Anda di halaman 1dari 5

NARASI SINGKAT

HARI JADI KABUPATEN SUBANG

Latar Belakang Sejarahnya

bernapaskan nasionalisme di daerah ini. Hal ini dapat diketahui


melalui kenyataan sebagai berikut :
1. Usai Kongres Serikat Islam (SI) di Bandung pada tahun 1916,
berdirilah Serikat Islam di daerah ini.
Dalam perkembangan selanjutnya Serikat Islam ini berkembang di
Desa Pringkasap dan Sukamandi, justru dua daerah terletak di
tengah-tengah perkebunan P & T Lands.
2. Sadar akan gejolak perjuangan yang harus dikembangkan dan
ditingkatkan, maka Paguyuban Pasundan yang oleh sebagian
anggotanya dianggap terlalu lamban, oleh Darmodirharjo dan Odeng
Djajawisastra diserahkan kepada Hasan Munasik, O. Suangsa dan
kemudian “Tuan” Tohari, yang selanjutnya pada tahun 1933 bersama
Marsinu, Odeng Djajawisastra mendirikan Partai Nasional Indonesia
yang berkedudukan di Subang.

b. Masa Pendudukan Jepang


Masa pendudukan Jepang yang diawali dengan menyerahnya
penjajahan Belanda kepada Jepang di Kalijati 8 Maret 1942 bagi daerah
dan rakyat Subang sama dengan daerah lainnya, tidak membawa
perbaikan keadaan, bahkan penderitaan dan kemiskinan semakin
merajalela.

c. Masa Sesudah Proklamasi

Setelah Bandung diduduki oleh Belanda, Subang menghadapi


Front yang langsung dihadapi, yaitu Front Selatan (Lembang) dan dua

1
Front yang tidak langsung dihadapi yaitu Front Barat (Gunung Putri dan
Bekasi).

Pada awal tahun 1946, Keresidenan Jakarta berkedudukan di


Subang. Penempatan ini didasarkan atas pertimbangan strategis
perjuangan. Residen pertama adalah Sewaka, yang kemudian diangkat
menjadi Gubernur Jawa Barat. Salah seorang pemimpin Kabinet RI
mengangkat Kusnaeni menjadi Residen. Selang beberapa waktu
(Desember 1946) diangkat pula Mr. Kosasih Purwanegara menjadi
Residen tanpa pencabutan terhadap pengangkatan Kusnaeni. Tak lama
kemudian datang pula pengangkatan terhadap Mu’min sebagai wakil
Residen. Kekurangcermatan dalam pengangkatan ini ternyata tidak
membawa kericuhan. Praktisnya, Residen membawahi dua orang wakil,
yakni Kusnaeni di bidang Politik, sedangkan Mu’min dibidang
Pemerintahan. Akhirnya pada waktu bergerilya Kusnaeni meninggalkan
Daerah Subang.
Pada tanggal 21 Juli 1947 terjadi Agresi Militer Belanda 1, Kalijati
sempat diserang dari udara dan di bumi hanguskan. setelah itu kota
Subang ditinggalkan oleh para pejuang, Seluruh pejuang, baik yang
tergabung dalam TKR/TRI/TNI maupun badan-badan perjuangan
lainnya dan Pemerintah Keresidenan mundur ke hutan untuk
selanjutnya melakukan perang Gerilya.

Selama bergerilya, Residen tak pernah jauh meninggalkan daerah


Subang sesuai dengan penggarisan dari pusat. Bersama para pejuang
lainnya, menyebar di desa-desa, kampung-kampung dan hutan-hutan
yang cukup dari jangkauan dan konsentrasi tentara Belanda. Kelompok
Residen sendiri bermukim dan bergerak di sekitar Songgom, Surian,
dan Cimenteng.

Pada tanggal 6 Pebruari 1948, Mu’min berangkat meninggalkan


wilayah Purwakarta setelah lebih dahulu menyerahkan tugas-tugas
jabatan Residen kepada Syafe’i. Kenyataan yang terjadi seperti tidak
diberitahukan kepada anggota Badan Pekerja Timur yang
berkedudukan di wilayah sekitar Subang, yaitu Cikadu-Cimenteng.

2
Keadaan seperti itu menimbulkan kesadaran para pejuang, untuk
mengadakan perundingan kembali agar perjuangan tetap bisa
dilanjutkan dengan koordinasi yang lebih baik. Maka pada tanggal 5
April 1948, di tempat yang sama, dibawah pimpinan Karlan dan Yuda
anggota Badan Pekerja Daerah Keresidenan Jakarta mengadakan rapat
kembali dengan beranggotakan unsur-unsur satuan perjuangan yang
tidak hijrah, unsur kepolisian-Absar dan Sudarwo, Isman, Danta Ganda
Wikarma dan beberapa orang Kepala Desa (antara lain Kepala Desa
Sukasari-Kalijati bernama Suhim dan Kepala Desa Surian-Sumedang).
Pada rapat tersebut diputuskan:
1. Wakil Residen Mu’min ditunjuk sebagai Residen Jakarta yang
berkedudukan di daerah gerilya Purwakarta.
2. Wilayah Karawang Barat menjadi Kabupaten Karawang Barat
dengan Bupati Syafe’i.
3. Wilayah Karawang Timur menjadi Kabupaten Karawang Timur
dengan Bupati Danta Ganda Wikarma.

3
PENENTUAN TANGGAL 5 APRIL 1948
SEBAGAI HARI JADI KABUPATEN SUBANG

Secara kronologis telah dipaparkan, bahwa sejak Wangsa Goparana,


Bagus Yabin, kelahiran pergerakan hingga perjuangan kemerdekaan,
ternyata kesamaan cita dan gerak terdapat didalamnya, dan semangat
juang pada setiap kurun waktu seolah-olah berkesinambungan dengan
puncak kebulatan tekad tanggal 5 April 1948, yang walaupun ada di daerah
pendudukan Belanda dan terputusnya hubungan dengan pusat dan
Keresidenan, tidak merupakan halangan bagi pembentukan suatu
Kabupaten Baru yang dipertanggung jawabkan bersama oleh seluruh
potensi perjuangan yang ada di daerah ini. Dengan demikian 5 April 1948
merupakan pengejawantahan dari pancaran amanah yang tersirat dalam
setiap langkah dan gerak para pejuang yang mendahuluinya dari waktu ke
waktu dengan irama berlain-lainan sesuai dengan tuntutan irama
sepanjang jaman.
Disamping itu, ada beberapa hal yang turut menguatkan antara lain:
1. Adanya kejelasan kandungan cita-cita para pejuang untuk merdeka,
yang diejawantahkan bukan hanya melalui perjuangan bersenjata,
tetapi juga diwujudkan oleh pembentukan pemerintahan sebagai suatu
perwujudan kehendak yang layak sebagai suatu bangsa yang
merdeka.
2. Adanya kejelasan tempat dan waktu dalam memadukan cita-cita
merdeka di wilayah kabupaten Subang sekarang yang merupakan titik
terus kebulatan tekad perjuangan.
3. Untuk pertama kalinya Wilayah Karawang Timur dinyatakan sebagai
Kabupaten dengan Wilayah seluas Kabupaten Purwakarta dan
Kabupaten Subang sekarang.
4. Adanya suatu kenyataan, bahwa sejak saat itu Ibu Kota Kabupaten
tak pernah beranjak dari kota Subang, walaupun pada suatu saat
Kabupaten ini pernah bernama Purwakarta.
5. Adanya suatu kenyataan, bahwa berdasarkan pengembangan
Wilayah di Propinsi Jawa Barat yang berpijak pada Undang-undang

4
Nomor 4 tahun 1968, Kabupaten Karawang Timur adalah Kabupaten
Purwakarta dan Kabupaten Subang sekarang.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu, 5 April bisa dipakai


sebagai titik api dan fokus percerahan Hari Jadi Kabupaten Subang.

Penanggalan ini padat oleh amanat perjuangan, syarat oleh hikmah


yang bisa diungkapkan dan dimanfaatkan, penuh tempatnyalah kiranya
kalau hal ini dapat dihayati, jadi milik dan dasar amal bhakti bagi generasi
sekarang dan yang akan datang sebagai penerus perjuangan. Layaklah
kalau setiap tahun diperingati bersama.

Apabila rakyat Kabupaten Subang dapat menghayati makna yang


tersirat dari yang tersurat pada tanggal 5 April, sehingga lebih meyakini
dan menghayati akan perlunya melibatkan diri dalam pembangunan
sebagaimana pernah dibuktikan oleh mereka yang mendahuluinya,
tercapai kiranya apa yang diharapkan baik melalui peringatan-peringatan
maupun penulisan Buku Hari Jadi Kabupaten Subang dengan latar
belakang sejarahnya.

Anda mungkin juga menyukai