Anda di halaman 1dari 5

KONSTRUKSI PEMBERITAAN KEKERASAN SEKSUAL DI PONDOK

PESANTREN KM KARANGANYAR

(Analisis Framing Model Robert N. Entman pada Media Online Solopos.com


dan TribunSolo.com)

OUTLINE PENELITIAN

Oleh:
Rahma Putri Azizah
20.12.11.139

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


JURUSAN KOMUNIKASI DAN DAKWAH
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2024
1. Latar Belakang
Pada September 2023, mencuat kasus kekerasan seksual yang terjadi
di Pondok Pesantren KM Jatipuro, Karanganyar. Sebanyak 6 santriwati
mendapat perlakuan tak senonoh oleh pimpinan pondok pesantren (ponpes),
yakni BNR alias AB. Aksinya terbongkar pada 4 September 2023.
Terbongkarnya aksi BNR bermula dari curhatan salah satu korban kepada
teman dekatnya. Kemudian keluarga korban segera melaporkannya ke
Polres Karanganyar.
Kasus kekerasan seksual tersebut kemudian diambil alih oleh Polisi
Daerah (Polda) Jawa Tengah (Jateng) atas kebijakan pimpinan, Kombes
Satake Bayu Setianto. Aksi keji pelaku ini sudah dilakukan sejak tahun 2019
hingga 2023. Keenam korban mendapatkan perlakuan keji tersebut dalam
rentan waktu yang berbeda-beda, salah satunya diperlakukan tidak senonoh
selama 1,5 tahun.
Dalam melakukan aksinya, BNR mengajak para korban ke salah
satu ruangan di pondok pesantren yang digunakan untuk tempat salat dan
santai. Pelaku menggunakan bahasa yang halus dan memanfaatkan posisi
tingginya di ponpes, sehingga membuat para korban tidak berdaya.
Berdasarkan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Polda
Jateng, perlakuan keji yang dilakukan yakni disentuh, ciuman, hingga
persetubuhan. Atas perbuatannya, pelaku dijerat pasal 82 dan/atau pasal 81
Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Sehingga BNR terancam pidana paling singkat 5 tahun
dan paling lama 15 tahun, serta denda paling banyak Rp. 5 miliar.
Sidang perdana kasus tersebut berlangsung pada 24 Januari 2024
pukul 11.00 WIB dengan pembacaan surat dakwaan. Sidang tersebut
berlangsung tertutup sebab terkait dengan tindak pidana asusila. Sidang
lanjutan dijadwalkan pada 31 Januari 2024 dengan materi eksesi dari
penasihat hukum terdakwa.
Dalam beberapa waktu terakhir, kasus kekerasan seksual di
lingkungan pendidikan semakin banyak mencuat. Berdasarkan CATAHU
2023: Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 2022,
sebanyak 37 kasus terjadi di lingkungan pendidikan, dengan kasus
kekerasan seksual yang terbanyak, diikuti bullying dan psikis. Sepanjang
tahun 2022, sebanyak 8 aduan kasus kekerasan seksual di lingkungan
pendidikan yang disikapi oleh Komnas Perempuan kasu-kasus tersebut
terjadi di lingkungan pendidikan umum maupun kegamaan (Komnas
Perempuan, 2023). Pelaku dari kasus tersebut memanfaatkan relasi
kekuasaan agar para korban tidak memiliki kuasa untuk menolak. Dan
pelaku akan melakukan aksinya dengan berbagai tindakan misalnya dengan
sentuhan fisik, perkosaan, dan lain-lain.
Media online merupakan salah satu media massa yang mempunyai
peran untuk menyebarkan informasi kepada khalayak. Menurut Suryawati
(2011: 43) dalam (Ismoyo, 2022), media online adalah media komunikasi
massa yang memakai internet yang bisa diakses di situs web. Media online
termasuk kategori media massa “generasi ketiga” setelah media cetak dan
media elektronik. Pengaksesan media online yang mudah, membuat
khalayak tidak perlu repot lagi. Seluruh informasi dari penjuru dunia dapat
diakses secara gampang hanya dengan melalui smartphone. Informasi yang
dimuat pada media online juga memiliki kelebihan, di mana informasinya
yang cepat, akurat, serta faktual.
Peristiwa tindak kekerasan menjadi isu yang krusial dan banyak
terjadi di sekitar kita. Kasus ini menjadi bagian yang tak luput dari incaran
media massa. Dengan mengetik kata “kekerasan seksual” di mesin
pencarian, ratusan bahkan ribuan artikel dari berbagai media online akan
ditampilkan. Pemberitaan terkait kasus kekerasan dinilai sebagai sesuatu
yang menarik untuk disajikan. Biasanya berita tersebut disajikan dengan
cara menggugah emosi pembaca (Ismoyo, 2022).
Dalam hal ini media massa berperan dalam mengelola isu dan
sekaligus berusaha menggiring opini khalayak sesuai dengan apa yang
diinginkan media massa. Oleh karena itu, media massa dianggap sebagai
institusi kuat dalam mempersuasi opini publik terkait suatu isu yang terjadi
(Ismoyo, 2022).
Media online yang mengangkat terkait kasus kekerasan seksual
khususnya, membuat berita terkait dengan beragam headline dan berbagai
sudut pandang. Dalam (Alghiffari, 2023), Kellner mengungkapkan bahwa
media membantu bagaimana publik melihat dunia dan mengevaluasi nilai
baik dan buruk, positif dan negatif (Hilde & Kellner, 1996).
Media massa pada dasarnya merupakan bentuk konstruksi realitas
sosial yang berada dalam masyarkat. Menurut Jalaluddin Rakhmat (2013:
222), realitas sosial yang disajikan di media massa sebelumnya adalah
realitas kedua yang sudah diseleksi sebelumnya (Ismoyo, 2022). Sebuah
peristiwa yang serupa dapat diberitakan dengan beda oleh berbagai media
massa. Hal terebut dikarenakan setiap media massa memiliki cara
pengkonstruksian yang berbeda. Mereka akan memilah dan memilih aspek
mana yang perlu ditonjolkan dan dihilangkan, dari sisi mana peristiwa itu
akan disoroti, pemakaian kata, gambar hingga penyuntingan.
Berkaitan dengan proses menjadi berita, tentunya akan terdapat
upaya-upaya untuk membuat dan memproses sampai dengan disajikan
kepada khalayak. Proses untuk sampai pada khalayak maka ada proses yang
disebut “framing”. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaiman
perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan untuk menyeleksi
isu dan menulis berita (Ramadhan, 2020).
Dari sekian banyak topik pemberitaan yang bisa diberitakan di
media online, ada salah satu pemberitaan yang sedang hangat dibicarakan,
yaitu tentang kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, khususnya
pendidikan agama atau pondok pesantren. Beredarnya kasus kekerasan
seksual terhadap santriwati di Pondok Pesantren KM Karanganyar,
membuat peneliti tertarik untuk menelitinya. Pemberitaan tentang kasus
kekerasan seksual tersebut sangat menarik karena berhubungan dengan
berbagai macam aspek di kehidupan yakni, moral, psikologis, edukasi, dan
hukum. Selain itu, Tempat Kejadian Perkara (TKP) dari kasus tersebut yang
seharusnya membawa kenyamanan dan menjadi tempat aman untuk belajar
agama, justru menjadi tempat yang tidak layak lagi untuk menuntut ilmu
agama, sehingga penulis tertarik dengan kasus ini. Tidak hanya itu, ponpes
tersebut juga telah memiliki izin atau tercantum dalam Kementerian Agama
(Kemenag).
Pada kesempatan kali ini peneliti akan membahas tentang
pemberitaan kasus kekerasan seksual yang terjadi pada santriwati Pondok
Pesantren KM Karanganyar dalam media online Solopos.com dan
TribunSolo.com. Pemilihan media online Solopos.com dan
TribunSolo.com, merujuk pada kecepatan kedua media dalam
memberitakan topik terkait dalam penelitian ini. Dan keduanya sama-sama
mengawal kasus kekerasan seksual pada santriwati Pondok Pesantren KM
Karanganyar.
Dalam hal ini, peneliti akan menganalisis berita kekerasan seksual
menggunakan analisis framing model Robert N. Entman. Framing Robert
N. Entman lebih menitikberatkan pada seleksi isu dan penonjolan aspek
yang digunakan oleh media. Adapun alasan peneliti memilih teori tersebut
karena teori framing Robert N. Entman merupakan analisis framing yang
sudah banyak dijadikan referensi pada penelitian sebelumnya. Framing ini
digunakan untuk dapat melihat penempatan informasi-informasi dalam
konteks yang khas, sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar
daripada isu yang lain.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, maka peneliti
akan mengambil judul penelitian “KONSTRUKSI PEMBERITAAN
KEKERASAN SEKSUAL DI PONDOK PESANTREN KM
KARANGANYAR (Analisis Framing Model Robert N. Entman pada
Media Online Solopos.com dan TribunSolo.com)”.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah bagaimana konstruksi pemberitaan
kekerasan seksual di Pondok Pesantren KM Karanganyar pada media online
Solopos.com dan TribunSolo.com?

3. Rencana Teori yang Digunakan


Teori yang akan digunakan pada penelitian ini adalah teori
konstruksi realitas sosial. Teori ini berasal dari model konstruktivitas.
Model ini menganggap realitas sosial sebagai proses pembentukan sebagai
hasil dari membangun masyarakat dan diciptakan dari individu dan
merupakan manusia bebas. Menurut Patton, peneliti konstruktivis
mempelajari berbagai bentuk realitas yang diciptakan manusi dan
dampaknya terhadap kehidupan orang lain. Pemikiran konstruksi realitas
sosial yang menjelaskan sejauh mana realitas terbentuk, akan memahami
bagaimana suatu peristiwa serta fenomena yang tumbuh menjadi sebuah
realitas.
Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif dengan metode analisis framing mdel Robert N. Entman. Model
tersebut memiliki empat perangkat yakni define problem, diagnoses causes,
make moral judgement, dan treatment recommendation.

Anda mungkin juga menyukai