegrasian kedalam kebiasaan teraputik hidup

sehari – hari untuk tindakan terapeutik terhadap penyakit dan sekuelnya

yang tidak memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan spesifik.

b. Batasan karakteristik

 Kesulitan dengan regimen yang diprogramkan


 Kegagalan memasukkan regimen pengobatan dalam kehidupan

sehari –hari

 Kegagalan melakukan tindakan untuk mengurangi factor risiko

 Pilihan yang tidak efektif dalam hidup sehari – hari untuk

memenuhi tujuan kesehatan

c. Faktor yang berhubungan

 Konflik pengambilan

 Kesulitan mengatasi kompleksitas, regimen terapeutik

 Kesulitan mengarahkan system pelayanan kesehatan yang

kompleks

 Tuntutan berlebihan

 Konflik keluarga

 Pola pelayanan kesehatan keluarga

 Kurang petunjuk untuk bertindak

 Kurang pengetahuan tentang program terapeutik

 Kurang dukungan sosial

 persepsi hambatan

 persepsi keuntungan

 persepsi keseriusan kondisi

 persepsi kerentanan

 ketidakberdayaan

d. Populasi berisiko

 keselitan ekonomi
5. Kesiapan peningkatan managemen kesehatan

a. Definisi

Pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam kehidupan sehari-hari

suatu regimen terapeutik untuk pengobatan penyakit dan asekualanya

dapat ditingkatkan.

b. Batasan Karakteristik

 mengungkapkan keinginan untuk meningkatkan hidup pilihan

hidup sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

 mengungkapkan keinginan untuk memenuhi status

imunisasi/vaksinisasi

 mengungkapkan keinginan untuk menangani penyakit

 mengungkapkan keinginan untuk melakukan penanganan

terhadap regimen yang diprogramkan

 mengungkapkan keinginan untuk melakukan penanganan

terhadap factor risiko

 mengungkapkan keinginan untuk melakukan penanganan

terhadap gejala

C. Intervensi keperawatan kesehatan komunitas

1. Perencanaan merupakan proses menyusun intervensi penyelesaian masalah

kesehatan yang dialami kelompok/komunitas. Tahapan menyusun intervensi

keperawatan komunitas antara lain: a) menentukan tujuan perawatan yang

diharapkan dan disertai dengan kriteria hasil yang terukur; b) menentukan

intervensi keperawatan komunitas. Intervensi keperawatan menurut Model


Community as Partner (Anderson & McFarlane, 2011) dapat disusun dengan

pendekatan prevensi primer,,, sekunder dan tersier.

a. Prevensi primer ditunjukkan kepada kelompok/komunitas yang sehat.

Bentuk intervensi prevensi primer dapat berupa tindakan promosi,

pencegahan dan proteksi kesehatan. Contohnya antara lain : pendidikan

kesehatan, perilaku hidup bersih dan sehat

b. Prevensi sekunder ditunjukkan pada kelompok/komunitas yang mengalami

masalah kesehatan masyarakat. Bentuk intervensi prevesi sekunder yang

dapat dilakukan berupa deteksi dini masalah kesehatan dan pemberian

terapi keperawatan komunitas yang sesuai. Contohnya seperti

skrining/survailans kesehatan, konsultasi, konseling, manajemen kasus dan

lingkungan, serta kunjungan rumah.

c. Prevensi tersier ditunjukkan untuk kelompok/komunitas yang berada pada

masa pemulihan setelah mengalami masalah kesehatan masyarakat. Bentuk

intervensi prevesi tersier adalah tindakan rehabilitasi kesehatan masyarakat

misalnya layanan kesehatan rujukan dan follow up, peningkatan system

dukungan dan pengembangan program kesehatan masyarakat.

2. Upaya pelayanan kesehatan

1. Promotif

Pelayanan keperawatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan

dan komunikasi pada umumnya seperti :

 penyediaan makanan dengan kandungan nutrisi seimbang

 perbaikan hygien dan sanitasi lingkungan

 olahraga
 usaha kesehatan jiwa

2. Preventif

Tindakan keperawatan untuk mencegah kejadian penyakit pada komunitas,

seperti: vaksinisasi, imunisasi, isolasi penderita penyakit menular, dan

pencegahan kejadian kecelakaan baik di fasilitas umum maupun ditempat

kerja.

3. Kuratif

Upaya mengidentifikasi dan mengetahui jenis penyakit pada fase awal serta

melakukan tindakan perawatan dan atau pengobatan yang tepat dan

segera.

Tujuan utama upaya kuratif antara lain :

 Pengobatan sedini mungkin dan tepat untuk mencegah

kecacatan/kematian

 Pencegahan/penularan pada individu/komunitas yang sehat

4. Rehabilitasi

Tindakan pemulihan agar fungsi kesehatan klien kembali pulih seperti

sebelum sakit. Apabila terjadi kecacatan, maka dilakukan upaya kesehatan

agar tidak gejala sisa dan dapat berfungsi optimal sesuai kemampuannya.

Rehabilitasi dapat dilakukan untuk mengembalikan fungsi fisiologis, mental

dan sosial klien semaksimal mungkin.

D. Implementasi Keperawatan Kesehatan Komunitas

1. Strtategi pelaksanaan keperawatan komunitas yang dapat digunakan dalam

perawatan kesehatan masyarakat adalah :


a. Pendidikan kesehatan (Health Promotion)

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan

cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat

tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan

suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Elisabeth, 2007).

Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan

yang berdasarkan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan,

dimana individu,keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan

ingin hidup sehat, pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep

pendidikan didalam bidang kesehatan (Mubarak, 2005).

b. Proses kelompok (Group Proces)

Bidan tugas perawat komunitas tidak bisa terlepas dari kelompok

masyarakat sebagai klien termasuk sub-sub system yang terdapat di

dalamnya, yaitu : individu, keluarga, dan kelompok khusus, perawat spesialis

komunitas dalam melakukan upaya peningkatan, perlindungan dan

pemulihan status kesehatan masyarakat dapat menggunakan alternative

model pengorganisasian masyarakat, yaitu: perencanaan sosial, aksi sosial

atau pengembangan masyarakat. Berkaitan dengan pengembangan

kesehatan yang relevan, maka penulis mencoba menggunakan pendekatan

perorganisasian masyarakat dengan model pengembangan masyarakat

(community development) (Elisabeth, 2007).

c. Kejasama atau kemitraan (Partnership)

Kemitraan adalah hubungan atau kerjasama antara dua pihak atau lebih,

berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan atau


memberikan manfaat. Partisipasi klien/masyarakat dikonseptualisasikan

sebagai peningkatan inisiatif diri terhadap segala kegiatan yang memiliki

kontribusi pada peningkatan kesehatan dan kesejahteraan (Elisabeth, 2007).

Kemitraan antara perawat komunitas dan pihak-pihak terkait dengan

masyarakat digambarkan dalam bentuk garis hubung antara komponen-

komponen yang ada. Hal ini memberikan pengertian perlunya upaya

kolaborasi dalam mengkombinasikan keahlian masing-masing yang

dibutuhkan untuk mengembangkan strategi peningkatan kesehatan

masyarakat (Elisabeth, 2007).

d. Pemberdayaan (Empowerment)

Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses

pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi

transformative kepada masyarakat, antara lain: adanya dukungan,

pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk

pengetahuan baru (Elisabeth, 2007).Perawat komunitas perlu memberikan

dorongan atau pemberdayaan kepada masyrakat agar muncul partisipasi

aktif masyrakat.

e. Intervensi Profesional

Salah satu bentuk intervensi langsung perawat kepada klien di keluarga

ataupun pada kelompok dengan manggunakan kemampuan professional

dalam bentuk intervensi keperawatan mandiri.

2. Pelayanan keperawatan kesehatan komunitas diberikan kepada klien dengan

berpedoman pada kode etik keperawatan. Kode etik mencerminkan penerapan

beberapa prinsip etik yang harus dipatuhi oleh perawat ketika melakukan
praktik antara lain: Justice, autonomy, beneficence, non -maleficence, veracity,

confidentiality.

a. Justice. Perawat harus adil ketika mendistribusikan perawat kesehatan

komunitas, misalnya diantara klien/kelompok yang menjadi tanggung

jawab dalam wilayah pembinaannya.

b. Autonomy. Pemenuhan hak klien dalam menentukan nasib sendiri

sebagai individu/kelompok yang unik dalam mengemukakan pendapat,

persepsi, nilai – nilai dan keyakinan mereka tentang kesehatan.

Perawatan memberikan saran kepada klien untuk mengambil keputusan

sendiri tanpda paksaan dari perawat. Klien berhak untuk menerima atau

menolak tindakan keperawatan yang hendak diberikan.

c. Beneficence. Perawat melakukan tindakan yang benar dan memberikan

kemanfaatan bagi kesehatan klien.

d. Non – maleficence. Perawat berusaha semaksimal mungkin untuk

menghindari atau melakukan kesalahan yang dapat merugikan status

kesehatan klien, baik disengaja maupun tidak disengaja.

e. Vericity. Perawat menerapkan prinsip kejujuran dalam menyampaikan

kebenaran tentang kondisi kesehatan klien.

f. Confidentiality. Perawat memegang tengguh prinsip - prinsip kerahasian

informasi tentang data kesehatan klien hanya untuk kepenrtingan

pemberian layanan keperawatan.

E. Evaluasi Keperawatan Kesehatan Komunitas

Evaluasi adalah proses membuat pemilihan secara sistematis mengenai suatu

kebijakan, program dan kegiatan berdasarkan informasi dan hasil analisis


dibandingkan terhadap relevansi, keefektifan biaya dan keberhasilan untuk

keperluan pemangku kepentingan.

Tujuan eveluasi adalah untuk melihat kemampuan komunitas dalam mencapai

tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan kelompok /

komunitas berdasarkan respon kelompok / komunitas terhadap tindakan

keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan :

a. Mengakhiri rencana tindakan: klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan

b. Memodifikasi rencana tindakan: klien mengalami kesulitan dalam mencapai

tujuan

c. Meneruskan rencana tindakan: klien memerlukan waktu yang lama untuk

mencapai tujuan

Jenis Evaluasi menurut waktu pelaksanaan

a. Formatif ( Proses ) dilaksanakan pada waktu pelaksanaan program yang

bertujuan mempebaiki pelaksanaan program dan kemungkinan adanya

temuan utama berupa berbagai masalah dalam pelaksanaan program.

b. Sumatif ( Hasil ) merupakan evaluasi yang dilaksanakan pada saat pelaksaan

program sudah selesai. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai hasil pelaksanaan

program dan capaian dari pelaksaan program.

Prinsip – prinsip evaluasi meliputi : 1) penguatan program ; 2) menggunakan

berbagai pendekatan ; 3) desain evaluasi untuk kriteria penting dikomunitas ; 4)

menciptakan proses partisipasi ; 5) diharapkan lebih fleksibel ; 6) membangun

kapasitas

4.7.2. SOAL, PEMBAHASAN DAN STRATEGI


4.7.2.1 Contoh Soal Pengkajian dan Pembahasan

1. Saat evaluasi program DOTS didapatkan data: cakupan pengobatan klien

( 100% ), kegagalan pengobatan ( 30% ). Saat wawancara sebagian besar

keluarga berkata,”Kami sudah tidak batuk lagi sehingga obat tidak kami

minum.”

Apakah data yang harus dikaji detail pada kasus?

A. lama minum obat

B. cakupan pengobatan

C. penyebab kegagalan pengobatan

D. keyakinan klien terhadap pengobatan

E. penyebab tidak melanjutkan pengobatan

Pembahasan:

Pernyataan klien pada kasus,”Kami sudah tidak batuk lagi sehingga obat

tidak kami minum.” mencerminkan keyakinan terhadap penyakit dan

prosedur pengobatan yang tidak sesuai dengan prosedur pengobatan anti TB.

Pengobatan Anti TB harus dilakukan hingga tuntas 6 – 9 bulan.

Strategi:

Identifikasi ungkapan klien pada kasus yang menunjukan keyakinan yang

bertentangan dengan program pengobatan TB, kemudian tentukan pilihan

jawaban yang dapat membuktikan adanya keyakinan komunitas yang

menyalahi norma kesehatan.


Jawaban: D

2. Perawat melakukan pengkajian di suatu RW dengan membuat peta

lingkungan dan menggambarkan lokasi tempat berkumpulnya warga, fasilitas

ibadah, tempat bermain anak, sekolah serta lingkungan yang beresiko

menimbulkan masalah kesehatan di masyarakat.

Apakah metodee pengkajian dilakukan oleh perawat pada kasus tersebut?

A. kuesioner

B. wawancara

C. studi literature

D. wienshield survey

E. focus group discussion

Pembahasan:

Data tentang kondisi peta lingkungan dan menggambarkan lokasi

tempat berkumpulnya warga, fasilitas ibadah, tempat bermain anak,

sekolah serta lingkungan yang beresiko menimbulkan masalah

kesehatan di masyarakat, dapat dikaji melalui metode winshield

survey. Metode ini dilakukan untuk mengkaji kondisi lingkungan fisik

komunitas melalui observasi. Hasil winshield survey adalah peta

topografi suatu wilayah populasi.

Strategi:

Identifikasi indikasi masing – masing metode pengumpulan


 Kuisioner digunakan untuk memperoleh data yang bersumber

dari masyarakat langsung dengan seperangkat pertanyaan yang

berkaitan dengan data inti dan data subsistem yang ada di

komunitas.

 Wawancara digunakan untuk mengindentifikasi pandangan dari

tokoh kunci di masyarakat.

 Studi literature digunakan untuk mengidenifikasi pandangan

dari tokoh kunci di masyrakat.

 Studi literature digunakan untuk mengumpulkan data sekunder

tentang statistic vital di komunitas yang diperoleh dari

dokumen kader, desa, puskesmas, dinas kesehatan.

 Fokus Group Discussion diguunakan untuk mengidentifikasi

fenomena spesifik, menyangkut sekelompok orang yang lebih

efektif dengan metode diskusi.

Jawaban : D

3. Hasil pengkajian di posyandu lansia didapatkan keluhan terbanyak nyeri

perut kiri atas. Kader mengatakan, “lansia menganggap hal tersebut

adalah biasa dan memiliki kebiasaan makan tidak teratur”

Apakah pengkajian lanjutan pada kasus tersebut ?

A. wawancara kader tentang kesehatan lansia

B. data kunjungan lansia ke puskesmas

C. windshield survey lingkungan desa


D. kuesioner perilaku kesehatan lansia

E. pengkajian fisik pada lansia

Pembahasan :

Data tentang keluhan nyeri perut, lansia menganggap sebagai

penyakit biasa dan kebiasaan makan lansia bersifat subjektif. Data

subjektif perlu didukung dengan data objektif berupa hasil

pengkajian fisik pada kelompok lansia.

Strategi :

Identifikasi jenis data yang telah disajikan pada kasus, kemudian

lakukan validasi dan dengan melakukan pengkajian fisik lansia. Data

wawancara dan data survey sudah terdapat dalam kasus, sedangkan

data windshield survey tidak perlu dikaji pada kasus.

Jawaban : E

4.7.2.2. Contoh Soal Diagnosis dan Pembahasan

4. Hasil pengkajian disuatu desa ditemukan data peningkatan 10% kasus baru

tuberculosis 70% keluarga prasejahtera, 60% merasakan adanya gejala

penyakit, 50% keluarga bekerja sebagai buruh, 50% penderita sulit

meluangkan waktu untuk memeriksakan kesehatan.


Apakah diagnosis keperawatan pada kasus tersebut ?

A. perilaku kesehatan cenderung berisiko

B. ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan

C. kesiapan ameningkt majajem kesehatan

D. ketidakefektifan management kesehatan

Pembahasan :

Diagnosis keperawatan komunitas yang sesuai pada kasus adalah difisiensi

kesehatan komunitas karena adanya atau lebih masalah kesehatan atau

factor yang mengganggu kesejahteraan atau meningkatkan risiko masalah

kesehatan yang dialami oleh suatu polulasi.

Peningkatan 10% kasus baru tuberculosis 70% keluarga prasejahtera, 60%

merasakan adanya gejala penyakit, 50% keluarga bekerja sebagai buruh,

dan 50% penderita sulit meluangkan waktu untuk memeriksakan

kesehatan, menunjukkan batasan karakteristik tentang:

 masalah yang dialami oleh suatu populasi

 risiko hospital yang dialami oleh populasi

 risiko status psikologis yang dialami oleh populasi

Strategi :

Identifikasi definisi, karakteristik dan factor yang berhubungan pada setiap

diagnosis keperawatan.
 Perilaku cenderung berisiko ditandai dengan perilaku-perilaku

maladaptif yang dilakukan oleh populasi, namun belum terjadi

masalah kesehatan

 Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan ditandai dengan data-data

mengarah pada masalah yang sudah terjadi, tetapi populasi kurang

pengetahuan tentang praktik kesehatan dasar

 Kesepian meningkat managemen kesehatan selalu ditandai dengan

data yang adaptif dan cenderung mempunyai motivasi untuk

melakukan perubahan perilaku

 Ketidakefektifan managemen kesehatan ditandai populasi telah

mengetahui program terapi yang harus dilakukan, akan tetapi klien

tidak menjalankan program terapi sesuai dengan pengetahuan yang

dimiliki.

Jawaban : E

5. Pengkajian perawat di suatu sekolah didapatkan hanya 5% anak memiliki

kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, hasil observasi ditemukan

anak-anak memiliki perilaku jajan sembarangan dipinggir jalan. Disekolah

sudah memiliki kantin sekolah, tetapi anak lebih suka jajan di luar.

Apakah diagnosis keperawatan kasus tersebut ?

A. perilaku kesehatan lebih berisiko

B. ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan

C. kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan

D. definisi kesehatan komunitas


Pembahasan :

Data 5% anak memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan

hasil observasi yaitu anak-anak memiliki perilaku jajan sembarangan

dipinggir jalan menunjukkan masalah perilaku kesehatan cenderung

berisiko karena batasan karakteristik komunitas gagal melakukan tindakan

mencegah masalah kesehatan, mengurangi perubahan status kesehatan

dan kurangnya pemahaman dan pencapaian diri yang rendah.

Strategi :

Identifikasi definisi, batasan karakteristik dan factor yang berhubungan

pada setiap diagnosis keperawatan.

 Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan ditandai dengan data-data

mengarah pada masalah yang sudah terjadi, tetapi populasi kurang

pengetahuan tentang praktik kesehatan dasar

 Kesepian meningkat managemen kesehatan selalu ditandai dengan

data yang adaptif dan cenderung mempunyai motivasi untuk

melakukan perubahan perilaku

 Ketidakefektifan managemen kesehatan ditandai populasi telah

mengetahui program terapi yang harus dilakukan, akan tetapi klien

tidak menjalankan program terapi sesuai dengan pengetahuan yang

dimiliki.

 Definisi kesehatan komunitas ditandai dengan adanya atau satu lebih

masalah keseahatan atau factor yang mengganggu kesejahteraan atau


meningkatkan risiko masalah kesehatan yang dialami oleh suatu

populasi.

Jawaban : A

6. Hasil pengkajian pada sebuah kelompok penderita TB paru didapatkan data

15% klien menyatakan tidak menlajutan program pengobatan, 40% pasien

menyatakan merasa tidak nyaman dengan efek samping obat dan 20%

keluarga tidak terlibat dalam pengawasan minum obat.

Apakah diagnosis keperawatan pada kasus tersebut?

A. perilaku kesehatan cenderung berisiko

B. ketidak efektifan pemeliharaan kesehatan

C. kesiapan meningkat manajemen kesehatan

D. ketidak efektifan manajemen kesehatan

E. defisiensi kesehatan komunitas

Pembahasan:

Data 90% lansia memiliki tekanan darah normal. Setelah dilakukan

pengkajian terkait pola makan, data menunjukan bahwa makanan lansia

sudah memenuhi standar untuk penderita hipertensi. Kader mengatakan

80% lansia tersebut rutin mengontrol tekanan darahnya di puskesmas atau

posyandu lansia yang terdapat pada kasus terdapat batasan karakteristik

kesiapan peningkatan manajemen kesehatan. Data tersebut

mengidentifikasi keinginan untuk meningkatkan pilihan hidup sehari – hari,


mengungkapkan keinginan untuk menangani penyakit, mengungkapkan

keinginan untuk melakukan penanganan terhadap regimen terapeutik yang

diprogramkan.

Strategi:

Identifikasi definisi, batasan karakteristik dan factor yang berhubungan pada

setiap siagnosis keperawatan.

 Perilaku cenderung berisiko ditandai dengan perilaku – perilaku

maladaptif yang dilakukan oleh populasi, namun belum terjadi

masalah kesehatan.

 Ketidak efektifan pemeliharaan kesehatan ditandai dengan data –

data mengarah pada masalah yang sudah terjadi, tetapi populasi

kurang pengetahuan tentang praktik kesehatan dasar.

 Ketidak efektifan manajemen kesehatan ditandai populasi telah

mengetahui program terapi yang harus dilakukan, akan tetapi klien

tidak menjalankan program terapi sesuai pengetahuan yang dimiliki.

 Defisiensi kesehatan komunitas ditandai dengan adanya atau satu

lebih masalah kesehatan atau factor yang mengganggu kesejahteraan

atau meningkatkan resiko masalah kesehatan yang dialami oleh suatu

populasi.

Jawaban: C

4.7.2.3. Contoh Soal Intervensi/Implementasi dan Pembahasan


8. Hasil windshield survey di sebuah desa terpensil didapatkan data 65%

penduduk membuang sampah rumah tangga di sungai, 40% warga

menyatakan penanganan sampah yang tepat adalah dengan dibakar. Data d

puskesmas terdapat 5% warga mengeluh batuk pilek setiap bulan.

Apakah strategi intervensi pada kasus tersebut?

A. pemberdayaan masyarakat

B. pendidikan kesehatan

C. intervensi professional

D. proses kelompok

E. kemitraan

Pembahasan:

Data 65% penduduk membuang sampah rumah tangga di sungai dan 40% warga

menyatakan penanganan sampah yang tepat adalah dengan dibakar, menunjukan

bahwa masyrakat memiliki pengetahuan yang kurang tentang pengelolaan sampah

rumah tangga. Kondisi seperti ini merupakan indikasi untuk dilakukan pendidikan

kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan.

Strategi:

Indikasi atau kegunaan masing – masing strategi intervensi keperawatan komunitas.

 Pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam bentuk dukungan, dorongan,

dan pengetahuan baru yang bertujuan agar masyarakat terlibat aktif dalam

masalah kesehatan yang dialaminya.


 Proses kelompok dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat

dengan menggunakan potensi yang dimiliki oleh kelompok yang memiliki

karakterikstik yang sama.

 Kerja sama atau kemitraan dilakukan untuk meningkatkana inisiatif

komunitas melalui kerjasama lintas program dan lintas sektoral dalam

menyelesaikan masalah kesehatan komunitas.

 Intervensi professional dilakukan untuk menyelesaikan masalah kesehatan di

komunitas melalui penerapan kompetensi yang dimiliki oleh perawat.

Jawaban : B

9. Perawat mengadakan musyawarah masyarakat desa untuk menyusun rencana

intervensi masalah tingginya kejadian demam berdarah. Berdasarkan hasil

analisis data, diketahui permasalahan tersebut dipicu oleh sulitnya warga

mengakses pelayanan kesehatan masyarakat.

Apakah strategi intervensi pada kasus tersebut?

A. pemberdayaan masyarakat

B. intervensi professional

C. pendidikan kesehatan

D. proses kelompok

E. kemitraan

Pembahasan:
Data sulitnya warga mengakses pelayanan kesehatan masyarakat

menunjukan adanya masalah kesehatan ang berhubungan dengan tidak adanya

dukungan pelayanan kesehatan berbaris masyarakat. Hal tersebut

menyebabkan masyrakat suli mengakses pelayanan kesehatan ketika terkena

DBD, sehingga intervensi dalam bentuk kemitraan.

Strategi:

Identifikasi kata kunci permasalahan pada kasus kemudian tentukan strategi

intervensi yang sesuai dengan permasalahan yang terjadi. Pilihan jawaban tidak

pilihan karena:

 Pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam bentuk dukungan,

dorongan, dab pengetahuan baru yang bertujuan agar masyarakat

terlibat aktif f dalam masalah kesehatan yang dialaminya.

 Pendidikan kesehatan dilakukan untuk menyebarkan pesan,

menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat menjadi sadar, tahu dan

mengerti, mau serta dapat melakukan suatu anjuran yang ada

hubungannya dengan kesehatan.

 Proses kelompok dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan

masyrakat dengan menggunakan potensi yang dimiliki oleh kelompok

yang memiliki karakteristik yang sama.

 Intervensi porfesional dilakukan untuk menyelesaikan masalah

kesehatan di komunitas melalui penerapan kompetensi yang dimiliki

oleh perawat.
Jawaban: E

10. Hasil pengkajian pada sebuah kelompok karang trauma didapatkan data 85%

remaja menyatakan pernah menonton flim porno,5% remaja menganggap

seks bebas adalah hal yang wajar dilakukan, 80% remaja belum pernah

mendapatkan pendidikan seksual, dan 90% merasa malu meminta pendidikan

seksual dari orang tuanya.

Apakah intervensi keperawatan pada kasus tersebut ?

A. berkolaborasi dengan BKKBN

B. pendidikan kelompok sebaya

C. pendidikan perilaku seksual

D. pemberdayaan keluarga

E. manajemen stress

Pembahasan :

Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa awal anak hingga

masa awal dewasa. Salah satu karakteristiknya adalah mencari afiliansi

teman sebaya untuk menghadapi ketidakstabilan emosi dan sosial. Data

pada kasus diatas menunjukkan adanya masalah kesehatan reproduksi yang

dapat menyebabkan ketidakstabilan emosi pada kelompok remaja. Remaja

cenderung terbuka menyampaikan permasalahan tersebut kepada teman

sebayanya. Oleh karena itu teman sebaya perlu dilatih dan dibekali dengan

pengetahuan kesehatan reproduksi agar dapat menjadi pendidik sebayanya.


Strategi :

Identifikasi karakteristik tumbuh kembang remaja dan implikasinya terhadap

pelaksanaan intervensi keperawatan komunitas pada kelompok tersebut.

 Kolaborasi dengan BKKBN merupakan salah satu bentuk kegiatan

dalam kemitraan. Kegiatan ini tidak dipilih karna bersifat dan

merupakan tindakan lanjutan dalam pengembangan intervensi

keperawatan komunitas

 pendidikan perilaku seksual merupakan salah satu bentuk intervensi

pendidikan kesehatan langsung pada sasaran yang kurang efektif

karena tidak sesuai dengan karakteristik populasi remaja

 pemberdayaan keluarga merupakan tindakan kelanjutan pada remaja

untuk mendukung program intervensi dengan melibatkan keluarga

 manajemen stress merupakan bentuk intervensi professional pada

remaja yang ditunjukkan untuk mereduksi masalah psikologi

Jawaban : B

11. Hasil pengkajian pada kelompok lansia dengan kencing manis didapatkan data

70% lansia menghentikan terapi obat anti diabetes atas kemauan sendiri.

Perawat kemudian memberikan pendidikan kesehatan tentang jenis-jenis,

manfaat dari pengobatan anti diabetes. Klien menyatakan merasa lebih nyaman

menggunakan terapi alternative untuk penyakit yang dideritanya, karena

relative harganya bisa dijangkau.

Apakah respon perawat pada kasus tersebut ?


A. menjelaskan kembali efek samping obat anti diabetes

B. menghormati keputusan penggunaan terapi alternative

C. menjelaskan tentang risiko terapi alternative

D. mendukung pemanfaatan terapi alternative

E. merujuk penderita ke puskesmas

Pembahasan :

Keputusan klien untuk tetap menggunakan terapi alternative setelah dilakukan

pendidikan kesehatan tentang jenis-jenis dan manfaat pengobatan anti diabetes

menunjukan perawat perlu menghormati keputusan klien tersebut. Respon ini

menunjukkan perawat menerapkan prinsip etik otonomi. Prinsip otonomi

adalah pemenuhan hak klien dalam menentukan nasib sendiri sebagai

individu/kelompok yang unik dalam mengemukakan pendapat, persepsi, nilai-

nilai dan keyakinan mereka tentang kesehatan. Perawat memberikan saran

kepada klien untuk mengambil keputusan sendiri tanpa paksaan dari perawat.

Klien berhak menerima atau menolak tindakan keperawatan yang hendak

diberikan.

Strategi :

Pahami prinsip etnik dalam penerapan implementasi keperawatan. Pilihan A, C,

D, dan E menerapkan prinsip etik beneficence dan non-maleficence dalam

implementasi keperawatan

 Beneficence adalah melakukan tindakan yang benar dan memberikan

kemanfaatan bagi kesehatan klien


 Non-maleficence adalah usaha maksimal untuk menghindari atau

melakukan kesalahan yang dapat merugikan status kesehatan klien, baik

disengaja maupun tidak disengaja.

Jawaban : B

12. Seorang perawat sedang mempersiapkan penyuluhan tentang bahaya HIV/AIDS.

Saat diskusi dengan tim, ditemukan gambar atau foto seorang penderita yang

terlihat jelas wajahnya. Kemudian salah satu anggota tim mengusulkan agar

foto tersebut disamarkan.

Apakah prinsip etik yang diterapkan pada kasus tersebut?

A. veracity

B. autonomy

C. beneficence

D. confidentiality

E. nonmaleficence

Pembahasan :

Wajah atau identitas klien perlu disamarkan agar terjaga kerahasiaan sebagai

orang dengan HIV/AIDS. Hal ini dilakukan untuk menjaga kehormatan klien

sebagai manusia yang bermartabat. Prinsip confidentiality adalah upaya

untukmemegang teguh prinsi-prinsip kerahasiaan informasi tentang data

kesehatan klien hanya untuk kepentingan pemberian layanan keperawatan.


Strategi:

Pahami prinsip etik dalam penerapan implementasi keperawatan

 Veracity adalah menerapkan prinsip kejujuran dalam menyampaikan

kebenaran tentang kondisi kesehatan klien

 Aoutonomy adalah pemenuhan hak klien dalam menentukan nasib

sendiri sebagai invidu/kelompok yang unik dalam mengemukakan

pendapat, persepsi, nilai – nilai dan keyakinan mereka tentang

kesehatan

 Beneficence adalah melakukan tindakan yang benar dan memberikan

kemanfaatan bagi kesehatan klien.

 Non-maleficence adalah usaha maksimal mungkin untuk menghindari

atau melakukan kesalahan yang dapat merugikan status kesehatan

klien, baik disengaja maupun tidak disengaja

Jawaban: D

13. Hasil pengkajian disuatu wilayah dusun didapatkan kejadian chikungunya

sebanyak 2 orang dalam sebulan terakhir. Masyarakat memiliki kebiasaan

menguras bak mandi setelah terlihat kotor, menggantungkan baju di

belakang pintu dan terdapat kaleng bekas di sekitar lingkungan rumah yang

terisi air. Selama ini masyarakat belum mempunyai kegiatan untuk mencegah

penyebaran penyakit tersebut.

Apakah tindakan keperawatan yang tepat pada kasus tersebut?

A. Pengobatan pada masyarakat yang terkena chikungunya di Puskesmas


B. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang penularan chikungunya

C. Melakukan pendataan pada keluarga yang terkena chikungunya

D. Membentuk tim jumantik yang terdiri dari kader semua RT

E. Melakukan screening pada masyrakat yang berisiko

Pemahaman:

Data tentang belum adanya kegiatan berbasis masyarakat untuk mengatasi

masalah chikungunya mengakibatkan tidak adanya upaya pencegah

penyebaran penyakit tersebut. Salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat

dalam pemantauan jentik ( jumatik ) untuk memutuskan siklus hidup nyamuk

sebagai vector penyebaran virus chikungunya.

Strategi:

Pilihan A tidak dipilih karena tidak ada data upaya yang telah dilakukan.

Pilihan B tidak dipilih karena belum ada data tentang pengetahuan

masyarakat tentang penyakit chikungunya. Pilihan C tidak dipilih karena tidak

perlu dilakukan. Pilihan D tidak dipilih karena skrininng memerlukan biaya

dan waktu yang banyak.

Jawaban: D

4.7.2.4. Contoh Soal Evaluasi dan Pembahasan

14. Di suatu desa terjadi wabah diare. Hasil pengkajian didapatkan: 38% keluarga

tidak memiliki jamban, 20% buang sampah di sungai, 6% BAB di sungai , dan
45% mandi di sungai . Masyarakat menganggap kebiasaan tersebut adalah hal

biasa dan sudah berlangsung turu temurun. Perawat melakukan pendidikan

kesehatan tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat.

Apakah indicator evaluasi formatif keberhasilan tindakan pada kasus

tersebut?

A. angka kejadian diare menurun

B. masyarakat bisa hidup lebih sehat

C. adanya WC umum tiap RT minimal 1

D. masyarakat memahami tentang pentingnya BAB di jamban

E. kepala desa berkomitmen untuk memperbaiki kesehatan lingkungan

Pembahasan:

Evaluasi formatif adalah penilaian hasil yang diukur saat proses intervensi

dilakukan dapat berupa respon kognitif, afektif dan psikomotor dari klien.

Perawat telah melakukan pendidikan kesehatan yang tujuanya untuk

meningkatkan pengetahuan atau pemahan masyarakat tentang perilaku

hidup dan sehat. Sehingga evaluasi keberhasilan yang dapat segera diukur

setelah melakukan tindakan adalah pemahaman masyarakat tentang

pentingnya BAB di jamban.

Strategi:

Identifikasi definisi evaluasi formatif dan indicator kunci keberhasilan

tindakan keperawatan pada kasus. Pilihan A, B, C dan E termasuk dalam

indicator evaluasi sumatif pendidikan kesehatan pada masyarakat.


Jawaban: D

15. Di satu desa terdapat 21 penderita TB Paru yang tersebar di semua RW.

Perawat melakukan penyuluhan tentang pentingnya penggunaan masker dan

tempat membuah dahak untuk mencegah penularan. Perawat mengundang

seluruh pasien TB Paru dan keluarganya.

Apakah indicator evaluasi sumatif keberhasilan tindakan pada kasus

tersebut?

A. klein dan keluarga memahami tentang penularan TB Paru

B. Keluarga mengantarkan klien untuk periksa sesuai jadwal

C. keluarga menyediakan tempat membuang dahak

D. klien menggunakan masker setiap hari

E. angka kesembuhan TB meningkta

Pembahasan:

Evaluasi sumatif adalah merupakan evaluasi yang dilaksanakan pada saat

pelaksanaan program sudah selesai. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai hasil

pelaksanaan program dan capaian dari pelaksanaan program. Asuhan

keperawatan pada kasus difokuskan untuk mencegah terjadinya penyebaran

tuberculosis pada populasi masyarakat RW. Sehingga indicator akhir

keberhasilan tindakan adalah angka kejadian TB tidak bertambah.

Strategi:
Pahami definisi evaluasi sumatif dan indicator kunci keberhasilan tindakan

keperawatan pada kasus. Pilihan jawaban A, B, C dan D termasuk dalam

indicator.

Jawaban: E

Daftar Pustaka Utama:

1. Aderson, E., & M Farlane, J. ( 2015 ). Community as partner: theory and

practicein nursing. ( 6th ed ). Philadelphia: Lippincott Willims & Wilknis.

2. Nies, M.A., & McEwan, M. ( 2018 ). Keperawatan Kesehatan Komunitas dan

keluarga. Elsevier.
4.8. Materi Kisi-kisi Pembelajaran, Soal, dan Pembahasan Manajemen Keperawatan

Materi kisi-kisi pembelajaran, soal dan pembahasan terkait manajemen keperawatan

meliputi bahan kajian fungsi dan peran manajemen keperawatan dalam mendukung

pemberian asuhan keperawatan pasien yang dilakukan oleh seorang Ners sebagai

perawat pelaksana. Konteks materi pembekalan dan pengembangan soal dalam buku

ini bukan berkaitan dengan setting Ners sebagai tupoksi kepala ruang dan bukan

juga berkaitan dengan setting Ners sebagai kepala bidang keperawatan. Fungsi

manajemen keperawatan yang dilaksanakan oleh seorang Ners adalah POSAC dalam

mengelola pasien meliputi perencanaa/planning (P), pengorganisasian/organizing

(O), pengelolaan staf/ketenagakerjaan/staffing (S), dan pengendalian/controlling (C)

dalam konteks mendukung proses pemberian asuhan keperawatan langsung pada

pasien baik di ruang rawat maupun difasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Peran

Ners sebagai manajer asuhan keperawatan termasuk peran interpersonal,

informasional, dan decisional.


Seorang Ners dalam memberikan asuhan keperawatan perlu menjalankan peran

sebagai manajer pasien atau sebahai pengelola asuhan keperawatan pasien

kelolaannya. Minztberg (1990) dalam Robbins & Judge (2017) menyebutkan tiga

peran pengelola, yaitu peran interpersonal, informasional, dan pengambilan

keputusan (decisional).

Peran interpersonal meliputi tiga sub peran, yaitu figure head,leader dan liaison.

Peran figure head ditunjukkan untuk menginspirasi pasien dan rekan tim kerjanya

dengan menampilkan figure yang dihormati serta menunjukkan sikap dan perilaku

sesuai norma dan nilai yang berlaku. Peran sebagai leader atau pemimpin

ditunjukkan melalui kemampuan mempengaruhi dan memotivasi pasien untuk

mencapai tujuan asuhan. Peran liaison ditunjukkan dengan memelihara jaringan

informasi/komunikasi yang baik dengan pasien dan anggota tim keperawatan

maupun kesehatan lain.

Peran informasi meliputi peran monitor, disseminator, dan spokesperson. Peran

monitor dilakukan Ners dengan mengobservasi perkembangan asuhan pasien. Peran

disseminator dilakukan Ners dengan berbagi informasi dan memberikan informasi

terkait perubahan status pasien yang perlu diperhatikan. Seorang Ners dapat

menunjukkan peran spokesperson atau juru bicara pasien agar berbagai pihak

memahami tujuan asuhan dengan baik.

Peran pengambilan keputusan atau decisional meliputi enterpreuner, penanganan

masalah, pengalokasi sumber daya, dan negosiator. Peran enterpreuner dilakukan


dengan menciptakan serta mengendalikan perubahan tata kelola pasien dalam tim.

Peran penanganan masalah, dilakukan dengan memberikan solusi terbaik dalam

mengatasi permasalahan pasien. Peran pengalokasi sumber daya yang dibutuhkan

pasien. Peran negosiator dilakukan agar pasien dapat bersedia mendukung tujuan

asuhan.

Materi ksisi-kisi pembelajaran manajemen keperawatan ini juga secara khusus

menguraikan gaya kepemimpinan yang menjadi bagian dari peran interpersonal,

materi metode asuhan keperawatan sebagai bagian dari fungsi pengorganisasian,

materi tingkat ketergantungan pasien sebagai bagian dari fungsi ketenagaan, materi

manajemen konflik sebagai bagian dari fungsi pengarahan, dan materi keselamatan

pasien yang menjadi bagian dari fungsi pengendalian. Materi fungsi dan peran

manajemen keperawatan seorang Ners juga dikaitkan dengan modalitas dalam

manajemen keperawatan dan penerapan aspek etik dan legal dalam manajemen

keperawatan.

A. Gambar Fungsi Manajemen Keperawatan

Fungsi manajemen keperawatan merupakan tahapan/langkah dalam proses

pengelolaan system asuhan dan pelayanan keperawatan. Tahapan ini

dilaksanakan seorang Ners saat memberikan asuhan keperawatan agar tujuan

asuhan dan pelayanan keperawatan tercapai. Apabila ada satu fungsi

manajemen tidak dilaksanakan maka visi, misi dan tujuan asuhan dan pelayanan

keperawatan tidak mudah untuk diwujudkan.


A.1. Gambaran singkat Fungsi Manajemen dalam Keperawatan :

1) Perencanaan

Perencanaan merupakan proses/kegiatan yang diawali dengan

menetapkan tujuan, menentukan rencana kegiatan, menentukan

kebutuhan personil, merancang proses dan hasilnya, serta memodifikasi

rencana yang diperlukan. Fokus kegiatan fungsi perencanaan seorang

Ners adalah pada perencanaan yang mendukung asuhan keperawatan

pada pasien, misalnya merencanakan kebutuhan asuhan yang disiapkan

Ners untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan. Fungsi ini

dilakukan sebelum seorang Ners melaksanakan fungsi manajemen

keperawatan lainnya.

2) Pengorganisasian

Pengorganisasian merupakan proses/kegiatan pengelompokkan aktifitas

untuk mencapai tujuan pengelolaan pasien, menentukan uraian tugas,

dan cara pengkoordinasian, baik secara vertical maupun horizontal.

Kegiatan fungsi pengorganisasian perlu memenuhi prinsip-prinsip

pengorganisasian, yaitu rantai komando, kesatuan komando, rentang

kendali dan spesialisasi. Kegiatan penyusunan struktur organisasi dapat

meningkatkan kemampuan dalam berkoordinasi dan berkomunikasi,

mengembangkan pola hubungan antar saraf secara vertical maupun

horizontal, serta memperjelas wewenang, tanggung jawab, dan

tanggung gugat. Penerapan fungsi pengorganisasian berfokus pada

pemberian dukungan dalam penerapan metode pemberian asuhan

keperawatan yang tepat, efektif, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.


3) Pengelolaan staff/ketenagaan merupakan kegiatan penyusunan dan

pengembangan ketenagaan untuk meningkatkan kinerja secara efektif

dan efesien. Penerapan fungsi pengelolaan staf difokuskan kepada

mempersiapkan ketenagaan yang kompeten dan terstandar. Kegiatan

ketenagaan seorang Ners adalah menentukan tingkat ketergantungan

pasien dan menyesuaikan jumlah perawat yang dibutuhkan sesuai

tingkat ketergantungan pasien tersebut.

4) Pengarahan merupakan kegiatan mengarahkan atau membelajarkan

pasien. Penerapan fungsi pengarahan berfokus pada penerapan

kempemimpinan yang efektif dalam membentuk perilaku pasien dan

keluarga sesuai dengan tujuan asuhan keperawatan.

5) Pengendalian merupakan suatu kegiatan untuk memastikan pencapaian

kinerja seorang Ners sesuai dengan rencana, pedoman, regulasi dan

kebiajakan yang berlaku. Penerapan fungsi pengendalian berfokus pada

penerapan indicator mutu layanan keperawatan secara efektif untuk

menjamin mutu asuhan.

a. Contoh Soal Pembahasan

1. Perawat mendapatkan gambaran kondisi pasien yang menjadi

kelolaanya dari ketua tim saat pre konferensi. Salah satu

pasien dalam kondisi kebersihan diri dibantu, makan dan

minum , ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali,

pemasukan dan pengeluaran intake output cairan diminta

untuk dicacat. Perawat diminta untuk segera memberikan

asuhan perawatan pada pasien setelah konferensi selesai.


Apakah tindakan keperawatan selanjutnya pada masalah

tersebut?

A. Melanjutkan pengkajian pada pasien

B. Membaca prosedur perawatan pasien

C. Menentukan tingkat ketergantungan pasien

D. Membuat rencana asuhan keperawatan pasien

E. mendiskusikan kondisi pasien bersama dokter.

Pembahasan:

Pada kasus diatas, setelah mendapatkan gambaran tentang

kondisi pasien, maka perawat professional perlu melanjutkan

pengkajian pada pasien dan melaksanakan asuhan

keperawatan berdasarkan rencana keperawatan yang telah

disusun oleh ketua tim.

Strategi:

Peserta ujian perlu memahami langkah POSAC dan SPO yang

berlaku.

Jawaban: A

2. Perawat baru yang ditempatkan di ruang rawat inap penyakit bedah

ditegur oleh ketua tim karena dianggap terlalu lama dalam menyiapkan

peralatan tindakan untuk tindakan perawat luka. perawat tersebut


menjelaskan bahwa ada peralatan yang perlu diperiksa ketersediaanya

terlebih dahulu.

Apakah tindakan selanjutnya dari ketua tim?

A. Melakukan pendampingan

B. Mengevaluasi kemampuan perawat baru

C. Memberikan orientasi ulang persiapan tindakan

D. Menunjukan perawat senior memberikan bimbingan

E. Menyusun program mentoring untuk perawat baru

Pembahasan:

Saat rekutmen, perawat telah melewati berbagi tahapan seleksi termasuk

berbagai tahapan seleksi termasuk kemampuan melakukan tindakan

keperawatan. Di sisi lain set alat – alat untuk tindakan secara procedural

sudah siap untuk digunakan sehingga apabila ada perawat baru yang

lama dalam menyiapkan peralatan maka perlu dikaji ulang kemampuan

perawat tersebut.

Strategi:

Peserta ujian mencermati bahwa perawat pelaksanaan yang melakukan

tindakan pada pasien perlu mengikuti standar atau prosedur yang berlaku

termasuk dalam hal menyiapkan peralatan tindakan.

Jawaban: B
3. Hasil survey tentang lama rawat pasien di ruang penyakit dalam didapatkan

data 3 pasien dirawat selama 4 hari; 5 pasien dirawat selama 7 hari; 7 pasien

dirawat selama 4 hari; 5 pasien dirawat selama 5 hari.

Berapa nilai ALOS pada hasil survey?

A. 4

B. 5

C. 6

D. 7

E. 8

Pembahasan:

Rata – rata rawat inap adalah

( 3 x 4) + ( 5 x 7 ) + ( 7 x 4 ) + ( 5 x 5 ) = 100

( 3+5+7+5 )

20

Strategi:

Peserta ujian perlu menggunakan rumus perhitungan ALOS dalam

mendapatkan jawaban yang tepat pada soal tersebut.

Jawaban: B

B. Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada

kegiatan – kegiatan dari kelompok pasien yang saling berhubungan untuk mencapai

tujuan asuhan keperawatan.

B.1. Implikasi Kepemimpinan

Kepemimpinan menyangkut pasien dan keluarga, suatu pembagian wewenang yang

seimbang diantara perawat untuk memberikan pengarahan kepada pasien.

B.2. Jenis Gaya Kepemimpinan

1) Otokratik:

1.1 Dalam hal pengambilan keputusan, Ners tipe otokratik akan bertindak

sendiri dan memberitahukan kepada para staf perawat lain maupun

pasien bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu.

1.2 Dalam membina hubungan dengan staf perawat maupun pasien, Ners

tipe otokratik menggunakan pendekatan formal berdasarkan kedudukan

dan statusnya dalam organisasi

1.3. Kurang mempertimbangkan apakah kepemimpinannya diterima atau

tidak.

2) Laissez Faire

2.1. Bergaya santai dalam memimpin asuhan keperawatan

2.2. Mendelegasikan tugas kepada staf perawat maupun pasien dengan

pengarahan yang minimal atau bahkan tanpa pengarahan sama sekali

2.3. Sering dianggap sebagai pemimpin yang kurang bertanggung jawab

terhadap kegiatan yang dipimpinnya

2.4. Mementingkan hubungan/relasi


2.5. Hubungan yang terjadi lebih kepada hubungan informal, hubungan

formal sering dihindari

2.6. Memandang staf perawat dan pasien mempunyai tingkat kematangan

dan kedewasaan tinggi baik teknis maupun mental

2.7. Lebih mementingkan kepuasan psikologis staf perawat dan pasien

daripada kepuasan kebendaan

2.8. Berorientasi kepada hubungan daripada tugas karena dengan adanya

hubungan intim maka tugas akan diselesaikannya sesuai tanggung

jawabnya.

3) Demokratik :

3.1. Mengikutsertakan staf perawat dan pasien dalam pengambilan keputusan

3.2. Menekankan adanya hubungan yang serasi, yaitu keseimbangan hubungan

formal dan informal

3.3. Melakukan staf perawat sebagai orang yang sudah dewasa

3.4. Memuaskan segenap kebutuhan staf perawat dan pasien

3.5. Menjaga keseimbangan antara orientasi tugas dan hubungan

b. Contoh soal dan pembahasan

4. Perawat dinas siang meminta izin tidak masuk kerja kepada kepala ruang

karena keperluan keluarga, yaitu mengikuti undangan pengarahan minat

bakat anak disekolah anaknya. Kepala ruang menjelaskan pada perawat

tersebut bahwa BOR ruang rawat mencapai 90% dan mayoritas pasien

berada pada tingkat ketergantungan partial. Kepala ruang meminta

perawat tersebut tetap datang sesuai jadwal dinasnya.


Apakah tindakan selanjutnya dari perawat tersebut ?

A. menginformasikan kepada kepala ruang akan mengganti dinas di

hari lain

B. meminta kepala ruang tetap memberikan izin tidak masuk kerja

C. menyampaikan kepada ketua tim akan datang terlambat

D. menghubungi perawat lain untuk menggantikannya

E. tetap bertugas sesuai jadwal dinas.

Pembahasan :

Penjadwalan dinas sudah disusun sejak awal dan diharapkan sudah

memfasilitasi kepentingan seluruh staf. Kondisi yang dipaparkan dalam

vignette memberikan gambaran abeban kerja tinggi sehingga bila

jumlah dan mutu perawat berkurang dapat berpeluang menurunkan

mutu layanan pada pasien dan masalah patient safety. Kesimpulan

keputusan yang perlu dilakukan oleh seorang perawat professional

dalam konteks kepemimpinan untuk tetap mengedepankan

kepentingan pasien dan tim kerja sebagai bagian dari upaya

mempertahankan patient safety serta mampu memprioritaskan

masalah untuk diselesaikan.

Strategi :

Peserta ujian perlu memahami bahwa berargumentasi tentang ijin tidak

masuk kerja dengan kepala ruang kurang tepat karena kepala ruang
merujuk pada capaian tujuan asuhan pada pasien. Masuk kerja

terlambat juga bukan alasan pembenaran kepentinagn keluarga adan

meminta tukar jadwal dengan perawat lain untuk alasan keluarga yang

tidak urgen juga memberikan budaya kerja yang kurang professional.

Jawaban : E

5. Perawat meminta kepada kepala ruang untuk dijadwalkan kerja pada shif

malam dan melanjutkan ke shif pagi dengan alasan jarak rumah jauh dari RS.

Kepala ruang menolak permintaan tersebut dengan mempertimbangkan

beban kerja dan patient safety. Kepala ruang meminta kepada perawat agar

berdinas sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

Apakah gaya kepemimpinan yang diterapkan kepala ruang tersebut ?

A. autokratik

B. demokratik

C. laissez-faire

D. transaksional

E. transformasional

Pembahasan :

Manajer keperawatan bertindak mandiri secra professional dalam hal

pengambilan keputusan seperti kasus diatas dan memberitahukan kepada

para staf perawat bahwa manajer tersebut telah mengambil keputusan


tersebut dengan dasar peraturan yang berlaku dan pertimbangan patient

safety serta kondisi kesehatan perawat yang bersangkutan.

Strategi :

Peserta ujian perlu memahami bahwa gaya kepemimpinan autokratik pada

setting kasus tersebut diperlukan untuk menjaga profesionalitas perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan sesuai prosedur

yang berlaku.

Jawaban : A

C. Metode asuhan keperawatan

Adalah suatu metode yang digunakan oleh manajer keperawatan untuk memutuskan

metode penugasan perawat di dalam masing-masing unit keperawatan.

C.1. Model Sistem Penugasan

Dasar pertimbangan pemilihan model asuhan keperawatan atau system penugasan

sesuai dengan visi dan misi institusi, yaitu : The choice of an organization model

involves staff skills, availability of resources, patient acuity, and the nature of the

work to be performed (Marquis & Huston, 2015)

C.2. Jenis model system penugasan

C.2.1. Keperawatan Tim

Kelompok perawat yang bekerja sebagai suatu tim dengan dipimpin oleh ketua tim

yang dipilih berdasarkan pengalaman kerja, kepemimpinan dan senioritas.

C.2.2. Model Primer


Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan selama 24

jam, dari hasil pengkajian kondisi pasien dan mengkoordinir asuhan keperawatan

hingga evaluasi kondisi pasien dan pengendalian mutu asuhan keperawatan,

menunjukan kemandirian perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.

C.2.3. Model Tim Primer ( modular )

Pada model manajemen asuhan keperawatan professional tersebut, metode tim

digunakan secara kombinasi dengan metode primer.

c. Contoh Soal dan Pembahasan

6. Ruang rawat ICU dengan jumlah tempat tidur sebanyak 12 unit, terdapat

perawat berpendidikan Ners sebanyak 15 orang dan memiliki sertifikat

pelatihan perawatan pasien kritis. Kepala ruang mengalokasikan 1 – 4 pasien

untuk setiap perawat. Perawat bertanggung jawab terhadap pengelolaan

asuhan keperawatan sejak pasien masuk sampai pulang.

Apakah metode asuhan yang diterapkan?

A. Tim

B. Kasus

C. Primer

D. Modular

E. Fungsional

Pembahasan:

Setiap perawat memiliki tanggung jawab dalam pemberian asuhan

keperawatan. Tanggung jawab tersebut dimulai sejak pasien masuk sampai

pulang. Dengan demikian setiap perawt memiliki kewenangan untuk


memenuhi seluruh kebutuhan pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Hal

ini hanya dapat dilakukan oleh perawat dengan kualifikasi lulusan Ners dan

memiliki sertifikat atau pengalaman yang menunjang.

Strategi:

Jika seluruh perawat berpendidikan minimal Ners dengan sertifikat dan

pengalaman yang menunjang serta rasio perawat pasien memenuhi, maka

yang paling ideal adalah metode primer.

Jawaban: C

7. Ruang perawatan anak memiliki perawat sebanyak 20 orang dengan kapasitas

tempat tidur 30 unit. Kepala ruang berencana meningkatkan asuhan

keperawatan sesuai standar yang ditetapkan rumah sakit dan telah diterapkan

oleh ruang rawat lainnya. Kepala ruang mengidentifikasi kebutuhan perawat

vokasional dan professional.

Berapakah kebutuhan tenaga perawat professional di ruang tersebut?

A. 5

B. 8

C. 11

D. 16

E. 20

Pembahasan:
Kebutuhan tenaga perawat pada kasus tersebut di atas mengacu kepada

rumusan perbandingan antara tenaga perawat professional dan vokasional

dengan perbandingan 55%:45% ( Abdullah dan Levine dalam Gillies 1999 ).

Strategi:

Peserta ujian perlu memahami prosentase berbandingan perawat professional

dan vokasional.

Jawaban: C

C.2.4. Modalitas dalam manajemen keperawatan

Diskusi Refleksi Kasus ( DRK ) merupakan suatu metode pembelajaran yang dapat

digunakan di suatu unit pelayanan keperawatan untuk membahas pengalaman

keberhasilan dalam pemberian asuhan keperawatan yang actual dan menarik

maupun ketidak berhasilan dalam mengelola asuhan keperawat yang perlu

diinformasikan dan diatasi baik pengalaman terkini maupun yang sudah lalu

melalui suatu diskusi kelompo yang mengacu pada standar. Melalui DRK

diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan maupun

profesionalisme perawat.

a. Tujuan Diskusi Refleksi Kasus

1. Mengembangkan profesionalisme keperawatan

2. Meningkatkan aktualisasi diri perawat

3. Membangkitkan motivasi belajar


4. Wahana untuk menyelesaikan masalah dengan mengacu pada standar

keperawatan yang telah ditetapkan

5. Belajar menghargai kolega untuk lebih sabar, lebih banyak mendengarkan,

tidak menyalahkan, tidak memojokan dan meningkatkan kerjasama.

b. Manfaat Diskusi Refleksi Kasus

1. Sebagai metode pembelajaran

2. Dapat digunakan sarana pelayanan kesehatan, seperti di rumah sakit /

puskesmas

3. Membahas permasalahan actual, masa lalu maupun yang sedang

berlangsung

4. Memaparkan pengalaman kebersilan dalam pelaksanaan tugas dengan

pemanfaatan sumber daya

5. Meningkatkan professionalism perawat

c. Contoh Soal dan Pembahasan

8. Perawat dinas malam melaporkan kepada perawat penanggung jawab

pasien karena kecelakaan lalu lintas. Kedua perawat tersebut

bersepakatan untuk melaporkan kejadian dan penangananya kepada

kepala ruang saat tinbang terima pasien dan akan mengusulkan dilakukan

pembahasan bersama perawat lain.

Apakah jenis kegiatan yang tepat diusulkan dilakukan pada kasus

tersebut?

A. Conference

B. Laporan pagi

C. Ronde Keperawatan
D. Komunikasi S - BAR

E. Diskusi Refleksi Kasus

Pembahasan:

Jawaban soal diatas adalah diskusi refleksi kasus karena pada vignette

digambarkan telah terjadi kasus kelalaian yang bersifat fatal sehingga

menurut konsep DRK sebaiknya kejadian tersebut tidak perlu terulang

kembali dengan cara merefleksikan peristiwa tersebut pada perawat lain.

Strategi:

Peserta ujian perlu memiliki kemampuan dalam mengindentifikasi kegiatan

– kegiatan yang menggambarkan komunikasi dalam asuhan keperawatan.

Kata kunci pada soal tersebut adalah terjadinya kesalahan identifikasi

pasien dalam pemberian obat sehingga DRK diperlukan pasien dalam

pemberian obat sehingga DRK diperlukan dan hal tersebut tidak menjadi

syarat utama bagi kegiatan seperti ronde, laporan pagi, maupun

conference. S – BAR adalah teknik berkomunikasi dalam pelaporan kondisi

pasien pada sejawat maupun profesi lain.

Jawaban: E

Operan atau timbang terima ( hand over ) merupakan komunikasi dan serah

terima antara shift pagi, sore dan malam. Operan dari dinas malam ke dinas pagi
dan dari dinas pagi ke dinas sore dipipin oleh kepala ruang, sedangkan operan

dari dinas sore ke dinas malam dipimpin oleh penanggung jawab shift sore.

1. Waktu, tempat, dan penanggung jawab kegiatan

Awal pergantian shift ( pukul 07.30 wib, 14.00 wib, 21.00 wib ),

dilaksanakan di nurse station/ruang perawat dengan penanggung jawab

yaitu Kepala Ruang/PJ Shift.

2. Langkah kegiatan

Karu / Pj shift membuka acara dengan salam, PJ shift yang mengoperkan

menyampaikan:

Kondisi / keadaan pasien: Dx keperawatan, tujuan yang sudah dicapai,

tindakan yang sudah dilaksanakan, hasil asuhan dan tindak lanjut untuk

shift berikutnya. Perawat shift berikutnya mengklarifikasi penjelasan yang

sudah disampaikan. Karu memimpin ronde ke kamar pasien. Karu

memimpin doa bersama dan menutup acara. Kegiatan diakhiri dengan

bersalaman.

d. Contoh Soal dan Pembahasan

9. Perawat Primer dan perawat asosiate dinas pagi sedang menerima lapora

di ners staion dari perawat asosiate dinas malam tentang kondisi pasien

dan setelah laporan selesai, berkeliling ke ruang rawat untuk memastikan

kondisi pasien. perawat primer melakukan identifikasi permasalahan

pada pasien untuk memastikan arahan asuhan perawatan yang akan

diberikan pada perawat asosiate.

Apakah bentuk kegiatan yang dilaksanakan perawat primer tersebut?


A. Timbang Terima

B. Diskusi Refleksi Kasus

C. Ronde Keperawatan

D. Audit Keperawatan

E. Kredensialing

Pembahasan:

Gambaran kegiatan pada vignette menunjukan penerapan timbang

terima pada metode primer dengan mekanisme laporan di ners station

dan dilanjutkan ronde ke ruang rawat hingga memastikan kondisi pasien

untuk kegiatan asuhan keperawatan selanjutnya.

Strategi:

Peserta ujian perlu memahami kegiatan – kegiatan yang menggambarkan

komunikasi dan koordinasi dalam asuhan keperawatan pasien.

Jawaban: A

Pre – konferensi adalah diskusi kelompok kecil Ners yang menekankan pada

aktifitas pembelajaran klinik / manajemen asuhan keperawatan klinik yang dapat

dilakukan dengan setting kelompok atau perorangan, dan memberikan

kesempatan peserta konferensi untuk memaparkan pengalamannya, melakukan

klarifikasi, berfikir melalui rencana asuhandan keberhasilan dalam mengatasi

masalah dan informasi.


1. Waktu, tempat dan penanggung jawab kegiatan

Awal shift dinas setelah operan dilaksanakan di masing – masing meja

tim dengan penanggung jawab yaitu ketua tim / PJ Shift

2. Langkah Kegiatan

Katim / PJ Tim membuka acara, Katim / Pj Tim menanyakan rencana

harian masing – masing perawat pelaksanakan, Katim / PJ Tim

memberikan masukan dan tindak lanjut terkait dengan asuhanyang

diberikan saat itu, Katim / PJ Tim memberikan reinforcement, dan

KATIM / PJ Tim menutup acara.

Post – konferensi adalah kegiatan menyimpulkan aktifitas pembelajaran klinik /

manajemen asuhan keperawatan klinik dan memberikan waktu untuk

mendiskusikannya, berbagai pengalaman dan emosi, dukungan kelompok dan

masukan, yang diperoleh melalui keseharian dalam pengalaman empiris praktik.

1. Waktu, tempat, dan penanggung jawab kegiatan

Akhir shift dinas sebelum opran dilaksanakan di masing – masing meja

tim dengan penanggung jawab yaitu ketua tim / PJ Shift.

2. Langkah kegiatan

Katim / PJ Tim membuka acara, Katim / PJ Tim menanyakan hasil asuhan

masing – masing pasien, Katim / PJ Tim menanyakan kendala dalam

asuhan yang telah diberikan, Katim / PJ Tim menanyakan tindak lanjut

asuhan pasien yang harus dioperasikan kepada perawat shift berikutnya

dan Katim / PJ Tim menutup acara.

Pengertian Komunikasi S –BAR


Komunikasi S – BAR ( Situation, Background, Assessment, Recommendation )

adalah metode komunikasi yang digunakan untuk anggota tim kesehatan

dalam melaporkan kondisi pasien. S – BAR merupakan acuan dalam

pelaporan kondisi pasien saat transfer pasien, menyediakan kerangka kerja

untuk komunikasi antara anggota tim kesehatan tentang kondisi pasien,

mekanisme komunikasi yang mudah diingat, merupakan cara yang mudah

untuk berkomunikasi dengan anggota tim, mengembangkan kerja anggota

tim dan meningkatkan keselamatan pasien.

Situation

Perawat menyebut usia pasien, jenis kelamin, diagnosis pre operasi,

prosedur, status mental. kondisi pasein apakah stabil atau tidak.

Background

Menampilkan pokok masalah atau apa saja yang terjadi pada diri pasien,

keluhan yang mendorong untuk dilaporkan adalah sesak napas, nyeri dada

dan sebagainya. Menyebutkan latar belakang apa yang menyebabkan

munculnya keluhan pasien tersebuyt, diagnosis pasien, dan data klinik yang

mendukung masalah pasien.

Assesment

Beri hasil pemikiran yang timbul dari temuan serta difokuskan kepada

problem yang terjadi pada pasien apabila tidak diantisipasi akan

menyebabkan kondisi yang lebih buruk.

Recommendation
Menyebutkan hal-hal yang dibutuhkan untuk ditindak lanjuti dan intervensi

yang perlu direkomendasikan perawat.

e. Contoh Soal dan Pembahasan

10. Seorang perempuan berusia 35 tahun dirawat selama 2 hari dengan

keluhan sesak nafs. Perawat primer melaporkan kepada dokter

penanggung jawab pasien bahwa pasien sesak nafas. Perawat telah

melakukan pemberian posisi fowler dan obat sesuai saran dokter.

Apakah tindakan selanjutnya dari perawat primer ?

A. merekomendasikan pemberian oksigen pada level

maintenance

B. mendokumentasikan komunikasi S-BAR yang dilakukan

C. mencatat latar belakang permasalahan pasien

D. menunggu saran perawat konsultan

E. menyampaikan hasil pengkajian

Pembahasan :

Komunikasi efektif dengan menggunakan metode I-SBAR meliputi

Introduction, Situasion, Background, Assesment,

Recommendation.Perawat primer telah melakukan komunikasi sampai

tahapan asesmen pasien dengan menyampaikan masalah sesak nafas

yang terjadi. Tahapan yang perlu dilakukan perawat selanjutnya

adalah melakukan recommendation berupa pemberian oksigen.


Strategi :

Peserta ujian perlu memahami peran perawat professional dalam

tahapan komunikasi S-BAR

Jawaban : A

11. Perawat Melakukan komunikasi lewat telepon dengan dokter

penanggung jawab pasien terkait kondisi pasien yang tiba-tiba demam.

Dokter memberikan rekomendasi pemberian obat antipiretik dan

observasi setiap jam sampai kondisi tanda vital stabil. Perawat

mencatat dan membacakan ulang kepada dokter atas rekomendasi

yang telah diberikan. Setelah dilakukan vertifikasi melalui telepon,

perawat memberikan obatyang direkomendasikan tersebut.

Apakah tindakan selanjutnya dari perawat tersebut ?

A. membuat kronologi kejadian

B. melaporkan kepada kepala ruang

C. mendiskusikan kondisi pasien secara rutin kepada dokter

D. meminta dokter memberikan tanda tangan di dokumen pasien

E. mengharapkan rekan kerja menandatangani catatan kondisi

pasien.

Pembahasan :

Perawat wajib memastikan bahwa konfirmasi kondisi pasien melaui

telepon dengan dokter perlu mendapatkan aspek legal secara tertulis


yang dibuktikan dengan tanda tangan dokter rekam medic/dokumen

pasien.

Strategi :

Peserta ujian perlu memahami kegiatan perawatan dalam tahapan

komunikasi S-BAR.

Jawaban : D

D. Tingkat Ketergantungan pasien

Kondisi atau keadaan pasien yang menggambarkan seberapa banyak waku

yang diperlukan seorang perawat memberikan asuhan keperawatan pada

pasien dalam waktu 24 jam.

a. Jenis atau tingka ketergantungan pasien

Menurut Douglass tahun 1992,kebutuhan tenaga perawat

diklasifikasikan berdasarkan derajat ketergantunan pasien yang dibagi

menjadi 3 kategori, yaitu:

1) Perawatan minimal memerlukan waktu 1 – 2 jam / 24 jam, ktiteria:

Kebersihan diri, mandi ganti pakaian dilakukan sendiri, Makan dan

minum dilakukan sendiri, ambulasi dengan pengawasan, observasi

tanda – tanda vital dilakukan setiap jaga ( shift ), pengobatan

minimal dengan status psikologis stabil.

2) Perawatan parsial memerlukan waktu 3 – 4 jam / 24 jam, Kriteria:


Kebersihan diri dibantu, makan dan minum dibantu observasi

tanda – tanda vital setiap 4 jam, ambulasi dibantu, pengobatan

lebih dari sekali, pasien dengan kateter urine, pemasukan dan

pengeluaran intake output cairan dicatat / dihitung, persiapan

pengobatan yang memerlukan prosedur.

3) Perawatan total memerlukan waktu 5 - 6 jam / 24 jam kriteria:

Semua keperluan pasien dibantu, perubahan posisi, observasi

tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit, makan melalui

selang ( NGT / pipa lambung ), terapi intravena, dilakukan

penghisapan lendir, gelisah / disorientasi.

f. Contoh Soal dan Pembahasan

12. Seorang laki – laki berusia 55 tahun dirawat dengan keluhan penurunan

kesadaran delirium, pasien gelisah, aktifitas sehari – hari dibantu,

terdapat luka pada telapak kaki kanan yang bersifat kronis. Hasil

leboratorium menunjukkan gula darah 400 mg/Dl. Perawat menentukan

kondisi pasien untuk perawatan selanjutnya.

Apakah tingkat ketergantungan pasien tersebut?

A. Intermediate

B. Intensive

C. Minimal

D. Partial

E. Total

Pembahasan:
Deskripsi vignette menggambarkan kondisi pasien mengalami

penurunan kesadaran dan data lainnya sesuai dengan deskripsi konsep

tingkat ketergantungan total.

Strategi:

Kata kunci dalam menjawab soal diatas adalah tingkat kesadaran,

kemampuan pasien melaksanakan ADL, kondisi umum status kesehatan

pasien.

Jawaban: E

E. Patient Safety

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu system dimana rumah sakit

membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi rumah sakit membuat

asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan

pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan

analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tidak lanjutan serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah

terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan

suatu tindakan atau tidak mnengambil tindakan yang seharunya diambil.

Sasaran Keselamatan Pasien.

1) Sasarann I: Ketepatan identifikasi pasien

Identifikasi pasien harus mengikuti pasien kemampuan ( gelang

identitas ) dan yang tak mudah/nisa berubah.


Identifikasi pasien menggunakan dua identitas dari minimal tiga

identitas:

nama pasien ( → e KTP ), tanggal lahir atau nomor rekam medic.

2) Sasaran II: Peningkatan komunikasi yang efektif

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan

yang dipahami oleh resipien / penerima, akan mengurangi kesalahan

dan menghasilkan peningkatakan keselamatan pasien

3) Sasaran III: Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

( high – alert )

High Alert Medication adalah obat – obatan yang memiliki resiko

tinggi untuk menyebabkan / menimbulkan adanya komplikasi /

membahayakan pasien secara signitifikan jika terdapat kesalahan

penggunaan ( dosis interveal dan pemilihanya )

4) Sasaran IV : Kepastian tepat – lokasi, tepat – prosedur, tepat –

pasien operasi Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan

untuk memastikan tepat – lokasi, tempat – prosedur, dan tempat –

pasien. Salah – lokasi, salah – prosedur, salah – pasien operasi,

adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di rumah

sakit.

5) Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait penanganan kesehatan

Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand

hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum

dari WHO

6) Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh


a) mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi jatuh

dengan menggunakan “ Assesmen Risiko Jatuh “

b) melakukan assesmen ulang pada semua pasien

c) melakukan assesmen yang berkesinambungan terhadap

pasien yang berisiko jatuh dengan menggunakan “Assesmen

Risiko Jatuh Harian”

d) menetapkan standar pencegahan dan penanganan risiko

jatuh secara komprehensif

h. Contoh Soal dan Pembahasan

13. Keluarga pasien memencet bel memanggil perawat karena pasien

terjatuh di kamar mandi. Perawat segera datang ke tempat kejadian.

Apakah tindakan perawat selanjutnya ?

A. melakukan pengkajian pasien

B. membuat catatan insiden pasien jatuh

C. melaporkan kepada kepala ruang tentang insiden tersebut

D. meminta keluarga pasien lebih berhati-hati saat membantu

pasien

E. memberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan pasien

jatuh

Pembahasan :

Bila terjadi kejadian pasien terjatuh maka sebagai langkah awal

perawat perlu melakukan pengkajian pasien ditempat jatuh yang


meliputi perubahan kondisi yang terjadi akibat jatuh tersebut.

Selanjutnya perawat mengevakuasi pasien untuk tindakan lebih lanjut.

Perawat kemudian melaporkan kepada kepala ruang dan dokter

penanggung jawab pasien. Perawat membuat laporan kejadian untuk

kepentingan investigasi, audit mutu dan langkah selanjutnya yang

dipandang perlu sesuai standar patient safety.

Strategi :

Peserta ujian perlu mengenali kata kunci untuk menjawab soal

tersebut, yaitu pasien terjatuh di kamar mandi sehingga langkah

pertama adalah mengidentifikasi kondisi pasien sebagai prosedur

assesmen pasien jatuh sebelum dibantu untuk kembali ke tempat tidur

dan mendapat asuhan selanjutnya atau untuk dilaporkan kondisinya

ke dokter penanggung jawab pasien.

Jawaban : A

14. Perawat dinas sore di UGD menerima pasien akibat kecelakaan bus

pariwisata. Setelah pasien dilakukan tindakan dan kondisi stabil,

beberapa pasien perlu rawat inap. Perawat mengantar pasien tersebut

keruang rawat inap dengan metode penugasan modular dan dilakukan

timbang terima dengan perawat di ruang inap. Perawat diruang inap

melakukan pengkajian kondisi pasien.

Apakah tindakan selanjutnya dari perawat di ruang rawat inap ?


A. Menghubungi perawat primer

B. mengkaji ulang kondisi pasien

C. melaporkan kepada kepala ruang

D. memasang gelang identitas pada pasien

E. menandatangani surat pengantar pasien dari UGD

Pembahasan :

Setiap pasien yang masuk ruang rawat inap perlu dilakukan pengkajian

ulang. Hal ini untuk mengetahui perubahan kondisi pasien sehingga

perancanaan dan implementasi keperawatan berdasarkan masalah

yang terjadi dan selanjutnya menyampaikan hasil pengkajian tersebut

kepada perawat primer untuk rencana tindakan selanjutnya pada

pasien.

Strategi :

Peserta ujian perlu memperhatikan kata kunci berupa mengantar

pasien ke ruang rawat inap dengan metode penugasan modular

sebagai arah untuk tindakan berikutnya setelah assesmen pasien baru

adalah melaporkan kondisi pasien ke perawat primer.

Jawaban : A
15. Perawat akan memberikan antibiotic kepada pasien. Saat obat akan

diberikan, pasien dalam kondisi tidur. Keluarga menjelaskan pasien

baru saja tidur.

A. membangunkan pasien

B. menunda pemberian obat

C. mengkoordinasikan kepada kepala ruang

D. meminta keluarga membangunkan pasien

E. melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien

Pembahasan :

Pemberian antibiotic harus tepat waktu, tidak boleh terlalu awal atau

terlambat. Selain itu perawat perlu mengidentifikasi pasien minimal 2

aspek yaitu nama pasien dan nomor rekam medik atau nama pasien

dan tanggal lahir.

Pembahasan :

Peserta ujian perlu memahami prinsip benar dalam pemberian obat

dan ketepatan identifikasi pasien saat melakukan tindakan.

Jawaban : A

G. Manajemen Konflik

Konflik didefinisikan sebagai ketidak sesuaian internal atau eksternal yang

diakibatkan dari perbedaan ide, nilai atau perasaan antara dua orang atau
lebih ( Marquis , 2012 ). Menurut Huber ( 2014 ), konflik adalah

perselisihan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran,

hasrat, dan perilaku dua orang atau lebih terencam.

i. Contoh Soal dan Pembahasan

16. Kepala ruang mendapatkan laporan dari perawat senior bahwa

perawat junior kurang inisiatif dalam bekerja dan menunggu instruksi

perawat senior. Kepala ruang juga mendapatkan laporan dari perawat

junior bahwa sikap perawat senior cenderung menunjukkan gaya

seorang atasan dan lebih sering memberikan instruksi.

Apakah tindakan kepala ruang?

A. Meminta perawat junior mengalah

B. Menginstruksikan perawat senior asertif

C. Melaporkan kepada kepala bidang keperawatan

D. Membahas bersama hal tersebut di ruang kepala ruang

E. Mengaharapkan perawat memahami paran masing - masing

Pembahasan:

Kepala ruang perlu bertindak netral dan dapat menyatuhkan perawat

dalam satu persepsi untuk pencapaian visi dan misi ruang rawat.

Ketika terjadi perbedaan persepsi antar perawat menyadari peran dan

fungsinya sehingga situasi kerja yang kondusif.

Strategi:
Peserta perlu memahami strategi penyelesaian masalah dengan

pendekatan manajemen konflik.

Jawaban: D

H. Etika Keperawatan

Ilmu yang membahas nilai dan norma moral yang menetukan perilaku

manusia dalam kehidupan. Etika akan menuntun profesi untuk

melakukan tindakan baik atau bertindak dengan tepat sesuai dengan

norma yang baik yang berlaku.

1) Nonmaleficence adalah melakukan tindakan yang tidak merugikan,

do no harm, kebalikan daru beneficence

2) Fidelity adalah kesetiaan dalam menjalin hubungan antara pasien

dan tenaga kesehatan (missal perawat )

3) Confidentiality adalah menjaga seluruh kerahasiaan pasien dan

keluarganyam kecuali diminta di pengadilan

4) Justice adalah memberikan pelayanan tanpa membeda – bedakan

status sosial, agama, suku, ekonomi, pekerjaan, dan jabatan

5) Veracity adalah memberikan asuhan keperawatan secara tulus,

kejujuran dalam informasi, kebenaran sesuai apa adanya ( tidak

direkayasa )

6) Autonomi adalah memberikan kesempatan kepada klien dan

keluarga untuk memberikan keputusan secara mandiri tanpa

intervensi dari orang lain ( misalnya petugas kesehatan )


7) Beneficence adalah melakukan tindakan yang menguntungkan

pasien, doing good

i. Contoh soal dan Pembahasan

17. Perawat primer memberikan penjelasan pada keluarga pasien

tentang rencana pembedahan. Keluarga meminta penjelasan lanjut

tentang proses pembedahan dan kondisi pasien pasca pembedahan.

Bagaimanakah tindakan selanjutnya dari perawat primer tersebut?

A. Menjelaskan bahwa dokter yang akan menyampaikan

informasi lebih lanjut

B. Perawat memastikan siap menjelaskan kondisi pasien setelaj

operasi

C. Menginstruksikan keluarga menandatangani informed

concsent

D. Mendiskusikan harapan keluarga kepada ruang

E. Meminta keluarga mendoakan kelancaran operasi

Pembahasan:

Perawat primer sudah melaksanakan tugasnya, memberikan

penjelasan rencana tindakan bedah yang akan dilakukan pada

pasien. Apabila keluarga mengharapkan penjelasan lebih lanjut

tentang pembedahan maka perawat tidak boleh memberikan

harapan atau janji yang belum pasti dan bukan wewenangnya karena

hal tersebut menjadi kewenangan dokter penanggung jawab pasien.


Strategi:

Peserta ujian perlu memahami hirarki tanggung jawab tata kelola

pasien dalam tim kesehatan, dokter memiliki kewenangan dalam

penjelasan kondisi pasien.

Jawaban: A

18. Seorang keluarga pasien mengeluh tentang buruknya sanitasi di ruang

rawat. Pasien hampir terpeleset saat hendak BAK. P erawat telah

mencatat keluhan tersebut dan akan memanggil petugas kebersihan.

Penjelasan tersebut tidak cukup buat keluarga pasien tersebut dan

langsung meminta bertemu kepala ruang. Sat tersebut, kepala ruang

sedang mengikuti pengarahan kepala bidang keperawatan.

Bagaimanakah tindakan selanjutnya dari perawat tersebut?

A. Keluarga diminta untuk bersabar

B. Meminta menghubungi kepala ruang

C. Meminta keluarga memasukkan keluhan di kotak

D. Menjelaskan ulang situasi dengan jelas pada keluarga

E. Mengajak keluarga menemui kepala ruang di ruang rapat

Pembahasan:

Perawat perlu memberikan penjelasan secara berkelanjutan kepada

pasien dan keluarga tentang situasi dan kondisi yang dialami,

khususnya terkait kerusakan sarana yang memerlukan koordinasi dan


perbaikan dengan kurun waktu yang lama, bentuk perwujudan dari

penegakan aspek etik veracity.

Strategi:

Peserta ujian perlu mencapai situasi pada soal tersebut memang

membutuhkan upaya perawat untuk mengkondisikan complain pasien

atau keluarga untuk disampaikan kepada kepalar ruang selaku

pimpinan di ruangan.

Jawaban: D

19. Ketua tim memanggil anggota timnya terkait keluhan keluarga pasien

yang merasa kurang diperhatikan ketika meminta perawat untuk

membantu menyediakan air hangat bagi pasien. Perawat menjelaskan

kepada ketua tim bahwa air tersebut sudah disiapkan, hanya kebutuhan

sedang membantu perawatan pasien lain yang secara prioritas perlu

penanganan segera.

Bagaimakah tindakan selanjutnya dari perawat tersebut?

A. Melakukan refleksi diri sementara di ruang istirahat

B. Segera memberikan air hangat tersebut kepada pasien

C. Menjelaskan situasi perawatan pasien kepada keluarga

D. Meminta maaf kepada kepala ruang atas kejadian tersebut

E. Berkeberatan bila dianggap kurang memperhatikan


Pembahasan:

Pasienn dan keluarga secara unik memang dimungkinkan mengeluhkan

kinerja perawat karena beberapa situasi pekerjaan perawat kurang

dipahami pasien dan keluarga. Namun perawat juga perlu tetap

mengedepankan layanan prima pada pasien dan tetap menegakkan

prinsip etika dalam layanan pasien, khususnya penerapan Beneficience,

setelahnya menjelaskan kondisi pasien, melakukan refleksi diri dan

meminta maaf pada pimpinan.

Strategi:

Tetap mengedepankan tindakan yang baik kepada pasien walau

sikeluhkan pasien dan keluarga dengan segera memberikan layanan

yang sempat tertunda karena membantu pasien lain yang lebih

diprioritaskan karena kondisinya.

Jawaban: B

20. Seorang laki – laki berusia 60 tahun dirawat dengan kondisi anemia. Hasil

pemeriksaan kadar Hb didapatkan 6,7 gr% dan terindikasi membutuhkan

tranfusi darah. Perawat meminta keluarga ke PMI untuk mendapatkan

darah yang dibutuhkan, namun keluarga menolak dengan alasan darah

dari PMI tidak jelas asal – usulnya. Setelah keluarga mendapatkan


penjelasaan dari dokter penanggung jawab pasie, keluarga tetap

berkeberatan dan menolak.

Apakah tindakan selanjutnya dari perawat tersebut?

A. Melaporkan kepada ketua tim

B. Memotivasi lanjut keluarga pasien

C. Tetap memberikan tranfusi darah

D. Menghornati keputusan keluarga pasien

E. Mendokumentasikan penolakan tindakan

Pembahasan:

Pasien atau keluarga memiliki otonomi untuk memutuskan yang terbaik

bagi status kesehatan pasien. Perawat wajib menghormati hal tersebut

sebagai penerapan prinsip normal dalam asuhan keperawatan.

Strategi :

Kalimat kunci adalah keluarga telah mendapatkan penjelasan dari dokter

penanggung jawab pasien sehingga langkah selanjutnya adalah

menghormati keputusan keluarga.

Jawaban : D
Buku Rujukan Utama

Dep Kes Ri, Modul SP2KP-PMK menuju WCH

(Who Petient Safety: Nine Life-Saving Patient Safety Solutions, JCI

Accreditation Standards for Hospital 4 rd Edition, 2010).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

9.1. Materi, Pendekatan Proses Keperawatan dan Soal Gawat Darurat

9.1.1. Sistem Pernafasan

9.1.1.1. Materi

Kasus kegawatan di system pernapasan yang banyak ditemukan adalah obstruksi

jalan napas dengan penyebabnya akumulasi sekret/pendarahan, lidah jatuh

kebelakang karena penurunan kesadaran, dan adanya benda asing pada jalan

napas. Tension pneumothoraks terjadi karena masuknya udara kedalam rongga

pleura dan tidak dapat keluar lagi (air trap), terjadi peningkatan intra pleura

sehingga paru-paru menjadi kolaps, menyebabkan mediastinum terdorong ke sisi

yang sehat (kontralateral) yang ditandai dengan sesak napas hebat, tracheal deviasi

dan pengembangan paru yang tidak simetris. Open pneumothoraks terjadi karena

benda tajam atau adanya luka tembus pada paru dengan karakteristiknya adalah
sesak napas hebat. Apneu : penyebab, karakteristik dan tanda gejala, penilaian hasil

keseimbangan asam basa (asidosis dan alkalosis).

9.1.1.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

Menentukan suara napas pasien wheezing, stridor, gurgling, dan suara snoring.

Bunyi ronkhi, dyspnea, napas cepat dan pendek (atelectasis paru), adanya jejas

di area dada, pergerakan dada (retraksi intecostal), sianosis perifer, VBS,

pengkajian pada kasus henti napas. Menginterpretasikan hasil AGD terkait

keseimbangan asam basa.

B. Fokus Diagnosis

Mendiagnosis bersihan jalan napas (akumulasi secret/darah, benda asing),

kerusakan pertukaran gas (pada kasus atelectasis paru (kebocoran paru)/TB

paru kronik), dan gangguan pola napas (masalah tidak langsung pada organ

paru dan jalan napas, terjadi gangguan pada otot bantu napas/ekspansi dada,

pasca bedah thorak).

C. Fokus Intervensi/Implementasi

 Mengimplementasikan airway management, cara mengatasi sesak napas ;

bebaskan jalan napas tanpa dan dengan alat bantu yaitu

o Membebaskan jalan napas tanpa alat : head tilt, chin lift, jaw thrust,

abdominal thrust, chest thrust dan back blow

o Membebaskan jalan napas dengan alat : oropharengeal airway, naso

tracheal airway, laryngeal mask airway, itubasi endotrakeal.


 Pemberian oksigen dengan berbagai alat : nasal kanul, simple mask,

rebreathing mask, non rebreathing mask, Jackson rheese dan BVM

 Tindakan suction, melakukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien

(life safing) : needle tracheostomi dan needle thorakosintesis dan CTT.

Cervical spine fixation, posisi fiksasi benda tertancap dan pemasangan

kassa dengan fiksasi 3 sisi. Pengambilan AGD, dan pengaturan posisi

pasien.

D. Fokus Evaluasi

Fungsi pernapasan, kepatenan jalan napas, tanda-tanda vital dan AGD

9.1.2. Sistem Kardiovaskuler

9.1.2.1. Materi

Sindrom koroner akut (Accute Coronary Syndrome (ACS)) adalah suatu

keadaan dimana terjadi pengurangan aliran darah ke jantung yang

disebabkan oleh penumpukan plaque sehingga terjadi penyempitan dan/atau

sumbatan pada arteri koroner ditandai nyeri dada yang menjalar ke lengan

kiri yang terasa semakin berat seperti tertimpa benda berat disertai sesak

napas, diaphoresis, mual dan muntah. Faktor risiko ACS adalah hipertensi,

hyperlipidemia, merokok dan diabetes mellitus. Gambaran EKG pada infark

miokard adalah adanya elevasi segmen ST akut (STEMI), dan enzim jantung

yang diperiksa adalah troponim 1/T atau CK-MB. Gagal jantung (Heart failure)

yang mencakup tanda gejala dimana gagal jantung merupakan kumpulan

gejala klinis berupa sesak napas saat istirahat, kelelahan, edema tungkai,

takikardia, takipneu, ronkhi paru, peniongkatan tekanan vena jugularis,


edema perifer, kardiomegali, suara jantung ketiga, dan murmur jantung.

Shock hipovolemik terutama tanda dan gejala pendarahan. Pemeriksaan

diagnostic : interpretasi hasil EKG dan enzim jantung, Tindakan dan tata

laksana pemberian terapi oksigen, CPR dan pemberian DC Shock.

9.1.2.2. Proses

A. Fokus pengkajian

Karekteristik nyeri dada, pemeriksaan fisik (IAPP), menginterpretasikan

hasil EKG (normal dan abnormal seperti asistole, fibrilasi ventrikel dan

ventrikel takikardi), kelainan irama jantung, mengidentifikasi enzim-

enzim jantung pada serangan. Tanda-tanda henti napas dan henti

jantung. Monitore intake output, cardiac output dan balance cairan, serta

interpretasi cardio thoraric ratio (CTR).

B. Fokus Diagnosis

Nyeri, keseimbangan cairan elektrolit, kelebihan/kekurangan cairan

(pendarahan), penurunan cardiac output, dan intoleransi aktifitas.

C. Fokus Intervensi / implementasi

Manajemen nyeri dada, penatalaksaan: pemberian th / oksigen, pemberian

diureutik, monitoring / perekaman EKG, dan penatalaksanaan shock

( pemilihan jenis cairan dan tranfusi ). Prosedur kegawatan : CPR,

penanganan henti napas dan henti jantung, kolaborasi pemberian obat

obatan, dan rehabilitasi pasien dengan ACS.

D. Fokus Evaluasi

Nyeri dada, EKG, dan pemeriksaan fungsi jantung.


9.1.3. Pencernaan

9.1.3.1 Materi

Trauma tumpul dan tajam pada abdomen: ryptur organ hati ( hati, limfa ) dan organ

visceral lain ( usus, omentum ), keracunan disebabkan oleh makanan, obat obatan

atau cairan ( baygon ) yang ditandai oleh mual, muntah dan pusing. Internal bleeding

adalah perdarahan yang terjadi pada rongga abdomen dan / atau disertai rupture

organ dalam seperti spleen dang aster, ditandai oleh penurunan TD, perdarahan,

akral dingin dan CRT > 2 detik.

9.1.3.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

Karakteristik nyeri abdemon, lingkar perut, tanda tanda shock,

pemahaman 4 kwadran abdomen, perdarahan dan keracunan : muntah

darah, melena, nyeri, TTV ( TD turun, nadi meningkat ), Turgor kulit, tanda

dehidrasi dan monitoring hemodinamik.

B. Fokus Diagnosis

Nyeri, syok, keseimbangan cairan elektrolit, kelebihan / kekurangan

cairan, kerusakan dan integritas kulit.

C. Fokus Intervensi/implementasi

Manajemen nyeri, pemberian therapy oksigen, penatalaksana shock, IV

terapi, replacement cairan, pemasangan NGT, bilas lambung, posisi

pasien, prosedur pemasangan kateter, dan kebutuhan nutrisi

D. Fokus Evaluasi
Nyeri, evaluasi NGT, syok, perdarahan, adekuat nutrisi, tanda gangguan

integritas kulit dan dehidrasi.

9.1.4. Sistem Saraf dan Perilaku

9.1.4.1 Materi

Trauma / cedera kepala adalah kondisi dimana kepala mengalami benturan yang

dapat menimbulkan gangguan fungsi otak ( cedera kepala terbuka atau tertutup ),

dapat terjadi peningkatan TIK dan tanda lainnya seperti nyeri kepala, mual muntah

berkelanjutan dan dapat menimbulkan pelebaran pupil. Penilaian GCS, saraf cranial

( 12 nervous ). Karakteristik atau tanda khas trauma kepala ( berat ringannya ) seperti

jejas, battle sign dan racoon eyes. Stroke ( hemorrhagic ( pecahan pembuluh darah di

otak dan non hemorrhagic ( sumbatan pembuluh darah otak )) dengan tanda gejala

seperti penurunan kesadaran, mual muntah, nyeri kepala, hemiparese, kelemahan

dan gangguan bicara / menelan.

9.1.4. Sistem Saraf dan Perilaku

A. Fokus Pengkajian

Penurunan kesadaran, kekuatan otot, paralisis, tanda tanda peningkatan

TIK ( muntah proyektil ), penilaian GCS, adanya jejas di kepala, battle sign,

rinorhea, otorhea, racon eyes, vital sign, hemodinamik dan perdarahan.

B. Fokus Diagnosis

Perfusi jaringan cerebral, gangguan mobilitas fisik, dan resiko aspirasi.

C. Fokus Intervensi / Implementasi


Menentukan nilai GCS pada pasien gangguan neurologis, penilaian ROM,

pemasangan ETT, intervensi pada pasien cedera kepala, Penatalaksanaan

TTIK: Posisi head up 15 - 30⁰, therapy antihipertensi, dan monitoring TTV.

Manajemen nyeri, pemberian therapy oksigen, replacement cairan,

pemasangan NGT, posis pasien dan prosedur pemasangan kateter.

D. Fokus Evaluasi

Nyeri, evaluasi NGT, perdarahan, tanda TTIK, skala kekuatan otot dan

penilaian GCS

9.1.5. Sistem Endokrin

9.1.5.1 Materi

Diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 dengan kondisi hipoglikemia yang dintadai oleh

kadar glukosa darah kurang dari normal ( biasa dibawah 70 mg / Dl ), bisa disertai

penurunan kesadaran, berkeringat dingin dan gelisah. Diabetes ketoasidosis yang

ditandai dengan hiperglikemia ( kadar glukosa > 250 mg/Dl, asidosis metabolic ( Ph <

7, 35, ketosis ( terbentuk karena pemakaian jaringan lemak untuk energy ( lipolisis )),

bila tidak tertolong akan menyebabkan dieresis osmatic dimana akan kehilangan

cairan dan elektrolit seperti sodium, kalsium dan klorida, pernapasan kusmaul,

dehidrasi, dan napas bau aseton. Tanda tanda syok, penurunan kesadaran ( nilai

GCS ) dan interpretasi hasil pemeriksaa gula darah sewaktu.

9.1.5.2 Proses

A. Fokus Pengkajian
Pengkajian adanya tanda – tanda syok, tanda dehidrasi, penurunan

kesadaran, ketoasidosis, gangguan hemodinamik ( nadi meningkat, TD

menurun ), nilai GDS dan vital sign.

B. Fokus Diagnosis

Perfusi jaringan cerebal, deficit volume cairan, kebutuhan nutrisi

gangguan mobilitas fisik, dan ketidak seimbangan kadar glukosa darah.

C. Fokus Intervensi / Implementasi

terapi insulin dan prinsip pemberiannya, pemberian glukosa, menentukan

nilai GCS pada pasien gangguan neurologis, monitoring TTV, prosedur

pemasangan NGT, pemasangan iv line, monitor intake output,

replacement cairan, dan posisi pasien. Kolaborasi pemberian glukosa dan

penatalaksanaan syok ( pemilihan jenis cairan dan frustasi ).

D. Fokus Evaluasi

GCS, tanda tanda syok dan kestabilan kadar glukosa

9.1.6. Sistem Muskuloskeletal

9.1.6.1 Materi

Fraktur tertutup dan terbuka terutama pada tulang tulang panjang, perdarahan ( luka

tusuk / trauma tajam ), tanda tanda shock hipovolemik karena perdarahan ( pucat,

lemas, diaphoresis, nadi lemah, takikardi dan volume darah berkurang min 15% ) dan

tanda tanda gangguan neurovascular ( CRT > 2 detik, akral dingin, perabaan pulse

( ada distal, neurosensori dan pergerakan ).

9.1.6.2 proses
A. Fokus Pengkajian

Pengkajian tanda – tanda fraktur, deformitas, nyeri, status neurovascular,

syndrome kompartemen, tanda – tanda syok, capillary refill time ( CRT ),

penurunan kesadaran, gangguan hemodinamik, nilai GCS dan vital sign

B. Fokus Diagnosis

Defisit volume cairan, ayok, gangguan perfusi jaringan, nyeri, gangguan

mobilitas fisik, dan risiko gangguan neurovascular

C. Fokus Intervensi / Implementasi

Pemasangan IV – line, pelvic wrapping, pemasangan bidai, dan

penatalaksanaan perdarahan: bulat tekan dan posisi, teknik mengurangi

nyeri.

D. Fokus Evaluasi

Tanda tanda kompartemen sindrom ( 5 P ), tanda tanda nyeri, tanda tanda

syok dan neurovaskuler.

9.1.7. Sistem Genito Urinari

9.1.7.1 Materi

Batu ginjal : urolithiasis, karakteristik urin ( kemerahan bercampur darah ), trauma

bladder ( luka tmpul dan tajam ), chronic kidney disease ( CKD ) ditandai edema paru

( sesak napas )dan edema extremitas. Acue kidnet injury dimana, oliguria,

peningkatan serum kreatinin, BUN dan terjadi penurunan urine output ( <0,5 ml /

kg / hari untuk > 6 jam berturut turut. Penyebab bisa pra renal ( perdarahan/

hipovolemia, penurunan curah jantung ( infark miokard ), renal

( glomerulonephritis ) dan pascarenal ( obstruksi ureter karena batu )


9.1.7.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

Pengkajian tanda – tanda nyeri, suara napas : ronchi, gangguan

hemodinamik, vital sign, prinsip etik dan balance cairan, eliminasi,

prosedur diagnostic : faal ginjal, edema paru dan extremitas.

B. Fokus Dignosis

Kelebihan volume cairan, pertukaran gas, nyeri, dan gangguan eliminasi

urin

C. Fokus Intervensi / Implementasi

Prosedur dan pemasangan IV – line, prosedur dan pemasangan kateter,

teknik mengurangi nyeri, monitor balance cairan, kolaborasi pemberian

diuretic, dan hemodialisa.

D. Fokus Evaluasi

Tanda tanda nyeri, tanda tanda vital dan balance cairan.

9.1.8. Sistem Integumen

9.1.8.1 Materi

Karakteristik luka bakar dengan kriteria luas luka bakar, area dan derajat luka bakar,

dan rule of nine. Kasus steven Johnson dimana terjadi gatal gatal, kelainan pada kulit

( eritema, bula dan purpura ) dan mukosa / selaput lendir yang kemungkinan

disebabkan oleh reaksi obat ( missal penisilin / tetrasiklin ) atau infeksi ( reaksi

hipersensitivitas ( 1g M dan Ig G ).
9.1.8.2 Proses

A. Fokus Pengkajian

Pengkajian tanda – tandanyeri, gangguan hemodinamik, vital sign, balance

cairan, syok hipovolemik, dan prosedur diagnostic.Pengkajian luas luka

bakar, area, derajat, suara napas, dan kebutuhan cairan. Keadaan kulit

( kekeringan,tekstur )

B. Fokus Diagnosis

Gangguan integritas kulit, gangguan : kekurangan volume cairan, nyeri,

dan syok

C. Fokus Intervensi / Implementasi

Penatalaksanaan dengan pemasangan iv line, penggantian cairan 8 jam

pertama dan 16 jam kemudia, perhitungan kebutuhan cairan ( Baxter ),

tata laksana nyeri dan pemasangan ETT

D. Fokus Evaluasi

Tanda tanda nyeri, tanda tanda vital dan balance cairan.

9.1.9 Triage

9.1.9.1 Materi

Pengkajian Primary survey, Secondary survey, triage bencana dengan konsep START ,

triage Rumah Sakit. Menentukan prioritas pasien. Menentukan labeling, warna, dan

level.

9.1.9.2 Proses

A. Fokus Pengkajian
Menentukan level triage (warna dan label), penilaian GCS, dan hemodinamik

B. Fokus Diagnosis

Penentuan prioritas masalah pasien (labeling)

C. Fokus Intervensi/implementasi

Melakukan tindakan dengan pendekatan kegawatan pada airway, breathing,

circulation, disability and exposure (primary survey)

D. Fokus Evaluasi

Ketepatan prioritas masalah : airway, breathing, circulation, disability and

exposure

9.2.3. Soal, Pembahasan dan Strategi

A. Pengkajian

1. Seorang laki-laki berusia 45 tahun dirawat di ruang ICU dengan diagnosis

STEMI. Hasil pengkajian : nyeri dada kiri yang menjalar ke punggung dan

kiri, tiba-tiba EKG monitor menunjukkan gambar sepertii dibawah ini :

( gambar )

Apakah interpretasi dari gambaran EKG pada pasien tersebut ?

A. sinus aritmia

B. sinus takikardi

C. sinus bradikardi

D. ventrikel fibrilasi

E. ventrikel takikardi
Pembahasan :

Ventrikel Takikardi (VT) terjadi karena inisiasi impuls berasal bukan dari

peacemaker alami yaitu SA node tapi berasal dari ventrikel dengan jalur

kondisi yang lebih panjang sehingga akan menyebabkan pelebaran pada

gelombang QRS (> dari 0,11 detik) atau biasa disebut dengan QRS lebar.

Pada kasus VT, sinyal listrik dikirimkan terlalu cepat sehingga jantung

berkontraksi lebih cepat dari normal, penyebab diantaranya

kardiomiopati, PJK, gagal jantung, atau miokarditis. Gejala yang menyertai

selain gambaran EKG diatas adalah palpitasi, sesak napas dan denyut nadi

melemah atau tidak teraba.

Strategi :

Cara mudah untuk mengenali gambaran VT adalah dengan melihat QRS

yang lebar dengan voltage yang konstan (bedanya dengan ventrikel

fibrilasi adalah voltagenya yang naik turun). Karakteristik VT adalah tidak

terdapat gelompang p dan gelombang QRS komplek melebar, nadi dapat

teraba ataupun tidak teraba, dan gelombang tampak lentur.

Jawaban : E

2. Seorang laki-laki berusia 38 tahun mengalami kecelakaan. Hasil

pengkajian : membuka mata ketika diberi rangsangan suara yang keras,


melakukan gerakan menarik dari sumber rangsangan nyeri dan

mengucapkan suara yang tidak jelas dan tanpa mengandung arti.

Berapakah nilai pemeriksaan GCS yang tepat pada kasus tersebut ?

A. E2V2M2

B. E2V2M2

C. E3V3M3

D. E3V3M3

E. E3V3M2

Pembahasan :

EYE MOTORIK
4. Spontan 6. Menurut perintah
3. Membuka dengan 5. Melokalisir nyeri
perintah 4. Reaksi menghindar
2. Membuka dengan 3. Gerakan fleksi abnormal
rangsang nyeri (dekortikasi)
1. Tidak ada respon
2. Gerakan ekstensi
(deserebrasi)
1. Tak ada gerakan
Verbal
5. Orientasi penuh
4. Bicara
kacau/disorientasi
3. Kata-kata tidak tepat
2. Mengerang
1. Tak berespon

Strategi :
Terdapat 3 indikator untuk menentukan nilai GCS yaitu eye (respon

membuka mata), motorik dan verbal (normalnya E4V5M6). Pada kasus ini

menunjukkan 3 indikator tersebut berupa motorik : membuka mata

dengan suara (disimpulkan 3), verbal kata-kata yang keluar tidak jelas

(disimpilkan 3) dan reaksi menghindar dari rangsang nyeri (disimpulkan

4).

Jawaban : C

3. Seorang perempuan berusia 37 tahun diantar ke UGD karena mengalami

luka bakar akibat tersiram air panas. Hasil pengkajian: Pasien mengeluh

nyeri, skala nyerii 8, hysteria, area luka bakar di seluruh area kepala dan

dada. TD 120/70 mmHg, frekuensi nadi 110 x/menit, dan frekuensi napas

26 x/menit.

Berapakah persen luas luka bakar pada pasien tersebut?

A. 18%

B. 27%

C. 36%

D. 45%

E. 54%

Pembahasan:

Pada luka bakar fokus dewasa, semua area dihitung dengan “ rule of nine

“ kecuali di area genitalia (perineum : 15 ). Sementara prosentasi pada


pasien anak berbeda : area kepala 18%, ekstremitas bawah masing

masing 13.5%, adapun gambar tersebut sebagai berikut:

( gambar )

Strategi:

Cara muda untuk menetukan presentase luas luka bakar pasien dewasa

adalah dengan pedoman “ Rule of nine”, dimana semua area memilikik

luas prosentasi yang sama yaitu 9% kecuali pada area perineum 1%. Pada

kasus tersebut luka bakar mengenai : seluruh area kepala ( 9% ).

Jawaban: A

B. Diagnosis Keperawatan

4. Seorang laki – laki berusia 34 tahun di antar ke UGD karena

kecelakaan. Hasil pengkajian: didapatkan jejas diantara dada dan

abdomen di ICS 4 -5, pasien meringis kesakitan, defans muscular ( + ),

CRT 4 detik, pucat, akral dingin, TD 80/60 mmHg, frekuensi nadi 125

x/menit, frekuensi napas 24 x/menit dan suhu 37⁰ C.

Apakah masalah keperawat yang tepat pada kasus tersebut?

A. Nyeri akut

B. Resiko infeksi

C. Gangguan perfusi

D. Defisit volume cairan

E. Perubahan pola napas


Pembahasan:

Trauma abdomen dapat menyebabkan pecahannya ( ruptura ) organ

dalam seperti hati dan lymph dan menimbulkan perdarahan yang

ditandai gejala klinis berupa: tampak pucat, akral dingin, frekuensi

nadi>120 x/menit, tekanan darah sistolik ≤90 mmHg, dan ditemukan

CRT > 2 detik, kondisi ini sudah berada pada fase shock hipovolemik

derajat 2 – 3 yang mengindikasikan adanya masalah kekurangan

volume cairan.

Strategi:

Perhatikan tanda tanda dari shock hipovolemik, dikaitkan dengan

kasus, data yang paling menonjol adalah peningkatan ( 125 x/menit ),

waktu pengisian kapiler memanjang ( CRT 4 detik ( normalnya < 2

detik )), disertai penurunan TD 80/60 mmHg dengan akral pucat dan

dingin. Semua data menunjuka bahwa pasien mengalami kondisi

shock hipovolemik dimana volume darah berkurang dan cardiac

output menurun sehingga perlu segera ditangani dengan

penggantian/resusitasi cairan.

Jawaban: D
5. Lima orang pasien secara bersamaan diantar ke UGD dengan kondisi:

Pasien A : seorang laki – laki berusia 45 tahun, riwayat penyakit jantung

dan saat ini mengeluh nyeri dada,

Pasien B : seorang perempuan berusia 27 tahun mengalami serangan

asma,

Pasien C : laki – laki berusia 38 tahun tidak sadarkan diri, dan tidak

berespon terhadap nyeri,

Pasien D : seorang laki – laki berusia 32 tahun mengalami fraktur tertutup

di daerah tibia fibula

Pasien E : seorang perempuan berusia 54 tahun terhadap luka di bagian

dahinya.

Manakah pasien yang harus mendapatkan prioritas penanganan segera?

a. Pasien A

b. Pasien B

c. Pasien C

d. Pasien D

e. Pasien E

Pembahasan:

Pada pasien dengan kondisi tidak sadarkan diri, berpotensi menimbulkan

obstruksi / sumbatan jalan napas akibat lidah jatuh ke belakang dan bila

penangananya terlambat dapat menyebabkan kematian.

Strategi:
Metode pendekatan penanganan pada keadaan gawat darurat yaitu

berdasarkan primary survey, dengan prinsip airway, breating, circulation,

disability dan exposure sebagai indicator kegawat daduratan. Semua

pasien sadar sedangkan pada pasien C mengalami penurunan kesadaran

yang menyebabkan lidah jatuh ke belakang dan menutupi ( obstruksi )

jalan napas. Obstruksi jalan napas adalah tingkat kegawat pernapasan

yang dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan segera.

Jawaban: C

6. Seorang laki – laki berusia 38 tahun diantar ke UGD karena kecelakaan.

Hasil pengkajian tampak jelas pada area dada, bunyi jantung menjauh

dan JVP meningkat. TD 85/50 mmHg , frekuensi nadi 116 x/menit, dan

frekuensi napas 28 z/menit.

Apakah label warna triage pada kasus tersebut?

A. Merah

B. Kuning

C. Hijau

D. Biru

E. Hitam

Pembahasan :

Trauma yang mengenai dada regio sebelah kiri bawah bisa menyebabkan

injury di bagian epikardium sehingga terjadi pendarahan yang menumpuk


di area pericardium, hal ini akan menyebabkan berkurangnya relaksasi

ventrikel sehingga ventrikel filling tidak optimal. Jika volume terus

bertambah, pada fase akut akan terjadi kompensasi berupa peningkatan

heart rate dan selanjutnya akan mengalami bradikardi hingga terjadinya

henti jantung.

Strategi :

Pada kasus tersebut pasien dikategorikan merah (most urgent/prioritas

pertama) dikarenakan tamponade jantung dengan melihat tanda

klinisnya berupa :bunyi jantung menjauh, JVP meningkat disertai

hipotensi dan bila tidak ditangani segera (< 10 menit) akan menyebabkan

kematian. Prioritas pasien ditentukan oleh label triage berdasarkan tanda

klinis yang mengancam nyawa dan prinsip ABCDE.

Jawaban : A

C. Intervensi/Implementasi

7. Seorang laki-laki berusia 25 tahun dirawat di ICU dengan diagnosis gagal

napas. Hasil pengkajian : kesadaran compos mentis, terpasang ventilator

mode CPAP, terdengar bunyi gurgling dan pasien akan dilakukan

penghisapan lendir (suction).

Apakah tindakan pertama yang harus seger dilakukan pada kasus

tersebut?

A. Pasang cacater suction


B. Tingkatkan fraksi O₂ 100%

C. Penghisapan lendir dilakukan dengan cara berputar

D. Masukan cateter suction dengan posisi canula dibuka

E. Lakukan penghisapan lendir dengan posisi canula ditutup

Pembahasan :

Pasien yang dilakukan pemasangan ventilator mode CPAP akan

menyebabkan penurunan kemampuan fungsi silia dalam mengeluarkan

sekret, sehingga berpotensi mengalami akumulasi sekret dijalan napas.

Kondisi tersebut akan menyebabkan obtruksi pada jalan napas yang

berdampak pada penurunan ventilasi dan akan bermuara pada

penurunan oksigen jaringan (SaO2), jika tidak segera ditangani akan

menyebabkan kematian.

Strategi :

Pada tindakan suction, oksigen dari tubuh pasien dapat ikut terhisap

sehingga dapat menyebabkan saturasi O2 pasien menjadi turun. Oleh

karena itu pada tahapan pertama sebelum dilakukan tindakan suction

sebagai antisipasi penurunan saturasi oksigen adalah dengan

meningkatkan fraksi O2.

Jawaban : B
8. Seorang laki-laki berusia 38 tahun diantar ke UGD karena kecelakaan.

Hasil pengkajian terdapat luka tusuk di paru kiri, tampak sesak napas, VBS

menurun, JVP meningkat, trachea bergeser ke sebelah kanan. TD : 80/50

mmHg, frekuensi nadi : 116x/menit, frekuensi napas : 35x/menit. Pasien

terpasang oksigen NRM 10 1/menit. Pasien telah terpasang needle

thorakosintesis.

Apakah tindakan selanjutnya yang harus dilakukan pada kasus tersebut?

A. Posisi semi fowler

B. Pasang balut tekan

C. Pasang kassa 3 sisi

D. Perikardiosintesis

E. Pasang CCT

Pembahasan :

Tensin Pneumothoraks, terjadi kebocoran udara yang berasal dari paru-

paru atau dari luar melalui dinding dada, masuk kedalam rongga pleura

dan tidak dapat keluar lagi (air trap/udara terjabak dirongga pleura),

terjadi peningkatan tekanan intra pleura sehingga paru-paru menjadi

kolaps, dan akhirnya menyebabkan mediastinum terdorong ke sisi yang

sehat (kontralateral) dan dapat menghambat pengembalian vena ke

jantung.

Strategi :
Tanda dan gejala berupa sesak napas, VBS (Voice Breath Sound)

menurun, JVP meningkat, trachea bergeser ke sebelah kanan maka

tindakan yang paling tepat untuk menangani hal tersebut yaitu dengan

melakukan kolaborasi pemasangan CTT (Catheter Chest Tube) untuk

pengeluaran udara dan mengembalikan tekanan intra pleura kembali

pada tekanan normal.

Jawaban : E

9. Seorang laki-laki berusia 45 tahun, diantar ke UGD karena nyeri dada.

Hasil pengkajian : nyeri di dada yang menjalar ke lengan kiri dan

punggung, skala nyeri 8, ronchi positif, TD 100/60 mmHg, Frekuensi nadi

70 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit dan suhu 35,8⁰C. Gambaran EKG

ada infark miokard luas dan pasien sudah diberikan NGT 10 mg

sublingual.

Apakah tindakan selanjutnya pada kasus tersebut ?

A. Kolaborasi analgesic kuat (morphin)

B. Kolaborasi pemberian anti platelet

C. Kolaborasi pemberian oksigen

D. Kolaborasi obat digitalis

E. Kolaborasi nitrogliserin

Pembahasan :
Acute Coronanry Syndrome (ACS) terjadi karena adanya oklusi dimana

terjadi penumpukan plak pada area lebih dari 2 cabang arteri koroner,

oklusi lebih dari 70% akan direspon tubuh berupa sensasi nyeri pada area

jantung (didaerah dada sebelah kiri), nyeri dada yang semakin berat

menggambarkan ringkat kerusakan yang terjadi pada area miokard.

Strategi:

Tatalaksana yang telah terstandarisasi sesuai SPO sesudah NGT diberikan

jika masih ada keluhan nyeri dada adalah pemberian morpiin, karena

sensasi nyeri tersebut hanya bisa diturunkan dengan pemberian analgetik

dosis kuat ( morphin ).

Jawaban: A

10. Seorang laki – laki 55 tahun diantarkan ke UGD karena muntah darah.

Hasil pengkajian: compos mentis, nyeri tekan dan nyeri lepas dengan skala

7 , hepar teraba 3 cm, spider nevi +, TD 100 / 70 mmHg, frekuensi nadi 94

x/menit, dan frekuensi napas 22 x/menit.

Apakah tindakan yang harus dilakukan pada kasus tersebut?

A. Pasang NGT

B. Puaskan pasien

C. Berikan vitamin K

D. Berikan cairan koloid

E. Berikan cairan kristaloid


Pembahasan:

Varies esophagus merupakan salah satu penyebab terjandiya perdarahan

saluran cerna. Perdarahan ini terjadi apabila kondisi pembuluh darah yang

mengalami distensi terstimulasi akibat peristalik yang terjadi secara teus

menerus, sehingga tejadi erosive pada permukaan pembuluh darah dan

akan berpotensi terjadinya ruputra, dimana hal ini lama kelamaan akan

mengakibatkan terjadinya perdarahan saluran cerna.

Strategi:

Akumulasi perdarahan pada saluran cerna dapat mengakibatkan terjadinya

mag dilatasi. Tindakan mengosongkan lambung atau dekompresi dengan

pemasangan NGT merupakan tindakan segera yang harus dilakukan untuk

mencegah terjadinya ulkus peptikum untuk infeksi saluran cerna yang

berkelanjutan.

Jawaban: A

11. Seorang laki – alki berusia 60 tahun diantar ke UGD karena tidak sadarkan

diri. Hasil pengkajian: riwayat jatuh di kamar mandi, GCS E2M4V3, tampak

jejas di area frontal, lemah dan terdengar bunyi napas gurgling. TD

150/100 mmHg, frekuensi nadi 64 x/menit, frekuensi napas 26 x/menit,

dan akral teraba dingin. Hasil CT Scan: stroke infark hemisfer sinistra.

Apakah tindakan yang harus dilakukan pada kasus tersebut?


A. Melakukan penghiasan lendir

B. Mengatur posisi fowler

C. Memasang oksigen

D. Memasang ETT

E. Memasang OPA

Pembahasan:

Perdarahan intraserabal meliputi perdarahan jaringan atau vertical otak.

Perdarahan disebebkan karena pecahnya aneurisma yang menyebabkan

adema luas di sekitar area perdarahan dan iskemik jaringan dimana

ditandai dengan hilangnya kesadaran, pola napas abnormal, dan fungsi

motorik menurun termasuk terjadinya gangguan pada nervus vagus

sehingga mengalami penurunan fungsi menelan, hal ini akan

mengakibatkan meunuknya sekret di jalan napas yang bisa didengar

sebagai suara gurgling.

Strategi:

Pasien mengalami penurunan kesadaran namun GCS masih diatas 8 bisa

diasumsikan jalan napas ( airway ) pasien masih paten, untuk itu

pendekatan penanganan kegawat daruratan pada kasus diatas adalah pada

gangguan fungsi pernapasan ( airway dan breathing ) karena adanya

penumpukan sekret ( terdengar suara gurgling ) yang berpotensi

mengakibatkan kematian. Tindakan yang dilakukan untuk menjaga fungsi

jalan napas tetap adekuat adalah dengan melakukan penghisapan lendir.


Jawaban: A

12. Seorang perempuan berusia 55 tahun diantara ke UGD karena penurunan

kesadaran. Hasil pengkajian: riwayat menderita DM sejak 5 tahun yang

lalu, pusing, tampak pucat, berkeringat dingin, dan akral teraba dingin. TD

100/70 mmHg, frekuesnsi nadi 98 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit.

Pemeriksaan GDS 48 mg/dl.

Apakah tindakan yang harus dilakukan pada kasus tersebut?

A. Memberikan infuse D 5%

B. Memberikan glukosa 1 mg iv

C. Memberikan glukosa 40% 1 flakon

D. Memberikan glukosa 40% 2 flakon

E. Memberikan glukosa 40% 3 flakon

Pembahasan:

Metabolisme glukosa didalam darah dipengaruhi oleh kadar insulin yang

diproduksi dari palau langerhans di pankreas, jika terjadi

kerusakan pada prankreas akan mengakibatkan penurunan sekresi insulin

sehingga kebutuhan insulin untuk metabolism glukosa didalam darah tidak

mencukupi. Insulin berfungsi untuk membawa makanan ke dalam sel dan

pasien DM biasanya diberikan obat obatan insulin dan diet rendah gula

secara rutin. Penurunan ini terjadi karena obat obatan yang diminum
( terapi insulin ), diet rendah gula / karbohidrat serta olah raga yang

dilakukan.

Strategi:

Pedoman tatalaksana regulasi cepat gula darah jika terdapat kadar gula

darah puasa antara 30 – 60 mg/dl adalah dengan pemberian infuse D 40%

sebanyak 2 flakon.

Jawaban: D

13. Seorang laki – laki berusia 25 tahun diantar ke UGD karena kecelakaan.

Hasil pengkajian terdapat fraktur terbuka pada sinistra, perdarahan massif,

tekanan darah 90/60 mmHg, frekuensi nadi 110 x/menit, frekuensi napas

24 x/menit.

Apakah tindakan yang tepat dilakukan pada kasus tersebut?

A. Berikan O2

B. Balut tekan

C. Pasang bidai

D. Pasang kateter

E. Rehidrasi cairan

Pembahasan:

Fraktur terbuka dimana patahan tulang menonjol keluar menyebabkan

jaringan lunak disekitar tulang rusak, diantaranya menyebabkan pembuluh


darah rusak sehingga timbul perdarahan, bila perdarahannya massif terus

menerus maka volume darah berkurang yang beresiko terjadinya shock

hipovolemik. Hal ini terlihat dari gejala klinis yang ditimbulkan yaitu

peningkatan nadi, penurunan TD, perfusi perifer menurun, dan CRT>2

detik.

Strategi:

Gejala klinis yang ada seperti adanya perdarahan massif, tekanan darah

90/60 mmHg, frekuensi nadi 110 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit

menunjukan berada pada kondisi preshock. Maka tindakan utama yang

tepat pada pasien tersebut adalah dengan memberikan rehidrasi cairan

sesuai deficit yang terjadi.

Jawaban: E

14. Seorang laki – laki berusia 29 tahun diantar ke UGD karena kecelakaan.

Hasil pengkajian: kesadaran komposmentis, terlihat lemah dan jejas diarea

antebrachi dextra. TD 110/80 mmHg, frekuensi nadi 100 x/menit dan

frekuensi napas 24 x/menit. Pasien didiagnosis fraktur tertutup radius ulna

1/3 distal dextra. Telah dilakukan pemasangan bidai.

Apakah langkah selanjutnya yang harus dilakukan pada kasus tersebut?

A. Mengevaluasi warna kulit

B. Mengevaluasi posisi bidai

C. Mengevaluasi tingkat nyeri

D. Mengevaluasi pulsasi distal


E. Mengevaluasi kesimetrisna lengan

Pembahasan :

Fraktur disertai dengan adanya kerusakan pada otot dan jaringan lain

termasuk syaraf. Fragmen fraktur tidak stabil dan setiap terjadi pergerakan

akan menstimulasi nyeri yang dihantarkan ke hypothalamus : ke cortex

cerebri disampaikan ke syaraf motorik yang akan diinterpretasikan nyeri

sehingga terjadi keterbatasan gerak. Tatalaksana yang dilakukan untuk

menstabilisasi fragmen fraktur salah satunya adalah dengan pemasangan

bidai.

Strategi :

Pada kasus diatas, dengan adanya fraktur tertutup radius ulna 1/3 distal

dextra dan sudah dilakukan pemasangan bidai, selanjutnya harus

dilakukan monitoring neurovascular yaitu mengevaluasi pulse sensasi,

monitorik (PSM) di area distal fraktur.

Jawaban : D

15. Seorang laki-laki berusia 34 tahun diantar UGD karena luka bakar. Hasil

pengkajian : luas luka bakar 36%, derajat II, dengan BB pasien 50 kg.

Berapakah kebutuhan cairan 8 jam pertama pada kasus tersebut ?

A. 3600

B. 5800
C. 6200

D. 7200

E. 8100

Pembahasan :

Luka bakar menyebabkan terbukanya kulit sebagai barrier untuk

mengurangi terjadinya evaporasi, hal ini akan menyebabkan kehilangan

cairan tubuh dan selanjutnya akan menyebabkan kondisi syok hipovolemik

bahkan risiko kematian jika tidak segera ditangani.

Strategi :

Penghitungan kebutuhan cairan pada kasus luka bakar adalah 1)

menentukan dahulu luas luka bakar, BB dan kemudian mencari kebutuhan

cairannya. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Rumus 4 cc x BB x Luas Luka Bakar

Dengan rincian hasil hitungan :

½ hitungan cairan → diberikan 8 jam pertama

½ hitungan cairan → diberikan 16 jam berikutnya

Berdasarkan kasus diatas pemberian cairannya sebagai berikut :

Luka bakar 36% dan BB pasien 50 kg. Maka kebutuhan cairannya adalah :

4 x 50 x 36 = 7.200, 8 jam pertama diberikan 50% dari total kebutuhan

cairan : 7200/2 = 3.600


Jawaban : A

D. Evaluasi

16. Seorang laki-laki berusia 63 tahun dirawat di ICU dengan Acute Kidney

Injury. Hasil pengkajian : suara napas ronchi di kedua lapang paru bawah,

edema extremitas derajat 2, ascites +. TD : 110/70 mmHg, frekuensi nadi

98 x/menit, dan frekuensi napas 30 x/menit. Hasil laboratorium fungsi faal

ginjal : ureum 178, kreatinin 4,6. Pasien mendapat therapy diuretik

furosemid 3 x 3 ampul.

Apakah yang perlu dievaluasi dari tindakan kolaboratif tersebut ?

A. Urine output

B. Tekanan darah

C. Frekuensi napas

D. Kadar kalium darah

E. Kadar natrium darah

Pembahasan :

AKI adalah penurunan cepat laju filtrasi glomerulus yang umumnya

berlangsung reversible diikuti kegegalan ginjal untuk mengekskresi sisa

metabolisme nitrogen dengan/tanpa gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit. Tanda tanda AKI adalah kreatinin serum meningkat dan BUN,

dan urine output menurun. Faktor risikonya adalah sepsis, luka bakar,

trauma dan operasi jantung. Ada 3 patofisiologi dari penyebab AKI yaitu

penurunan perfusi ginjal (pre renal), penyekit intrinsic ginjal (renal) dan
obtruksi renal akut (post renal), dengan penyebab pendarahan hebat,

penurunan curah jantung dan glomerulonephritis. Pada kasus acute kidney

injury dimana terjadi kerusakan parenkim ginjal yang bersifat sementara

tergantung dari fase yang dialami, mulai dari acute phase dimana terjadi

penurunan fungsi ginjal sehingga reproduksi urin menurun (oliguria), dan

disertai dengan peningkatan kalium dan cairan di dalam tubuh.

Strategi :

Diuretik bekerja ditubulus ginjal dengan menghambat proses absorbsi

sehingga diharapkan kelebihan elektrolit seperti kalium, natrium dan

cairan dapat dikeluarkan yang dilihat dari indicator meningkatnya urine

output. Urin output adalah indicator penting untuk monitor atau evaluasi

fungsi ginjal.

Jawaban : A

Referensi Utama :

AHA. 2015. Cardiopulmonary resuscitation Guidelines.

Curtis, K., Ramsden, C., & Friendship, J., (Eds). (2007). Emergency and

trauma nursing. Philadelphia: Mosby

NANDA International. 2018. Nursing diagnosis : Definitions and

Classification. New York : Thime Publisher.


BAB V

PENUTUP

Buku ini dihadirkan oleh AIPNI dalam memenuhi kebutuhan anggota untuk

menghadapi uji kompetensi Ners. Sejak mulai berlakunya uji kompetensi Ners pada Agustus

2012, banyak lulusan Ners yang belum mampu untuk melewati ujian . Sampai saat ini

hampir 11.743 lulusan Ners belum berhasil dengan bermacam argumentasi. Institusi telah

melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kelulusan namun angka kelulusan secara

nasional belum maksimal. Salah satu yang dianggap menjadi penyebab adalah belum adanya
sumber belajar yang memadai yang dapat membantu mahasiswa dalam memahami soal –

soal uji kompetensi khususnya blu print.

Bermodalkan pada informasi tersebut, Bidang Ukom dan Pemberdayaan Lulusan

AIPNI, mengemabangkan sebuah program yaitu pembuatan buku standar ukom ( SiBERSI )

ini. Buku ini berupaya untuk memberikan pemahaman yang singkat dengan contoh – contoh

soal yang dapat muncul dari materi tersebut dan selanjutnya diberikan ulasan untuk

meningkatkan daya ktiris lulusan dalam menghadapi ujian. Hadirnya buku ini diharapkan

memberikan panduan singkat untuk merangsang munculnya pemikiran dari mahasiswa dan

dosen dalam pengembangan model – model kajian materi disertai dengan soal. Buku ini

tidak menyajikan materi dan soal – soal secara lengkap, namun memberikan kisi – kisi dan

tipe –tipe soal yang disesuaikan dengan blue print dan soal yang sering mata ajar, sehingga

buku ini akan memberikan sungguh – sungguh dan memahami isi buku ini dengan baik,

besar kemungkinan mereka akan lulus dari uji kompetensi. Tentu disertai dengan semangat

berjuang dan tidak lupa untuk berdoa dalam setiap usahanya.

Buku ini diharapkan menjadi pedoman proses analisis materi, menemukan materi yang

cocok dan menghadirkan soal dari materi tersebut, member fokkus porses belajar sehingga

menjadi lebih efektif dalam mengetahui dan memahami soal. Buku ini dapat menjadi

sumber pembelajaran yang baik dan sesuai untuk mahasiswa dan juga bagi para dosen

dalam satu institusi dalam mengambangkan program pembinaan kepada para mahasiswa

atau lulusannya dalam menghadapi ukom. Kesuksesan semua lulusan dari semua institusi

anggota dalam menghadapi uji kompetensi merupakan kebanggan bagi AIPNI sebagai

wadah pembinaan dan pengembangan institusi.

Anda mungkin juga menyukai