Anda di halaman 1dari 15

Analisis Determinan Perilaku Kejadian Covid-19 di Kabupaten Soppeng

Anita Triani Karno1, Ridwan Amiruddin2, Andi Zulkifli Abdullah3

Hasanuddin University FETP Students1,


Departement of Epidemiology, Public Health Faculty of Hasanuddin University2,
Departement of Epidemiology, Public Health Faculty of Hasanuddin University3

Abstrak— Sepanjang pandemi Covid-19, terhitung tiga gelombang besar


peningkatan insiden kasus di Indonesia. Hampir seluruh wilayah mengalaminya
termasuk Kabupaten Soppeng yang merupakan daerah pedesaan dengan kepadatan
penduduk rendah. Fenomena tersebut menyisakan pertanyaan jika melihat upaya
pemerintah dalam pengendaliannya; terutama pada penegakan aturan PPKM.
Berbagai pembatasan pada PPKM menjadikan aturan tersebut paling popular di
masyarakat. Meskipun demikian, tidak ada kajian khusus yang melihat keberhasilan
atas penegakan aturan-aturan di dalamnya sebagai faktor risiko kejadian Covid-19.
Tujuan penelitian untum melihat besar risiko kepatuhan menjauhi kerumunan,
kepatuhan mencuci tangan saat berkumpul, kepatuhan penggunaan masker saat
berkumpul, kepatuhan menjaga jarak saat berkumpul dan status vaksinasi terhadap
kejadian Covid 19 di Kabupaten Soppeng.
Penelitian ini menggunakan rancangan case control study. Populasi kasus
adalah individu yang pernah terinfeksi Covid-19 dan populasi kontrol adalah yang tidak
pernah terinfeksi Covid-19. Sampel sebanyak 55 kasus dan 55 kontrol, dipilih secara
purposive sampling. Analisis data dengan univariat, bivariat dan multivariat serta odds
ratio melalui tabulasi silang dengan uji regresi logistic.
Hasil penelitian menunjukan. Analisis bivariat, variabel kepatuhan menjauhi
kerumunan (OR 58,75 CI95% 16.05 - 234,66), kepatuhan mencuci tangan di tempat
pesta (OR 104,125 CI95% 24,37-500,45), kepatuhan menggunakan masker (OR 29,26
CI95% 9,22 – 100,21), kepatuhan menjaga jarak (OR 32,31 CI95% 9,74 – 120,62),
membatasi mobilitas (OR 47,97 CI95% 13,87-176,33). Analisis multivariat,
menunjukkan bahwa variabel yang paling berisiko terhadap kejadian Covid-19 adalah
membatasi mobilitas pada saat berkumpul dengan nilai OR 3,871 (CI95%: 2,739-
5,002).

Kata kunci : Covid-19, kepatuhan, kerumunan, cuci tangan

1. Pengantar
Akhir tahun 2019 pertama kali di Wuhan, China kemunculan pneumonia misterius.
Secara resmi penyakit ini dinyatakan sebagai Coronavirus Disease 2019 oleh World
Health Organization (WHO). Penyakit tersebut disebabkan oleh virus Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-Cov-2). Merupakan jenis baru dari
coronavirus dan belum pernah teridentifikasi pada manusia.[1] Gejala yang
teridentifikasi timbul ketika terinfeksi antara lain demam, rasa lelah, batuk kering, dan

1
terkadang mengalami rasa nyeri, diare, hilang penciuman, hilang indra perasa dan
ruam pada kulit. [2]

11 Maret 2020 WHO resmi menetapkan wabah virus corona sebagai pandemi. 19
Januari 2021 kasus Covid-19 global mencapai 96 juta.[3] Jumlah kasus di Indonesia
pada saat yang sama mencapai 927.380. Jumlah kumulatif kematian 26.590 atau
sama dengan CFR 2,9%. Angka ini lebih besar dari kematian akibat Covid-19 global,
2,1%.[4] Rilis data terakhir dari Kemenkes tanggal 8 Agustus 2022 menyebutkan dari
104.536.662 sampel yang diperiksa di Indonesia 6.249.403 terkonfirmasi positif,
dengan 49.633 kasus aktif. Propinsi Sulawesi Selatan sendiri menyumbang 143.989
kasus dengan CFR 1,7% dari seluruh angka tersebut. [3]

Sepanjang tahun 2019 sampai dengan 2022 di Indonesia telah terjadi 3 gelombang
kasus. Keseluruhan mengakibatkan peningkatan kurva kasus di seluruh pelosok
negeri. Kondisi tersebut tidak hanya pada area perkotaan tetapi sampai daerah
pedesaan seperti di Kabupaten Soppeng. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Soppeng menyebutkan, per 31 Agustus 2022 angka pasien terkonfirmasi
positif terinfeksi SARS CoV-2 sebesar 3234. Angka tertinggi ditemukan di tahun 2021,
dimana penderita mencapai 2247 pasien dengan jumlah kematian mencapai 33 orang
per 1000 kasus terkonfirmasi.

Pandemi ini memberikan dampak yang sangat luas terhadap kehidupan masyarakat.
Jutaan bahkan seluruh umat di dunia wajib melakukan adaptasi perilaku baru dalam
kehidupan sehari-hari. Kondisi tersebut merupakan hasil penetapan kebijakan protokol
kesehatan yang harus ditegakkan diseluruh lini/aspek kegiatan. Dimulai dari
pembatasan sosial terbatas hingga lockdown total yang berakibat terhambatnya
sebagian atau seluruh kegiatan masyarakat. Kebijakan-kebijakan tersebut oleh
pemerintah ditujukan untuk menekan laju persebaran virus. Kegagalan dalam
pengendalian diyakini menimbulkan efek bola salju dan berpotensi meningkatkan
risiko bagi sistem kesehatan dunia. Dampak negatif akan semakin luas termasuk
perubahan ekonomi global.[5]

Emergency committee WHO yang menyebutkan bahwa penyebaran dapat diredam


jika proteksi, deteksi dini, isolasi, perawatan cepat dan tepat diterapkan. Integrasi
tersebut berguna menciptakan sistem yang kuat untuk menghentikan penyebaran
Covid-19.[6] Upaya pembatasan persebaran virus dapat ditempuh dengan beberapa
cara. Antara lain pemberlakuan border wilayah dan pembatasan pergerakan
masyarakat (karantina). Kebijakan ini popular diambil oleh pemimpin negara-negara di
dunia karena efektifitasnya telah terbukti dalam sejarah. Tindakan lanjut yang diambil
selanjutnya adalah penguatan kekebalan manusia terhadap virus dengan pemberian
vaksin secara berkala. Diharapkan langkah tersebut pada tahap tertentu mampu
membentuk imunitas kelompok atau herd immunity sehingga peralihan dari pandemi
ke endemi penyakit dapat diwujudkan.[5]

Sepanjang persebaran SARS CoV-2 masih tinggi dan imunitas kelompok belum
tercapai, ancaman pandemi belum berakhir. Dibutuhkan kerjasama antara pemangku
kebijakan, praktisi, akademisi, dan segenap elemen masyarakat dalam pengendalian
penyakit. Kontrol utama pada promotif preventif penyakit adalah upaya karantina dan
perubahan perilaku untuk menekan laju persebaran virus.[7] SARS CoV-2 ditularkan
2
secara langsung dan tidak langsung (melalui benda atau permukaan yang
terkontaminasi), kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui sekresi mulut dan
hidung. Sekresi ini meliputi air liur, sekresi pernapasan, atau droplet (percikan) sekresi.
Pajanan sekresi orang terinfeksi yang batuk, bersin, berbicara, atau bernyanyi dari
jarak kurang 1 meter dapat masuk dan menginfeksi tubuh orang sehat melalui mulut,
mata dan pernafasan. Fakta tersebut menjadi patokan bahwa menghindari kontak
dengan penderita dapat dilakukan dengan menjaga jarak setidaknya 1 meter dari
orang lain, menggunakan masker jika melakukan aktifitas di ruang publik, lebih sering
melakukan cuci tangan, dan menerapkan etika batuk.[8]

Peristiwa gelombang peningkatan kasus Covid-19 yang terjadi tiga tahun terakhir
bukan hanya menghantam perkotaan. Terjadi juga di sebagian daerah pedesaan.
Salah satu diantaranya adalah Kabupaten Soppeng. Daerah rural dengan kepadatan
penduduk yang tergolong rendah. Angka kasus di wilayah ini tergolong tinggi jika
dibandingkan dengan Kabupaten Takalar 3004 kasus dan Kabupaten Barru 2162
kasus per 15 Oktober 2022. Padahal secara geografis kedua daerah tersebut lebih
dekat dengan area perkotaan yaitu Kota Makassar dan Kota Pare-pare yang
merupakan daerah dengan kasus Covid-19 tertinggi di Sulawesi Selatan.[9]

Permasalahan yang ditemukan pada survei awal adalah perilaku berkumpul warga.
Kumpulan dalam jumlah besar dan berasal dari berbagai daerah yang berbeda.
Masyarakat terbiasa melakukan perayaan dengan pesta. Perilaku ini merupakan
bagian utama dalam kehidupan sosial budaya mereka. Kewajiban menghadiri
pernikahan, aqiqah, sunatan, dan saling mengunjungi pada hari besar keagamaan
sulit untuk ditinggalkan.

Selama pandemi Covid-19, pemerintah menetapkan PPKM dengan berbagai aturan


yang mengikat termasuk dalam berkumpul. Pasal didalamnya sangat lengkap, memuat
tentang detail jumlah orang yang diizinkan, penggunaan masker, kewajiban mencuci
tangan, penetapan jarak aman, batasan mobilisasi, sampai dengan kewajiban
vaksinasi. Meskipun demikian fenomena peningkatan insiden Covid-19 yang merata di
seluruh wilayah termasuk di daerah jarang penduduk seperti di Kabupaten Soppeng
menyisakan pertanyaan tentang upaya tersebut. Hingga saat ini, tidak ada kajian atau
analisis khusus yang melihat keberhasilan penegakan aturan-aturan di dalamnya
dalam kaitan sebagai faktor risiko kejadian Covid-19. Berangkat dari semua itulah
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Analisis Determinan Perilaku Kejadian
Covid-19 di Kabupaten Soppeng.

2. Metode Penelitian
a. Desain, tempat, waktu dan sampel penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan case
control study. Studi ini dengan membandingkan dua kelompok (kasus dan
kontrol) berdasarkan status paparan melalui pengamatan retrospektif. Pemilihan
rancangan case control berdasarkan atas pertimbangan bahwa akurasi hasil dari
studi ini lebih baik dengan biaya yang lebih rendah. Langkah awal penelitian
dilakukan dengan menentukan penyakit (outcome) terlebih dahulu, kemudian
mengidentifikasi penyebab (faktor risiko). Riwayat paparan dalam penelitian ini
dapat diketahui dari register medis atau berdasarkan wawancara dari responden
penelitian. Lokasi penelitian di Kelurahan Salotungo, Sewo dan Malaka
3
Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng, waktu penelitian Bulan November
2022 hingga Januari 2023. Populasi yang ditetapkan dalam penelitian adalah
orang yang pernah menderita Covid-19 dari Bulan April 2020 s.d Agustus 2022
dengan jumlah 55 kasus yang pernah terinfeksi Covid-19 (kasus) dan jumlah 55
kasus yang tidak pernah terinfeksi Covid-19 (kontrol).

b. Pengumpulan data
Pengambilan data berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi yaitu pernah
terinfeksi Covid-19 dibuktikan dengan rekam medis di puskesmas, tidak pernah
terinfeksi Covid-19, dapat berkomunikasi dengan baik, berusia dibawah 15 tahun
atau diatas 65 tahun dan tidak bersedia mengikuti penelitian. Pengambilan data
penderita Covid-19 akan dilakukan di puskesmas mengakses rekam medis
pasien, dilakukan eksludes terhadap pasien yang berusia di bawah 15 tahun dan
diatas 65 tahun serta menghubungi penderita yang pernah terinfeksi Covid-19
kemudian memberikan penjelasan tentang proses penelitian secara lengkap dan
memastikan kesediaan untuk mengikuti penelitian hingga akhir dan
menandatangani informed consent dan melakukan pengisian kuesioner oleh
responden.

c. Pengolahan dan analisis data


Pengolahan data dilakukan dengan melakukan Editing data, Coding, Entry, dan
Cleaning. Hasil kuesioner kemudian diolah menggunakan perangkat STATA -14,
disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Analisis univariat untuk melihat
karakteristik responden, bivariat dan multivariat menggunakan odds ratio melalui
tabulasi silang dan uji regresi logistic.

d. Etika Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan lembar kuesioner yang selama
pelaksanaannya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik
penelitian. Sebelum itu, peneliti melakukan Informed Consent terhadap pasien
untuk perizinan sebagai subjek penelitian. Izin penelitian ini diusulkan ke Komite
Etik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin dengan
rekomendasi persetujuan etik Nomor : 13977/UN4.14.1/TP.01.02/2022.

3. Hasil
Analisis deskriptif / univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-
masing variabel, distribusi frekuensi determinan faktor rumah tangga dan lingkungan.

Karateristik umum penelitian mencakup jenis kelamin, kelompok umur, tingkat


pendidikan, dan jenis pekerjaan responden. Dapat dilihat pada tabel 1 bahwa
responden terbanyak berjenis kelamin wanita terdiri dari kasus 38,18% dan kontrol
37,27%. Usia terbanyak yang mengikuti penelitian adalah usian 19-29 tahun dan usia
30-40 tahun, 13,64% kasus dan 13,64 kontrol. Pendidikan responden terbanyak
adalah S1 Sederajat dengan rincian 20% kasus dan 13,64% kontrol dan pekerjaan
responden yang terbanyak adalah PNS 19,09% kasus dan 19,09% kontrol.

Tabel 1. Demografi Responden Berdasarkan Karateristik


4
Kejadian Covid-19
Karateristik Kasus (55) Kontrol (55)
n % n %
Jenis Kelamin
Lakilaki 13 23,64 14 25,45
Perempuan 42 76,36 41 74,55
Umur
< 18 Tahun 1 1,82 1 1,82
19 – 29 Tahun 15 27,27 15 27,27
30 – 40 Tahun 15 27,27 15 27,27
41 – 50 Tahun 13 23,64 13 23,64
51 – 60 Tahun 11 20,00 11 20,00
Pendidikan (Tamat)
SD 1 1,82 3 5,45
SMP & Sederajat 7 12,73 6 10,91
SMA & Sederajat 9 16,36 12 21,82
D3 15 27,27 13 23,64
S1/D4 22 40,00 15 27,27
S2 1 1,82 6 10,91
Pekerjaan
PNS 21 38,18 21 38,18
Wiraswasta 11 20,00 11 20,00
Honorer 3 5,45 3 5,45
Petani 1 1,82 1 1,82
IRT 9 16,36 9 16,36
Mahasiswa 3 5,45 3 5,45
Pelajar 4 7,27 4 7,27
Tidak Bekerja 3 5,45 3 5,45
Sumber : Data Primer, 2022

Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan seberapa besar faktor risiko
variabel independen (kepatuhan menjauhi kerumunan, kepatuhan mencuci tangan
saat berkumpul, kepatuhan menggunakan masker saat berkumpul, kepatuhan
menjaga jarak saat berkumpul, kepatuhan melakukan vaksinasi) dan variabel
dependen (Kejadian Covid-19).

Analisis bivariate pada tabel 2. memperlihatkan hasil bahwa 90,91% responden yang
terinfeksi Covid-19 tidak patuh menjauhi kerumunan. Berdasarkan hasil analisis
diperoleh nilai OR 58,75 dengan lower limit dan upper limit berada diatas angka 1
yaitu16,05-234,66. Hal ini berarti bahwa kepatuhan menjauhi kerumunan merupakan
faktor risiko yang bermakna terhadap kejadian Covid-19. Kesimpulannya bahwa
kepatuhan menjauhi kerumunan adalah faktor risiko kejadian Covid-19.

Analisis bivariate pada variabel kepatuhan mencuci tangan saat berkumpul


memperlihatkan hasil bahwa 89,09% responden yang terinfeksi Covid-19 tidak patuh
dalam menjalankan protokol tersebut. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai OR
104,125 dengan lower limit dan upper limit berada diatas angka 1 yaitu 24,37-500,45.
Hal ini berarti bahwa kepatuhan mencuci tangan saat berkumpul merupakan faktor
risiko yang bermakna terhadap Kejadian Covid-19. Kesimpulannya bahwa kepatuhan
mencuci tangan saat berkumpul adalah faktor risiko kejadian Covid-19.
5
Tabel 2. Distribusi Besar Risiko Variabel Independen Terhadap Kejadian Covid-
19 di Kabupaten Soppeng

Kejadian Covid-19
Tidak
Variabel Terinfeksi
Terinfeksi OR CI 95%
Independen (n=55)
(n=55)
n % n %
Kepatuhan Menjauhi
Kerumunan
Tidak patuh 50 90,91 8 14,55 58,75 16,05-234,66
Patuh 5 9,09 47 85,45
Kepatuhan Mencuci
Tangan saat berkumpul
Tidak patuh 49 89,09 4 7,27 104,125 24,37-500,45
Patuh 6 10,91 51 92,73
Kepatuhan
Menggunakan Masker
saat berkumpul
Tidak patuh 49 89,09 12 21,82 29,26 9,22–100,21
Patuh 6 10,91 43 78,18
Kepatuhan Menjaga
Jarak saat saat
berkumpul
Tidak patuh 42 76,36 5 9,09 32,31 9,74–120,62
Patuh 13 23,64 50 90,91
Membatasi Mobilitas
Selama Berada di
Tempat Berkumpul
Tidak patuh 47 85,45 6 10,91 47,97 13,87-176,33
Patuh 8 14,55 49 89,09
Status Vaksinasi
Vaksin 0 0,00 4 7,27 0 0 – 0,923
Tidak Vaksin 55 100 51 92,73
Sumber: Data Primer, 2022
Analisis bivariate pada variabel kepatuhan menggunakan masker saat berkumpul
memperlihatkan hasil bahwa 89,09% responden yang terinfeksi Covid-19 tidak patuh
dalam menjalankan protokol tersebut. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai OR
29,26 dengan lower limit dan upper limit berada diatas angka 1 yaitu 9,22–100,21. Hal
ini berarti bahwa kepatuhan menggunakan masker saat berkumpul merupakan faktor
risiko yang bermakna terhadap Kejadian Covid-19. Kesimpulannya bahwa kepatuhan
menggunakan masker saat berkumpul adalah faktor risiko Kejadian Covid-19.

Analisis bivariate pada variabel kepatuhan menjaga jarak saat berkumpul


memperlihatkan hasil bahwa 76,36% responden yang terinfeksi Covid-19 tidak patuh
dalam menjalankan protokol tersebut. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai OR
6
32,31 dengan lower limit dan upper limit berada diatas angka 1 yaitu 9,74 – 120,62.
Hal ini berarti bahwa kepatuhan menjaga jarak saat berkumpul merupakan faktor risiko
yang bermakna terhadap kejadian Covid-19. Kesimpulannya bahwa kepatuhan
menjaga jarak saat berkumpul adalah faktor risiko Kejadian Covid-19.

Analisis bivariate pada variabel kepatuhan membatasi mobilitas saat berkumpul


memperlihatkan hasil bahwa 85,45% responden yang terinfeksi Covid-19 tidak patuh
dalam menjalankan protokol tersebut. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai OR
47,97 dengan lower limit dan upper limit berada diatas angka 1 yaitu 13,87-176,33. Hal
ini berarti bahwa kepatuhan membatasi mobilitas saat berkumpul merupakan faktor
risiko yang bermakna terhadap Kejadian Covid-19. Kesimpulannya bahwa membatasi
mobilitas saat berkumpul adalah faktor risiko Kejadian Covid-19.

Analisis bivariate pada variabel status vaksinasi memperlihatkan hasil bahwa 0


responden yang terinfeksi Covid-19 tidak vaksin dalam menjalankan protokol tersebut
atau dengan kata lain bahwa seluruh responden yang terinfeksi Covid-19 pada
penelitian ini telah menjalankan vaksinasi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai
OR 0 dengan lower limit dan upper limit berada dibawah angka 1 yaitu 0 – 0,923. Hal
ini berarti bahwa status vaksinasi merupakan faktor protektif terhadap Kejadian Covid-
19. Kesimpulannya bahwa kepatuhan melakukan imunisasi adalah faktor protektif
terhadap Kejadian Covid-19. Untuk memudahkan membaca hasil uji, berikut
rangkuman hasil analisis bivariate variabel-variabel tersebut disajikan dalam tabel 3.

Tabel 3. Rangkuman Hasil Analisis Bivariate Variabel Independen Terhadap


Kejadian Covid-19 di Kabupaten Soppeng

CI 95%
No Variabel Penelitian OR  value
(LL-UL)
1 Kepatuhan menjauhi kerumunan 58,75 16,05-234,66 0,000
2 Kepatuhan mencuci tangan di tempat pesta 104,125 24,37-500,45 0,000
3 Kepatuhan menggunakan masker 29,26 9,22 – 100,21 0,000
4 Kepatuhan menjaga jarak 32,31 9,74 – 120,62 0,000
5 Membatasi mobilitas 47,97 13,87-176,33 0,000
6 Status vaksinasi 0 0 – 0,923 0,042
Sumber: Data Primer, 2022

Analisis multivariat dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang paling berisiko


terhadap kejadian Covid-19. Variabel yang dimasukkan dalam analisis multivariat
adalah variabel yang memiliki nilai p value <0,05 dan hasilnya sebagai berikut:

Tabel 4. Rangkuman Hasil Analisis Multivariat Variabel Independen


Terhadap Kejadian Covid-19 di Kabupaten Soppeng
Variabel CI95%
No Coef. SE  value OR
Penelitian LL UL
1 Kepatuhan Menjauhi 4,595 5,054 0,165 4,595 0,532 39,664
Kerumunan
2 Kepatuhan Mencuci 21,667 37,411 0,075 21,667 0,734 638,94
Tangan Saat
Berkumpul
3 Kepatuhan 0,205 0,298 0,276 0,205 0,012 3,545
7
Tabel 4. Rangkuman Hasil Analisis Multivariat Variabel Independen
Terhadap Kejadian Covid-19 di Kabupaten Soppeng
Variabel CI95%
No Coef. SE  value OR
Penelitian LL UL
Menggunakan Masker
Saat Berkumpul
4 Keptuhan Menjaga 1,285 1,589 0,839 1,285 0,114 14,494
Jarak Saat Berkumpul
5 Membatasi mobilitas 11,013 11,829 0,026 11,013 1,341 90,404
Saat Berkumpul
6 Status Vaksinasi 1 Omitted 0,000 1 0,031 0,246

Constant -1,812
Sumber: Data Primer, 2022

Setelah dilakukan uji regresi maka ditemukan bahwa variabel yang memiliki p value
<0,05 hanya membatasi mobilitas saat berkumpul dan kepatuhan menjalankan
vaksinasi (table 4). oleh karena itu, analisa lanjut hanya kedua variabel tersebut.
Analisis menggunakan metode backward stepwise (LR) dan hasilnya dapat dilihat
pada tabel 5 berikut:
Tabel 5. Hasil Analisis Multivariat Variabel Independen Terhadap Kejadian
Covid-19 di Kabupaten Soppeng

 CI95%
No Variabel Penelitian Coef. SE OR
value LL UL
1 Membatasi mobilitas 3,871 0,577 0,00 3,871 2,739 5,002

Constant -1,812
Sumber: Data Primer, 2022

Hasil pada tabel 5 menunjukkan bahwa variabel yang paling berisiko terhadap
kejadian Covid-19 adalah membatasi mobilitas pada saat berkumpul dengan nilai OR
3,871(CI95%: 2,739-5,002). Terlihat dari nilai uji statistik bahwa membatasi mobilitas
pada saat berkumpul,
Logit Kejadian Covid-19 = -1,812 + 3,871(membatasi mobilisasi)
y = Konstanta + a1x1
y = -1,812 + 3,871
y = 2,059
Interpretasi dari persamaan logistik kejadian Covid-19 tersebut yaitu pada suatu
kondisi dimana tidak ada pengaruh dari membatasi mobilisasi serta memperhatikan
nilai konstanta negative berarti tanpa ada pengaruh faktor risiko tersebut, risiko
kejadian Covid-19 akan menurun sebesar 2,059 kali. Akan tetapi jika
memperhitungkan nilai konstanta dengan menambahkan faktor risiko tersebut maka
risiko akan kejadian Covid-19 juga akan meningkat. Misalnya untuk penambahan nilai
membatasi mobilisasi sebanyak 2 maka akan menambah risiko kejadian Covid-19
sebanyak 4,118 kali. Hasil nilai-nilai tersebut jika dijumlahkan dengan nilai konstanta
maka akan menunjukkan suatu perbandingan lurus yaitu semakin besar nilai pada

8
variabel independen, maka semakin besar pula risiko untuk mengalami kejadian
Covid-19.
Nilai probabilitas orang mengalami kejadian Covid-19 karena tidak membatasi
mobilitas di Kabupaten Soppeng adalah sebagai berikut:
1
P= −y
1+ e
1
P= (−2,059)
1+ 2 ,72
P = 0,22 atau 22%
Keterangan:
 = Probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian
y = Konstanta + a 1 x 1
e = Bilangan Natural (2,72)
Maka dapat dinyatakan bahwa probabilitas seseorang mengalami kejadian Covid-19
jika tidak patuh membatasi mobilitas jika berada di kerumunan adalah 22%.

4. Pembahasan
Coronavirus Disease-2019 (COVID-19) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
SARS CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2) yang merupakan
jenis lain dari family coronavirus penyebab SARS di tahun 2003.[10] Penyakit ini
merupakan pneumonia jenis terbaru yang ditemukan pertama kali di Wuhan, Provinsi
Hubei. Orang yang terinfeksi akan menderita gejala mirip dengan SARS. Persebaran
Covid-19 tergolong massif dengan tingkat fatalitas dibawah 5%. [11]

Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Soppeng berfokus pada faktor risiko kejadian
Covid-19 dan menilai variabel independent yang memiliki kontribusi terbesar terhadap
kejadian Covid-19 di daerah tersebut. Analisis menggunakan odd ratio (OR) sejalan
dengan rancangan yang digunakan yaitu case control study, menyesuaikan dengan
tujuan penelitian. Pembahasan lengkap masing-masing variabel akan dijabarkan
berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan.

1. Faktor Risiko Kepatuhan Menjauhi Kerumunan


Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang penularannya dapat terjadi
secara langsung pada manusia melalui droplet. Virus ditularkan ketika pasien
simptomatik batuk, bersin, atau berbicara.[12] Berdasarkan hasil penelitian tersebut
menjauhi kerumunan sangat ditekankan dalam pencegahan penyebaran Covid-19.
Diharapkan dengan tidak berkerumun, penyebaran melalui droplet dapat ditekan.

Penelitian ini menemukan bahwa responden yang pernah terinfeksi Covid-19 dan tidak
patuh menjauhi kerumunan sebesar 90,91% (50 orang). Hasil uji Odds Ratio (OR)
variabel kepatuhan menjauhi kerumunan menunjukkan bahwa besar risiko kejadian
Covid-19 adalah OR = 58,75 dengan signifikansi = 0,000. Dari hasil tersebut dapat
diartikan bahwa orang yang tidak patuh menjauhi kerumunan memiliki risiko terinfeksi
Covid-19 sebanyak 58,75 kali dibandingkan dengan yang patuh.

Sebuah studi kuantitatif yang menilai perilaku masyarakat dalam pencegahan Covid-
19 di tahun 2021 melaporkan bahwa ada hubungan antara perilaku negative
masyarakat (termasuk didalamnya mengabaikan larangan berkumpul) terhadap
9
kejadian Covid-19 sebesar 69,2% dengan p value 0,023.[13] Meskipun demikian studi
lain yang menilai perilaku menjauhi kerumunan selama pandemi Covid-19 pada tahun
2021 menyatakan bahwa, rerata kesadaran masyarakat meningkat 50% dibandingkan
sebelum pandemic.[14]

Risiko kejadian Covid-19 tidak berdiri tunggal melainkan multifaktor. Disebabkan oleh
beberapa interaksi faktor risiko. Semakin dalam faktor risiko dikaji maka semakin jelas
runtutan penyebab dapat ditemukan. Dengan demikian tindak lanjut dalam pemecahan
masalah dapat dilakukan secara tepat. Dalam teori perilaku, sikap individu terbentuk
oleh faktor internal dan eksternal. Pengetahuan, pendidikan, budaya, dan lingkungan
merupakan yang terbesar pada internal faktor individ.[15] Dengan melihat faktor-faktor
tersebut maka intervensi bukan hanya sebatas melakukan anjuran dan penegakan
aturan semata. Melainkan melakukan intervensi untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat untuk memberikan pemahaman akan penyebab, risiko dan cara
menghindari penyebaran Covid-19.

2. Faktor Risiko Kepatuhan Mencuci Tangan saat berkumpul


Mencuci tangan adalah pencegahan penularan virus dan bakteri yang paling mudah
dan murah untuk dilakukan. Penelitian membuktikan bahwa dengan mencuci tangan
dengan benar mampu mencegah penularan corona virus. [16] Artikel lain
menyebutkan bahwa perilaku mencuci tangan juga efektif dalam mengurangi
penularan virus pernapasan sebesar 45-55%. Pendapat yang sama pada hasil
penelitian pencegahan penularan virus H1N1 menyatakan bahwa 38% penularan virus
H1N1 mampu dicegah dengan mencuci tangan. [17]

Penelitian ini menemukan bahwa responden yang pernah terinfeksi Covid-19 dan tidak
patuh melakukan protokol kesehatan cuci tangan saat berkumpul 89,09 (49 orang).
Hasil uji Odds Ratio (OR) variabel kepatuhan menjauhi kerumunan menunjukkan
bahwa besar risiko kejadian Covid-19 adalah OR = 104,125 dengan signifikansi =
0,000. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa orang yang tidak patuh melakukan
protokol cuci tangan saat berkumpul memiliki risiko terinfeksi Covid-19 sebanyak
104,125 kali dibandingkan dengan yang patuh.

Penelitian yang dilakukan pada sebuah kerumunan, mengambil sampling kesatuan


TNI yang melakukan latihan tempur menganalisa determinan faktor kejadian Covid-19
menemukan bahwa 25,6% perilaku protokol kesehatan diantaranya mencuci tangan
yang hanya dilakukan seadanya menyebabkan penularan Covid-19.[18] Kumpulan
fakta serupa kemudian memiliki peran besar mendorong kepatuhan cuci tangan di
masyarakat selain penegakan kebijakan oleh pemerintah.[19] Di sisi lain, penyebab
ketidakpatuhan terjadi karena kurangnya pengetahuan dan sarana cuci tangan yang
tersedia di ruang publik termasuk kurangnya akses terhadap air bersih. [20]

Salah satu protokol kesehatan yang digalakkan oleh pemerintah adalah cuci tangan
menggunakan sabun dengan menerapkan 6 langkah yang benar sesuai anjuran WHO.
Selain dengan sabun, cuci tangan juga dapat dilakukan dengan menggunakan alkohol
70%. Meskipun demikian penggunaan sabun sangat ditekanan. Hal ini dikarenakan
sabun dapat menghancurkan membran lipid Covid-19 sehingga tidak dapat
berkembang biak dan menginfeksi. [2] Mengingat pentingnya cuci tangan
menggunakan sabun dalam pencegahan Covid-19 dan penyakit lainnya yang
10
disebabkan virus dan bakteri maka sangat dianjurkan pengadaan kelengkapan sarana
dan prasarananya. [19]

3. Faktor Risiko Kepatuhan Menggunakan Masker Saat Berkumpul


Covid-19 diketahui dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan terjadi apabila melakukan kontak erat dengan penderita atau orang yang
terinfeksi. Virus menular melalui sekresi mulut dan hidung meliputi air liur, sekresi
pernapasan dan droplet. Pajanan terjadi apabila penderita batuk, bersin, berbicara,
atau bernyanyi. Alasan inilah mengapa penggunaan masker sangat ditekankan berada
di ruang publik.[17]

Penelitian ini menemukan bahwa responden yang pernah terinfeksi Covid-19 dan tidak
patuh menggunakan masker saat berkumpul 89,09 (49 orang). Hasil uji Odds Ratio
(OR) variabel kepatuhan menggunakan masker saat berkumpul menunjukkan bahwa
besar risiko kejadian Covid-19 adalah OR = 29,26 dengan signifikansi = 0,000. Dari
hasil tersebut dapat diartikan bahwa orang yang tidak patuh melakukan protokol
menggunakan masker ketika sedang berada dalam sebuah acara memiliki risiko
terinfeksi Covid-19 sebanyak 29,26 kali dibandingkan dengan yang patuh.

Sebuah studi yang mengkaji faktor-faktor determinan penularan Covid19 di kalangan


tenaga kesehatan menemukan bahwa penggunaan alat pelindung diri yang baik dan
tepat dapat mengurangi penularan Covid-19 kepada tenaga kesehatan terutama yang
berada di ruang gawat darurat dan bangsal medis. [21] Seperti protokol lain,
kepatuhan penggunaan masker juga dipengaruhi oleh penegakan kebijakan oleh
pemerintah.[22] Meskipun demikian, pada wilayah tertentu masih ditemukan
pengabaian dari kebijakan pemerintah dan sering dijumpai di ruang publik.

Salah satu protokol kesehatan yang digalakkan oleh pemerintah adalah cuci tangan
menggunakan sabun dengan menerapkan 6 langkah yang benar sesuai anjuran WHO.
Selain dengan sabun, cuci tangan juga dapat dilakukan dengan menggunakan alkohol
70%. Meskipun demikian penggunaan sabun sangat ditekanan. Hal ini dikarenakan
sabun dapat menghancurkan membran lipid Covid-19 sehingga tidak dapat
berkembang biak dan menginfeksi. [23]

4. Faktor Risiko Kepatuhan Menjaga Jarak Saat Berkumpul


Physical distancing adalah kegiatan untuk menjaga jarak minimal enam kaki (kurang
lebih satu meter) dari satu ke yang lainnya. Ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan
dalam menghindari penularan penyakit melalui droplet sama halnya dengan Covid-19.
Penelitian epidemiologi mengemukakan bahwa physical distancing terbukti mampu
menurunkan probabilitas terinfeksi virus yang ditularkan melalui droplet seperti H1N1.
Sekalipun demikian masih membutuhkan studi lanjut dalam hubungannya dengan
persebaran SARS CoV-2.[24]

Penelitian ini menemukan bahwa responden yang pernah terinfeksi Covid-19 dan tidak
patuh menjaga jarak saat berkumpul 76,36 (42 orang). Hasil uji Odds Ratio (OR)
variabel kepatuhan menjauhi kerumunan menunjukkan bahwa besar risiko kejadian
Covid-19 adalah OR = 32,31 dengan signifikansi = 0,000. Dari hasil tersebut dapat
diartikan bahwa orang yang tidak patuh menjaga jarak saat berkumpul memiliki risiko
terinfeksi Covid-19 sebanyak 32,31 kali dibandingkan dengan yang patuh.
11
Kebijakan Physical distancing digunakan sebagai salah satu cara membatasi interaksi
(kontak) erat antar individu ketika berada di ruang publik. Setiap Individu wajib
menjaga jarak ketika berada di ruang publik atau melakukan interaksi dengan orang
lain yang tidak seruman.[25] Meskipun demikian, pencegahan dengan menjaga jarak
aman tidaklah berdiri sendiri. Dalam sebuah penelitian dinyatakan bahwa jika individu
patuh menggunakan masker, patuh pada protokol cuci tangan menggunakan sabun
dan taat dalam menjaga jarak aman maka kemungkinan untuk tertular Covid-19
semakin kecil.[26] Penelitian lain juga menekankan hal serupa, menyatakan bahwa
69,2% penderita Covid-19 tidak patuh dalam protokol kesehatan termasuk menjaga
jarak fisik.[13]

5. Faktor Risiko Membatasi Mobilitas Saat Berkumpul


Perilaku membatasi mobilitas, menjaga Jarak (physical distancing), dan menjauhi
kerumunan merupakan rangkaian protokol pencegahan Covid-19 yang tidak dapat
dipisahkan satu dan lainnya. Individu yang taat menjauhi kerumunan secara otomatis
mobilitasnya terjaga. Perilaku ini bukan hanya permasalahan pengetahuan tetapi lebih
pada kesadaran masyarakat dan monitoring serta penegakan kebijakan yang terkait
dengan sangsi oleh pemerintah.[13]

Penelitian ini fokus melihat bagaimana mobilisasi individu ketika sedang berada dalam
sebuah tempat berkumpul. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah responden
yang pernah terinfeksi Covid-19 dan tidak membatasi mobilitas selama berada di
tempat acara/pesta sebanyak 85,45 (47orang). Hasil uji Odds Ratio (OR) variabel
membatasi mobilitas selama berada di tempat acara/pesta menunjukkan bahwa besar
risiko kejadian Covid-19 adalah OR = 47,97 dengan signifikansi = 0,000. Dari hasil
tersebut dapat diartikan bahwa orang yang tidak tidak membatasi mobilitas ketika
sedang berada dalam sebuah acara memiliki risiko terinfeksi Covid-19 sebanyak 32,31
kali dibandingkan dengan yang patuh.

6. Faktor Risiko Status Vaksinasi


Vaksinasi adalah imunisasi yang ditujukan untuk merangsang kekebalan aktif
manusia. Aplikasi dilakukan dengan insersi mikroorganismen atau virus yang
dilemahkan/dimatikan kedalam tubuh individu sehat dengan harapan agar tubuh
mampu mengembangkan kemampuannya dalam melakukan perlindungan terhadap
penyakit tersebut Hasil akhir yang diharapkan dari sebuah gerakan imunisasi adalah
kekebalan sebuah populasi terhadap penyakit tertentu. [7]

Penelitian ini menemukan bahwa seluruh responden yang pernah terinfeksi Covid-19
telah melakukan vaksinasi. Ditemukan hasil uji Odds Ratio (OR) = 0 dengan
signifikansi = 0,042. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa variabel tersebut
merupakan variabel protektif dan tidak bermakna dalam kejadian Covid-19. Evaluasi
efektivitas vaksin telah dipelajari secara luas dan diyakini sebagai metode paling efektif
dalam pencegahan penyakit infeksi. Studi ini telah dibuktikan dalam pemberantasan
variola, eliminasi penyakit poliomielitis dan tetanus. Meskipun demikian, tulisan sejarah
menjelaskan bahwa tidak ada pandemi yang mampu diakhiri dengan keberhasilan
vaksin. Penemuannya terjadi setelah berpuluh tahun setelah berakhirnya kondisi
pandemi. Lain halnya dengan SARS CoV-2. Vaksin ditemukan ditengah kedaruratan
laju peningkatan kasus. Perubahan pendekatan keilmuan mengubah paradigma lama
12
pembuatan vaksin.[7] Keberhasilan akan terobosan ini menimbulkan beberapa
keraguan pula pada keberhasilan vaksin untuk membantu pengendalian SARS CoV-2.
Meskipun demikian, hasil penelitian ini tidak menjadikan mutlak dari keraguan
tersebut. Banyak hal yang perlu untuk dianalisis Kembali pada riset lanjutan dimasa
mendatang antara lain melakukan pengendalian pada counfonding faktor dari Covid-
19 agar dapat melihat efektifitas vaksin dengan lebih baik.

5. Keterbatasan Penelitian
Tidak terdapat bukti otentik berupa ijazah dari pendidikan dan SK dari pekerjaan
responden, penelitian ini menggunakan rancangan penelitian retrospektif sehingga
sangat dimungkinkan adanya jawaban yang tidak mewakili kondisi sebenarnya
keterbatasan daya ingat responden terhadap kejadian tersebut. Dimungkinkan adanya
ketidaksesuaian fakta dan jawaban responden pada sebuah pertanyaan akibat
perubahan pengetahuan atau dalam upaya menyembunyikan sebuah keadaan
dikarenakan rasa malu atau takut.

6. Kesimpulan
Variabel kepatuhan menjauhi kerumunan merupakan faktor risiko kejadian Covid-19 di
Kabupaten Soppeng. Individu yang tidak patuh menjauhi kerumunan lebih berisiko
58,75 kali dibandingkan dengan yang patuh. Kepatuhan mencuci tangan saat
berkumpul merupakan faktor risiko kejadian Covid-19. Individu yang tidak patuh
mencuci tangan saat berkumpul lebih berisiko 104,125 kali dibandingkan dengan yang
patuh. Kepatuhan penggunaan masker saat berkumpul merupakan faktor risiko
kejadian Covid-19 di Kabupaten Soppeng. Individu yang tidak patuh menggunakan
masker saat berkumpul lebih berisiko 29,26 kali dibandingkan dengan yang patuh.
Kepatuhan menjaga jarak saat berkumpul merupakan faktor risiko kejadian Covid-19 di
Kabupaten Soppeng. Individu yang tidak patuh menjaga jarak saat berkumpul lebih
berisiko 32,31 kali dibandingkan dengan yang patuh. Mobilitas tinggi saat berkumpul
merupakan faktor risiko kejadian Covid-19 di Kabupaten Soppeng. Individu yang
mobilitasnya tinggi saat berkumpul lebih berisiko 47,97 kali dibandingkan dengan yang
mobilitasnya rendah. Kepatuhan melakukan vaksinasi bukan merupakan faktor risiko
kejadian Covid-19 di Kabupaten Soppeng.

7. Referensi
[1] C. Huang et al., “Clinical features of patients infected with 2019 novel
coronavirus in Wuhan, China,” Lancet, vol. 395, no. 10223, pp. 497–506, 2020,
doi: 10.1016/S0140-6736(20)30183-5.
[2] Kemenkes RI, “Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MenKes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19),” MenKes/413/2020, vol. 2019. p. 207,
2020.
[3] Kemenkes RI, “5 Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan RI,” Kemenkes RI
Germas, 2022. .
[4] “Virtual press conference on COVID-19 in the Western Pacific.” 2020, [Online].
Available: https://www.who.int.
[5] C. Liu et al., “Research and Development on Therapeutic Agents and Vaccines
for COVID-19 and Related Human Coronavirus Diseases,” ACS Cent. Sci., vol.
6, no. 3, pp. 315–331, 2020, doi: 10.1021/acscentsci.0c00272.
13
[6] P. S. | X. L. | C. X. | W. S. | B. Pan4 and 1Department, “Understanding of
COVID‐19 based on current evidence | Enhanced Reader.” 2020, [Online].
Available: chrome-extension.
[7] R. Amiruddin, Mitigasi Pandemik Covid 19 dan One Health One World. Jakarta
Timur: Trans Info Media, 2022.
[8] WHO, “QA how is COVID-19 transmitted,” WHO, 2020.
[9] Andrafarm, “Angka Covid Sulawesi Selatan,” 2022.
[10] A. Susilo et al., “Coronavirus Disease 2019: Review of Current Literatures,” J.
Penyakit Dalam Indones., vol. 7, no. 1, pp. 45–67, 2020, doi:
10.25104/transla.v22i2.1682.
[11] Kemenkes RI, “Mengenal Novel Coronavirus (2019-nCoV),” Balai Besar Litbang
Vektor dan Reserv. Penyakit, vol. 2019, 2020.
[12] M. R. Tfi, M. R. Hamblin, and N. Rezaei, “COVID-19: Transmission, Prevention,
and Potential Therapeutic Opportunities,” Clin. Chim. Acta, vol. 508, no. January,
pp. 254–266, 2020.
[13] C. Herawati, S. Indragiri, and Y. I. Widyaningsih, “Faktor Determinan Perilaku
dalam Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19,” J. Kesehat. Masy.
Indones., vol. 16, no. 1, p. 52, 2021, doi: 10.26714/jkmi.16.1.2021.52-59.
[14] N. Herianto, H., Lala, A. A. T., & Nurpasila, “Perilaku Konsumsi Sebelum dan
Selama Pandemi Covid-19 di Indonesia,” vol. 2, no. 1, pp. 94–109, 2021.
[15] S. Notoatmodjo, Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineke
Cipta, 2012.
[16] M. K. Wolfe, K. Gallandat, K. Daniels, A. M. Desmarais, P. Scheinman, and D.
Lantagne, “Handwashing and Ebola virus disease outbreaks: A randomized
comparison of soap, hand sanitizer, and 0.05% chlorine solutions on the
inactivation and removal of model organisms Phi6 and E. coli from hands and
persistence in rinse water,” PLoS One, vol. 12, no. 2, pp. 1–19, 2017, doi:
10.1371/journal.pone.0172734.
[17] P. Saunders-Hastings, J. A. G. Crispo, L. Sikora, and D. Krewski, “Effectiveness
of Personal Protective Measures in Reducing Pandemic Influenza Transmission:
A systematic Review and Meta-analysis,” Epidemics, vol. 20, pp. 1–20, 2017,
doi: 10.1016/j.epidem.2017.04.003.
[18] M. Muniroh, W. H. Cahyati, and R. Rahayu, “Analysis of Determinants of Covid-
19 Incidence in Indonesian National Army Training Soldiers in 2020,” Public
Heal. Perspect. J., vol. 7, no. 1, pp. 27–36, 2022.
[19] A. Azmiardi, T. Haryanti, and D. April, “HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH
Perilaku Mencuci Tangan Selama Pandemi COVID-19,” vol. 5, no. 1, pp. 245–
258, 2021.
[20] J. D. Brauer, Michael; Zhao, Jeff T; Bennitt, Fiona B; Stanaway, “Global Access
to Handwashing: Implications for COVID-19 Control in Low-Income Countries,”
vol. Environ He, 2020, [Online]. Available: Étude primaire %7C Voir dans
Epistemonikos.
[21] W. Wiharsini and W. Sulistiadi, “Determinant Factors of Covid-19 Transmission
among of Health Personnel: A Systematic Review,” in The 7th International
Conference on Public Health, 2020, p. 144, doi: 10.26911/the7thicph.01.17.
[22] A. Azmiardi, T. Haryanti, and D. April, “Perilaku Mencuci Tangan Selama
Pandemi COVID-19,” Higea J. Public Heal., vol. 5, no. 1, pp. 245–258, 2021.
[23] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, “Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19),” Germas, pp. 11–45, 2020.
14
[24] H. Pratomo, “From Social Distancing to Physical Distancing: A Challenge
Forevaluating Public Health Intervention Against Covid-19,” Kesmas, vol. 15, no.
2, pp. 60–63, 2020, doi: 10.21109/KESMAS.V15I2.4010.
[25] M. Lisa Lockerd, “Coronavirus, Social and Physical Distancing and Self-
Quarantine,” Johns Hopkins Medicine, 2021. .
[26] T. Jefferson et al., “Physical interventions to interrupt or reduce the spread of
respiratory viruses,” Cochrane Database Syst. Rev., vol. 2020, no. 11, 2020, doi:
10.1002/14651858.CD006207.pub5.

15

Anda mungkin juga menyukai