MPH Muhammad Rizky Ramadhan 2022-051

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN PEMBATASAN

KEGIATAN MASYARAKAT DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA


DALAM PERSPEKTIF HUKUM PROGRESIF

Disusun Oleh :

Muhammad Rizky Ramadhan, SH


202220380211051

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
2023

I
PENDAHULUAN
A.
Pada tahun 2019 lalu, dunia mengalami suatu persoalan yang sedemikian besar
yakni wabah pandemik Corona virus 2019 atau Covid-19 yang telah
mengakibatkan tingginya angka mortalitas di berbagai belahan dunia. Corona
Virus Disease (Covid-19) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Corona
jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-2. Covid-19 pertama kali terdeteksi di
kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada bulan Desember 2019. Wabah ini
menyebar ke seluruh negara di dunia dengan begitu cepat dan menyebabkan
ribuan hingga jutaan orang meninggal dunia termasuk di Indonesia. Realitas itu
yang mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020 untuk
menetapkan Corona Virus Disease (Covid-19) sebagai pandemi. Menurut catatan
pemerintah Indonesia per tanggal 24 Februari 2023, kasus covid-19 di Indonesia
telah memakan korban sebanyak 160.894 jiwa, dan yang masih terpapar virus
sebanyak 6.734.818 jiwa.
Sejak dinyatakan sebagai pandemik oleh WHO, semua negara di dunia
termasuk Indonesia, merumuskan berbagai kebijakan dalam upaya untuk menjaga
keselamatan rakyatnya dari ancaman virus covid-19 tersebut. Pemerintah
Indonesia dalam hal ini Presiden, mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 7
Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sebagaimana
telah diubah dengan Keppres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas
Keppres Nomor 7 Tahun 2020. Keppres ini di atur dalam upaya mensinergikan
kerja birokratis kementrian/lembaga dan pemerintah daerah, yakni Gubernur,
Bupati, dan Walikota sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-
19 di daerah dalam menetapkan kebijakan di daerah masing-masing. Kemudian
pada awal tahun 2021 pemerintah memperkenalkan pembatasan pemberlakuan
kegiatan masyarakat (PPKM). Saat itu pembatasan pemberlakuan kegiatan
masyarakat (PPKM) berlaku mulai Januari 11 sampai dengan 25 Januari dan
mencakup DKI Jakarta dan 23 kabupaten dan kota di enam provinsi yang
termasuk wilayah berisiko tinggi penyebaran virus Covid-19. Lantaran dianggap

1
belum efektif, pemerintah kemudian memberlakukan aturan baru bernama
pembatasan pemberlakuan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro. Pembatasan
pemberlakuan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro pertama kali dimulai 9
Februari sampai dengan 22 Februari 2021 dan berlaku di tujuh provinsi dengan
sejumlah aturan yang lebih lengkap berdasarkan zona, bahkan diawasi mulai di
level RT dan RW. Awal Juli 2021, saat lonjakan kasus virus Covid-19 imbas dari
varian baru, pemerintah memperkenalkan pembatasan pemberlakuan kegiatan
masyarakat (PPKM) darurat. Awalnya pembatasan pemberlakuan kegiatan
masyarakat (PPKM) darurat berlaku dari 3 sampai dengan 20 Juli 2021 di pulau
Jawa dan Bali. Lantaran kasus virus Covid-19 mulai meningkat tajam,
pembatasan pemberlakuan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat juga diperluas di
15 daerah di luar pulau Jawa dan Bali. Di akhir Juli, Presiden Joko Widodo
mengumumkan pembatasan pemberlakuan kegiatan masyarakat (PPKM) dengan
kategori level terhitung mulai 26 Juli hingga 2 Agustus. Hingga saat ini,
pembatasan pemberlakuan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4,3,2 dan 1.1

Aturan mengenai pembatasan pemberlakuan kegiatan masyarakat (PPKM)


di daerah tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 26
Tahun 2021. Pemerintah memutuskan suatu wilayah dapat memberlakukan
pembatasan pemberlakuan kegiatan masyarakat (PPKM) antara level 1 sampai 4
dengan tolak ukurnya berdasarkan laju penularan serta jumlah kasus aktif Covid-
19 di wilayah tersebut. Semakin tinggi level pembatasan pemberlakuan kegiatan
masyarakat (PPKM) akan semakin di perketat, sebaliknya apabila level
pembatasan pemberlakuan kegiatan masyarakat (PPKM) semakin menurun maka
dapat diperkirakan kasus aktif Covid-19 dan penularannya semakin berkurang
sehingga dapat dilonggarkan untuk melakukan aktivitas kembali.

Dalam menggalakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat


(PPKM) yang dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan yang tertulis di
atas, marak juga terjadi kasus penyalahgunaan wewenang oleh pihak penegak
1
https://news.detik.com/berita/d-5756510/apa-arti-dari-ppkm-pengertian-dan-kabar-
terbarunya.

2
hukum pada masa pandemik Covid-19 terutama pada masa pembatasan kegiatan
masyarakat (PPKM) realitas ini tentu sangat mencuri perhatian publik terutama
para pegiat anti kekerasan dan aktivis hak asasi manusia. Dalam laporan komisi
untuk orang hilang dan tindak kekerasan (KontraS), ada 651 kasus kekerasan oleh
Penegak hukum terhadap masyarakat sipil pada kurun waktu juli 2020 hingga mei
2021 mencapai 651 kasus dan mirisnya, kepolisian resor merupakan aktor
dominan dari keseluruhan kekerasan yang dilakukakan polri, dimana dari 651
kasus, 229-nya terjadi di Kepolisisan Resor, sementara itu 135 kasus kekerasan
terjadi tingkat kepolisian Daerah, dan 117 kasus di tingkat kepolisian Sektor.
Untuk bentuk kekerasan yang paling banyak dilakukan adalah penembakan pada
penanganan aksi kriminal, yang berujung pada 13 orang tewas dan 98 orang
mengalami luka. Lalu penangkapan sewenang-wenang, panganyiaan, penyiksaan,
dan pembubaran paksa2. Di masa saat ini, mereka menggunakan dalih pandemi
sebagai suatu legitimasi untuk melakukan berbagai Tindakan kekerasaan.
Kontras juga sebelumnya telah mengeluarkan catatan di mana anggota
polri merupakan pelaku kasus penyiksaan terbanyak, yakni 36 dari 80 kasus.
Sedangkan pelaku lainnya adalah kejaksaan dengan 34 kasus, aparat militer
dengan tujuh kasus, dan sipir dengan tiga kasus, catatan kekerasan sebagaimana
yang tertulis diatas juga terjadi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
khususnya di Kabupaten Timor Tengah Utara terdapat tiga kekerasan yang
dilakukan oleh penegak hukum di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan
masyarakat (PPKM) akibat pandemik Covid 19. Dua kasus dilakukan oleh
instansi kepolisian dan 1 kasus dilakukan oleh instansi TNI.

Hal ini juga mengundang KontraS di wilayah NTT untuk tampil ke


publik, menuntut dan mendesak sejumlah pihak agar memberikan perhatian yang
lebih serius terhadap korban kekerasan yang dilakukan oleh Penegak hukum. Di
tengah rangkaian kritik atau realita krisis otoritas di bidang hukum, hukum yang
di harapkan bisa memberikan keadilan bagi masyarakat ternyata seperti api yang
jauh dari panggangannya. Menurut pandangan Philippe Nonet dan Philip

2
https://nasional.tempo.co/read/1478128/kontras-ada-651-kasus-kekerasan-oleh-
kepolisian-sepanjang-juli-2020-mei-2021

3
Selznick sebagai, kritik atas hukum selalu ditujukan pada tidak memadainya
hukum sebagai sarana perubahan dan sebagai sarana untuk mewujudkan
keadilan substan-tif. Kegelisahan tersebut tetap masih ada, namun saat ini ada
sebuah catatan baru yang ditemukan oleh penunjukan berkali-kali terhadap krisis
legitimasi. Tanda bahaya yang bersifat konservatif tentang terkikisnya otoritas,
penyalahgunaan aktivisme hukum, dan macetnya “hukum dan ketertiban”
diteriakkan dalam gerakan pembaruan kembali yang radikal yang terkhusus
pada mandul dan korupnya tertib hukum. 3 Apa yang diungkapkan oleh Nonet
dan Selznick tersebut juga terjadi di Indonesia, memandang bahwa tujuan
keadilan dapat dicapai melaui sistem peraturan dan prosedur. Akibatnya,
penegakan hukum di Indonesia masih cenderung legal formalistik, dan
penegakan hukum selalu bertindak tanpa melihat kanan kiri untuk
mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang terpenting tujuannya tercapai.
Secara empirik keadilan sebagai mahkota dari hukum itu mitos, disana sini masih
ditemukan ketidakadilan. Dengan realita ini, tugas utama aparat penegak hukum
saat ini dan di negara ini adalah membebaskan masyarakat dari rasa takut,
pesimis, hilang harapan terhadapa hukum itu sendiri, bukan menambah was-was
dengan mencerai keadilan secara terus menerus, 4 di tambah dengan tingkat
perkembangan masyarakat tempat hukum diberlakukan mempengaruhi pola
penegakan hukum, karena dalam masyarakat modern bersifat rasional dan
memiliki tingkat spesialisasi dan diferensiasi yang tinggi pengorganisasian
penegak hukumnya dan juga semakin kompleks dan sangat birokratis.5

Secara simetris juga sama dengan kajian hukum progresif yang di gagas
oleh Bengawan hukum Indonesia, Satjipto Raharjo. Satjipto Rahardjo berpendapat
bahwa hukum dibuat untuk manusia bukan manusia untuk hukum. Dasar
pemikiran Satjipto Rahardjo dengan analogi bahwa kajian hukum saat ini telah
mencapai ekologi dalam yang mendasar pada pemikiran antroposentrisme. Suatu
3
Philippe Nonet dan Philip Selznick, Hukum Responsif, terj. Raisul Muttaqien,
(Bandung: Nusa Media, cetakan ketujuh, 2013), hlm. 5.
4
Armindo Moniz Amaral, 2021, Realita Cara Berhukum, Yogyakarta: Leutika Pro, hlm
16.
5
Sanyoto, “Penegakakan Hukum di Indonesia”, Jurnal Dinamika Hukum, 8, 3 (2008),
hlm. 199.

4
faham yang berpusat pada manusia sehingga manusia dianggap memiliki
kemampuan cipta, rasa, bahasa, karya, dan karsa sebatas diizinkan oleh Tuhan
yang Maha Kuasa. Sehingga hukum tidak memutus maunya sendiri tanpa belajar
dari lingkungan hidup. Pandangan manusia sebagai yang diberi tugas untuk
mengatur dan melestarikan fasilitas-fasilitas yang menjadi dasar bahwa Tuhan
sangat memuliakan ciptaan-Nya dengan kemuliaan dan hormat. Sehingga hukum
buatan manusia seharusnya tidak mereduksi kemuliaan dan hormat sebatas yang
dikatakan dalam undang-undang. Gagasan progresif yang diusung Prof. Satjipto
Rahardjo juga diharapkan dapat membantu kita keluar dari lingkungan cara
berhukum yang dianggap baku. Hukum progresif membebaskan kita dari cara
berhukum yang selama ini dijalankan.

Hukum progresif dimulai dan dipicu oleh keprihatinan terhadap


keterpurukan hukum Indonesia yang luas. Dirisaukan kualitas sumber daya
manusia, korupsi di pengadilan, kejaksaan, kurangnya kemauan politik,
ketidakcocokan kultural, menurunnya kepercayaan masyarakat dan lain lain.
hukum progresif juga mematok tujuan yang lebih luas, yaitu kesejahteraan dan
kebahagiaan manusia. Juga rekonstruksi konsep dasar, seperti “hukum untuk
manusia” dan “keadilan di atas peraturan”, yang akan berakibat, berpengaruh dan
memberikan imbas luas dibanyak sector.6 Hukum progresif menolak pengutamaan
dan penanggulangan ilmu hukum yang bekerja secara analitis, yaitu yang
mengedepankan “peraturan dan logika”. Cara kerja analitis yang berkutat dalam
ranah hukum positif tidak akan banyak menolong hukum untuk membawa
Indonesia keluar dari keterpurakansecara bermakna. Hukum progresif lebih
mengunggulkan aliran realisme hukum dan penggunaan optik sosiologi dalam
menjalankan hukum.7

Hukum progresif memahami konsep keadilan sebagai hukum yang benar-


benar memperhatikan sumber-sumber hukum yang baru untuk tercapainya
keadilan. Sehingga tidak lagi mendasar bahwa wanita dan anak adalah subyek

6
Satjipto Rahardjo, 2009, Hukum Progeresif, Yogyakarta: Genta Publishing, hlm 22.
7
Ibid. hal 50-51

5
hukum yang paling lemah. Untuk menghadirkan keadilan yang substantif apabila
penegakan hukum menemui kebuntuan legalitas formalnya maka Tindakan
penegak hukum yang diperlukan adalah berani melakukan non enforcement of
law, yakni mengambil kebijakan untuk tidak menegakan hukum demi tujuan
hukum yang lebih besar, misalnya demi penegakan dan penghormatan hak asasi
manusia serta demokrasi. Pemahaman kita terhadap ilmu hukum pun harus segera
kita kaji ulang dan kita arahkan kepada pengkajian ilmu hukum yang bersifat
‘holos’ dan progresif.8 Setiap struktur sosial seharusnya memperkembangkan
sistem hukummnya sendiri yang sesuai. Struktur sosial dapat dikatakan sebagai
sarana untuk dapat menjalankan sistem hukumnya9.

Progresifitas terhadap penegak hukum diharapkan mampu memulihkan


citra penegak hukum yang mulai menurun di mata masyarakat yang memunculkan
banyak kritikan, keluhan dan ketidakpuasan dari masyarakat. Menurut pendapat
Satjitpto Rahardjo polisi seharusnya melakukan diskersi di lapangan, oleh karena
apabila ketentuan yang bersifat umum itu dipaksakan untuk diterapkan begitu saja
terhadap kejadian yang selalu unik, diskersi dibutuhkan dan dilakukan oleh polisi
karean ia bukan hanya aparat penegak hukum, tetapi juga penjaga ketertiban yang
bertugas mengusahakan kedamaian dan ketertiban, 10 maka sesungguhnya di
tangan-tangan perilaku polisi itulah hukum menemukan maknanya. tentu saja
pembuat hukum tidak berencana untuk membuat kegaduhan tersebut, oleh sebab
itulah diperlukan diskersi.11 Progresifitas sangat diperlukan dikarenakan penegak
hukum dalam melakukan penegakan hukum haruslah bersinergi dengan kultur
masyarakat, sehingga kinerja penegak hukum dapat menuju ke kehidupan
hukum yang diharapkan oleh masyarakat.12 Sebab sejatinya, penegakan hukum
yang dilakukan oleh penegak hukum tidak boleh mengabaikan kepentingan
hukum dan kepentingan akan kepatuhan hukum pada masyarakat. Hal ini

8
Suteki,Masa Depan Hukum Progresif,Yogyakarta,Thafa Media,2015, hlm 37.
9
Suteki, Desain Hukum Di Ruang Sosial, 2013, Yogyakarta, Thafa Media, hlm 15.
10
Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum, 2010,Yogyakarta, Genta Publishing, hlm 104.
11
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, Kompas, Jakarta,2010, hlm. 11
12
Arief, Barda Nawawi, 2010, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan
Dengan Pidana Penjara, Yogyakarta: Genta Publishing.

6
dikarenakan hukum merupakan pencerminan dari masyarakatnya, sehingga
konsep kultur hukum menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan dalam
penegakan hukum.

Studi hukum progresif menginisiasi suatu kajian atas hukum dengan melihat
bahwa kompleksitas dan realitas hukum dalam suatu keadaan yang dinamis.
Kemajemukan nilai dan kaidah dikaji dalam eksistensinya yang progresif. Relasi
kuasa dan eksistensi hukum negara tak lagi dilihat secara dominan namun dalam
kemajemukan tatanan nilai dan kaidah yang ada setara dalam realitas sosial.
Penelitian ini dilakukan dengan fokus studi di masa pemberlakuan pembatasan
kegiatan masyarakat (PPKM) karena pandemi covid 19, khususnya penegakan
hukum oleh aparat yang berwenang terhadap masyarakat setempat. Fokus studi
tersebut penting dikaji mengingat adanya kasus penyelahgunaan wewenang oleh
penegak hukum terhadap masyarakat dimasa PPKM akibat pandemi covid 19.

B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah ini, maka penulis merumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut.

1. Mengapa terjadi kekerasan dalam implementasi kebijakan PPKM di


Kabupaten Timor Tengah Utara?
2. Bagaimana dampak dari kebijakan PPKM terhadap kualitas penegak
hukum di Kabupaten Timor Tengah Utara?
3. Pola ideal apakah yang tepat untuk melakukan implementasi kebijakan
PPKM di Kabupaten Timor Tengah Utara?

7
C. Metode Penelitian
Penelitian pada dasarnya adalah suatu upaya pencarian. Dalam bahasa
inggris penelitian diartikan research, yang berasal dari kata re (kembali) dan
search (mencari). Dengan demikian secara asal kata, penelitian berarti mencari
kembali. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu dan
sistematis adalah berdasarkan sistem serta konsisten berarti tidak adanya hal-hal
yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.

Penelitian merupakan usaha memperoleh fakta atau prinsip dengan cara


mengumpulkan data dan menganalisis informasi yang telah dilakukan dengan
menyusunnya secara jelas, teliti, sistematik dan dapat dipertanggung jawabkan.
Penelitian menurut Soerjono Soekanto adalah suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan proses analisis13.

Penelitian hukum atau legal research menurut Cohen & Oleson ialah :
“legal research is the process of finding the law that governsin human society 14.
Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah suatu proses untuk
menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin
hukum guna menjawab isu hukum yang merupakan rumusan permasalahan dalam
penelitian.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka penelitian hukum dapat didefinisikan


sebagai upaya untuk menemukan, mengkaji, menganalisis gejala-gejala hukum
dengan menggunakan metode ilmiah. Berdasarkan pemaparan diatas, maka
metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

13
Soekanto, Soerjono, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 23
14
Diantha, Made Pasek I., Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Kencana,
2016), hlm. 2

8
1. Pendekatan Masalah
Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan socio legal research. Dalam pendekatan socio legal research
terdapat dua aspek penelitian. Pertama, aspek legal research yaitu objek yang
diteliti berada di lapangan dan fungsi dari pada legal research adalah untuk
menganalisis hukum atau peraturan perundang-undangan yang dilihat sebagai
perilaku masyarakat dan kedua, socio research yaitu penggunaan metode-metode
dan teori-teori ilmu sosial tentang hukum untuk membantu penulis dalam
melakukan analisis. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-
undangan dan ilmu-ilmu social.

2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
tipe deskriptif analisis yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum
positif yang menyangkut permasalahan yang akan dibahas. Pengertian deskriptif
analitis menurut Sugiono yaitu suatu metode yang berfungsi untuk
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui
data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan
analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum15.

Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan keadaan, gejala atau


kelompok tertentu untuk menentukan penyebaran suatu gejala atau untuk
menentukan ada tidaknya hubungan antara satu gejala dengan gejala-gejala lain
dalam masyarakat. Penelitian deskriptif menggambarkan secara sistematik dan
akurat fakta dan karakteristik mengenai permasalahan yang terjadi sehubungan
dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan teori-teori
yang relevan. Kemudian dikumpulkan melalui data-data, diolah serta disusun
untuk mendapatkan pemecahan dari suatu masalah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, akan tetapi hasil dari pemecahan masalah tersebut hanya bersifat
deskriptif.

15
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 23

9
Spesifikasi penelitian dalam tulisan ini adalah menggambarkan dan
menganalisis aturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pembatasan
Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat akibat dari Covid-19 di Kabupaten Timor
Tengah Utara. Aturan yang digunakan dalam hal initerfokus pada Keputusan
Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19 sebagaimana telah diubah dengan Keppres Nomor 9 Tahun 2020
tentang Perubahan atas Keppres Nomor 7 Tahun 2020. Penelitian ini akan
difokuskan untuk menganalisis keputusan Presiden dalam menanggulangi
pandemic virus covid-19. Penelitian ini juga akan menganalisis dan mengkaji
bagaimana model implementasi kebijakan dalam pemberlakuan pembatasan
kegiatan masyarakat dan juga penegakan hukum pada masa Pembelakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat di wilayah kabupaten Timor Tengah Utara,
yang dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan kasus (case approach) guna
mendapatkan informasi.

3. Sumber dan Jenis Data


Sumber dan jenis data adalah mengenai darimana data-data tersebut
diperoleh. Dalam penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder
yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh penulis langsung dari sumbernya
tanpa perantara pihak-pihak lain, lalu dikumpulkan dan diolah sendiri. Pada
penelitian ini data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung
dengan informan di lokasi penelitian.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh penulis secara tidak langsung dari
sumber (informan penelitian), tetapi melalui sumber-sumber lain. Data sekunder
ini berasal dari bahan pustaka yang merupakan data dasar dalam ilmu penelitian
yang meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku sampai pada
dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Penulis

10
mendapatakan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak-pihak lain
dengan berbagai cara atau metode. Pada penelitian ini sumber data sekunder
dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan


hukum mengikat secara yuridis, dalam penulisan ini menggunakan bahan-bahan
hukum primer yang terdiri dari:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

c) Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan


Penanganan Covid-19 sebagaimana telah diubah dengan Keppres Nomor 9
Tahun 2020 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 7 Tahun 2020.

d) Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 26 Tahun 2021.

e) Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan


penjelasan mengenai bahan hukum primer dan juga sebagai bahan yang dapat
membantu menganalisis dan memahami dari sumber bahan hukum primer. Bahan
hukum sekunder terdiri dari hasil-hasil karya ilmiah para sarjana, hasil-hasil
penelitian yang menyangkut tentang penerapan asas permaafan hakim (rechterlijk
pardon) dalam penyelesaian perkara tindak pidana anak melalui hukum progresif,
pendapat-pendapat pakar hukum dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan
penelitian ini.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang mendukung bahan


hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan

11
penjelasan terhadap bahan hukum lainnya. Bahan hukum tersier yang penulis
gunakan yaitu berupa kamus hukum, kamus umum bahasa Indonesia, kamus
inggris-indonesia, website dan artikel.

4. Teknik Pengumpulan Data


Dalam usaha pengumpulan data, penelitian ini menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut:

a) Data Primer

Teknik yang digunakan pada data primer yaitu observasi dan wawancara.
Wawancara dalam hal ini adalah mengadakan wawancara secara langsung dengan
informan di lokasi penelitian dengan mengadakan tanya jawab sehingga
memperoleh informasi yang diperlukan16. Hasil wawancara diperoleh dari
interaksi antara pewawancara dengan respoden yang terlebih dahulu membuat
daftar pertanyaan-pertanyaan mengenai topik penelitian. Menurut Esterberg
wawancara adalah suatu kegiatan yang mempertemukan dua orang atau lebih
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat diperoleh
informasi yang ingin digali didalam penelitian.

Wawancara adalah suatu kegiatan yang bertujuan agar mendapatkan suatu


informasi atau data dengan cara bertanya secara langsung kepada narasumber atau
orang yang terkait di dalam penelitian 17. Hasil dari wawancara ditentukan oleh
faktor-faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi di dalam
pelaksanaan wawancara seperti pewawancara, yang diwawancarai, topik
penelitian, daftar pertanyaan-pertanyaan dan situasi wawancara. Sebagai
pewawancara harus memiliki syarat-syarat yaitu keterampilan mewawancarai,
motivasi yang tinggi, tidak ragu-ragu serta tidak takut menyampaikan pertanyaan-
pertanyaan.

16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 231
17
Suteki & Taufani, Galang, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori Dan Praktik),
(Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2020), hlm. 226

12
Wawancara merupakan alat atau pembuktian terhadap informasi atau
keterangan yang di peroleh sebelumnya18. Teknik wawancara yang digunakan
dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Adapun arti dari
wawancara mendalam adalah proses memperoleh suatu keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan orang yang sedang di wawancarai tersebut dengan menggunakan pedoman
wawancara.

Pada penelitian ini penulis melakukan wawancara kepada:


1) Anggota Kontras di Kabupaten Timor Tengah Utara
2) Korban Kekerasan penegakan hukum di masa PPKM
3) Sekertaris Gugus Penanggulagan Covid 19 di Kabupaten Timor Tengah Utara
4) Satgas Covid Kabupaten Timor Tengah Utara
5) Polres Kabupaten Timor Tengah Utara

b) Data Sekunder

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada data sekunder dapat melalui
studi dokumentar dan studi library research atau studi kepustakaan. Berikut
penjelasannya:

1) Studi Dokumentar
Metode studi dokumentar adalah kumpulan berkas atau data yakni pencarian
informasi atau keterangan yang benar dan nyata serta yang didapatkan dari hasil
pengumpulan data-data berupa buku, notulen, transkip, catatan majalah dan lain-
lain sebagainya. Menurut Sugiyono, studi dokumentar merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen untuk mendapatkan data
atau informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Studi dokumentar
merupakan catatan peristiwa-peristiwa lampau yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.

18
Ibid, hlm. 227

13
Studi dokumentar merupakan perlengkapan dari pengunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif 19. Studi dokumentar
merupakan alat pengumpulan data yang tidak ditujukan langsung pada subjek
penelitian20. Dokumen yang diteliti dapat berbagai macam, tidak hanya dokumen
yang resmi, dapat juga berupa buku-buku harian, surat-surat pribadi, laporan-
laporan, notulen rapat, catatan-catatan kasus dalam pekerjaan sosial dan
dokumen-dokumen lainnya.

2) Studi Library Research


Metode pengumpulan data melalui studi library research atau studi
kepustakaan adalah suatu metode yang dilakukan agar dapat diperlihatkan
penggunaannya melalui dokumentasi dan library research21. Sedangkan
instrument pengumpulan data merupakan suatu alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data karena berupa alat, maka instrument dapat berupa pedoman
wawancara, camera photo dan lain-lain sebagainya.

Studi kepustakaan menurut para ahli terdapat dua pengertian, yaitu pertama
berarti sumber tertulis bagi informasi sejarah sebagai kebalikan dari pada
kesaksian lisan, artefak, peninggalan-peninggalan terlukis dan petilasan-petilasan
arkeologis. Kedua diperuntukan bagi surat-surat resmi dan surat-surat negara
seperti surat perjanjian, Undang-Undang, hibah, konsesi dan lain-lain22.

Studi kepustakaan adalah studi yang digunakan untuk mendapatkan data


yang diperlukan dengan cara mencari, mencatat, menganalisa dan memahami
data-data sekunder serta bahan-bahan lain yang membantu untuk memahami
permasalahan yang diteliti. Studi kepustakaan dapat diperoleh dari sumber data
19
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 240
20
Suteki & Taufani, Galang, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori Dan Praktik),
(Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2020), hlm. 217
21
Suteki & Taufani, Galang, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori Dan Praktik),
(Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2020), Ibid, hlm. 216
22
Ibid, hlm. 216-217

14
yang telah dipublikasikan berupa hasil karya ilmiah para sarjana yang berkaitan
dengan penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis kualitatif. Analisis kualitatif yaitu data yang tidak berbentuk angka yang
diperoleh dari rekaman, pengalaman, wawancara atau bahan tertulis (UU,
dokumen, buku-buku dan lain-lain sebagainya) yang berupa ungkapan-ungkapan
verbal23. Analisis kualitatif yaitu tindakan menganalisa suatu permasalahan yang
terjadi dengan proses penyaringan informasi-informasi yang kemudian akan
dihubungkan dengan langkah pemikiran rasional dari sudut pandang teoritis.

Analisis kualitatif banyak menekankan pada proses penyimpulan deduktif


dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antara fenomena
yang sedang diamati secara logika ilmiah 24. Bukan berarti analisis kualitatif sama
sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif, akan tetapi penekananya
tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan
penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan argumentatif.

Definisi kualitatif menurut Syaodih Sukmadinata adalah suatu penelitian


yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisa fenomena, peristiwa,
aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, presepsi, pemikiran orang baik secara
individu maupun pemikiran secara kelompok. Sedangkan menurut Bogdan dan
Taylor mengemukakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati. Miles dan Humberman berpendapat bahwa metode
kualitatif berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu,
kelompok, masyarakat dan/atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara
menyeluruh, rinci, mendalam dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

23
Ibid, hlm. 213
24
Suteki & Taufani, Galang, Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat, Teori Dan Praktik),
(Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2020), hlm. 243

15
Analisis kualitatif menerangkan apa yang dinyatakan responden secara
tertulis atau lisan dan yang diteliti serta dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Data
kualitatif bersifat mendalam dan terperinci. Analisis data kualitatif bersifat
spesifik, terutama untuk meringkas data dan menyatukannya dalam suatu alur
analisis yang mudah dipahami pihak-pihak lain.

16
Daftar Pustaka

A. Buku-Buku
Armindo Moniz Amaral (2021), Armindo Moniz Amaral, Realita Cara Berhukum,
Yogyakarta: Leutika Pro, cet .1.

Arief, & Nawawi, B. (2010). Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan


Kejahatan Dengan Pidana Penjara. Yogyakarta: Genta Publishing.
Nanawi, B., & Arief. (1996). Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan
Kejahatan dengan Pidana Penjara. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.

Nonet, P., & selznick, P. (2013). Hukum Responsif. (R. Muttaqien, Ed.)
Yogyakarta: Nusa Media.
Rahardjo, S. (2009). Hukum Progresif. Yogyakarta: Genta Publishing.

__________(2010). Sosiologi Hukum. Yogyakarta: Genta Publishing.


__________(2010). Penegakan Hukum Progresif. Jakarta: Kompas.
Soekanto, S., & Mamudji, S. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.
Jakarta: Rajawali Press.

Soemitro, R. H. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia


Indonesia.

Supranto, J. (2003). Metodologi Penelitian Hukum dan Statistik. Jakarta: Rineka


Cipta.

Suteki, & Taufani, G. (2020). Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat,Teori dan


Praktik). Depok: Rajawali Pers.

Suteki. (2015). Masa Depan Hukum Progresif. Yogyakarta: Thafa Media.

______. (2013). Desain Hukum Di Ruang Sosial. Yogyakarta: Thafa Media.


______. (2010). Rekonstuksi Politik Hukum Hak Atas Air Pro-Rakyat. Malang:
Surya Pena Gemilang Publsihing
.

1
B. Jurnal dan Artikel Ilmiah
Hadjon, P. M. (1997). Tentang Wewenang,Yuridika (Vol. XII).

Hadjon, P. M. (1997). Tentang Wewenang,Yuridika,Volume No. 5 & 6, Tahun


XII,.

Hadjon, P. M. (1998). Tentang Wewenang,Makalah Pada Penataran Hukum


Administrasi. Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Hadjon, P. M. (Tanpa Tahun). Tentang Wewenang,Makalah. Surabaya:


Universitas Airlangga.

Sanyoto. (2008). Penegak Hukum di Indonesia,8,3. Jurnal Dinamika Hukum.


https://news.detik.com/berita/d-5756510/apa-arti-dari-ppkm-pengertian-dan-
kabar-terbarunya.

https://nasional.tempo.co/read/1478128/kontras-ada-651-kasus-kekerasan-oleh-
kepolisian-sepanjang-juli-2020-mei-2021.

C. Undang-Undang
Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19 sebagaimana telah diubah dengan Keppres Nomor 9 Tahun
2020 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 7 Tahun 2020.

Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 26 Tahun 2022

Anda mungkin juga menyukai