Anda di halaman 1dari 16

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM

PENJAMINAN MUTU TERPADU – HACCP

2024
Modul Food Defense

PENDAHULUAN

Industri pangan berlomba-lomba untuk menjamin mutu produk dan keamanan pangan
produk yang dihasilkannya. Oleh sebab itu, untuk tetap dapat mempertahankan dan
meningkatkan mutu produk serta keamanan produk maka diperlukan peningkatan terhadap
sumber daya yang terlibat di dalamnya serta sistem yang menjamin mutu dan keamanan
produk industri pangan salah satunya melalui HACCP. Hazard Analysis and Critical Control
Point (HACCP) adalah suatu pendekatan sistematis untuk manajemen keamanan pangan
berdasarkan prinsip-prinsip yang ada yang bertujuan untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya
yang cenderung terjadi pada setiap langkah rantai makanan dan menempatkan sistem
pengendalian yang akan mencegah bahaya-bahaya tersebut terjadi (Aminuddin F et. al ,
2015).

DASAR TEORI

1. PROSES HYGINE

1.1 Pengertian Proses Hygiene

Hygiene atau higiene menurut Sugono (2008), merupakan serangkaian usaha untuk
mempertahankan atau memperbaiki kesehatan. Sehingga dengan demikian mutlak adanya
usaha tersebut dalam suatu proses produksi guna mempertahankan mutu suatu produk agar
aman dikonsumsi oleh konsumen.

1.2 Pengertian Personal Hygiene

Personal hygiene adalah suatu konsep dasar pembersihan, perawatan dan hal tersebut
merupakan langkah awal untuk menjaga kesehatan. Selain itu personal hygiene adalah suatu
bagian terpenting dari kehidupan kita sehari-hari baik di rumah maupun tempat kerja yang
membantu kita untuk melindungi diri kita dan menjaga kesehatan kita dengan baik (Hassan,
2012).

1.3 Penerapan Personal Higiene

Penerapan personal hygiene pada dasarnya dimulai dari kebersihan secara personal
terlebih dahulu. Yang pertama yaitu mandi 2 kali sehari, hal ini untuk mencegah adanya bau
badan yang menganggu pekerja lainnya. Selanjutnya, mencuci tangan maupun mengganti
hand gloves setelah melakukan suatu prosedur agar saat melakukan prosedur selanjutnya
tidak terjadi kontaminasi. Lalu, menggunakan hair net, hair net berfungsi untuk melindungi
rambut agar rambut tidak masuk kedalam produk. Yang terakhir yaitu, tidak memakai
aksesoris secara berlebihan, hal ini untuk mencegah adanya hazard fisik yang berasal dari
aksesoris maupun mencegah adanya kontaminasi (Wulansari, 2016).

1.4 Penerapan Personala Higiene Pada Pakaian


Seluruh pekerja, kontraktor, dan pengunjung yang datang ke areal penanganan produk
harus diberikan pakaian pelindung. Perusahaan menjamin kebersihan dari pakaian pelindung
yang digunakan. Pakaian pelindung harus dipastikan tidak ada kantong pada bagian luar yang
bias menjadi media masuknya benda asing ke areal penanganan produk. Penggunaan satu
atau dua (maksimum) kantong dalam akan lebih baik, dan pekerja harus diberikan pelatihan
bahwa hanya benda yang dibutuhkan dalam penanganan sayur segar yang boleh dibawa
masuk ke areal penanganan produk. Secara ideal, pakaian pelindung diganti pada setiap
pergantian pekerja atau lebih sering apabila terkena kotoran seperti tanah. Pakaian sebaiknya
berwarna terang, sering diganti, dan terbuat dari bahan yang mudah dicuci dan tetap terjaga
bersih. (Semadi,2012)

1.5 Penerapan Teknik Sanitasi Dan Higiene Di Unit Pengolahan Ikan Asap

Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi :

 Lahan yang tersedia cukup untuk kebutuhan sekarang dan rencana pengembangan
 Jarak dengan sumber-sumber cemaran (pemukiman penduduk, pabrik bahan kimia,
pembuangan samapah,tempat peternakan, daerah banjir, dsb)
 Kecukupan pasok air yang memenuhi persyaratan air minum (potable water)
 Kemudahan pembungan limbah cair harus tersedia sistem drainase yang baik
 Kecukupan sumber listrik
 Ketersediaan akses transportasi

1.6 Pengolahan Limbah Atau Sampah

Setiap pipa limbah cair dari ruang pengolahan agar diberi penutup berupa alat
penyaring limbah padat dan pencegah masuknya binatang pengerat. Saluran limbah cair di
dalam ruang pengolahan agar diberi penutup yang dapat dibuka atau ditutup kembali dan
terbuat dari bahan metal dan mempunyai kedalaman yang cukup sehingga limbah air tidak
sampai tumpah mengenai lantai penampungan limbah padat dan cair harus terpisah limbah
cair harus diolah kembali sebelum keluar dari area pabrik sehingga tidak mencemari
lingkungan dibuat dari bahan yang halus permukaannya wadah penampungan limbah padat
agar diberi penutup. limbah produk ditampung ditempat yang terpisah dan tertutup.

Ruang istirahat harus mempunyai sirkulasi udara yang baik, tidak berhubungan
langsung dengan ruang pengolahan. Ruang istirahat sebaiknya terpisah dari ruang ganti
karyawan. Untuk toilet sebaiknya tidak berhubungan langsung dengan ruang pengolahan.
Toilet dilengkapi dengan fasilitas seperti suplai air yang lancar, ventilasi, pintu ,dan langit-
langit dalam kondisi baik, sabun cair, alat pengering dan suplai air panas. Jumlah toilet yang
dipersyaratkan untuk unit pengolahan

 1-9 Orang = 1 Toilet


 0-24 Orang = 2 Toilet
 25-49 Orang = 3 Toilet
 50-100 orang = 5 toilet
Setiap penambahan 30 pekerja dari 100 pekerja ditambah 1 (satu) toilet.
2. PEST CONTROL

2.1 Pencegahan (Prevention)

Hal ini dilakukan dengan pemasangan konstruksi yang bersifat barier terhadap serangga dan
tikus (untuk membuat hama tetap di luar gedung atau gudang), sanitasi (pembersihan),
dan modifikasi lingkungan (misalnya penghilangan sumber makanan dan sumber air).
Barier atau Eksklusi : Menghilangkan jalan masuk hama ke dalam bangunan
merupakan salah satu paktek IPM yang paling dasar dan penting. Contoh-contoh cara
eksklusi/barier antara lain pemasangan kawat saringan pada lubang udara, ventilasi dan
saluran air untuk mencegah serangga dan tikus masuk; penutupan retakan di dinding atau
tempat lain.

Sanitasi :
Praktek-praktek sanitasi dalam manajemen hama terpadu meliputi :
• Pembersihan secara menyeluruh pada ruang produksi, gudang dan ruang lain
termasuk ruangan atau daerah yang sulit dicapai.
• Manajemen sampai atau limbah yang baik
• Penyimpanan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat.
• Membenahi atau membuang barang-barang bekas yang tidak terpakai misalnya
membuang karton-karton yang tidak terpakai.
• Pembersihan dan pemeliharaan peralatan pengolahan pangan, lantai dan
ventilasinya.
• Pembetulan bagian-bagian yang bocor dan air yang tergenang.
• Menutup gap atau lubang menuju rongga-rongga di dalam dinding atau ke
tempat-tempat persembunyian hama lainnya.

2.2 Pengendalian (Controls)

Tindakan pengendalian hama yang dilakukan dalam industri pangan terdiri atas 4 jenis :
Pengendalian Fisik, Pengendalian mekanis, Pengendalian Biologis, dan Pengendalian Kimia

 Pengendalian Fisik, Pengendalian fisik dapat dilakukan dengan pemasangan pembatas


(barier),
jebakan lem untuk tikus dan serangga, dan berfbagai jebakan berumpan. Penggunaan suhu
ekstrim, di atas 40˚C untuk membunuh hama juga merupakan pengendalian secara fisik.

 Pengendalian Mekanis, menggunakan peralatan untuk mengendalikan hama. Termasuk di


dalamnya adalah vakum, jebakan lampu ultra violet dan repeller untrasonik.
 Pengendalian Biologi, menggunakan musuh alami hama untuk mengendalikan hama.
Misalnya, Bio-Path Cockroach Control Chamber merupakan jenis jamur yang dapat
menginfeksi kecoa melalui makanannya.
 Pengendalian Kimia, menggunakan senyawa beracun atau pestisida untuk mengusir hama.

3. DESAIN FASILITAS DAN LAYOUT PRODUKSI

3.1 Tata Letak Proses

Tata letak proses (Process Layout) atau tata letak fungsional adalah penyusunan tata
letak dimana alat yang sejenis atau mempunyai fungsi sama ditempatkan dalam bagian yang
sama. Misalnya, mesin-mesin yang dikumpulkan pada daerah yang sama, demikian pula
mesin-mesin peralata diletakkan pada bagian yang sama. Mesin-mesin itu tidak dikhususkan
untuk produk tertentu melainkan dapat digunakan untuk berbagai jenis produk.

3.2 Tata Letak Produksi

Penyusunan pabrik tipe ini adalah berdasarkan urutan proses produksi, dimana mesin-
mesin atau peralatan disusun menurut urutan proses, dengan demikian suatu pengerjaan akan
diikuti oleh pengerjaan berikutnya, sesuai dengan urutan-urutan prosesnya.
Untuk industri/perusahaan yang membuat produk secara massal dalam waktu relatif
panjang (terus menerus) dan tidak tergantung pesanan, maka jenis tata letak yang sesuai
adalah product layout. Produksi yang berulang dan kontinu, menggunakan tata letak produk.

3.3 Tata Letak Posisi Tetap

Fix position layout biasa dikatakan juga sebagai tata letak dengan posisi tetap. Tata
letak merupakan suatu keputusan penting yang menentukan efisiensi sebuah operasi dalam
jangka panjang. Tata letak mempunyai banyak dampak setrategis karena tata letak termasuk
yang menentukan daya saing perusahaan dalam hal kapasitas, proses, fleksibilitas, biaya,
kualitas lingkungan kerja, kontak pelanggan, dan citra perusahaan. Tata letak yang efektif
dapat membantu organisasi mencapai sebuah setrategi menunjang diferensiasi, biaya rendah,
ataupun respon cepat.
Desain tata letak harus mempertimbangkan bagaimana untuk mencapai :
1. Daya guna ruang, peralatan, dan orang yang lebih tinggi.
2. Aliran informasi, barang atau orang-orang yang lebih baik.
3. Moral karyawan yang lebih baik, juga kondidi lingkungan kerja yang lebih aman.
4. Interaksi dengan pelanggan yang lebih baik.
5. Fleksibilitas.

Keputusan mengenai tata letak meliputi penempatan mesin pada tempat terbaik
(dalam pengaturan produksi ), kantor dan meja-meja (pada pengaturan kantor) atau pusat
pelayanan( dalam pengaturan rumah sakit atau department store). Sebuah tata letak yang
efektif memfasilitasi adanya aliran bahan, orang dan informasi di dalam dan antar wilayah.
Tata letak posisi tetap yaitu tata letak dimana proyek/kegiatan berada dalam satu
tempat sementara pekerja dan peralatan dating pada tempat tersebut. Contoh tata letak posisi
tetap tersebut seperti pembangunan rumah, jembatan , jalan tol, galangan kapal dll.
Ada beberapa permasalahan pokok yang dihadapi dalam tata letak posisi tetap adalah :
1. Tempat terbatas pada lokasi produksi/proyek.
2. Setiap tahapan berbeda memerlukan bahan berbeda.
3. Diperlukan volume bahan yang dibutuhkan diatur secara dinamis
3.4 Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Alir Produksi

Product layout dapat didefenisikan sebagai metode atau cara pengaturan dan
penempatan semua fasilitas produksi yang diperlukan ke dalam suatu departemen tertentu
atau khusus. Suatu produk dapat dibuat/diproduksi sampai selesai di dalam departemen
tersebut. Bahan baku dipindahkan dari stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya di dalam
departemen tersebut, dan tidak perlu dipindah-pindahkan ke departemen yang lain. Dalam
product layout, mesin-mesin atau alat bantu disusun menurut urutan proses dari suatu produk.
Produk-produk bergerak secara terus-menerus dalam suatu garis perakitan. Product layout
akan digunakan bila volume produksi cukup tinggi dan variasi produk tidak banyak dan
sangat sesuai untuk produksi yang kontinyu.

3.5 Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Lokasi Material

Tata letak fasilitas berdasarkan proses tetap, material atau komponen produk utama
akan tetap pada posisi/lokasinya. Sedangkan fasilitas produksi seperti alat, mesin, manusia
serta komponen-komponen kecil lainnya akan bergerak menuju lokasi material atau
komponen produk utama tersebut. Pada proses perakitan tata letak tipe ini alat dan peralatan
kerja lainnya akan cukup mudah dipindahkan.

3.6. Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Kelompok Produk

Tata letak tipe ini berdasarkan pada pengelompokan produk atau komponen yang
akan dibuat. Produk-produk yang tidak identik dikelompokkan berdasarkan langkah-langkah
proses, bentuk, mesin atau peralatan yag dipakai dan sebagainya. Pengelompokkan tidak
didasarkan pada kesamaan jenis produk akhir seperti halnya pada tipe produk tata letak. Pada
tipe kelompok produk, mesin-mesin atau fasilitas produksi nantinya juga akan
dikelompokkan dan ditempatkan dalam sebuah manufacturing sel. Setiap kelompok produk
akan memiliki urutan proses yang sama maka akan menghasilkan tingkat efesien yang tingi
dalm proses manufacturingnya. Efesiensi tinggi tersebut akan dicapai sebagai konsekuensi
pengaturan fasilitas produksi secara kelompok atau sel yang menjamin kelancaran aliran
kerja.

4. STANDAR SANITASI OPERASIONAL PROSEDUR

Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) adalah suatu prosedur standar operasi
sanitasi yang harus dipenuhi oleh produsen untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap
produk perikanan. Kontaminasi dapat didefinisikan sebagai pencemaran yang disebabkan
oleh unsur dari luar, baik berupa benda asing maupun mahluk asing. Mahluk hidup yang
sering menyebabkan pencemaran adalah mikroba, protozoa, cacing, serangga, dan tikus.

4.1 Standar Sanitasi Personal

Menurut Purwiyatno (2009: 72), untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik tanpa
harus khawatir mencemari produk pangan yang ditanganinya, maka pekerja di dapur perlu
memperhatikan beberapa hal mengenai perlengkapan sebagai berikut :
a. Pekerja harus mengenakan pakaian yang bersih dan sopan. Umumnya pakaian yang
berwarna putih sangat dianjurkan, terutama pekerja yang berada dibagaian dapur.
b. Pekerja yang berada di Kitchen sebaiknya tidak mengenakan jam tangan, kalung, anting,
cincin, dan benda kecil lainya yang mudah putus atau hilang.
c. Pekerja sebaiknya memakai baju dengan ukuran yang pas. Kancing bajunya terpasang
dengan baik sehingga tidak mudah putus, terjatuh, dan tercampur dalam bahan pangan yang
sedang diolah.
d. Jumlah baju seragam yang disediakan sebaiknya cukup. Baju seragam hanya dipakai pada
saat bekerja.
e. Pekerja harus selalu menggunakan penutup rambut. Hal ini bertujuan untuk melindungi
kemungkinan jatuhnya rambut atau ketombe ke alat pengolahan makanan ataupun ke adonan
makanan. Selain itu, pemakaian topi dan penutup rambut juga dapat membantu menyerap
keringat yang ada di dahi sehingga jatuhnya keringat ke makanan dapat dihindari.
f. Pekerja harus memelihara kebersihan kukukuku tangan dan kaki, dengan cara dipotong
pendek, rapi dan bersih.

4.2 Standar sanitasi Bahan Baku


1. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terpelihara dan dalam keadaan bersih
2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi. Namun dalam operasionalnya seorang cook
lupa, terburu-buru karena kesibukan seseorang dalam menghandle order menempatkan tidak
sesuai dengan tempatnya.
3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap makanan jenis bahan makanan: a)
Dalam suhu yang sesuai b) Ketebalan makanan padat tidak lebih dari 10 cm c) Kelembaban
penyimpanan dalam ruangan 80 %
4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanan tidak menempel pada lantai,
dinding atau langit-langit
5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa
sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan
6. Pemeriksaan temperature suhu yang teratur. Hal ini sering terjadi kesalahan atau kelalaian
dalam pengaturan suhu, sehingga mempengaruhi ketahanan makanan tersebut dalam
penyimpanannya

4.3 Standar Sanitasi Peralatan Produksi

1. Menempatkan peralatan makanan dan minuman yang bersih dan sehat dicuci dan disimpan
di tempat yang bersih serta bebas dari debu maupun kotoran lainnya.
2. Menyimpan peralatan dengan memilihmilih sesuai jenisnya dalam tempat tersendiri dan
terpisah
3. Menyusun piring-piring harus sama ukurannya, yang besar disusun dengan yang besar, dan
yang kecil disusun dengan yang kecil tidak boleh dicampur.
4. Memeriksa peralatan yang retak atau pecah untuk tidak dipakai kemudian diganti
5. Peralatan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan dan disimpan
6. Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan Pencuci peralatan harus
menggunakan sabun/detergen air dingin, air panas, dan chemical lainnya yang diperlukan
agar peralatan bisa tetap bersih
7. Pengeringan peralatan harus memenuhi ketentuan Peralatan yang sudah desinfeksi harus
ditiriskna pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau
sinar buatan/mesin dan tidak boleh dilap dengan kain.
8. Penyimpanan peralatan harus memenuhi ketentuan

4.4 Standar Sanitasi Lokasi dan Lingkungan Unit Pengolahan


1. Menurut Kepmenkes Nomor 715/Menkes/SK/V/2003, untuk tempat sampah di ruang
pengolahan sebaiknya terbuat dari bahan yang kedap air, tertutup, dilapisi kantong plastik dan
mudah dibersihkan. Sampah harus sudah dibuang dalam waktu 1 X 24 jam. Untuk
pengumpulan sampah sementara yang perlu diperhatikan yaitu volume tempatnya dapat
menampung seluruh sampah hasil aktivitas dapur, dapat dilewati gerobak sampah, mudah
dibersihkan, kedap air, tertutup dan tersedia kran pembersih. Sedangkan jaraknya dianjurkan
sekitar 500 m dari dapur, tidak digunakan sebagai tempat perkembangbiakan vektor
dan tikus, serta tidak diacak-acak anjing dan mudahdiangkut oleh petugas sampah untuk
dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA)
2. Menurut Kepmenkes Nomor 715/Menkes/SK/V/2003, tempat pencucian tangan hendaknya
terpisah dengan tempat pencucian peralatan maupun makanan, jumlahnya
disesuaikan dengan banyaknya karyawan dengan rasio satu untuk sepuluh orang
3. menurut Kepmenkes Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 bagian yang terkena percikan air/
minyak harus dilapisi dengan bahan yang mudah dibersihkan setinggi dua meter dari lantai
4. Menurut Kepmenkes Nomor 715/Menkes/SK/V/2003, langit-langit harus terbuat dari
bahan yang kuat, permukaanya rata, tidak menyerap air dan berwarna terang.

5. MANAJEMEN PENGAWASAN

5.1 Standar Pengawasan


Sistem pengawasan harus mampu mendeteksi seluruh penyimpangan dari
pengendalian
1) Pengawasan idealnya harus dapat memberikan informasi tepat pada waktunya agar
dapat dilakukan penyesuaian yang perlu serta tindakan perbaikan bila perlu.
2) Penyesuaian proses harus dapat dibuat ketika proses pengawasan menunjukkan suatu
trend yang mengarah pada hilangnya pengenadalian pada titik-titik kritis, Penyesuaian
harus diambil sebelum terjadi penyimpangan.
3) Data yang dihasilkan dari pengawasan harus di deterjemahkan dalam dokumentasi
tertulis dan dievaluasi oleh orang berwenang dan memiliki pengetahuan serta
kekuasan untuk melakukan tindakan perbaikan.
4) Jika pengawasan tidak dilakukan terus menerus, maka jumlah atau frekuensi
pengawasan harus cukup untuk menjamin bahwa CCP masih dibawah kendali.
5) Semua catatan dan dokumen yang berhubungan dengan pengawasan CCp harus
ditandatangani oleh orang yang melakukan pengawasan dan oleh petugas peninjau
yang bertanggung jawab dalam perusahaan tersebut
Pada prakteknya, sistem pengawasan harus distandarisasi dengan menyusun prosedur
operasi yang sesuai dan dapat menjelaskan:
1) Sifat dan prinsip pengujian, metode atau teknik yang digunakan
2) Frekuensi pengamatan, letak atau lokasi dilakukannya pengamatan
3) Alat yang digunakan, proses atau rencana pengambilan sampel
4) Tanggung jawab pengawasan an interpretasi hasil
5) Peredaran informasi.

5.2 Pengukuran Kegiatan


Agar pengukuran kegiatan dapat dilakukan secara tepat perlu diperhatikan :
a. Berapa kali (how after) pelaksanaan seharusnya diukur (setiap jam, setiap hari, setiap
bulan dan sebagainya)
b. Dalam bentuk apa (what from) pengukuran akan dilakukan (laporan tertulis, inspeksi
visual, melalui telepon)
c. Siapa (who) yang terlibat pengukuran (manajer, kepala bagian dan sebagainya)

Adapun pelaksanaan pengukuran tersebut dapat dilakukan dengan :


a. Observasi/inspeksi
b. Laporan lisan dan tertulis
c. Pengujian/test, mengambil sampel
d. Metode otomatis

5.3 Analisa Kegiatan


Monitoring merupakan rencana pengawasan dan pengukuran berkesinambungan
untuk mengetahui apakah suatu CCP dalam keadaan terkendali dan menghasilkan catatan
yang tepat untuk digunakan dalam verifikasi nantinya. Kegiatan monitoring ini mencakup :
Pemeriksaan apakah prosedur penanganan dan pengolahan pada CCP dapat dikendalikan
dengan baik, pengujian atau pengamatan terjadwal terhadap efektifitas sustu proses untuk
mengendalikan CCP dan batas kritisnya, dan pengamatan atau pengukuran batas kritis untuk
memperoleh data yang teliti.
Dalam pengawasan, dapat diterapkan hal-hal sebagai berikut:
• What (Apa): Merupakan objek pengukuran atau pengawasan untuk memastikan
apakah titik kendali kritis beroperasi didalam kisaran batas kritis. Contoh :
Temperaturstrerilisasi
• How (Bagaimana) :Merupakan cara/metoda pengukuran (batas kritis kuantitatif)
secara fisika atau kimia. Memerlukan waktu dan akurasi yang benar/nyata. Contoh :
Menggunakan thermometer
• When/Frequency (Kapan) :Rentang waktu atau frekuensi (berkelanjutan atau
berjeda). Contoh : frekuensi/ durasitiap 15 menit
• Who (Siapa) : Orang kompeten dant erlatih untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Contoh: operat
5.4 Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhdap batas kritis suatu
CCP. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi .
Terdapat 2 level tindakan koreksi, yaitu:
a. Tindakan Segera (Immediete Action)
 Penyesuaian proses agar terkontrol kembali. Biasanya merupakan tindakan
jangka pendek.
 Penanganan terhadap produk-produk yang dicurigai. Produk-produk yang
terlanjur dibuat dalam kondisi dimana batas kritis dilampaui (dilanggar) perlu
diisolasi atau dipisahkan dari produk-produk yang baik sampai dilakukan
pengujian dan harus diputuskan produk-produk tersebut akan diapakan.
b. Tindakan Pencegahan (Preventive Action)
Tujuan tindakan pencegahan adalah untuk mengidentifikasi dan menemukan akar
penyebab masalah. Misalnya jika bahan mentah yang diterima bermutu rendah,
informasikan hal ini kepada pemasok (suplayer) dan tanyakan bagaimana mereka
akan berusaha untuk mencegah hal tersebut tidak terulang kembali.

6. IDENTIFIKASI BAHAYA BIOLOGI

6.1 Pengendalian Bahaya dari Faktor Biologi


Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan
pencegahan antara lain dengan :

1. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu yang
mengandung organism patogen

2. Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi

3. Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja

4. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu kali setiap
bulan

5. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya mikroorganisme yang


patogen pada system pendingin.

Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan mencegah
penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.

6.2 Penentuan Resiko Bahaya

Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :

1. Menentukan personil penilai

2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai

3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja

4. Identifikasi potensi bahaya


5. Mencari informasi / data potensi bahaya

6. Analisis Risiko

7. Evaluasi risiko

8. Menentukan langkah pengendalian

9. Menyusun pencatatan / pelaporan

10. Mengkaji ulang penelitian

7. IDENTIFIKASI BAHAYA FISIK

7.1 Identifikasi Bahaya Fisik


Pada makanan, bahaya tersebut dapat terjadi melalui berbagai cara: dari pangan itu
sendiri, pekerja, peralatan, proses pengolahan dan pembersihan serta dari konsumen.
Makanan dapat dikatakan tidak aman atau terkontaminasi oleh cemaran fisika
apabila terdapat kotoran yang kasat mata atau benda-benda fisik. Contohnya, pecahan gelas,
pecahan lampu, pecahan logam, paku, potongan kawat, kerikil, stapler, rambut, bulu
binatang, karet dan benda asing lainnya.
Bahaya fisik umumnya relatif sedikit menimbulkan masalah bagi konsumen, dan
biasanya menyebabkan cedera pribadi yang tidak mengancam jiwa.
•Gigi patah, mulut terluka
•Beberapa bahaya fisik dapat berpotensi bahaya tersedak

7.2 Pengendalian Bahaya Fisik


Pengendalian bahaya fisik dapat meliputi beberapa praktek diantaranya.
Kebiasaan pekerja yang tepat:
 Pendidikan tentang pencegahan dan pengawasan bahaya fisik yang sesuai
 Tidak boleh memakai perhiasan.
Program pemeliharaan dan pencegahan (bahaya) dari peralatan:
 Pemeriksaan rutin dan pemeliharaan peralatan merupakan komponen penting dari
program pencegahan bahaya fisik.
Peralatan Pemisah dan Pendeteksi:
 Peralatan deteksi seperti detektor logam dan mesin X-ray
 Peralatan pemisah seperti magnet, screen, filter, aspirator, riffle board, pemisah
mekanik, dll dapat diterapkan jika produk dan proses memungkinkan.
Cara Pengolahan yang Baik (Good Manufacturing Practices – GMP):
 GMP untuk pengendalian bahaya fisik mencakup desain, peralatan dan fasilitas yang
memadai untuk mengurangi potensi pecahan logam atau bahan keras lainnya dari
peralatan.
7.3 Penentuan Bahaya Fisik

Bahaya fisik termasuk benda-benda seperti pecahan logam, gelas, batu, yang dapat
menimbulkan luka di mulut, gigi patah, tercekik ataupun perlukaan pada saluran
pencernakan.. Hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan adalah:
a. Formulasi; adalah bahan mentah dan bahan baku yang dapat mempengaruhi
keamanan dan kestabilan produk.
b. Proses; adalah parameter proses pengolahan yang dapat mempengaruhi bahaya.
c. Kemasan; adalah perlindungan terhadap kontaminasi ulangdan pertumbuhan
mikroorganisme
d. Penyimpanan/penanganan; adalah waktu dan kondisi suhuserta penanganan di dapur
dan penyimpanan di etalase.
e. Perlakuan konsumen; digunakan oleh konsumen atau ahli masak professional.
f. Target grup; yaitu pemakai akhir makanan tersebut (bayi, orang dewasa, lanjut usia).

8. IDENTIFIKASI BAHAYA KIMIA


8.1 Identifikasi Bahaya Kimia

Kelompok Jenis Bahan Kimia Contoh

Terbentuk secara Mikotoksin,Skrombotoksin, Toksin Aflatoksin, okratoksin,


alami jamur & kerang,Alkaloid pirolizidin, zearalenon,Histamin,Amatoksin,
Fitohemaglutinin, PCB palotoksin,Toksin paralitik,
(polychlorinated biphenyl) toksin diare, neurotoksin, toksin
amnestik

Ditambahkan secara a. Bahan kimia pertanian a) Pestisida, fungisida,


sengaja atau tidak b. Logam/benda berbahaya pupuk, insektisida,
sengaja c. Bahan tambahan (terlarang aldrin, antibiotik,
atau melebihi batas) hormon pertumbuhan,
d. Bahan bangunan & sanitasi, fertilizer
Pengawet b) Pb, Zn, As, Hg, Sianida
c) Pewarna (amarant,
methanil yellow,
rhodamin B)
d) Lubrikan, sanitizer,
pelapis.Nitrit, formalin,
boraks
8.2 Pengendalian resiko bahaya kimia
 Pengendalian sumber bahaya
 Pengendalian produksi
 Pengecekan label
 Pemakaian secukupnya (proper use)
 Penggunaan bahan kimia yang diijinkan dengan cara sesuai anjuran
8.3 Penentuan Resiko Bahaya Kimia

Jenis Makanan Yang Dapat Mengandung Bahan Kimia dan Logam Berat Berbahaya
Arsen Ambang Merkuri Ambang Ikan predator 0,4 ppm
Batas Batas
Kekerangan 1,5 ppm
Susuolahan 0,1 ppm Susu 0,03 ppm Krustacea 0,5 ppm
Minyak 0,1 ppm Margarin 0,03 ppm Terasi 1 ppm
Margarin 0,1 ppm Minyak 0,05 ppm Garam 10 ppm
Tomat 1 ppm Tomat 0,03 ppm Rempah 7 ppm
olahan olahan
Tepung dan 0,5 ppm Tepung dan 0,05 ppm Kecap dan saus 1 ppm
hasil hasil
olahannya olahannya
Daging 0,5 ppm Daging 0,03 ppm Susu 0,02 ppm
olahan olahan
Ikan olahan 1 ppm Ikan olahan 0,5 ppm Air 0,01 mg/L
Kekerangan 1 ppm Ikan predator 1 ppm
Krustacea 1 ppm Kekerangan 1 ppm Benzo[a]piren Ambang
Batas
Telur olahan 0,5 ppm krustacea 1 ppm
Gula 1 ppm Garam 0,1 ppm Minyak 2 ppb
Madu 1 ppm Kecap 0,05 ppm Daging asap 5 ppb
Garam 0,1 ppm Susu 0,03 ppm Ikanolahan 2 ppb
Rempah 0,1 ppm Air 0,001 mg Kekerangan 5 ppb
Kaldu 0,5 ppm Krustacea 5 ppb
Kecap 1 ppm Timah Ambang Air 0,2 mcg/L
Batas
Saus 1 ppm
Air 0,01mg/L Daging 200 ppm Dioksin Ambang
olahan Batas
Pangan 40 ppm
olahan
Kadmium Ambang Daging olahan 3 TEQ/g
Batas
Timbal Ambang Ikan olahan 3 TEQ/g
Batas
Serelia 0,1 ppm Susu 3 TEQ/g
Tepung beras 0,4 ppm Susu 0,02 ppm Telur 0,91 TEQ/g
Daging 0,3 ppm Minyak 0,1 ppm Minyak 1,82 TEQ/g
olahan
Ikan olahan 0,1 ppm Mentega 0,1 ppm Serealia 0,46 TEQ/g
Ikan predator 0,5 ppm Pasta tomat 1 ppm
Krustacea 1 ppm Serealia 0,3 ppm Dikloropropan Ambang
Batas
Garam 0,5 ppm Tepung 1 ppm
terigu
Air 0,003 mg/L Daging 1 ppm Kecap-Saus 5 ppb
olahan
Susu 0,01 ppm Ikan olahan 0,3 ppm Makanan 20 ppb
berprotein

WAKTU PELAKSANAAN

April-Juni 2024

TEMPAT PELAKSANAAN

Laboratorium, Ruang Kelas, Ruang diskusi terbuka

ALAT DAN BAHAN

Alat : Alat Peraga, Bolpoin, Kertas Monitoring dan Evaluasi

Bahan : Modul Pelatihan HACCP

PROSEDUR PELAKSANAAN

1. Menyusun modul penyuluhan HACCP


2. Mendatangi perusahaan hasil olahan perikanan untuk melakukan penyuluhan
3. Melalukan penyuluhan pada perusahaan hasil olahan perikanan sesuai dengan modul
yang telah di buat
4. Melakukan penyuluhan dengan presentasi oral maupun menggunakan alat peraga
untuk membantu penyampaian modul
5. Melakukan monitoring dan evaluasi setelah dilakukan penyuluhan
Daftar Pustaka

Fakhmi Amminudin, Arif Rahman, Lely Riawati. 2015. DESAIN SISTEM KEAMANAN
PANGAN HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)
PADA PROSES PRODUKSI GULA PG. KEBON AGUNG MALANG. JURNAL
REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI. TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA. VOL. 2 NO. 6

Legowo, A.M. 2003.Analisis Bahaya dan Penerapan Jaminan Mutu Komoditi OlahanPangan.
Badan Bimbingan Massal Ketahanan Pangan Pripinsi Jateng : Semarang
BPOM. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam
Makanan.Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia.Jakarta
Hassan, B. A. R. (2012). Importance of Personal Hygiene. Pharmaceut Anal Acta 3:e126.

Semadi, nyoman. 2012. MODUL PELATOHAN PEDOMAN PERSONAL HYGIENE.


universitas udayana. pusat studi ketahanan pangan.bali

Sugono, D. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Wulansari R.D. 2016. PENERAPAN PERSONAL HYGIENE DI FOOD AND BEVERAGE


PRODUCT GRAND JATRA HOTEL PEKANBARU, JOM FISIP, 3 (1), pp. 1-11

Yulianto, Atun dan Nurcholis.2015. Penerapan Standard Hygienes Dan Sanitasi Dalam
Meningkatkan Kualitas Makanan Di Food & Beverage Departement @Hom
Platinum Hotel Yogyakarta. Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 – 2015 –
lppm3.bsi.ac.id/jurnal

Anda mungkin juga menyukai