Tradisi Begalan Di Kabupaten Cilacap
Tradisi Begalan Di Kabupaten Cilacap
A. SEJARAH BEGALAN
Begalan merupakan budaya adat warisan leluhur yang sampai sekarang masih
dilaksanakan oleh masyarakat Karesidenan Banyumas, salah satunya di Kabupaten Cilacap.
Pada masa yang lalu, begalan ini biasa dilaksanakan pada acara pernikahan terutama pada
pernikahan calon pengantin lelaki yang dalam silsilah keluarga menjadi anak sulung atau
anak bungsu.
Di daerah Cilacap, tradisi begalan ini menjadi bagian yang penting dalam prosesi
pernikahan adat. Begitu kuatnya kepercayaan masyarakat Cilacap terhadap tradisi ini,
seringkali pernikahan adat itu dinilai belum lengkap jika tradisi begalan belum terlaksana.
Didalam seni tradisi begalan ada nuansa yang terkandung di dalamnya, yaitu,
wejangan atau nasihat dari sesepuh selain di dalamnya terkandung pesan atau wejangan
yang ditujukan kepada mempelai pasangan pengantin. Pada tahun 1960-an seni tradisi
Begalan menjadi primadona, terutama masyarakat yang masih taat dan menjunjung tinggi
terhadap adat.
Kata "Begalan" berasal dari bahasa Jawa, artinya perampokan. Dalam penyajiannya
memang terjadi dialog sesuai dengan legenda. Selanjutnya, pada saat putri bungsu Adipati
Wirasaba (Kec. Bukateja, Kab. Purbalingga) hendak dinikahkan dengan putri sulung Adipati
Banyumas Pangeran Tirtokencono. Oleh karena itu, Begalan wajib dilaksanakan. Sebab bila
tata cara ini tidak diindahkan, dikhawatirkan bakal terjadi bencana atau musibah. Bencana
bisa menimpa kedua mempelai dalam mengarungi bahtera hidup berumah tangga. Tradisi
Begalan di dalamnya sangat dipercaya mengandung kekuatan gaib dan unsur Irasional.
Menurut para pakar budaya di Banyumas, tradisi begalan muncul sejak Pemerintah
Bupati Banyumas ke-XIV, saat itu Raden Adipati Tjokronegoro (tahun 1850). Pada jaman
itu Adipati Wirasaba berhajat mengawinkan putri bungsunya Dewi Sukesi dengan
Pangeran Tirtokencono, putra sulung Adipati Banyumas. Satu minggu setelah
pernikahannya Sang Adipati Banyumas berkenan memboyong kedua mempelai dari
Wirasaba ke Kadipaten Banyumas (ngunduh temanten), berjarak kurang lebih 20 km.
Setelah menyeberangi sungai Serayu dengan menggunakan perahu tambang,
rombongan yang dikawal sesepuh dan pengawal Kadipaten Wirasaba dan Banyumas, di
tengah perjalanan yang angker dihadang oleh seorang begal (perampok) berbadan tinggi
besar, hendak merampas semua barang bawaan rombongan pengantin. Terjadilah
peperangan antara para pengawal melawan Begal raksasa yang mengaku sebagai
penunggu daerah tersebut.
Pada saat pertempuran akhirnya begal dapat dikalahkan. Kemudian lari menghilang
masuk ke dalam Hutan yang angker dan wingit. Perjalanan dilanjutkan kembali, melewati
desa Sokaweradan Kedunguter. Sejak itu para leluhur daerah Banyumas berpesan terhadap
anak cucu agar mentaati tata cara persyaratan perkawinan, dikandung maksud kedua
mempelai terhindar dari marabahaya.
Bagi masyarakat Kabupaten Cilacap mendengar nama Begalan mungkin bukan hal
yang asing lagi. Tapi sayangnya tidak semua orang memahami sepenuhnya cerita di balik
tradisi yang satu ini. Tradisi yang menjadi bagian dari adat yang dilakukan dalam rangkaian
resepsi pernikahan ini telah mengalami modifikasi sesuai dengan perkembangan jaman,
kami menyebutnya sebagai “BEGALAN KREASI”. Begalan kreasi ini disesuaikan dengan
kondisi masyarakat saat ini, yang sudah mulai berkurang kepercayaannya terhadap tradisi
atau adat orang jawa. Ini dilakukan untuk menjaga eksistensi dari tradisi yang sudah mulai
pudar di masyarakat. Harapannya dengan adanya begalan kreasi ini, makna atau nilai-nilai
yang terkandung dalam tradisi ini bisa tersampaikan dan dipahami oleh masyarakat.
B. PROSES BEGALAN
Begalan Kreasi merupakan kombinasi antara seni tari dan seni tutur atau seni
lawak dengan iringan gending bendrong kulon atau ricik-ricik banyumasan. Umumnya
begalan diperankan oleh dua orang, namun di Cilacap, begalan ini diperankan oleh 3 orang,
yang terdiri dari sepasang begal dengan julukan Sambang Dalan dan seorang lagi sebagai
pembawa peralatan dapur yang dijuluki Suroyojati.
Barang-barang yang dibawa oleh Suroyojati antara lain iyan, ilir, cething, kusan,
muthu, centong, siwur, irus, padi, kendil. Pembegal biasanya membawa pedang kayu yang
bernama wlira. Kostum pemain cukup sederhana, umumnya mereka mengenakan busana
Jawa. Adapun ketentuan dalam acara seni Begalan Kreasi yaitu :
1. Iringan yang digunakan menggunakan gending bendrong kulon, sedangkan gerakan
tarian disesuaikan dengan irama.
2. Dialog dengan gaya jenaka yang berisi tentang nasehat-nasehat penting bagi kedua
mempelai dan penonton.
3. Waktu pelaksanaan dilakukan setelah ijab qabul, biasanya pada siang atau sore hari
dan waktu yang dibutuhkan untuk pementasan begalan kreasi kurang lebih 20 menit,
karena prosesi ini umumnya dilakukan sebelum acara panggih temanten.
4. Tempat yang digunakan biasanya pelataran rumah (halaman) pengantin wanita.
Gambar 1. Tarian dalam Begalan kreasi
Ditulis Oleh:
Sigit Aji Wijayanto
(Pelaku Begalan Kreasi di Kabupaten Cilacap)