Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PKN

TENTANG

“COVID 19 DAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)”

Di Susun Oleh :

Ikraman Saputra (2019D1D021)

KELAS A TAMBANG

Dosen Pengampu :

Zedi Muttaqin, M.Pd

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERTAMBANGAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan panulisan makalah ini
yang berjudul “COVID 19 dan Hak Asasi Manusia (HAM)”. Selawat beriringkan salam juga
tidak lupa kami sampaikan kepada Nabi kita Muhammad SAW, karena dengan berkat kegigihan
dan kesabaran beliaulah kita dapat menuntut ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan
maupun isi yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun sehingga kami dapat berkarya dengan lebih baik di masa yang
akan datang. Akhirnya dengan satu harapan dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kami khususnya dan bagi rekan-rekan pembaca umumnya. Amiin Yarabbal ‘alamin.

Mataram, 6 Agustus 2020

Ikraman Saputra

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………..……………………………………i

KATA PENGANTAR………………………………………………..…………………………..ii

DAFTAR ISI………………………………………………………….………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….……………..4


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………….………….5
1.3 Tujuan..………………………………………………………………………….……….5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Penegakan Ham di Indonesia di tengah situasi pandemic Covid 19……………….…...6

2.2 Dampak bagi masyarakat hak atas memperoleh pelayanan kesehatan di tengah pandemic
covid 19………………………………………………………………………….……...8
2.3 Dampak bagi masyarakat hak atas memperoleh pekerjaan yang layak di tengah
pandemic covid 19………………………………………………………………….…...9

2.4 Dampak bagi masyarakat hak atas memperoleh informasi yang tepat di tengah pandemic
covid 19………………………………………………………………………..….……10

2.5 Dampak bagi masyarakat hak untuk bebas dari diskriminasi dan stigmatisasi di tengah
pandemic covid 19………………………………………………………………….…..11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………...13

3.2 Saran…………………………………………………………………………………….13

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….……..14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada akhir tahun 2019 Sejak diumumkan sebagai sebuah pandemi, wabah Coronavirus
(COVID-19) telah menjadi tantangan global. Badan Organisasi Kesehatan Dunia telah
dengan rinci menjabarkan bagaimana tata cara pencegahan bagi masyarakat, baik kelompok,
individu, ataupun kelompok masyarakat berkebutuhan khusus lainnya. Tentunya hal ini
menjadi tantangan tidak hanya bagi pemerintah, tapi juga bagi masyarakat, komunitas, dan
individu. Perlu adanya solidaritas dan kerja sama untuk mengatasi penyebaran virus dan
mengurangi dampaknya sekecil mungkin. Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-
Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengeluarkan pedoman  Hak Asasi Manusia
yang perlu dipenuhi di tengah berbagai situasi yang terjadi saat pandemi COVID-19.
Penghormatan dan pemenuhan terhadap Hak Asasi Manusia di seluruh spektrum, termasuk
hak ekonomi dan sosial, dan hak sipil dan politik, akan menjadi fundamental bagi
keberhasilan respon kesehatan masyarakat dan pemulihan pandemi.

Sejak pasien pertama COVID-19 di Indonesia diumumkan oleh Presiden Jokowi pada
tanggal 2 Maret 2020, pemberitaan media nasional mengenai wabah ini seakan tak pernah
surut. Berbagai elemen masyarakat pun tak luput memberikan komentarnya terhadap
langkah yang diambil Pemerintah di tengah kondisi darurat ini, terlebih ketika Presiden
memilih untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak tanggal 31
Maret lalu melalui Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020. Namun, apa sebenarnya
dampak COVID-19 terhadap hak asasi manusia? Pada situasi pandemi, kami melihat bahwa
penanganan COVID-19 menimbulkan dampak yang tidak diinginkan pada situasi dan
kondisi hak asasi manusia. Berdasarkan pemantauan kami, sejumlah langkah yang dilakukan
oleh negara, baik dari tataran eksekutif sampai aparatur negara tidak menjadikan hak asasi
manusia sebagai dasar pertimbangan yang memadai dalam menyusun kebijakan maupun
mengambil langkah penindakan di lapangan. Kami mengkhawatirkan kerentanan
menjadikan pandemi COVID-19 sebagai alasan untuk memberangus hak asasi manusia dan
mengancam.
1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimanakah Penegakan Ham di Indonesia di tengah situasi pandemic Covid 19?


2) Bagaimanakah dampak bagi masyarakat hak atas memperoleh kesehatan di tengah
pandemic covid 19?
3) Bagaimanakah dampak bagi masyarakat hak atas memperoleh pekerjaan yang layak di
tengah pandemic covid 19?
4) Bagaimanakah dampak bagi masyarakat hak atas memperoleh informasi yang tepat di
tengah pandemic covid 19?
5) Bagaimanakah dampak bagi masyarakat hak untuk bebas dari diskriminasi dan
stigmatisasi di tengah pandemic covid 19?

1.3 Tujuan

1) Untuk menjelaskan bagaimana penegakan HAM di Indonesia di tengah situasi pandemic


covid 19
2) Untuk menjelaskan bagaimana dampak bagi masyarakat hak atas memperoleh pelayanan
kesehatan di tengah pandemic covid 19
3) Untuk menjelaskan bagaimana dampak bagi masyarakat hak atas memperoleh pekerjaan
yang layak di tengah pandemic covid 19
4) Untuk menjelaskan bagaimana dampak bagi masyarakat hak atas memperoleh informasi
yang tepat di tengah pandemic covid 19
5) Untuk menjelaskan bagaimana dampak bagi masyarakat hak untuk bebas dari
diskriminasi dan stigmatisasi di tengah pandemic covid 19
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penegakan Ham di Indonesia di tengah situasi pandemic Covid 19

Sejalan dengan amanat Konstitusi, di tengah situasi pandemic Covid 19 Indonesia


berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip
bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat di pisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam
pelaksanaannya di tengah pandemic ini. Sesuai dengan pasal 1 (3), pasal 55, dan 56 Piagam
PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui Mutu konsep kerja
sama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan
hubungan antar negaraserta hukum internasional yang berlaku. Program penegakan hukum
dan HAM meliputi pemberantasan korupsi, antitrorisme, serta pembasmian penyalahgunaan
narkotika dan obat berbahaya. 

Berkenaan dengan penanganan COVID-19 oleh Pemerintah Indonesia, Komisi untuk


Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melakukan pemantauan terhadap
pemenuhan kewajiban negara dalam memenuhi, melindungi, dan menghargai hak asasi
manusia, termasuk penghormatan prinsip Ham dalam penanganan COVID-19   Kami
memahami pandemi sebagai situasi darurat kesehatan yang berdampak pada persoalan
ekonomi dan sosial, namun demikian,  pembatasan, atau tindakan dan kebijakan yang
diambil harus proporsional, serta tidak mengorbankan hak asasi manusia dan demokrasi
yang dilindungi dan dijamin oleh konstitusi.

Kegiatan-kegiatan pokok penegakan hukum dan HAM di Indonesia di tengah pandemic


covid 19 meliputi hal-hal berikut:

1. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009
sebagai gerakan nasional
2. Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang
fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia di tengah pandemic covid 19
3. Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan
hukum melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/
menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen
4. Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia
dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat
berjalan sewajarnya.
5. Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi
Nasional Pemberantasan Korupsi.
6. Peningkatan penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme dan
penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
7. Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta
badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
8. Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan
HAM.
9. Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.

10. Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan
proses hukum yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau
oleh semua lapisan masyarakat namun tetap mematuhi aturan protokol kesehatan covid
19
2.2 Dampak bagi masyarakat hak atas memperoleh pelayanan kesehatan di tengah
pandemic covid 19

Pada pertengahan bulan Maret 2020, Kontra melakukan pemantauan melalui


pembukaan kanal pengaduan publik terkait kualitas pelayanan kesehatan yang berkaitan
dengan penanganan COVID-19 melalui RS rujukan COVID-19. Dalam pemantauan ini,
kami menemukan bahwa berbagai RS rujukan COVID-19 memiliki sejumlah permasalahan
seperti akses informasi yang minim, kekurangan tenaga medis, kekurangan sarana dan
prasarana penunjang pelayanan kesehatan, dan tidak ada prosedur khusus untuk pasien yang
ingin melakukan tes COVID-19. Sementara layanan bagi masyarakat untuk mendapatkan
layanan test PCR masih minim karena masih terbatasnya penyelenggaraan dan akses yang
tersedia.

Akses terhadap pelayanan kesehatan adalah bagian tidak terpisahkan dari hak asasi
manusia secara keseluruhan. Prinsip dasar terhadap pemenuhan hak atas kesehatan
berdasarkan General Comment Nomor 14 Tahun 2000 negara wajib memerhatikan
ketersediaan, aksesibilitas, penerimaan, dan kualitas atas layanan kesehatan kepada
masyarakat. Persiapan dan penanganan yang minim dari negara berdampak  pada tidak
terkontrolnya angka penyebaran, penularan, serta penanganan COVID-19 di masyarakat.

Masih ingat soal tenaga kesehatan kita yang kekurangan alat pelindung diri (APD) dan
terpaksa memodifikasi jas hujan, plastik sampah dan aneka rupa materi lainnya untuk
melindungi diri mereka saat bertugas? Kondisi itu berarti hak atas kesehatan mereka sedang
terancam. menurut pasal 12(2) huruf d Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights-
ICESCR) serta Paragraf 12(b) Komentar Umum Nomor 14 mengenai Pasal 12 ICESCR,
yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005, negara wajib
mengupayakan perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri, pencegahan,
pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular, endemik, penyakit lainnya yang
berhubungan dengan pekerjaan, serta penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin
semua pelayanan dan perhatian medis.
Hak atas kesehatan juga dijamin dalam Pasal 4 UU No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan (UU Kesehatan) serta Pasal 9(3) UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Selain para tenaga kesehatan, kelompok lain yang juga terancam hak atas
kesehatan-nya di tengah wabah ini adalah kelompok rentan. Siapa saja mereka? Menurut
Pasal 55 UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kelompok rentan
meliputi orang lanjut usia; bayi; balita; anak-anak; ibu yang mengandung atau menyusui
serta penyandang disabilitas. Mereka semua wajib diberikan perlindungan secara khusus.

2.3 Dampak bagi masyarakat hak atas memperoleh pekerjaan yang layak di tengah
pandemic covid 19

Dengan diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan kebijakan


jarak sosial (social-distancing) dan bekerja dari rumah (work from home), para pekerja -di
sektor formal hingga informal, dari pekerja industri rumahan maupun usaha mikro, kecil,
dan menengah (UMKM), hingga pekerja harian lepas maupun pekerja berpenghasilan
rendah lainnya -rentan menghadapi risiko pemotongan upah, penolakan hak cuti,
dirumahkan tanpa upah, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). Jika perusahaan memilih
untuk memotong cuti bagi pekerja yang tidak masuk sebagai salah satu cara pengendalian
COVID-19, maka Pemerintah wajib memastikan perusahaan tetap membayarkan upah
pekerja, sesuai dengan Paragraf 41 Komentar Umum No. 23 tahun 2016 mengenai hak atas
pekerjaan.

Pekerja yang mengalami pengurangan pemasukan akibat penyakit juga memiliki hak
untuk mengakses manfaat-manfaat (tunai dan non-tunai), yang setidaknya mencakup
pelayanan kesehatan, air dan sanitasi, serta makanan sesuai paragraf 2 dan paragraf 59
Komentar Umum No. 19 tahun 2007 mengenai Hak atas Jaminan Sosial. Yang terpenting,
penanganan kondisi darurat -apapun penyebabnya dan bagaimanapun dampak yang
dihasilkan -tidak boleh melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia. Di tengah kepihatinan,
kerjasama, solidaritas dan kemanusiaan hendaknya dijadikan semangat bersama.
2.4 Dampak bagi masyarakat hak atas memperoleh informasi yang tepat di tengah
pandemic covid 19

Dalam konteks penanganan pandemi, informasi yang valid, terpercaya dan terus
diperbaharui mengenai situasi pandemi serta penanganannya wajib dipenuhi dan diberikan
kepada publik tanpa terkecuali. Hal itu sangat penting karena di tengah ketiadaan vaksin,
keselamatan warga tergantung pada informasi tentang upaya pencegahan dan pengendalian
prilaku individu. Namun, pada awal penyebaran COVID-19, pemerintah justru melakukan
hal yang sebaliknya. Keterlibatan Badan Intelenje Negara (BIN) melalui operasi senyap,
penyampaian informasi yang tidak utuh, penyangkalan dan inskonsitensi pernyataan dan
informasi para elit politik dan pejabat negara terhadap kerentanan dan penanganan
kedaruratan COVID-19 di Indonesia justru memperburuk krisis dan menimbulkan
ketidakpastian, ketidakjelasan penanganan krisis. Hingga Maret, pemerintah terus menutupi
dan memonopoli informasi mengenai sebaran daerah merah yang menyulitkan tidak hanya
publik tapi juga pemerintah daerah untuk mengambil tindakan pencegahan yang efektif dan
memadai. Ketertutupan dan penyangkalan atas informasi, justru telah memberikan sinyal
dan arah yang keliru untuk publik, menurunkan kewaspadaan yang bisa berakibat pada
perluasan penularan wabah dan memperparah bencana. Sejumlah kasus yang
membahayakan kesehatan dan pelanggaran hak asasi yang merupakan dampak dari tidak
terpenuhinya hak atas informasi diantaranya prosedur penggunaan disinfektan, penggunaan
obat-obatan dan suplemen yang tidak disarankan, pelanggaran privasi hingga praktik
diskriminasi seperti penolakan pemakaman jenazah yang terpapar COVID-19.

Hal ini bertolak belakang dengan kewajiban menyampaikan informasi dari sejumlah
peraturan seperti pasal 154 Jo. 155 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang
menyatakan bahwa Pemerintah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan
persebaran penyakit yang berpotensi menular dan menyebar dalam waktu singkat, serta
Pasal 9 ayat (2) huruf d UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,
Pasal 19 Undang-Undang nomor 12 tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak Sipil
dan Politik, dan Pasal 14 UU 39.1999 tentang Hak Asasi Manusia yang pada intinya
merupakan jaminan hak setiap orang untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi.
2.5 Dampak bagi masyarakat hak untuk bebas dari diskriminasi dan stigmatisasi di tengah
pandemic covid 19

Pandemi COVID-19 menghasilkan gelombang stigma dan diskriminasi pada kelompok


tertentu, salah satunya tenaga kesehatan. Mereka mendapat stigma negatif dari masyarakat
sebagai carrier virus karena pekerjaannya sehari-hari mengandung resiko tinggi untuk
terpapar virus. Hal ini terlihat dari peristiwa perawat yang diusir dari tempat tinggalnya,
[6] tenaga kesehatan yang ditolak oleh tetangganya,[7] hingga penolakan pemakaman
jenazah seorang perawat di Semarang.[8]

Stigmatisasi tersebut lahir akibat penyebaran informasi yang dilakukan pemerintah tidak
akurat dan parsial sehingga mengakibatkan publik menerima informasi tidak utuh dan
mengambil sikap sendiri yang keliru. Hal ini kembali menegaskan dampak dari pelanggaran
ha katas informasi terhadap dimensi hak lainnya,

COVID-19 adalah ujian bagi masyarakat, pemerintah, komunitas, dan individu.


Penghormatan terhadap hak asasi manusia di seluruh spektrum, termasuk hak ekonomi,
sosial, budaya, dan sipil dan politik, akan menjadi fundamental bagi keberhasilan respons
kesehatan masyarakat dan pemulihan dari pandemi. pandemi global COVID-19 tidak boleh
dan tidak bisa menjadi alasan bagi setiap negara untuk membuat kebijakan yang bersifat
represif dan melanggar hak asasi manusia. Sebaliknya, hal tersebut seharusnya menjadi
evaluasi untuk kembali melihat peristiwa COVID-19 sebagai isu kesehatan publik yang
berdampak pada isu kesejahteraan sosial. Terlebih lagi, dalam mengeluarkan kebijakan,
negara harus berpikir panjang mengenai dampak jangka panjang terhadap kebebasan sipil di
masyarakat pasca pandemi usai sebab ancaman yang nyata ialah virus bukan warga negara.

Atas dasar tersebut, KontraS mendesak:

1) Pemerintah untuk menghormati dan mengedepankan HAM, nilai dan prinsip negara
hukum dan demokrasi dalam setiap kebijakan yang keluarkan dan dijalankan dalam
penanganan pandemic COVID-19; Pengurangan atau pembatasan penikmatan hak asasi
manusia harus dilalukan dengan mengikuti ketentuan instrument hukum nasional dan
internasional yang telah diratifikasi pemerintah.
2) DPR dan lembaga-lembaga independen seperti Komnas HAM harus menjalankan
fungsi pengawasan secara aktif. Fungsi parlemen dan lembaga negara independen
menjadi penting ketika ada pembatasan hak asasi manusia, guna memastikan tidak ada
penyalahgunaan oleh pemerintah.
3) Prisiden RI tidak menggunakan pendekatan yang represif dan anti kritik dalam
penangangan COVID-19. Pemerintah harus menempatkan penanganan COVID-19
sebagai persoalan darurat kesehatan masyarakat; diselesaikan dengan pendekatan
kesehatan dan medis, dukungan jaring pengaman sosial yang tepat dan efektif, mudah
diakses; penyedian informasi yang tepat, memberikan dukungan dan perlindungan bagi
seluruh tenaga medis, memberikan prioritas dukungan fasilitas kesehatan baik bagi
rumah sakit maupun masyarakat dalam memerangi COVID-19.
4) Menteri Kesehatan agar segera mengkoordinasikan program tes COVID-19 secara cepat
dan massal baik secara acak maupun berdasarkan tracking terhadap pasien positif
COVID-19 agar mendapatkan data yang lebih valid mengenai kondisi jumlah positif
COVID-19 di Indonesia.
5) Kapolri agar memastikan anggotanya mengedepankan upaya-upaya persuasif,
proporsioal, tanpa penggunaan kekuatan yang berlebih dalam melakukan pengamanan
dalam konteks program pemerintah dalam menangani Pandemi COVID-19 dan apabila
harus melakukan pemidanaan harus dilakukan dengan tidak sewenang-wenang dan
harus berdasarkan pada aturan yang berlaku.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Di
tengah pandemic COVID 19 ini kita jadikan pelajaran untuk setiap individu agar tetap
menjunjung tinggi HAM orang lain, dan yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah
melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu
memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama
ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga
terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.

Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau
suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM,
pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM
sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

3.2 Saran

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan


HAM kita sendiri. Apa lagi di tengah pandemic COVID 19 yang sedang melanda Negara
tercinta ini kita harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita
melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-
injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan
mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

http://kumpulan-makalahkita.blogspot.com/2012/08/makalah-pendidikan-kewarganegaraan.html
https://makalah-update.blogspot.com/2012/11/makalah-hak-asasi-manusia-ham.html
https://www.amnesty.id/covid-19-dan-hak-asasi-manusia/

Anda mungkin juga menyukai