Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TUTORIAL KE-1

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

Nama Mata Kuliah : Perpajakan

Kode Mata Kuliah : EKSI4206

Jumlah sks : 3 sks

Nama Pengembang :

Nama Penelaah :

Status Pengembangan : Baru/Revisi*

Tahun Pengembangan :

Edisi Ke- :

No Tugas Tutorial

1 Jelaskan pengertian Sunset Policy dan pengaturan hal-hal terkait Sunset Policy
berdasarkan Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan!

2 Berikan penjelasan tentang:


a. Pengertian Surat Ketetapan Pajak
b. Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan
dalam hal-hal apa saja Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPKB?

3 a. Berikan penjelasan tentang Penghasilan Tidak Kena Pajak!

b. Hitunglah berapa PTKP Wajib Pajak yang telah menikah, istri tidak
bekerja dan memiliki tanggungan 2 anak!

* coret yang tidak sesuai


TUGAS 1 SESI 3

PERPAJAKAN

UNIVERSITAS TERBUKA

NAMA : ANNISA RAMADHINIE SOEJANA

NIM: 043679304

UPBJJ : BATAM
JAWABAN NO 1 :

SUNSET POLICY

Menurut Pasal 37A Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP), Sunset Policy 2008 adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi
perpajakan berupa bunga. Kebijakan ini memberi kesempatan pada masyarakat
untuk memulai memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar. Yang
dipentingkan dalam kebijakan Sunset Policy adalah agar seluruh rakyat Indonesia
yang sudah layak pajak masuk ke dalam sistem data perpajakan. Berdasarkan
fasilitas Sunset Policy, pihak-pihak yang dapat memanfaatkan dengan ketentuan:

1. Orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh


NPWP dalam tahun 2008 dan menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak
2007 dan sebelumnya paling lambat tanggal 31 Maret 2009.

2. Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang dalam tahun 2008 membetulkan
SPT Tahunan Pajak 2006 dan sebelumnya yang mengakibatkan pajak harus dibayar
menjadi lebih besar.

a. Keuntungan Sunset Policy :

1) Tidak dikenai sanksi administrasi berupa bunga.


2) Tidak dilakukan pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh yang
disampaikan atau dibetulkan oleh wajib pajak kecuali SPT Tahunan PPh yang
menyatakan lebih bayar atau terdapat data lain yang belum dilaporkan.
3) Apabila wajib pajak sedang diperiksa dan belum disampaikan Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP), pemeriksaan akan dihentikan.
4) Data dan/atau informasi yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh terkait
dengan pemanfaatan Sunset Policy tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk
menerbitkan surat ketetapan pajak atas jenis pajak lainnya.

5) Semua pihak yang memanfaatkan kesempatan emas ini dapat tidur nyenyak.
b. Akibat tidak memanfaatkan Sunset Policy:
Bagi masyarakat yang tidak memanfaatkan fasilitas Sunset Policy dan apabila
ternyata berdasarkan data yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak diketahui terdapat
pajak yang belum bayar, maka berdasarkan data tersebut Direktorat Jenderal Pajak
berwenang melakukan pemeriksaan untuk menagih pajak belum dibayar termasuk
sanksi administrasinya. Bahkan terhadap wajib pajak dapat dikenai sanksi pidana
karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

SUMBER :
https://media.neliti.com/media/publications/23532-ID-sunset-policy-untuk-wajib-paj
ak-berdasarkan-pasal-37-a-undang-undang-ketentuan-u.pdf

JAWABAN NO 2 :

A. Surat Ketetapan Pajak dan Fungsinya


Sebagai wajib pajak, Anda harus memenuhi berbagai kewajiban yang perlu
dilakukan dalam aspek perpajakan. Ketika ada kekeliruan dalam pengisian
SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) atau ditemukannya data pajak yang tidak
dilaporkan, maka Ditjen Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak
(SKP) untuk Anda. Apa yang dimaksud dengan surat tersebut?

Berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana perubahan ketiga Undang-Undang No. 28 Tahun 2007,
Pasal 1 nomor 15 Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Lalu berdasarkan keputusan Ditjen Pajak, pihak yang
berkuasa mengeluarkan surat tersebut adalah Kantor Pajak Pratama (KPP) dan
dikeluarkan berdasarkan hasil pemeriksaan pajak.
Secara garis besar, SKP berfungsi sebagai sarana untuk menagih kekurangan pajak,
mengembalikan jika ada kelebihan bayar pajak, memberitahukan jumlah pajak
terutang, mengenakan sanksi administrasi perpajakan, serta menagih pajak.

B. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Dalam Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2009, SKPKB adalah surat yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi, serta jumlah pajak yang masih harus dibayar. Jenis surat
ketetapan pajak ini diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak
atau berakhirnya masa pajak.

Secara garis besar, terbitnya SKPKB ini karena wajib pajak kurang atau tidak membayar
pajak terutang, telat menyampaikan SPT Masa dari waktu yang telah ditentukan, adanya
salah hitung terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPnBM) yang dikenai tarif 0%, tidak diketahuinya besar pajak terutang. Selengkapnya
tentang SKPKB dapat Anda baca di artikel berikut.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar memiliki fungsi penting, sebagai berikut ini:

1. Berfungsi untuk mengoreksi atas jumlah pajak yang terutang berdasarkan dengan
Surat Pemberitahuan (SPT).
2. Sebagai sarana administrasi yang dapat mengenakan sanksi bagi wajib pajak terkait.
3. Berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk menagih pajak.

Berikut ini, contoh menghitung SKPKB agar dapat diketahui besaran pajak yang harus
dibayarkan oleh wajib pajak:

Diketahui Dedi Paidi memilki Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp70.000.000 dalam setahun
pajak 2019. Dedi sudah menyampaikan SPT Tahunannya ke kantor pajak sesuai dengan
ketentuan. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata pada Desember 2020, terdapat
kurang bayar pajak yang diterbitkan melalui SKPKB. Maka, berapa nilai pajak yang harus
dibayarkan Dedi Paidi?

● Penghasilan Kena Pajak = Rp70.000.000


● Pajak Terutang 30% = 30% x Rp70.000.000 = Rp21.000.000
● Kredit Pajak = Rp15.000.000
● Kurang bayar pajak = Rp21.000.000 – Rp15.000.000 = Rp6.000.000
● Bunga 24 x 2% x Rp6.000.000 = Rp2.880.000

Maka, besaran pajak yang harus dibayar adalah: Rp6.000.000 + Rp2.880.000 = Rp8.880.000

SUMBER : https://www.online-pajak.com/seputar-pajakpay/5-jenis-surat-ketetapan-pajak

JAWABAN NO 3 :

A. PTKP adalah singkatan dari Penghasilan Tidak Kena Pajak yang besarannya
ditentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk menghitung PPh
21. Ketahui PTKP terbaru yang berlaku tahun 2023. Semakin besar PTKP
yang ditetapkan pemerintah, maka Pajak Penghasilan (PPh) menjadi semakin
kecil, demikian pula sebaliknya.Ketentuannya, apabila penghasilan Wajib
Pajak (WP) pribadi kurang dari PTKP, maka WP tidak dikenakan PPh Pasal
21 sesuai tarif PPh 21

Sebaliknya, jika penghasilan WP lebih dari nilai PTKP, maka pajak


penghasilan yang akan dikenakan yakni tarif pajak dikali penghasilan kena
pajak. Di mana penghasilan kena pajak adalah penghasilan neto setelah
dikurangi nilai PTKP.
Peraturan Terbaru PTKP PPh 21

Berdasarkan pasal 7 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun


2008, penghasilan tidak kena pahak merupakan jumlah pendapatan WP orang
pribadi yang dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 21. PTKP digunakan
sebagai pengurang penghasilan bruto untuk mendapatkan jumlah penghasilan
neto yang nantikan akan dikenakan PPh 21. Besar PTKP setiap tahunnya dapat
berubah-ubah tergantung dari kebijakan yang dibuat pemerintah melalui PMK
sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh).
Beberapa ketentuan mengenai Pajak Penghasilan telah diubah terakhir dalam
UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.mNamun
beleid tersebut tidak mengubah besaran PTKP 2023 yang berlaku.

Besar PTKP terbaru masih sama dengan yang tercantum dalam PMK No. 101
Tahun 2016 tentang Penyesuaian PTKP. Jumlah Penghasilan Tidak Kena
Pajak untuk WP Orang Pribadi dengan status tidak kawin dan tanpa
tanggungan masih sebesar Rp54.000.000 per tahun atau sebesar Rp4.500.000
per bulan. Apabila WP memiliki penghasilan lebih dari Rp4.500.000 sebulan,
maka WP harus membayar PPh 21 karena penghasilan tahunannya melebihi
ambang batas atau PTKP. Bagi WP yang penghasilannya kurang dari nilai
tersebut, PPh 21-nya bernilai nihil, namun WP tetap wajib melaporkan Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) PPh. Kewajiban ini berlaku hingga
WP memperoleh status Non-Efektif (NE) atau NPWP NE dari Direktorat
Jenderal Pajak (DJP). Maka, tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak terbaru yang
berlaku saat ini masih berdasarkan PMK 101/2016 yakni:

1. PTKP orang pribadi sebesar Rp54.000.000,00;


2. PTKP bagi WP yang kawin mendapat tambahan sebesar Rp4.500.000,00;
3. Tambahan PTKP untuk seorang istri yang penghasilannya secara pajak digabung
dengan penghasilan suami sebesar Rp54.000.000,00;
4. Tambahan PTKP untuk tanggungan, dengan besaran untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda yang berada dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat sebesar Rp4.500.000,00.
Siapa Tanggungan itu?

Menjadi tanggungan sepenuhnya menurut UU PPh berdasarkan keadaan yang dapat nyata
terlihat yakni:

● Tinggal bersama-sama dengan Wajib Pajak


● Tidak mempunyai penghasilan sendiri
● Ditanggung oleh orang tuanya sendiri

Maksimal tanggungan dalam PTKP adalah 3 anak, meskipun memiliki lebih dari 3 anak.

Ketentuan jumlah tanggungan maksimal tiga orang setiap WP.

Sedangkan yang dimaksud dengan keluarga sedarah ialah orangtua kandung, saudara
kandung dan anak.

Sedangkan yang yang dimaksud keluarga semenda adalah mertua, anak tiri serta ipar.

Tarif PTKP saat ini bukanlah tarif baku yang muncul sejak diberlakukannya tarif PTKP sejak
tahun 1984. Namun telah mengalami beberapa kali pergantian.

Kenaikan tarif terbesar yaitu terjadi saat PTKP tahun 2015 ke 2016 di mana terdapat
kenaikan hampir 50%.

jika di tahun 2015, tarif PTKP wajib pajak belum kawin sebesar Rp36.000.000 berbeda di
tahun 2016 yang mengalami kenaikan hampir 50% yaitu berada di angka Rp54.000.000.

Contoh Penerapan PTKP

Berdasar PMK 010/2016, PTKP untuk wajib pajak tidak kawin sebesar Rp54 juta. Jika
kawin, ditambah Rp4,5 juta.

Jika memiliki satu anak, ditambah Rp4,5 juta (maksimal tiga anak atau Rp13,5 juta).

Ilustrasi:
Tuan C adalah karyawan tidak menikah, berlaku PTKP TK/0 = Rp54 juta setahun.

Kemudian ia menikah dan istrinya tidak bekerja, maka statusnya menjadi K/0 (Rp54 juta +
Rp4,5 juta) = Rp58,5 juta setahun.

Lalu Tuan C punya satu anak, maka berlaku K/1 (Rp54 juta + Rp4,5 juta + Rp4,5 juta) =
Rp63 juta.

Istrinya kemudian bekerja di perusahaan lain, sehingga PTKP yang berlaku K/I/1 atau K/1 +
TK/0 (Rp63 juta + Rp54 juta) = Rp117 juta setahun.

Dasar Penghitungan Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak adalah jumlah upah karyawan/pekerja yang akan dikenakan PPh 21
setelah dikalkulasikan dengan tunjangan, biaya jabatan, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS
Kesehatan, dan lainnya.

Untuk dapat mengetahui berapa jumlah penghasilan yang akan dikenakan pajak, terlebih
dahulu harus mengetahui besar PTKP wajib pajak yang bersangkutan.

Besar Penghasilan Tidak Kena Pajak berbeda-beda tergantung status WP tersebut.

Cara mengetahui jumlah Penghasilan Kena Pajak:

● Dari Penghasilan Bruto => dikurangi biaya-biaya => selanjutnya menjadi penghasilan
neto.
● Dari penghasilan neto tersebut => dikurangi PTKP hingga akhirnya diperoleh
Penghasilan Kena Pajak.

Setelah menemukan jumlah Penghasilan Kena Pajak, maka nilai tersebut akan dihitung
pajaknya menggunakan tarif progresif PPh Pasal 17 ayat (1).

Sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh No. 36/2008, tarif PPh Orang Pribadi Pasal 21
adalah menggunakan tarif progresif, yang akan dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak.
Melalui UU No. 7/2021 tentang HPP, minimal jumlah dan maksimal penghasilan orang
pribadi yang dikenakan PPh 21.

Berikut tarif progresif PPh pasal 21 atau penghasilan kena pajak penghasilan:

● 5% untuk penghasilan kena pajak hingga Rp50.000.000 per tahun


● 15% untuk penghasilan kena pajak Rp50.000.000 – Rp250.000.000 per tahun
● 25% untuk penghasilan kena pajak Rp250.000.000 – Rp500.000.000 per tahun
● 30% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp500.000.000 per tahun.

SUMBER : https://klikpajak.id/blog/pengertian-ptkp/

B. PTKP kategori K/I/2 merupakan kode PTKP untuk penghasilan suami dan istri yang
digabung dan memiliki 2 tanggungan. Tarifnya sebesar Rp121.500.000 per tahun.

SUMBER : https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/ptkp-2022

Anda mungkin juga menyukai