Anda di halaman 1dari 8

PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI

SELEKSI PERSONIL

A. Definisi Seleksi
Sebagai sistem terbuka, Perusahaan secara terus menerus berada dalam suatu
proses interaksi, suatu proses pertukaran dengan lingkungannya, dengan sistem-sistem
lainnya. Dalam proses ini, organisasi industri melakukan penyaringan karyawan untuk
meduduki suatu jabatan, baik entry lavel maupun sampai pada level manajerial. Proses ini
juga bertujuan untuk memperoleh karyawan yang sesuai dan memilih karyawan yang
terbaik sesuai dengan kualifikasi dan persyaratan melalui ujian / test kemapuan.
Namun tidak seluruh kandidat memiliki kualifikasi sesuai dengan lowongan
jabatan, selain itu karyawan yang dibutuhkan pada jabatan tersebut biasanya lebih kecil
jumlahnya dibandingkan dengan calon pelamar, sehingga Organisasi Industri perlu
melakukan seleksi dan penempatan bagi pekerja.
Seleksi adalah keputusan menerima atau menolak calon pekerja untuk pekerjaan
tertentu, berdasarkan dugaan tentang kemungkinan berhasil atau tidaknya calon pada
pekerjaan tersebut. Seleksi : dinilai sejauh mana kesesuaian calon pekerja dengan suatu
pekerjaan (Munandar, 2001).
Penempatan adalah keputusan untuk mendistribusikan calon pekerja pada
perkerjaan yang berbeda-beda berdasarkan dugaan tentang berhasil atau tidaknya calon
tersebut pada pekerjaan yang berbeda tersebut. Penempatan : dinilai kesesuaian calon
pekerja dengan sejumlah pekerjaan yang berbeda (Munandar, 2001).

B. Metode Seleksi
1. Metode Statistikal, yaitu data dari calon pekerja dikumpulkan berdasarkan prosedur
yang sudah ditetapkan. Misalnya penentuan alat ukur/alat tes yang telah
distandarisasikan. Biasanya menggunankan perhitungan statistik.
a. Keuntungan dari metode statistical ialah:
1) Kecermatannya dalam menyatakan besarnya kemungkinan timbulnya satu
taraf perilaku kerja tertentu.
2) Pengetahuan yang diperoleh dari belajar melalui pengalaman tentag peramal-
peramal (predictors) yang tepat yang berkaitan dengan perilaku kerja yang
berbeda-beda.
b. Kelemahan dari metode statistical ialah:
1) Kesulitannya untuk mengadakan kajian-kajian validasi dan validasi silang.
2) Ketidakmampuan untuk memperhatikan perubahan-perubahan dinamis dalam
pekerjaan dan kondisi keorganisasian.
3) Kesulitan untuk memperoleh keputusan-keputusan yang benar-benar
diindividualisasi.
2. Metode Klinikal, yaitu mengidentifikasikan calon pekerja dengan cara kualitatif,
melalui metode wawancara dan observasi perilaku.
a. Keuntungan dari metode klinikal ialah:
1) Setiap orang ditangani dengan cara lebih sesuai dengan dirinya.
2) Psikolog menggunakan keterampilan khususnya dan pengalamannya dapat
memperhatikan kondisi-kondisi yang unik dan khusus bagi situasi-situasi
peramalan yang rinci.
b. Kelemahan dari metode klinikal ialah:
1) Derajat ketidaktepatan yang berarti, hanya ada sedikit atau tidak ada sama
sekali pengetahuan sebelumnya tentang ketepatan pengambilan keputusan
tentang diterima atau ditolaknya tenaga berdasarkan metode klinis.
2) Berbagai macam masalah yang timbul dari kesulitan-kesulitan yang
berhubungan dengan prosedur yang tidak dibakukan, yang subjektif, masalah
dari pembentukan kesan-kesan dan aturan optimal untuk mengkombinasikan
informasi dengan bentuk peramalan.

C. Strategi Seleksi
Strategi seleksi didasarkan pada penggunaan dari metode mekanika atau klinik
dalam pengummpulan dan pengolahan data dapat dibedakan menjadi 6 strategi seleksi.
Berikut uraian singkat dari setiap strategi :
1 Interprestasi profil
Data dikumpulkan mekanika dan diolah secara klinikal. Seorang ahli klinik (Sarjana
Psikologi), dapat mengadakan awancara dan mengamati atau mengobservasi calon,
menafsirkan pola atau profil dari skor-skor yang diperoleh dari seperangkat tes.
2 Statisikal Murni
Data dikumpulkan dan diolah secara mekanikal strategi ini ialah penggunaan dari
informasi biografikal dan skor-skor tes untuk meramalkan prestasi kerja manajerial.
3 Klinikal Murni
Pengumpulan dan pengolahan data berlangsung secara klinikal. Seorang ahli klinik
atau sarjana psikologi mendasarkan prediksinya melalui wawancara atau observasi
perilaku tampak menggunakan informasi objektif.
4 Pengharkatan Perilaku (Behavior Rating)
Pengumpulan data dilaksanakan secara klinikal sedangkan pengolahannya dilakukan
secara mekanikal. Ahli klinik atau sarjana psikologi setelah mengobseervasi perilaku
calon atau setelah mewawancarainya, meringkas kesan-kesannya dalam bentuk
pengharkatan pada satu atau lebih skala yang telah disediakan.
5 Gabungan Klinikal
Pengumpulan data dilakukan secara mekanikal dan klinikal sedangakan
pengolahannya secara klinikal, semua informasi dari wanwancara, observasi dan
skor-skor tes, dipadukan oleh seorang atau satu tim ahli klinik (psikologi) untuk
mengembangkan satu wawasan dan prediksi perilaku tentang seorang calon.
6 Gabungan Mekanikal
Data dikumpulkan secara mekanikal dan klinikal, sedangkan pengolahan datanya
dilakukan secara mekanikal. Metode ini berbeda dari gabungan klinikal hanya
dalam penggunaan dari aturan-aturan yang telah ditetepakan semula.

D. Proses Seleksi
Proses seleksi adalah serangkaian kegiatan yang digunakan untuk memutuskan
apakah pelamar diterima atau tidak. Proses ini termasuk perpaduan kebutuhan-kebutuhan
kerja pelamar dan organisasi. Proses seleksi ini penting, karena melalui proses ini akan
diperoleh karyawan yang mempunyai kemampuan yang tepat, sesuai dengan yang
diperlukan oleh organisasi.

Langkah-langkah proses seleksi ini adalah sebagai berikut:

1. Penerimaan pendahuluan pelamar


Proses seleksi ini merupakan jalur dua arah, dimana pelamar memilih organisasi
tempat bekerja dan organisasi memilih orang atau calon karyawan yang tepat. Dalam
tahap pendahuluan seleksi, para pelamar memperoleh informasi bahwa surat
lamarannya telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Oleh sebab itu berhak
untuk mengikuti proses selanjutnya.
2. Tes-tes penerimaan
Tes penerimaan ini dilaksanakan untuk mendapatkan informasi yang relatif
objektif tentang pelamar, diharapkan akan memperoleh calon yang lebih baik bila
disbandingkan dengan pelamar lainnya atau dengan karyawan yang sudah ada. Untuk
memperoleh informasi (termasuk kemampuan-kemampuan) pelamar, maka biasanya
dilakukan ujian (tes tertulis). Ada bermacam-macam jenis tes penerimaan, yaitu:
a. Tes psikologis, yaitu berbagai peralatan tes yang mengukur atau menguji
kepribadian atau tempramen, bakat, minat, kecerdasan dan keinginan
berprestasi. Bentuk tes ini mencakup mencakup:
1) Tes kecerdasan (intelligence test), yang menguji kemampuan mental
pelamar dalam hal daya piker secara menyeluruh dan logis.
2) Tes kepribadian (personality test), dimana hasilnya akan mencerminkan
kesediaan bekerjasama, sifat kepemimpinan, dan unsur-unsur kepribadian
lainnya.
3) Tes bakat (aptitude test), yang mengukur kemampuan potensial pelamar
yang dapat dikembangkan.
4) Tes minat (interest test), yang mengukur antusiasme pelamar terhadap
suatu jenis pekerjaan.
5) Tes prestasi (achievement test), yang mengukur kemampuan pelamar
sekarang.
b. Tes-tes pengetahuan (knowledge tests), yaitu bentuk tes yang menguji
informasi atau pengetahuan yang dimiliki para pelamar. Pengetahuan yang
diujikan harus sesuai dengan kebutuhan untuk melaksanakan pekerjaan.
c. Performance Tests, yaitu bentuk tes yang mengukur kemampuan para pelamar
untuk melaksanakan beberapa bagian pekerjaan yang akan dipegangnya.
3. Wawancara seleksi
Wawancara ini untuk memperoleh informasi-informasi tentang pelamar yang
tidak dapat diperoleh melalui tes-tes tertulis tersebut diatas. Wawancara merupakan
teknik yang paling umum dan luas digunakan, dengan alasan hasilnya lebih dapat
dipercaya.
Wawancara dapat dilakukan terhadap individu, tetapi untuk pelamar yang
jumlahnya banyak dapat dilakukan secara kelompok. Untuk memperoleh informasi
yang lengkap, terarah dan sistematis dalam melakukan wawancara harus
menggunakan pedoman wawancara. Pedoman wawancara ini harus dipersiapkan dulu
dengan pembahasan yang matang diantara pimpinan organisasi.
Kesalahan-kesalahan yang sering timbul dari wawancara, sehingga menyebabkan
pengambilan keputusan penerimaan yang kurang tepat, antara lain:
a. Pertanyaan yang sudah mengarah atau leading dimana pertanyaan itu sudah
mengarahkan jawaban pelamar. Misal, apakah saudara akan menyukai
pekerjaan ini?
b. Personal bias, hasil prasangka pribadi pewawancara terhadap kelompok-
kelompok tertentu. Misal, saya lebih menyukai personil yang berbadan
tinggi.
c. Dominasi pewawancara, dimana pewawancara yang lebih mendominasi
wawancara tersebut, sehingga informasi-informasi dari pelamar tidak lengkap.
Dipihak lain wawancara lebih banyak bertanya atau lebih banyak memberi
informasi kepada pelamar.
d. Halo effect, terjadi bila pewawancara menggunakan informasi yang terbatas
tentang pelamar untuk berprasangka dalam evaluasi terhadap karakteristik
atau penampilan pelamar. Misal, pelamar yang berwajah menarik diunggulkan
meskipun kemampuannya kurang.
4. Pemeriksaan referensi-referensi
Ada dua jenis referensi. Pertama, Personal references yaitu tentang karakter
pelamar biasanya diberikan oleh keluarga atau teman-teman terdekat baik yang
ditunjuk oleh pelamar sediri atau diminta perusahaan. Bila referensi diserahkan secara
tertulis, pemberi referensi biasanya hanya menekankan hal-hal positif.
Kedua, Employment references berbeda dengan referensi pribadi karena
mencakup latar belakang atau pengalaman kerja pelamar. Namun, organisasi sangat
jarang untuk mendapatkan referensi yang benar. Keadaan tersebut menyebabkan
banyak organisasi yang menghilangkan atau mengganti proses seleksi ini, seperti
menggantinya dengan referensi tertulis melalui telephone. Bagaimanapun juga,
referensi yang bisa dijamin kebenarannya akan bermanfaat sebagai informasi
pelengkap bagi hasil tes dan wawancara.
5. Evaluasi medis (tes kesehatan)
Proses seleksi juga mencakup pemeriksaan kesehatan pelamar sebelum keputusan
penerimaan karyawan dibuat. Pada umumnya, evaluasi ini mengharuskan pelamar
menunjukan informasi kesehatan. Pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan baik oleh
dokter diluar perusahaan maupun tenaga medis perusahaan sendiri. Evaluasi medis
memungkinkan perusahaan untuk menekankan biaya perawatan kesehatan karyawan
dan asuransi jiwa, mendapatkan karyawan yang memenuhi persyaratan kesehatan
fisik untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu, atau memperoleh karyawan yang dapat
mengatasi stress fisik dan mental dalam pekerjaan.
6. Wawancara akhir/ Wawancara atasan langsung
Pemimin sering mempunyai kemampuan untuk mengevaluasi kecakapan teknis
pelamar dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pelamar tentang pekerjaan
tertentu secara lebih tepat. Atas dasar alasan ini, banyak organisasi yang memberikan
wewenang kepada pemimpin untuk mengambil keputusan penerimaan final,
Partisipasi pemimpin paling baik diperoleh melalui supervisory interview. Dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan, pemimpin menilai kecakapan teknis, potensi,
kesediaan bekerjasama, dan seluruh kecocokan pelamar. Wawancara ini berguna
sebagai suatu cara yang efektif untuk meminimumkan perputaran karyawan, karena
karyawan telah dapat memahami perusahaan dan pekerjaannya sebelum mereka
mengambil keputusan untuk bekerja pada perusahaan.
7. Keputusan penerimaan
Dari sudut pandang hubungan masyarakat, para pelamar lain yang tidak terpilih
harus diberitahu. Departemen personalia juga dapat mempertimbangkan lagi para
pelamar yang ditolak untuk lowongan-lowongan pekerjaan lainnya karena mereka
telah melewati berbagai macam tahap proses seleksi.
Pelamar yang diterima, bila tidak memuaskan dalam bekerja setelah ia diterima
maka departemen personalia dapat melakukan rekonstruksi proses seleksi. Mungkin
akan ditemukan tes-tes yang tidak valid, wawancara tidak tepat, atau kesalahan lain
dalam proses seleksi.

Setelah keputusan penerimaan, ada umpan balik dari hasil seleksi, yaitu karyawan
atau tenaga baru merupakan hasil akhir dari proses seleksi. Apabila masukan-masukan
selema proses itu diperhatikan dengan saksama dan langkah-langkah selesai diikuti
secara benar, maka karyawan baru ini merupakan sumber daya yang produktif. Karyawan
baru adalah salah satu indicator paling baik bagi suatu proses seleksi yang efektif. Umpan
balik karyawan adalah kinerja karyawan (performance), yaitu kepuasan kerja karyawan,
absensi karyawan, prestasi kerja karyawan, kegiatan organisasi kerja karyawan, sikap
para pemimpin bagian/ departemen. Umpan balik diperoleh dari penilaian kerja secara
berkala, wawancara antara atasan langsung dengan karyawan tersebut, wawancara
dengan rekan-rekan sekerja sesupervisi.

E. Kendala Proses Seleksi


Proses seleksi tergantung pada tiga masukan penting, yaitu informasi analisa
jabatan, rencana-rencana sumberdaya manusia, penarikan. Ketiga masukan ini sangat
menentukan efektivitas proses seleksi. Di samping itu, departemen personalia juga harus
mengahadapi tiga tantangan yang sering menjadi kendala proses seeleksi, antara lain:
1. Tantangan Suplai
Semakin besar jumlah pelamar maka akan semakin mudah bagi
departemen personalia untuk memilih karyawan baru yang berkualitas.
Namun, keterbatasan suplai menyebabkan organisasi tidak leluasa memilih
calon karyawan terbaik. Keterbatasan suplai ini dapat diukur dengan ratio
seleksi. Ratio seleksi merupakan hubungan antara jumlah pelamar yang
diterima dan jumlah total pelamar yang tersedia. Ratio seleksi dapat dihitung
dengan rumusan:
Ratio seleksi = jumlah pelamar yang diterima
Jumlah total pelamar
Bila ratio kecil (missal 1:2) berarti hanya ada sedikit pelamar yang
tersedia untuk dipilih, ratio seleksi kecil juga mencerminkan rendahnya
kualitas penarikan.
2. Tantangan Ethis
Sistem keluarga, sering terdengar dalam proses seleksi atau penerimaan
karyawan. Masalah ini memangmerupakan salah satu tantangan bagi manajer
personalia maupun manajer orgaisasi dalam engadaan sumberdaya manusia.
Penerimaan karyawan baru karena hubungan keluarga, pemberian komisi dari
kantor penempatan tenaga kerja, atau karena suap semuanya merupakan
tantangan bagi pengelola organisasi. Bila standar-standar ethis ini dilanggar,
karyawan baru mugkin dipilih secara tidak tepat.
3. Tantangan Organisasional
Secara akamiah, organisasi mengahadapi keterbatasan-keterbatasan, seperti
anggaran atau sumberdaya lainnya yag mungkin akan membatasi proses
seleksi. Disamping itu, berbagai strategi, kebijaksanaan dan taktik organisasi
juga merupakan batasan-batasan. Contoh, kebijakan organisasi untuk lebih
memilih calon karyawan laki-laki daripada perempuan, meskipun tidak
tertulis namun akan menghambat proses seleksi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Handoko, Hani. 2000. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta.
Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikolohi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.

Anda mungkin juga menyukai