Anda di halaman 1dari 11

Nama : Dyah Hanifah

NIM : 202201579023
MATKUL : Evaluasi pembelajaran
DOSEN : Drs. Slamet Hamid M.Pd.
KELAS : YC

TUGAS KE 7
MATERI MODEL EVALUASI BK
1. Model evaluasi goal attainment adalah suatu pendekatan atau metode yang digunakan untuk menilai
sejauh mana suatu organisasi, proyek, atau program mencapai tujuan atau sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang pencapaian
tujuan tersebut dan memberikan dasar untuk pengambilan keputusan, perbaikan, atau perubahan
strategi jika diperlukan.
2. Model evaluasi formatif dan sumatif adalah dua pendekatan utama dalam mengukur dan
mengevaluasi proyek, program, atau kegiatan pendidikan. Kedua model ini memiliki fokus dan
tujuan yang berbeda. Berikut adalah penjelasan singkat tentang masing-masing model:
 Model Evaluasi Formatif:
Tujuan: Evaluasi formatif dirancang untuk memberikan umpan balik dan informasi selama
proses pengembangan atau implementasi suatu program atau kegiatan. Tujuannya adalah
untuk memahami dan meningkatkan proses atau desain selama perjalanan.
Waktu Pelaksanaan: Dilakukan selama proses (berkesinambungan).
Fokus: Pusat perhatian pada identifikasi kekuatan, kelemahan, dan area perbaikan selama
implementasi.
Metode : Pengumpulan data dilakukan secara berkala untuk memberikan umpan balik yang
dapat digunakan untuk mengoreksi atau meningkatkan pelaksanaan program.
Contoh : Penggunaan uji coba, wawancara, dan observasi selama tahap pengembangan atau
implementasi suatu metode pengajaran di sekolah.

 Model Evaluasi Sumatif:


Tujuan: Evaluasi sumatif dilakukan setelah program atau kegiatan selesai untuk menilai
pencapaian tujuan dan dampak keseluruhan. Tujuannya adalah memberikan gambaran umum
tentang keberhasilan atau kegagalan suatu program.
Waktu Pelaksanaan: Dilakukan setelah program atau kegiatan selesai.
Fokus: Menilai hasil akhir dan dampak keseluruhan program atau kegiatan.
Metode: Menggunakan metode evaluasi seperti tes akhir, survei, atau analisis data statistik
untuk mengukur pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Contoh: Ujian akhir tahun, survei kepuasan pelanggan setelah pelaksanaan program, atau
penilaian hasil proyek.

3. Model evaluasi responsive mengacu pada pendekatan evaluasi yang responsif atau tanggap terhadap
perubahan, kebutuhan, dan dinamika yang terjadi selama implementasi suatu program, kebijakan,
atau inisiatif. Pendekatan ini menekankan fleksibilitas dan kemampuan untuk beradaptasi dengan
perubahan konteks atau kebijakan sehingga evaluasi tetap relevan dan bermanfaat.

4. Model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) adalah suatu pendekatan evaluasi yang
dikembangkan oleh Daniel L. Stufflebeam. Model ini memberikan fokus pada berbagai aspek dari
suatu program atau inisiatif evaluasi, dan membantu dalam memahami dan menilai konteks, input,
proses, dan hasil dari suatu program atau kebijakan. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang
masing-masing komponen model evaluasi CIPP:

 Context (Konteks):
Fokus pada pemahaman konteks atau latar belakang suatu program atau kebijakan. Pertanyaan
evaluasi dapat melibatkan: Apa konteks sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang
mempengaruhi implementasi program? Apa tantangan atau peluang yang dihadapi di dalam
konteks tersebut?
 Input (Masukan):
Berkaitan dengan sumber daya, perencanaan, dan desain program atau kebijakan.
Pertanyaan evaluasi dapat melibatkan: Bagaimana perencanaan dan desain program dibuat?
Apakah sumber daya yang tersedia memadai? Apakah input tersebut mendukung pencapaian
tujuan?
 Process (Proses):
Mengevaluasi implementasi dan jalannya program atau kebijakan.
Pertanyaan evaluasi dapat melibatkan: Bagaimana program diimplementasikan? Apakah
prosesnya berjalan sesuai rencana? Apakah ada masalah pelaksanaan yang dihadapi?
 Product (Produk):
Mengukur hasil atau produk yang dihasilkan oleh program atau kebijakan. Pertanyaan
evaluasi dapat melibatkan: Apakah tujuan dan hasil yang diinginkan telah tercapai? Apakah
ada dampak positif atau negatif yang dapat diidentifikasi?
MATERI TEKNIK NONTES DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN.

TEKNIK OBSERVASI
1. Definisi : Teknik observasi adalah metode pengumpulan data dalam penelitian yang melibatkan
pengamatan sistematis dan dokumentasi perilaku, kejadian, atau fenomena yang diamati. Dalam
konteks penelitian, teknik observasi digunakan untuk mengumpulkan informasi langsung
tentang situasi atau objek yang diamati, tanpa mempengaruhi atau mengubah kondisi tersebut

2. Tujuan teknik observasi dalam konteks penelitian adalah untuk mengumpulkan data secara
langsung melalui pengamatan sistematis terhadap perilaku, kejadian, atau fenomena tertentu.
Dengan menggunakan teknik observasi, peneliti dapat mencapai berbagai tujuan, termasuk:

- Mendeskripsikan Perilaku atau Kejadian: Teknik observasi digunakan untuk mendapatkan


gambaran yang akurat dan rinci tentang perilaku atau kejadian tertentu. Hal ini
memungkinkan peneliti untuk membuat deskripsi yang objektif berdasarkan pengamatan
langsung.
- Memahami Konteks atau Lingkungan: Observasi membantu peneliti memahami konteks
atau lingkungan di mana perilaku atau kejadian terjadi. Ini dapat memberikan wawasan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi situasi yang diamati.
- Mengidentifikasi Pola atau Keteraturan: Dengan melakukan observasi secara berulang dan
sistematis, peneliti dapat mengidentifikasi pola atau keteraturan dalam perilaku atau
kejadian. Hal ini membantu dalam pengembangan pemahaman yang lebih mendalam.
- Verifikasi Informasi: Observasi dapat digunakan untuk memverifikasi atau mengonfirmasi
informasi yang diperoleh dari sumber lain, seperti wawancara atau kuesioner. Hal ini
meningkatkan keandalan dan keabsahan data.
- Menguji Hipotesis: Peneliti dapat menggunakan teknik observasi untuk menguji hipotesis
tertentu. Misalnya, apakah perilaku yang diamati konsisten dengan hipotesis yang diajukan
atau tidak.
- Mengukur Frekuensi dan Durasi: Observasi dapat digunakan untuk mengukur frekuensi
atau durasi perilaku tertentu. Data ini dapat memberikan informasi kuantitatif yang berguna
dalam analisis statistik.
- Mendukung Penelitian Kualitatif: Observasi sering digunakan dalam penelitian kualitatif
untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang konteks sosial atau budaya,
dinamika kelompok, atau makna tersembunyi di balik perilaku.
- Pemantauan Perubahan atau Perkembangan: Jika pengamatan dilakukan secara berulang,
teknik observasi dapat membantu pemantauan perubahan atau perkembangan dalam suatu
situasi atau kondisi tertentu seiring waktu. Dengan mencapai tujuan-tujuan ini, teknik
observasi memberikan data yang lebih mendalam, kontekstual, dan terkadang lebih objektif
dibandingkan dengan metode pengumpulan data lainnya. Observasi juga dapat menjadi alat
yang efektif untuk mendukung berbagai jenis penelitian di berbagai disiplin ilmu.

3. Jalannya observasi dalam penelitian dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penting untuk
mempertimbangkan faktor-faktor ini agar hasil observasi menjadi akurat, reliabel, dan
bermakna. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jalannya observasi:
 Subjektivitas Pengamat:
Subjektivitas atau interpretasi subjektif oleh pengamat dapat mempengaruhi pengumpulan
data. Perbedaan latar belakang, keyakinan, atau pengalaman antara pengamat dapat
membawa dampak pada interpretasi terhadap perilaku yang diamati.
 Bias Pengamat:
Bias dapat muncul ketika pengamat memiliki ekspektasi atau prasangka tertentu yang
memengaruhi cara mereka mengamati dan mencatat data. Kesadaran akan bias ini
penting untuk meminimalkan dampaknya.
 Efek Hawthorne:
Efek Hawthorne merujuk pada perubahan perilaku subjek karena mereka sadar bahwa
mereka sedang diamati. Hal ini dapat menyebabkan perubahan buatan dalam perilaku
yang sebenarnya tidak mencerminkan kondisi normal.
 Konteks Sosial dan Budaya:
Faktor-faktor sosial dan budaya dapat memengaruhi perilaku individu atau kelompok.
Pengamat perlu memahami konteks tersebut untuk menginterpretasikan observasi
dengan benar.
 Posisi dan Lokasi Pengamat:
Lokasi fisik pengamat dalam hubungan dengan subjek yang diamati dapat
mempengaruhi persepsi dan kesempatan untuk melihat atau mendengar. Posisi yang
terlalu jauh atau terlalu dekat dapat menghasilkan data yang tidak representatif.
 Waktu dan Durasi Observasi:
Waktu yang dipilih untuk melakukan observasi dapat memengaruhi hasil. Observasi
pada waktu tertentu atau durasi yang panjang mungkin menghasilkan data yang berbeda.
Pemilihan waktu yang tepat dapat meningkatkan validitas hasil.
 Ketersediaan Subjek atau Objek:
Ketersediaan subjek atau objek yang diamati dapat membatasi atau memengaruhi
jalannya observasi. Misalnya, jika subjek atau objek tidak dapat diakses dalam situasi
tertentu, hal ini dapat membatasi data yang dikumpulkan.
 Instrumen dan Metode Pengamatan:
Jenis instrumen atau metode yang digunakan dalam observasi dapat mempengaruhi
jalannya proses. Pedoman observasi yang tidak jelas, instrumen yang tidak
terstandarisasi, atau metode yang tidak konsisten dapat menghasilkan data yang tidak
dapat diandalkan.
 Kemampuan dan Keahlian Pengamat:
Kemampuan dan keahlian pengamat dalam mengidentifikasi dan merekam perilaku
penting dapat memengaruhi hasil observasi. Pelatihan dan pengalaman dapat membantu
meningkatkan keterampilan pengamat.
 Interaksi dengan Subjek:
Interaksi antara pengamat dan subjek dapat memengaruhi jalannya observasi. Pengamat
harus menyadari dampak interaksinya terhadap subjek yang diamati dan berusaha
meminimalkan pengaruhnya.

4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Observasi:


Kelebihan:
- Validitas Tinggi: Observasi dapat memberikan validitas yang tinggi karena data
diperoleh langsung dari perilaku yang diamati.
- Pengumpulan Data Tanpa Wawancara: Memungkinkan pengumpulan data tanpa
memerlukan interaksi verbal atau wawancara, yang mungkin tidak selalu praktis.
Kelemahan:
- Subjektivitas dan Bias: Subjektivitas pengamat dan potensi untuk bias pengamat
dapat memengaruhi hasil observasi.
- Keterbatasan Dalam Menangkap Konteks Kompleks: Observasi mungkin tidak selalu
mampu menangkap konteks sosial atau budaya secara menyeluruh, tergantung pada
metode yang digunakan.

TEKNIK WAWANCARA
1. Teknik wawancara adalah metode pengumpulan data dalam penelitian yang melibatkan
pertanyaan dan jawaban langsung antara peneliti dan responden. Wawancara sering digunakan
untuk mendapatkan informasi mendalam tentang pandangan, pengalaman, atau pengetahuan
individu atau kelompok. Teknik ini memungkinkan peneliti untuk menggali data kualitatif
dengan mendengarkan langsung apa yang diungkapkan oleh responden.

2. Menurut Zainal (2010) tujuan wawancara adalah sebagai berikut: Untuk memperoleh informasi
secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi dan kondisi tertentu. Untuk melengkapi
suatu penyelidikan ilmiah. Untuk memperoleh data agar dapat memengaruhi situasi atau orang
tertentu.

3. Langkah – langkah melakukan wawancara

a) Menentukan Tujuan Wawancara:


Jelaskan tujuan atau sasaran wawancara. Apa yang ingin Anda ketahui atau capai melalui
interaksi tersebut?
b) Merancang Pertanyaan Wawancara:
Rancang pertanyaan yang relevan dan sesuai dengan tujuan penelitian. Pertanyaan dapat
bersifat terstruktur, semi-struktur, atau tak terstruktur tergantung pada desain penelitian.
c) Pilih Responden yang Sesuai:
Pilih responden yang sesuai dengan tujuan penelitian dan memberikan pandangan atau
informasi yang diperlukan.
d) Persiapkan Diri dan Peralatan:
Persiapkan diri Anda sebelum wawancara. Pastikan alat dan peralatan yang diperlukan, seperti
perekam suara atau kamera, berfungsi dengan baik. Bawa catatan, pensil, atau perangkat lain
yang diperlukan.
e) Bangun Hubungan Timbal Balik: Mulai wawancara dengan membuka percakapan dan
membangun hubungan yang positif dengan responden. Ini membantu menciptakan lingkungan
yang nyaman dan mendukung.
f) Penjelasan Tentang Tujuan dan Prosedur: Jelaskan secara singkat tujuan wawancara,
bagaimana data akan digunakan, dan prosedur yang akan diikuti. Ini membantu membangun
kepercayaan responden.
g) Mendahulukan Pertanyaan yang Ringan: Mulailah dengan pertanyaan yang ringan atau mudah
dijawab untuk membantu responden merasa lebih nyaman dan membangun kepercayaan diri.
h) Berikan Pertanyaan Terbuka dan Klarifikasi: Gunakan pertanyaan terbuka untuk memberikan
kesempatan pada responden untuk berbicara secara bebas. Selanjutnya, gunakan pertanyaan
klarifikasi untuk mendalami jawaban atau menjelaskan pertanyaan yang mungkin ambigu.
i) Aktif Mendengarkan: Dengarkan dengan aktif terhadap jawaban responden. Jangan menyela
dan hindari mengalihkan perhatian saat responden berbicara.
j) Jaga Nada Suara dan Ekspresi Tubuh: Pertahankan nada suara yang sopan dan ekspresi tubuh
yang mendukung. Ini membantu menciptakan suasana yang positif.
k) Rekam Data dengan Benar: Catat atau rekam data dengan benar selama atau setelah
wawancara. Pastikan bahwa data yang diperoleh sesuai dengan pertanyaan dan tujuan
penelitian.
l) Mengakhiri Wawancara Secara Profesional: Akhiri wawancara secara profesional dengan
mengucapkan terima kasih kepada responden. Jelaskan langkah-langkah selanjutnya jika
diperlukan.
m)Analisis dan Interpretasi Data: Setelah selesai, analisis dan interpretasikan data wawancara
sesuai dengan tujuan penelitian. Proses ini mungkin melibatkan pengkodean, kategorisasi,
atau temuan tematik.
n) Pelaporan Hasil Wawancara: Hasil wawancara dapat diintegrasikan ke dalam laporan
penelitian atau disajikan secara terpisah. Pastikan untuk menjaga kerahasiaan dan etika dalam
pelaporan hasil.
o) Evaluasi Proses Wawancara: Setelah selesai, evaluasi proses wawancara. Apa yang berjalan
dengan baik dan apa yang dapat diperbaiki untuk wawancara berikutnya?

4. Kelebihan Wawancara
- Mampu menggali informasi lebih pas dan mendalam, sehingga hasil data lebih berkualitas.
- Peneliti mampu mengembangkan pertanyaan sesuai dengan situasi terbaru.
- Tidak pernah memiliki batas pada tingkatan pendidikan tertentu, asal responden dapat berbicara
dengan baik.
- Instrumen terbaik untuk mendapatkan data pribadi.
- Peneliti dapat hal-hal khusus yang sering luput dari perhatian peneliti.
Kekurangan Wawancara
- Membutuhkan banyak waktu dan tenaga baik dari peneliti maupun responden.
- Keberhasilan proses wawancara disesuaikan dari kepandaian wawancara atau peneliti dalam
menggali informasi dari narasumber.
- Interpretasi peneliti dapat dipengaruhi oleh responden, hingga menjadi tidak objektif.
- Ketika wawancara dilakukan, responden harus mampu berbicara dengan jelas dan benar.
- Kecukupan data disesuaikan pada kesediaan responden untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh pewawancara.
- Untuk objek yang luas komen dibutuhkan pewawancara yang cukup banyak.
TEKNIK DAFTAR CEK
1. Daftar cek (checklist) adalah suatu alat atau daftar yang dirancang untuk mencatat dan
memastikan bahwa serangkaian tugas, item, atau kriteria tertentu telah dipenuhi atau
diselesaikan. Daftar cek digunakan untuk membantu memastikan keakuratan, keberlanjutan,
atau kepatuhan terhadap standar atau prosedur tertentu dalam berbagai konteks, seperti
pekerjaan, pengawasan, atau penelitian.

2. Manfaat daftar cek (checklist)

- Membantu Mengingat : Manfaat utama dari penggunaan checklist adalah untuk membantu
mengingatkan Auditor mengenai pertanyaan apa saja yang akan disampaikan kepada
Auditee.
- Menjamin Mencakup Keseluruhan Point yang Dikendalikan : Dibutuhkan ketelitian dan
kehati-hatian dari Auditor pada saat penyusunan checklist sehingga checklist yang dibuat
sempurna dan mencakup seluruh persyaratan yang terkait dengan Auditee.
- Meyakinkan bahwa interaksi antara proses dicakup : Dalam suatu proses pasti akan
melibatkan beberapa departemen dalam organisasi. Sebagai contoh dalam proses
pengadaan barang dan jasa, dapat melibatkan beberapa departemen, yaitu: bagian terkait
yang mengajukan, bagian purchasing, bagian finance, direksi, sampai bagian gudang
(penerimaan barang). Dengan adanya checklist dapat memberikan gambaran bagi Auditor
mengenai beberapa interaksi antar proses tersebut, untuk itu Auditor harus mempelajari
prosedur bagian yang akan diaudit dan mencatat poin-poin dimana terdapat proses yang
melibatkan dengan bagian lain.
- Menjamin kedalaman dan kontinuitas audit :Manfaat lain dari penggunaan checklist
adalah agar pemeriksaan menjadi lebih dalam, tidak sekadar ada/ tidak ada, ya/ tidak,
sudah/ belum. Dalam checklist Auditor dapat menuliskan pertanyaan yang lebih rinci
terhadap suatu persyaratan yang akan diperiksa
- Menolong dalam pengelolaan waktu : Waktu audit adalah terbatas, umumnya dalam satu
bagian/ departemen waktu audit maksimal adalah 2 jam, ini karena jika sudah lebih dari 2
jam biasanya Auditee sudah lelah, sehingga jika lewat dari 2 jam audit sudah tidak efektif
dilakukan.
- Pengaturan pengambilan catatan : Checklist dapat membantu Auditor untuk mencatat hasil
pengamatan selama proses audit, baik catatan ketidaksesuaian, kesesuaian, dan observasi
dapat dicatat dalam checklist. Dengan checklist catatan Auditor menjadi lebih rapi dan
terstrukur. Catatan – catatan dalam cheklist dapat menjadi dasar organisasi untuk
melakukan perbaikan ketika proses audit yang berikutnya.
- Bagian dari laporan audit : Checklist dapat dijadikan sebagai bukti kepada Auditor
Eksternal bahwa Audit Internal telah dilaksanakan, untuk itu checklist sangat penting
digunakan sebagai pelengkap dari laporan audit internal.

TEKNIK SKALA LAJUAN (RATING SCALE)


1. Skala lajuan (rating scale) adalah bentuk instrumen evaluasi yang digunakan untuk mengukur
atau menilai sejauh mana suatu karakteristik atau perilaku tertentu dimiliki oleh individu, objek,
atau kejadian. Skala lajuan mengharuskan penilai memberikan penilaian atau peringkat terhadap
elemen tertentu sesuai dengan tingkat keberadaan atau intensitasnya.
2. Tujuan Skala lajuan (rating scale)
1) Mengukur Pencapaian Tujuan Pembelajaran:
Skala lajuan digunakan untuk mengukur sejauh mana siswa telah mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan, apakah itu keterampilan, pengetahuan, atau sikap.
2) Menilai Keterampilan dan Kompetensi:
Skala lajuan membantu dalam menilai keterampilan dan kompetensi siswa dalam suatu bidang
atau mata pelajaran tertentu. Ini dapat mencakup aspek-aspek seperti kemampuan komunikasi,
analisis, atau pemecahan masalah.
3) Memberikan Umpan Balik Terkait Kemajuan Siswa: Melalui skala lajuan, guru dapat
memberikan umpan balik yang terstruktur dan spesifik terkait kemajuan siswa dalam mencapai
target pembelajaran. Hal ini membantu siswa memahami area yang perlu diperbaiki atau
ditingkatkan.
4) Evaluasi Partisipasi dan Keterlibatan Siswa: Skala lajuan dapat digunakan untuk
mengevaluasi tingkat partisipasi dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Ini
mencakup kolaborasi, diskusi, dan kontribusi aktif lainnya.
5) Mengukur Pemahaman Konsep: Untuk mata pelajaran yang melibatkan pemahaman konsep,
skala lajuan membantu guru dalam menilai sejauh mana siswa memahami konsep-konsep yang
diajarkan.
6) Menilai Pencapaian Individu dan Kelompok: Skala lajuan dapat digunakan untuk menilai
pencapaian individu maupun kelompok dalam suatu proyek atau tugas kelompok. Ini membantu
mengidentifikasi peran dan kontribusi masing-masing siswa.
7) Mengukur Sikap dan Perilaku Belajar: Selain keterampilan akademis, skala lajuan juga dapat
mencakup aspek sikap dan perilaku belajar siswa, seperti motivasi, tanggung jawab, atau kerja
sama.
8) Mengidentifikasi Kebutuhan Pembenahan: Hasil dari skala lajuan dapat membantu guru
dalam mengidentifikasi kebutuhan pembenahan, baik dari segi materi pembelajaran, metode
pengajaran, atau dukungan tambahan yang diperlukan siswa.
9) Mengukur Proses Pembelajaran: Skala lajuan dapat mencakup penilaian terhadap proses
pembelajaran, termasuk strategi belajar yang digunakan siswa, pemecahan masalah, atau
kemampuan berpikir kritis.
10) Membantu Proses Pemilihan dan Penyesuaian Metode Pengajaran: Hasil skala lajuan
dapat memberikan wawasan kepada guru tentang efektivitas metode pengajaran yang
digunakan dan membantu dalam membuat penyesuaian untuk meningkatkan pembelajaran
siswa.

3. Kelebihan Skala Lajuan (Rating Scale):


a) Mudah Diterapkan:
Skala lajuan relatif mudah diterapkan dan diadministrasi. Responden hanya perlu memberikan
penilaian atau peringkat sesuai dengan skala yang telah disediakan.
b) Memberikan Data Kuantitatif:
Skala lajuan memberikan data kuantitatif yang dapat diolah dan dianalisis secara statistik,
memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam tentang distribusi dan tren penilaian.
c) Fleksibilitas dalam Desain:
Skala lajuan bersifat fleksibel dan dapat didesain sesuai dengan kebutuhan spesifik evaluasi. Ini
dapat mencakup skala numerik, kata-kata, atau visual tergantung pada konteksnya.
d) Memfasilitasi Perbandingan:
Dengan menggunakan skala lajuan, perbandingan antara individu, kelompok, atau situasi tertentu
dapat dilakukan secara relatif mudah, membantu dalam mengidentifikasi perbedaan dan
kesamaan.
e) Memberikan Umpan Balik Terstruktur:
Skala lajuan menyediakan umpan balik terstruktur, memudahkan proses memberikan umpan
balik kepada individu atau kelompok terkait penilaian yang diberikan.
f) Efisien untuk Pengumpulan Data:
Penggunaan skala lajuan dapat menjadi metode yang efisien untuk mengumpulkan data dari
sejumlah responden dalam waktu yang relatif singkat.
g) Mengukur Berbagai Aspek:
Skala lajuan dapat dirancang untuk mengukur berbagai aspek, termasuk pengetahuan,
keterampilan, sikap, atau perilaku, memberikan gambaran yang lebih komprehensif.

Kekurangan Skala Lajuan (Rating Scale):

a) Rentan terhadap Bias dan Subjektivitas:


Penilaian dalam skala lajuan rentan terhadap bias dan subjektivitas dari penilai, terutama jika
tidak ada panduan atau kriteria yang jelas.
b) Ketidakakuratan Penilaian:
Responden mungkin mengalami kesulitan dalam memberikan penilaian yang akurat, terutama
jika skala tidak mencerminkan secara tepat tingkat variabilitas yang diinginkan.
c) Keterbatasan dalam Mengukur Perubahan Kualitatif:
Skala lajuan lebih cocok untuk mengukur perubahan kuantitatif dan mungkin kurang efektif
dalam mengukur perubahan kualitatif yang lebih kompleks.
d) Keterbatasan dalam Mengukur Dimensi yang Abstrak:
Skala lajuan mungkin tidak efektif dalam mengukur dimensi atau konsep yang lebih abstrak atau
sulit didefinisikan dengan jelas.
e) Pembatasan pada Pilihan Jawaban:
Skala lajuan memberikan pembatasan pada pilihan jawaban yang dapat diberikan oleh
responden, mungkin tidak memungkinkan mereka untuk menyatakan nuansa atau kompleksitas
yang sesuai dengan pengalaman mereka.
f) Kemungkinan Efek Acquiescence atau Tendensi Menyimpang:
Responden dapat mengalami efek acquiescence (cenderung setuju) atau tendensi menyimpang,
yaitu kecenderungan untuk memberikan jawaban yang dianggap "sosialmente diinginkan."
g) Sulit Mengukur Kualitas atau Konteks yang Lebih Dalam:
Skala lajuan mungkin kurang efektif dalam mengukur kualitas atau konteks yang lebih dalam,
seperti motivasi intrinsik atau pemahaman konsep secara mendalam.

TEKNIK SKALA SIKAP (Attitude Scale)


1. Skala sikap (Attitude Scale) adalah alat pengukuran yang digunakan untuk menilai sikap seseorang
terhadap suatu objek, topik, atau pernyataan. Sikap dalam konteks ini merujuk pada evaluasi
positif, negatif, atau netral terhadap sesuatu, dan skala sikap dirancang untuk mengukur intensitas
atau kekuatan sikap tersebut.

2. Objek sikap yang harus dinilai dalam pembelajaran


Dalam konteks pembelajaran, objek sikap yang harus dinilai melibatkan berbagai aspek yang
berkaitan dengan sikap siswa terhadap pembelajaran, lingkungan belajar, dan topik atau materi
pelajaran tertentu. Beberapa objek sikap yang dapat dinilai dalam pembelajaran mencakup:
1) Sikap terhadap Pembelajaran:
Evaluasi terhadap kesediaan siswa untuk belajar, motivasi intrinsik, dan keterlibatan dalam
proses pembelajaran.
2) Sikap terhadap Guru:
Menilai persepsi siswa terhadap kualitas pengajaran, kemampuan guru dalam memberikan
materi, dan hubungan interpersonal antara siswa dan guru.
3) Sikap terhadap Rekan Sejawat:
Mengukur sikap siswa terhadap rekan sejawat, kolaborasi dalam kelompok, dan interaksi sosial
di dalam dan di luar kelas.
4) Sikap terhadap Mata Pelajaran Tertentu:
Mengevaluasi sikap siswa terhadap mata pelajaran atau topik khusus, seperti matematika, sains,
seni, atau bahasa.
5) Sikap terhadap Teknologi:
Mengukur bagaimana siswa merespon penggunaan teknologi dalam pembelajaran, termasuk
sikap terhadap perangkat digital, aplikasi, atau platform online.
6) Sikap terhadap Evaluasi dan Ujian:
Menilai bagaimana siswa menghadapi ujian, penilaian, atau evaluasi kinerja, serta sikap
terhadap umpan balik yang diberikan.
7) Sikap terhadap Pengetahuan dan Pemahaman:
Mengevaluasi apakah siswa memiliki sikap positif terhadap pengetahuan, pemahaman, dan
keingintahuan terhadap konsep-konsep tertentu.
8) Sikap terhadap Penyelesaian Masalah:
Mengukur sikap siswa terhadap kemampuan dan kepercayaan diri dalam menyelesaikan
masalah atau tantangan.
9) Sikap terhadap Kerja Keras dan Ketekunan:
Menilai sejauh mana siswa memiliki sikap positif terhadap usaha keras, ketekunan, dan rasa
tanggung jawab terhadap tugas-tugas pembelajaran.
10) Sikap terhadap Keanekaragaman:
Mengevaluasi sikap siswa terhadap keanekaragaman, toleransi, dan penghargaan terhadap
perbedaan budaya, sosial, dan individ

Anda mungkin juga menyukai