Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MATA KULIAH ISLAM DAN BUDAYA BANTEN

SISTEM RELIGI

DOSEN PENGAMPU :
Dr. KHOLID, M.S.I
DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :
1. ALIFA NAYLA ALFARAFISYAH (231340131)
2. I’ANNATUL UYUN (231340132)
3. DEDE FITRIANI (231340149)

PROGRAM BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN
BANTEN
2024

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikanrahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua dan penulis, sehingga makalah yang berjudul “Sistem Religi” ini
dapat diselesaikan.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Islam dan Budaya Banten yang
di berikan oleh dosen pengajar. Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan referensi dari
beberapa buku. Makalah ini diharapkan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan sebagai
seorang mahasiswa dan konselor khususnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu atas ilmu baru yang penulis
dapatkan dari makalah ini yang merupakan salah satu ilmu yang belum pernah penulis dapatkan
sebelumnya.

Semoga saja dalam penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat. Dalam
pembuatan makalah ini, penulis menyadari adanya berbagai kekurangan, baik dalam isi materi,
maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikkan merupakan hal yang berlanjut
sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan.

Mudah-mudahan ini dapat membantu, meski sedikit pada kita mampu untuk menjelaskan
secara lebih jelas lagi dan dengan harapan semoga kita semua mampu berinovasi dan
meningkatkan pengetahuan dengan potensi yang dimiliki. Amin

Serang, 29 Februari 2024

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... 2


DAFTAR ISI ........................................................................................ 3
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................ 4
A. Latar Belakang ............................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
C. Tujuan......................................................................................... 4
BAB II
PEMBAHASAN ................................................................................... 5
A. Definisi Sistem Religi ................................................................. 5
B. Ilmu Antropologi terhadap Religi ............................................... 5
C. Unsur-unsur Khusus dalam Sistem Religi ................................... 6
KESIMPULAN .................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 9

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Antropologi adalah ilmu tentang manusia, yaitu suatu istilah yang sangat
tua. Dahulu istilah itu dipergunakan dalam arti yang lain, yaitu “ilmu tentang
ciri-ciri tubuh manusia”. Secara umum dapat dikatakan antropologi merupakan
ilmu yang mempelajari manusia dari segi keragaman fisiknya, masyarakatnya,
dan kebudayaannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Sistem Religi?
2. Apa Perhatian Ilmu Antropologi terhadap Religi?
3. Apa Unsur-unsur khusus dalam Sistem Religi?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Sistem Religi
2. Mengetahui Perhatian Ilmu Antropologi terhadap Religi
3. Mengetahui Unsur-unsur khusus dalam Sistem Religi

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Sistem Religi
Sistem berasal dari bahasa Latin (systema) dan bahasa Yunani (sustema) yang
berarti suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan bersama
untuk memudahkan aliran informasi, materi, atau energi untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Davis, G.B, sistem merupakan gabungan dari berbagai elemen yang
bekerja sama untuk mencapai suatu target. Sedangkan dalam KBBI sistem adalah
seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu
rangkaian komponen yang berhubungan satu sama lain.
Religi berasal dari bahasa Latin (Religare dan Relegare). Religare memiliki makna
“suatu perbuatan yang memperhatikan kesungguh-sungguhan dalam melakukannya”.
Sedangkan Relegare memiliki makna “perbuatan bersama dalam ikatan saling mengasihi”.
Prof. Dr. M. Driyarkara, S.J. mengatakan bahwa kata agama kami ganti dengan
kata religi, karena kata religi lebih luas, mengenai gejala-gejala dalam lingkungan hidup
dan prinsip. Istilah religi menurut kata asalnya berarti ikatan atau pengikatan diri. Oleh
sebab itu religi tidak hanya untuk kini atau nanti melainkan untuk selama hidup.
Menurut Koentjaraningrat, religi yang memuat hal-hal tentang keyakinan, upacara
dan peralatannya, sikap dan perilaku, alam pikiran dan perasaan disamping hal-hal yang
menyangkut para penganutnya sendiri. Sedangkan menurut Emile Durkheim religi sebagai
keterkaitan sekalian orang pada sesuatu yang dipandang sakral yang berfungsi sebagai
simbol kekuatan masyarakat dan saling ketergantungan orang-orang dalam masyarakat
yang bersangkutan.
B. Perhatian Ilmu Antropologi terhadap Religi
Sejak lama, ketika ilmu Antropologi belum ada dan hanya merupakan suatu
himpunan tulisan mengenai adat-idtiadat yang aneh-aneh dari suku-suku bangsa di luar
Eropa, religi telah menjadi suatu pokok penting dalam buku-buku para pengarang tulisan
etnografi mengenai suku-suku bangsa itu. Kemudian ketika bahan etnografi tersebut
digunakan secara luas oleh dunia ilmiah, perhatian terhadap bahan mengenai upacara
keagamaan itu sangat besar. Sebenarnya ada dua hal yang menyebabkan perhatian yang
besar itu, yaitu:
a. Upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur
kebudayaan yang tampak secara lahir.
b. Bahan etnografi mengenai upacara keagamaan diperlukan untuk menyusun teori-teori
tentang asal mula religi.
Para pengarang etnografi yang datang dalam masyarakat suatu suku bangsa
tertentu, akan segera tertarik akan upacara-upacara keagamaan suku bangsa itu, karena
upacara-upacara itu pada lahirnya tampak berbeda sekali dengan upacara kegamaan dalam

5
agama bangsa-bangsa Eropa itu sendiri, yakni agama Nasrani. Hal-hal yang berbeda itu
dahulu dianggap aneh, dan justru karena keanehannya itu menarik perhatian.
Masalah asal mula dari suatu unsur universal seperti religi, artinya masalah
penyebab manusia percaya pada adanya suatu kekuatan ghaib yang dianggapnya lebih
tinggi daripadanya, dan penyebab manusia itu melakukan berbagai hal dengan cara-cara
yang beragam untuk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan
tadi, telah lama menjadi pusat perhatian banyak orang di Eropa, dan juga dari dunia ilmiah
pada umumnya. Dalam usaha untuk memecahkan masalah asal-usul religi, para ahli
biasanya menganggap religi suku-suku bangsa di luar Eropa sebagai sisa-sisa dari bentuk-
bentuk religi kuno, yang dianut oleh seluruh umat manusia pada zaman dahulu, juga oleh
orang Eropa ketika kebudayaan mereka masih berada pada timgkat yang primitif.
Dalam memecahkan masalah asal-mula dari suatu gejala, sudah jelas orang akan
melihat pada sesuatu yang dianggapnya sisa-sisa dari bentuk-bentuk tua dari gejala itu.
Dengan demikian bahan etnografi mengenai upacara keagamaan dari berbagai suku bangsa
di dunia sangat banyak diperhatikan dalam usaha menyusun teori-teori tentang asal-mula
agama.
C. Unsur-Unsur Khusus dalam Sistem Religi
a. Religious Emotion (Emosi Keagamaan)
Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun
getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung untuk beberapa detik saja, untuk
kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang
melakukan tindakan-tindakan bersifat religi. Emosi keagamaan menyebabkan bahwa
sesuatu benda, suatu tindakan, atau gagasan mendapat suatu nilai keramat (sacred
value) dan dianggap keramat.
Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai cici-ciri untuk
sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu diantara pengikut-pengikutnya.
Dengan demikian, emosi keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi
bersama dengan tiga unsur lainnya.
b. Sistem Keyakinan
Sistem keyakinan secara khusus mengandung banyak subunsur. Mengenai ini para
ahli antropologi biasanya menaruh perhatian terhadap konsepsi tentang dewa-dewa
yang baik maupun yang jahat, sifat dan tanda dewa-dewa, konsepsi tentang makhluk-
makhluk halus lainnya seperti roh-roh leluhur, roh-roh lain yang baik maupun yang
jahat, hantu dan lain-lain, konsepsi tentang dewa tertinggi dan pencipta alam, masalah
terciptanya dunia dan alam (kosmogoni), masalah mengenai bentuk dan sifat-sifat
dunia dan alam (kosmologi), konsepsi tentang hidup dan maut, konsepsi tentang dunia
roh, dunia akhirat dan lain-lain.
Adapun sistem kepercayaan dan gagasan, pelajaran, aturan agama, dongeng suci
tentang riwayat dewa-dewa (mitologi), biasanya tercantum dalam suatu himpunan
buku-buku yang biasanya juga dianggap sebagai kesusasteraan suci.

6
c. Sistem Upacara Keagamaan
Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang menjadi
perhatian khusus dari para ahli antropologi ialah :
a) Tempat upacara keagamaan dilakukan,
b) Saat-saat upacara keagamaan dijalankan,
c) Benda-benda dan alat upacara,
d) Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.
Aspek pertama berhubungan dengan tempat-tempat keramat upacara dilakukan,
yaitu makam, candi, pura, kuil, gereja, langgar, surau, masjid, dan sebagainya. Aspek
kedua adalah aspek mengenai saat-saat beribadah, hari-hari keramat dan suci dan
sebagainya. Aspek ketiga adalah tentang benda-benda yang dipakai dalam upacara,
termasuk patung-patung yang melambangkan dewa-dewa, alat bunyi-bunyian seperti
lonceng suci, seruling suci, genderang suci dan sebagainya. Aspek keempat adalah
aspek yang mengenai para pelaku upacara keagamaan, yaitu para pendeta biksu,
syaman, dukun, dan lain-lain.
Upacara-upacara itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu: (a) bersaji, (b)
berkorban, (c) berdoa, (d) makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa,
(e) menari tarian suci, (f) menyanyi nyanyian suci, (g) berprosesi atau berpawai, (h)
memainkan seni drama suci, (i) berpuasa, (j) intoksikasi atau mengaburkan pikiran
dengan makan obat bius dampai kerasukan, mabuk, (k) bertapa, (l) bersemedi.
Di antara unsur-unsur keagamaan tersebut ada yang dianggap penting sekali dalam
satu agama, tetapi tidak dikenal dalam agama lain, dan demikian juga sebaliknya.
Selain itu suatu acara upacara biasanya mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari
sejumlah unsur tersebut. Dengan demikian dalam suatu upacara untuk kesuburan tanah
misalnya, para pelaku upacara dan para pendeta berpawai dahulu menuju ke tempat-
tempat bersaji, lalu mengorbankan seekor ayam, setelah itu menyajikan bunga kepada
dewa kesuburan, disusul dengan doa yang diucapkan oleh para pelaku, kemudian
menyanyi bersama berbagai nyanyian suci, dan akhirnya semuanya kenduri makan
hidangan yang telah disucikan dengan doa.
d. Suatu umat yang menganut religi
Mengenai umat yang menganut agama atau religi yang bersangkutan secara khusus
meliputi masalah pengikut suatu agama, hubungannya satu dengan yang lain,
hubungannya dengan para pemimpin agama, baik dalam saat adanya upacara
keagamaan maupun dalam kehidupan sehari-hari dan akhirnya juga meliputi masalah
seperti organisasi dari para umat, kewajiban, serta hak-hak para warganya.

7
KESIMPULAN
Sistem berasal dari bahasa Latin (systema) dan bahasa Yunani (sustema) yang berarti
suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk
memudahkan aliran informasi, materi, atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Religi berasal
dari bahasa Latin (Religare dan Relegare).
Religare memiliki makna “suatu perbuatan yang memperhatikan kesungguh-sungguhan
dalam melakukannya”. Sedangkan Relegare memiliki makna “perbuatan bersama dalam ikatan
saling mengasihi”. Adapun unsur-unsur sistem religi diantaranya adalah :
a. Emosi Keagamaan,
b. Sistem Keyakinan,
c. Sistem Upacara Keagamaan, dan
d. Suatu umat yang menganut religi

8
DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. 2015.

Anda mungkin juga menyukai