Anda di halaman 1dari 1

2. a.

Asas territorial seperti namanya adalah asas yang mewajibkan suatu negara yang terlibat
dalam hubungan internasional tetap berkuasa di teritorinya (wilayah). Dilansir dari situs American
Society of International Law, asas teritorial menyatakan bahwa suatu negara dapat mengatur
masalah perdata dan pidana dalam batas kedaulatannya. Misalnya seorang penjahat dengan
kewarganegaraan asing melakukan kejahatan di Indonesia. Maka Indonesia berhak menerapkan
yurisdiksinya (kewenangan) pada penjahat tersebut. Asas territorial juga berarti negara lain tidak
boleh mencampuri dan melanggar batas wilayah suatu negara.

Jadi, menurut saya untuk kasus pembajakan di perairan Somalia tidak dapat diancam dengan
hukuman oleh undang-undang di negara Indonesia dikarenakan batas wilayah pembajakan
terjadi diluar wilayah perairan Indonesia.

b. Hukum internasional menganggap pembajakan sebagai kejahatan terhadap umat manusia (homo
homini lupus). 4 Kejahatan internasional adalah perbuatan yang merupakan kejahatan menurut
ketentuan hukum internasional. Dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Hukum Pidana
Internasional II” Romli Atmasasmita menyatakan bahwa:5 “international crimes adalah kejahatan
yang termasuk yurisdiksi ICC, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang
dan agresi (Pasal 5 Statuta ICC), dan beberapa kejahatan lain seperti pembajakan di laut dan diatas
pesawat udara, pemalsuan mata uang, narkotika dan terorisme.” Pada pertemuan internasional ARF
Expert Group Meeting On Transnational Crime yang diselenggarakan di Seoul tanggal 30-31 Oktober
2000 membahas permasalahan tentang pembajakan, migrasi ilegal dan perdagangan gelap senjata
kecil dan ringan, dimana hasil dari pertemuan ini menyatakan bahwa pembajakan yang semakin
meningkat, merupakan suatu kejahatan transnasional yang berdampak pada keamanan regional.6
Keamanan regional merupakan hal pertama yang perlu diupayakan demi terciptanya stabilitas
internasional, oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang kongkret dalam memberantasi
pembajakan (piracy). Prinsip pemberantasan perompakan ini juga ditegaskan oleh pasal 100
Konvensi yang meminta agar negara-negara bekerjasama sepenuhnya dalam pemberantasan
perompakan di laut lepas atau tempat lain manapun di luar yurisdiksi suatu negara.

Dengan demikian peranan negara semakin penting. Peranan yang begitu penting tersebut
memerlukan aturan dan mekanisme yang baik seperti yurisdiksi menetapkan norma (jurisdiction to
prescribe), yurisdiksi memaksakan aturan yang ada (jurisdiction to enforce) dan yurisdiksi mengadili
(jurisdiction to adjudicate). Untuk itu, setiap negara harus menjalin kerja sama dengan negara lain
untuk memberantas tindakan perompakan, disinilah pentingnya suatu hubungan internasional.
Dalam Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa salah satu karakteristik negara adalah
memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan internasional dengan negara lain (capacitiy to
enter into relations with other states) 7 kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan yuridis baik
berdasarkan hukum nasional maupun hukum internasional. Berkembangnya hubungan antar negara
yang semakin luas (global), menempatkan hukum internasional semakin berperan penting. Karena
itu adanya kesepakatan internasional akan menjadi salah satu faktor penting di dalam mengatur
lebih luas tentang kewenangan (hak), kewajiban dan tanggung jawab setiap negara, termasuk yang
terkait dengan yurisdiksi, karena masalah yurisdiksi bukanlah hanya masalah dalam negeri saja

Anda mungkin juga menyukai