Anda di halaman 1dari 22

IMPLEMENTASI HUKUM TATA NEGARA DARURAT DALAM MENANGANI

PANDEMI COVID-19 DI INDONESIA SEBAGAI BENTUK OPTIMALISASI


NEGARA

Makalah Disusun Dalam Mata Kuliah Hukum Tata Negara Darurat

Sebagai Tugas Individu Ujian Tengah Semester (UTS)

Dosen Pengampu: Fitri Atur Arum S.H, MH, M.Sc

Disusun oleh:

Dinna Kamila Majid (20103070085)

Kelas A

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan

hidayah – Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “SIGNIFIKASI KONSEP

MAHRAM “. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas kelompok dalam mata kuliah

Hukum Perkawinan Islam.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang terlibat dalam pembentukan

makalah ini. Dan semoga makalah ini memberikan sedikit tambahan pengetahuan kepada

para pembaca dan menambah informasi kepada pembaca makalah. Apabila terdapat

kesalahan dalam pengetikan kami sebagai penyusun mohon maaf serta membutuhkan saran

agar makalah – makalah yang selanjutnya dapat saya perbaiki menjadi lebih baik.

Yogyakarta, 25 Oktober 2023

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam situasi pemerintahan, selain ketika negara berada dalam kondisi normal,
terkadang negara menghadapi situasi darurat yang menciptakan situasi yang tidak
biasa atau tidak normal. Ini dapat menjadi ancaman serius bagi kelangsungan negara.
Meskipun demikian, pemerintahan yang sah harus tetap berlanjut dan tidak boleh
terhenti hanya karena adanya situasi yang tidak biasa atau revolusioner yang berubah.
Dalam Konstitusi Indonesia, Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa tujuan
pendirian negara Indonesia adalah: (i) untuk membentuk pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi seluruh bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia; (ii) untuk meningkatkan kesejahteraan umum; (iii) untuk meningkatkan
pendidikan bangsa; dan (iv) untuk berkontribusi pada menjaga ketertiban dunia yang
didasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 1 Oleh karena
itu, selama negara Republik Indonesia beroperasi berdasarkan UUD 1945, usaha
untuk mencapai dan mewujudkan empat tujuan tersebut harus terus berlanjut tanpa
henti, tanpa memandang situasi apa pun. Untuk memastikan bahwa fungsi negara
tetap efektif bahkan dalam situasi yang tidak normal, diperlukan regulasi khusus yang
mengatur aspek-aspek hukum dalam konteks tersebut.
Hal ini disebabkan karena dalam situasi semacam ini, penggunaan sistem norma
hukum yang biasa mungkin tidak cukup efisien untuk mencapai tujuan hukum yang
menjamin keadilan, kepastian, dan manfaat yang sesuai. 2 Dalam situasi normal,
sistem hukum beroperasi sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan kumpulan
peraturan yang secara resmi dibentuk untuk mengatur berbagai aspek pemerintahan.
Namun, terkadang terjadi situasi yang tidak normal, di mana sistem hukum biasa tidak
cukup efektif untuk mencapai tujuan hukumnya. Konsep Hukum Tata Negara Darurat
adalah kewenangan luar biasa dan istimewa yang dimiliki oleh negara, yang
memungkinkan langkah-langkah cepat untuk mengatasi situasi darurat atau ancaman
yang muncul, sehingga dapat kembali ke keadaan normal sesuai dengan peraturan dan
hukum yang berlaku secara umum.3
1
Republik Indonesia., Alenia Ke-empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
2
Ferdian Saputra, Penerapan Norma Hukum Tata Negara Darurat Sebagai Bentuk Optimasi Negara Dalam
Penanganan Pandemi Covid-19 Di Indonesia, diakses di https://repository.unsri.ac.id/
3
Zamrud Lesmana dan Mufidah, “Kebijakan Kondisi Darurat Ketatanegaraan dalam prespektif Kaidah Fiqiah”,
Jurnal Ilmu Hukum (Indramayu: Institut Agama Islam Al Zaytun), hlm. 15
Di Indonesia, istilah hukum yang digunakan untuk merujuk pada negara dalam
kondisi yang tidak normal adalah "Hukum Tata Negara Darurat." Situasi darurat yang
dimaksud adalah keadaan di mana ada ancaman mendadak terhadap ketertiban umum
yang memerlukan tindakan negara yang dilakukan dengan cara yang tidak biasa atau
tidak sesuai dengan norma hukum yang berlaku dalam situasi normal.4 Dalam situasi
darurat, negara mungkin perlu menerapkan pendekatan hukum yang khusus melalui
penggunaan peraturan keadaan darurat (emergency regulations). Peraturan darurat ini
bisa melibatkan aktivasi status hukum tertentu atau bahkan pembuatan hukum baru.
Sebagai contoh, dalam kasus pandemi Covid-19, pada Maret 2020, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan Covid-19 sebagai pandemi global.5
Pandemi virus Covid-19 berdampak signifikan pada semua sektor, terutama dalam
pelaksanaan pemerintahan, yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan dalam negara.
Oleh karena itu, diperlukan kerjasama yang harmonis antara berbagai pihak terkait
untuk menghentikan dan mengatasi penyebaran virus ini di Indonesia. Sajida
Humaira, Ali Safaat, dan Muhammad Dahlan mengungkapkan bahwa dalam
menghadapi situasi darurat pandemi Covid-19, pemerintah memilih untuk
menetapkan status darurat bencana nasional dan status kedaruratan kesehatan
masyarakat. Pengaturan terkait bencana dan keadaan bahaya saling terkait dan
memiliki karakteristik keadaan darurat, meskipun dengan kerangka penanganan yang
berbeda.6
Pemerintah telah mengeluarkan sebuah Keputusan Presiden (Keppres) yang
menetapkan bahwa penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai
Bencana Nasional.7 Pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa peraturan,
termasuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1 Tahun
2020 yang berkaitan dengan Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk menangani pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), serta

4
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), Hlm.7
5
https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/11/104000165/hari-ini-dalam-sejarah--who-tetapkan-Covid-19-
sebagai-pandemi-global?page=all
6
Sajida Humaira, Ali Safaat, dan Muhammad Dahlan, Status Darurat Penanggulangan Pandemi Covid-19
dalam Perspektif Hukum Tata Negara Darurat, http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/
view/4405/0
7
Repubik Indonesia., Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), ditetapkan Presiden Joko Widodo di Jakarta pada tanggal
31 Maret 2020
menghadapi ancaman yang mengancam perekonomian nasional dan stabilitas sistem
keuangan.8
Menurut juru bicara Pemerintah Republik Indonesia yang bertanggung jawab atas
penanganan kasus Covid-19, terdapat dua faktor mendasar yang menyebabkan
penyebaran virus terus meningkat. Pertama, masih banyak orang yang terpapar virus
tanpa menunjukkan gejala, dan mereka dapat tanpa sadar menularkan virus kepada
orang lain yang belum terinfeksi. Kedua, penyebaran kasus Covid-19 masih tinggi
karena masyarakat Indonesia belum sepenuhnya disiplin dalam mengikuti protokol
kesehatan, seperti penggunaan masker, menjaga jarak fisik, dan mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan aktivitas. Definisi yang jelas harus diberikan untuk
situasi berbahaya atau darurat, dengan tujuan mencegah penyalahgunaan kekuasaan
oleh pemerintah. Hal ini penting karena dalam situasi semacam itu, negara memiliki
kewenangan untuk mengambil tindakan yang mungkin melibatkan pembatasan
terhadap hak-hak warga negara.9
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana praktek kebijakan negara dalam penanggulangan keadaan Darurat
pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19?
2. Bagaimana penerapan Hukum Tata Negara Darurat dalam penganggulangan
keadaan Darurat Pandemi Corona Virus Disaese 2019 (Covid-19)?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana praktek kebijakan Hukum Tata Negara Darurat
dalam penanggulangan keadaan Darurat Pandemi Corona Virus Disaese 2019
(Covid-19).
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Hukum Tata Negara Darurat dalam
penanggulangan keadaan Darurat Pandemi Corona Virus Disaese 2019 (Covid-
19)

8
Republik Indonesia., Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease
2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional
dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Lembaran Negara Tahun 2020. NO.87, Tambahan Lembaran Negara
NO.6485
9
Elfina Yuliati Putri, Pengertian Hukum Tata Negara Darurat, Jurnal Ilmu Hukum, (Padang: Universitas
Ekasakti, 2020), hlm. 2.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Tata Negara Darurat


Istilah "darurat" memiliki kesamaan makna dengan kata "al-dlarurat" dalam bahasa
Arab, yang berasal dari kata "dlarar" yang mengindikasikan suatu kondisi yang tak
dapat dihindari.10 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan "darurat"
sebagai suatu situasi yang sulit, tak dapat diprediksi, memerlukan tindakan segera;
situasi yang memaksa; dan situasi yang bersifat sementara. Hukum adalah suatu
tatanan perbuatan manusia. “tatanan” adalah suatu sistem aturan. Hukum bukanlah
seperti yang di katakan, sebuah peratutan. Hukum adalah seperangkat peraturan yang
mengandung semacam kesatuan yang kita pahami melalui sebuah sistem.11
Sebagai contoh, dalam situasi darurat, pemerintah perlu mengambil langkah-
langkah cepat dan efektif untuk mengatasi situasi tersebut. Menurut Herman
Sihombing, hukum tata negara darurat adalah serangkaian aturan dan kewenangan
yang diberikan kepada negara dalam keadaan luar biasa dan istimewa, dengan tujuan
untuk segera mengatasi situasi darurat atau ancaman yang ada, dan membawa kembali
kehidupan masyarakat ke dalam kerangka hukum dan peraturan yang berlaku di
Indonesia sesegera mungkin.12
Dari segi teori, perlu dicatat bahwa pemahaman terhadap istilah "keadaan darurat"
berbeda di antara mereka yang mendukung "state of emergency" dan "state of
exception".13 Mereka yang mendukung "state of exception" lebih menekankan
pendekatan kedaulatan negara (sovereignty approach) dan melihat keadaan berbahaya
sebagai sesuatu di luar hukum. Salah satu pendukung tokoh ini adalah Carl Smith,
yang menyatakan bahwa "Yang berdaulat adalah dia yang menentukan dalam situasi
pengecualian."14
Sementara itu, para pendukung "state of emergency" biasanya menerapkan
pendekatan negara hukum, di mana situasi darurat harus sesuai dengan konstitusi dan
10
Abdul Natsir. Abortus Atas Indikasi Medis Menurut Konsep Al-Dlarurat Dalam Islam, Sumbula: Jurnal Studi
Keagamaan, Sosial dan Budaya FAI Undar Jombang 2, no. 2 (2017): 561–587
11
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Diterjemakna dari buku Hans Kelsen General Theory
of Law and State, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 1971), h. 3.
12
Novianto Murti Hantoro. Evaluasi Kerangka Hukum Penanganan Pandemi Covid-19 dalam Perspektif
Hukum Tata Negara Darurat. NEGARA HUKUM: Vol. 12, No. 2, November 2021. Hlm. 205
13
Agus Adhari, PENATAAN ANCAMAN EKONOMI SEBAGAI BAGIAN DARI KEADAAN BAHAYA DI
INDONESIA, Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi (2020). Hal 35
14
Agus Adhari, AMBIGUITAS PENGATURAN KEADAAN BAHAYA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
INDONESIA, Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi. (2019).
peraturan hukum.15 Jimly Asshidiqie berpendapat bahwa sebuah negara tidak akan
dapat mencapai kesempurnaan tanpa mengatur segala sesuatunya berdasarkan hukum,
dan memberikan sarana serta mekanisme untuk mengatasi situasi darurat guna
merancang sistem hukumnya dengan benar.16
Di Indonesia sendiri, materi muatan perihal keadaan darurat bisa dilihat di
beberapa konstitusi yang pernah berlaku seperti halnya dalam Konstitusi RIS 1949
dan UUDS 1950. Dalam Undang-Undang Dasar 1945, regulasi mengenai situasi
darurat dijelaskan dalam dua pasal, yaitu Pasal 12 UUD 1945 dan Pasal 22 UUD
1945. Dalam dua pasal ini, terdapat dua istilah yang digunakan untuk merujuk pada
situasi darurat, yaitu "keadaan bahaya" dalam Pasal 12 dan "hal ihwal kegentingan
yang memaksa" dalam Pasal 22. Dalam konteks original intent, M. Yamin
menyatakan bahwa "keadaan bahaya" sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 12
UUD 1945 mengacu pada situasi yang sering disebut sebagai "martial law" atau "staat
van beleg."17
Hal ini berbeda dengan Pasal 22 UUD 1945. Pasal ini memberikan landasan
hukum untuk wewenang presiden dalam hal pengecualian terhadap fungsi legislatif
(legislative power). Ini disebabkan presiden berdasarkan pasal ini berhak untuk
membuat peraturan yang memiliki kedudukan yang setara dengan undang-undang,
tanpa harus melibatkan DPR. Dalam praktiknya, peraturan semacam ini sering disebut
sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Dalam sistem
presidensial, istilah serupa yang digunakan adalah presidential decree atau emergency
decree.18
Selain konsep darurat yang telah dijelaskan sebelumnya, ada beberapa undang-
undang yang mengatur situasi darurat atau keadaan yang dikecualikan dari kondisi
normal, seperti yang dijelaskan dalam beberapa undang-undang berikut:
1. “Darurat Bencana” dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana;
2. “Keadaan Konflik Sosial” dalam UU Nomor Nomor 7 Tahun 2012 Tentang
Konflik Sosial.

15
Ibid
16
Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hlm 85
17
Fitra Arsil, “MENGGAGAS PEMBATASAN PEMBENTUKAN PERPPU: DAN MATERI MUATAN PERPPU:
STUDI PERBANDINGAN PENGATURAN DAN PENGGUNAAN PERPPU DI NEGARA-NEGARA
PRESIDENSIAL,” Jurnal Hukum & Pembangunan (2018).
18
Ibid, Hlm. 4
3. “Krisis Sistem Keuangan” dalam UU Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Pencegahan
Penanganan Krisis Sistem Keuangan dan;
4. “Kedarurat Kesehatan Masyarakat” dalam UU 6 Tahun 2018 Tentang
Kekarantinaan Kesehatan.
Beberapa ketentuan dalam undang-undang yang telah disebut memiliki
persamaan pada pandangan awal, yaitu semuanya mencakup pengecualian terhadap
keadaan normal. Setiap ketentuan tersebut memiliki karakteristik kedaruratan
masing-masing yang didasarkan pada karakteristiknya. Namun, yang menarik,
undang-undang yang menjadi dasar penerapan situasi darurat tersebut justru tidak
memasukkan Pasal 12 UUD dalam pertimbangannya. Dampak hukum dari hal ini
adalah bahwa situasi darurat tersebut tidak dapat diklasifikasikan sebagai situasi
darurat dalam arti state of emergency. Oleh karena itu, meskipun situasi darurat
tersebut diumumkan, karena ketentuan Pasal 12 UUD 1945 tidak dipertimbangkan,
maka status keadaan darurat tersebut hanya memiliki keberlakuan de facto, bukan
de jure.19
B. Praktek Kebijakan Negara Dalam Penanggulangan Keadaan Darurat Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19
Dalam kerangka perkembangan negara modern, konstitusi memberikan landasan
bagi penyelenggaraan pemerintahan, yang dibagi menjadi dua rezim hukum, yaitu
rezim hukum dalam kondisi normal dan rezim hukum dalam situasi pengecualian atau
tidak normal. Hampir semua negara mengatur situasi darurat ini dalam konstitusi
mereka, termasuk Indonesia, yang dalam konstitusinya mengenal istilah "Keadaan
Bahaya" dan "Kegentingan Memaksa." Pasal 12 UUD 1945 mengatur "Keadaan
Bahaya," dan menyatakan bahwa "Presiden menyatakan keadaan bahaya dengan
syarat-syarat dan akibatnya yang ditetapkan melalui Undang-Undang."
Sementara Pasal 22 UUD 1945 mengatur "Kegentingan Memaksa" dan menyatakan
bahwa "Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang." Jika dilihat dari perspektif
kehendak pembuat konstitusi atau original intent, Pasal 22 mengenai
"noodverordeningsrecht" atau regulasi mendesak yang dapat dikeluarkan oleh
Presiden. Oleh karena itu, Pasal 22 ini digunakan sebagai dasar untuk mengeluarkan

19
Rizki Bagus Prasetio, PANDEMI COVID-19: PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA DARURAT DAN
PERLINDUNGAN HAM, JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-346
peraturan luar biasa yang biasa dikenal sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu).20
Wabah virus Corona ini telah diakui sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) dan sebagai keadaan darurat global. Oleh karena itu, dalam proses
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam penanganan wabah virus
Covid-19, dasar hukum yang digunakan adalah Hukum Tata Negara Darurat. Hal ini
tercermin dalam Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat Covid-19, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas
Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, serta Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Dalam konteks teori Hukum Tata Negara Darurat yang telah dijelaskan sebelumnya,
Keputusan Presiden tersebut merupakan manifestasi dari pengaturan "Keadaan
Bahaya" dalam menghadapi pandemi Covid-19, Perppu adalah manifestasi dari
kegentingan yang memaksa dalam penanganan pandemi Covid-19 terutama dalam hal
sistem keuangan negara, dan Peraturan Pemerintah merupakan implementasi
peraturan teknis dalam upaya penanggulangan Covid-19 di Indonesia.21
Dari penjelasan di atas, perlu kita perhatikan praktik yang terjadi dalam kebijakan
yang diimplementasikan oleh pemerintah untuk mengatasi situasi darurat pandemi
Covid-19 berdasarkan kerangka konstitusi Hukum Tata Negara Darurat itu sendiri.
Berikut beberapa contoh praktik penerapan Hukum Tata Negara Darurat dalam
penanganan situasi darurat kesehatan masyarakat:
1. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Darurat Kesehatan
Masyarakat
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 ini membahas
Penetapan Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat akibat Corona Virus Disease
2019 (Covid-19). Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap penyebaran Covid-19
yang sangat luar biasa, ditandai dengan peningkatan jumlah kasus dan kematian
yang terus bertambah, serta meluas ke berbagai wilayah dan negara. Situasi ini
memiliki dampak signifikan pada berbagai aspek seperti politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
20
Nadhif Maulana Yusuf, Penerapan Hukum Tata Negara Darurat Dalam Penanggulangan Keadaan Darurat
Kesehatan Masyarakat (Kasus Corona Virus Disaese 2019 / Covid-19. 2021
21
Wildan Humaidi, “Darurat Kesehatan Masyarakat dalam Optik Hukum Konstitusi”,
https://www.kompasiana.com.
Mengacu pada Pasal 4 ayat 1 UUD NRI tahun 1945 yang menyatakan bahwa
"Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintah sesuai dengan
Undang-Undang Dasar," ini memberikan Presiden kewenangan yang sangat luar
biasa untuk mengambil tindakan dalam menghadapi pandemi saat ini. Selain itu,
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang
terdiri dari 14 bab dan 98 pasal, dengan dokumen sebanyak 72 halaman termasuk
lampiran, dirancang untuk menggantikan UU No.1/1962 tentang Karantina Laut
dan UU No.2/1962 tentang Karantina Udara. Dua peraturan hukum sebelumnya
tersebut tidak lagi memadai sebagai landasan hukum yang relevan dalam
mengatasi masalah kesehatan masyarakat saat ini. Keputusan Presiden (Keppres)
ini dihasilkan sebagai bentuk implementasi dari aturan mengenai Keadaan Bahaya
dalam konteks pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia, termasuk
Indonesia. Tujuan Pemerintah dalam menerbitkan Keppres ini adalah untuk
mencegah masyarakat salah menilai kinerja pemerintah dan juga untuk
memberikan dasar hukum bagi pelaksanaan Hukum Tata Negara Darurat yang
diterapkan di Indonesia, terutama dalam situasi Darurat Kesehatan Masyarakat saat
ini.22
2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar
World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19) adalah pandemi, dan Indonesia telah menyatakan Covid-
19 sebagai bencana non-alam dalam bentuk wabah penyakit yang memerlukan
upaya penanggulangan agar tidak terjadi peningkatan kasus positif. Upaya
penanggulangan ini melibatkan pelaksanaan kebijakan karantina kesehatan
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan.
Pelaksanaan karantina kesehatan adalah tanggung jawab bersama Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai upaya perlindungan terhadap kesehatan
masyarakat yang dapat mengakibatkan situasi darurat kesehatan masyarakat.
Karantina kesehatan melibatkan pengamatan penyakit dan faktor risiko kesehatan
masyarakat terhadap alat transportasi, individu, barang, serta lingkungan, dan
merespons situasi darurat kesehatan masyarakat dengan melakukan tindakan

22
Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19)
karantina kesehatan. Salah satu contoh tindakan karantina kesehatan adalah
penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Penyebaran Corona Virus Disease
2019 (Covid-19) di Indonesia telah mengalami peningkatan yang signifikan dan
telah menyebar ke berbagai wilayah di dalam dan luar negeri, menyebabkan
peningkatan kasus dan kematian. Peningkatan ini memiliki dampak yang luas
terhadap bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, serta
kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan langkah cepat
untuk mengatasi penyebaran Covid-19 dengan menerapkan tindakan Pembatasan
Sosial Berskala Besar. Tindakan ini mencakup pembatasan kegiatan masyarakat di
wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19, termasuk pembatasan pergerakan orang
dan barang di tingkat provinsi atau kabupaten/kota tertentu, bertujuan untuk
mencegah penyebaran virus tersebut. Tindakan ini minimal melibatkan penutupan
sekolah dan tempat kerja, pembatasan aktivitas keagamaan, serta pembatasan
aktivitas di tempat umum. Dalam peraturan pemerintah ini, diatur pelaksanaan
Pembatasan Sosial Berskala Besar yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dan
dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dengan persetujuan Menteri Kesehatan
sebagai langkah penanggulangan kasus Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di
Indonesia.
Dalam Peraturan Pemerintah ini, istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar
merujuk pada pembatasan kegiatan tertentu penduduk di wilayah yang diduga
terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dengan tujuan untuk mencegah
penyebaran potensial Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia. Dengan
persetujuan menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan di bidang
kesehatan, Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk melaksanakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar atau membatasi pergerakan orang dan barang di
suatu provinsi atau kabupaten/kota tertentu. Penerapan Pembatasan Sosial Berskala
Besar ini harus mempertimbangkan faktor-faktor epidemiologis, tingkat ancaman,
efektivitas, ketersediaan sumber daya, aspek teknis operasional, pertimbangan
politik, dampak ekonomi, faktor sosial, budaya, serta keamanan dan pertahanan.23
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020
Tentang Stabilitas Keuangan Negara
Pada tahun 2020, dunia dihadapkan pada pandemi Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) yang membawa risiko serius terhadap kesehatan masyarakat dan telah
23
PP Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar.
menyebabkan banyak korban jiwa di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Pandemi ini juga mengganggu kegiatan ekonomi dan berdampak besar pada
perekonomian sebagian besar negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan turun dari 3% menjadi 1,5% atau
bahkan lebih rendah. Situasi pandemi ini juga berpotensi mengganggu aktivitas
ekonomi di Indonesia, dengan kemungkinan penurunan pertumbuhan ekonomi
mencapai 4% atau bahkan lebih rendah, tergantung sejauh mana penyebaran
Covid-19 memengaruhi kehidupan masyarakat dan aktivitas ekonomi.
Ketergantungan aktivitas ekonomi akan memengaruhi perubahan dalam struktur
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020,
termasuk Pendapatan Negara, Belanja Negara, dan Pembiayaan. Potensi perubahan
APBN Tahun Anggaran 2020 dapat berasal dari gangguan dalam aktivitas ekonomi
atau sebaliknya. Gangguan ekonomi berpotensi mengganggu Pendapatan Negara
dari sisi APBN Tahun Anggaran 2020.
Dalam menghadapi risiko pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19),
diperlukan respons kebijakan keuangan negara dan fiskal yang mencakup
peningkatan belanja untuk mengatasi risiko kesehatan, melindungi masyarakat, dan
mendukung kelangsungan aktivitas usaha. Tekanan pada sektor keuangan
berpotensi memengaruhi sisi Pembiayaan dalam APBN Tahun Anggaran 2020.
Penyebaran pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang berdampak
dan mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia disebabkan oleh penurunan
penerimaan negara dan ketidakpastian ekonomi global. Kondisi ini memerlukan
kebijakan dan tindakan luar biasa di sektor keuangan negara, termasuk dalam
perpajakan, keuangan daerah, dan sektor keuangan. Tindakan-tindakan ini harus
segera diambil oleh Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk mengatasi
situasi darurat, dengan fokus pada pengeluaran untuk kesehatan, jaringan
pengaman sosial, dan pemulihan bisnis yang terdampak. Oleh karena itu,
diperlukan kerangka hukum yang kuat untuk memberikan landasan bagi
Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait dalam proses pembuatan kebijakan dan
tindakan yang diperlukan.

Pemerintah Republik Indonesia telah mengambil sejumlah langkah dalam rangka


menghadapi pandemi Covid-19 di Indonesia. Di antara langkah-langkah tersebut
adalah:
1. Melarang semua perjalanan dari Wuhan, China, yang merupakan pusat penyebaran
global Covid-19.

2. Melakukan pemulangan Warga Negara Indonesia yang berada di Wuhan, China.

3. Kementerian Kesehatan Nasional menyatakan respons terhadap Covid-19 sebagai


penyakit yang berpotensi menyebabkan wabah.

4. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan situasi darurat


khusus untuk menghadapi pandemi Covid-19.

5. Membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

6. Memberikan alokasi hibah khusus untuk infrastruktur layanan kesehatan dalam


penanganan kasus Covid-19.

7. Membangun jaringan laboratorium untuk melakukan penelitian terkait Covid-19.

8. Menerapkan larangan terhadap kegiatan arisan dan pertemuan kelompok, baik di


ruang publik maupun di lingkungan sekitar.

9. Mendirikan rumah sakit rujukan yang secara khusus ditujukan untuk pasien Covid-
19.

10. Melakukan deteksi dini kasus Covid-19 dengan menyediakan tes rapid yang luas
bagi warga negara Indonesia.

Berikut adalah sejumlah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk


dalam bentuk Surat Keputusan dan komunikasi melalui media sosial YouTube melalui
akun Sekretariat Presiden RI. Selain itu, juga ada himbauan kepada para kepala daerah
untuk menyebarkan informasi kepada penduduk di wilayah mereka. Namun, penting
untuk dicatat bahwa kebijakan-kebijakan ini merupakan implementasi dari Keputusan
Presiden (Keppres) Nomor 11 tahun 2020 tentang Darurat Kesehatan Masyarakat dan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB). Ini adalah bagian dari pelaksanaan Hukum Tata Negara Darurat dalam
upaya penanggulangan Darurat Kesehatan Masyarakat di Indonesia.

C. Penerapan Hukum Tata Negara Darurat Dalam Penanggulangan Darurat Pada


Kasus Corona Virus Disaese 19 (Covid-19) Di Indonesia
1. Penerapan Keppres Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Darurat Kesehatan
Masyarakat
Pada tanggal 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) menyatakan
bahwa Corona Virus Disease (Covid-19) telah menjadi pandemi. Keputusan ini
berdasarkan penyebaran virus secara geografis yang telah melibatkan 114 negara
di seluruh dunia. Berdasarkan WHO, pandemi adalah penyebaran penyakit yang
mencakup seluruh dunia. Namun, seperti yang dilaporkan oleh The Guardian,
pandemi juga ditandai oleh tingkat penyebaran yang lebih luas daripada epidemi,
yaitu ketika suatu penyakit menyebar dengan cepat di antara banyak orang dan
melibatkan jumlah kasus yang lebih besar daripada yang biasanya terjadi.
Pandemi ini tidak berhubungan dengan perubahan karakteristik penyakitnya.
Alasan WHO menyatakan wabah sebagai pandemi adalah sebagai tanda
peringatan kepada semua pemerintah di seluruh dunia untuk meningkatkan kesiap-
siagaan dalam pencegahan dan penanganan wabah. Hal ini terjadi karena ketika
sebuah pandemi diumumkan, itu berarti ada potensi penyebaran di tingkat
komunitas. Sementara itu, WHO juga mengingatkan bahwa pengumuman
COVID-19 sebagai pandemi seharusnya tidak menjadi alasan untuk terlalu
khawatir. Ini karena banyak pemerintah di seluruh dunia telah melakukan upaya
terkait vaksinasi dan obat antivirus.24
Setelah virus ini dinyatakan sebagai pandemi, pemerintah Republik Indonesia
segera mengeluarkan Keppres Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Covid-19, yang dipimpin oleh Kepala BNPB Doni
Monardo. Tindakan ini dilakukan untuk melakukan penyaringan dan
mengumpulkan data atau statistik terkait perkembangan Covid-19 di Indonesia.
Keputusan Presiden ini dikeluarkan dengan mempertimbangkan perlunya
menghadapi pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dengan menetapkan
status Darurat Kesehatan Masyarakat. Dalam rangka mengatasi situasi tersebut,
pilihan yang diambil adalah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB), sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan.25

24
Rehia Sebayang, “WHO nyatakan Wabah Covid-19 jadi Pandemi”,
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200312075307-4-144247/
25
Wawan Mas’udi & Poppy S. Winanti, Tata Kelola Penangan Covid-19 di Indonesia, (Jogjakarta: Gadjah
Mada University Press, 2020), hlm. 50.
Konsekuensi hukum dari deklarasi darurat kesehatan masyarakat dalam
Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tidak dapat dipisahkan dari
pelaksanaan darurat kesehatan masyarakat itu sendiri. Pasalnya, deklarasi
kedaruratan kesehatan masyarakat ini akan diikuti oleh kebijakan pemerintah yang
bertujuan untuk menangani masa darurat kesehatan masyarakat tersebut. Darurat
kesehatan masyarakat ini dapat dilihat dari dua aspek. Pertama, yaitu siapa yang
memiliki kewenangan untuk menyatakan keadaan darurat kesehatan. Dalam hal
ini, keadaan darurat kesehatan dinyatakan oleh Presiden, sehingga secara teoretis,
status darurat kesehatan masuk dalam ranah Hukum Tata Negara Darurat. Kedua,
dalam hal pengaturannya. Regulasi mengenai keadaan darurat kesehatan diatur
dalam Undang-Undang Karantina Kesehatan, bukan dalam Undang-Undang
Keadaan Bahaya. Dengan demikian, dari sudut pandang regulasinya, keadaan
darurat kesehatan masuk dalam ranah hukum kesehatan.26
Pada awalnya, sebelum pandemi merajalela di Indonesia, publik sangat
mendukung langkah-langkah yang diambil Pemerintah Pusat untuk mencegah
penyebaran pandemi. Namun, hingga saat ini, masyarakat menunjukkan tingkat
ketidakpuasan terhadap upaya Pemerintah Pusat dalam menangani pandemi ini.
Meskipun ada perbaikan bertahap dalam kebijakan pemerintah, masyarakat
merasa bahwa hasilnya belum mencapai perubahan yang signifikan. Sumber-
sumber tekanan terhadap kinerja demokrasi, khususnya terkait dengan kebebasan
sipil, tampaknya lebih dominan berasal dari kelompok yang merasa kurang puas
dengan pencapaian pemerintah dalam mengatasi pandemi, terutama di antara
mereka yang melihat situasi pandemi sebagai kurang terkendali atau bahkan sama
sekali tidak terkendali.
2. Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam rangka melindungi warga negara dari risiko penyebaran yang sangat
cepat, Presiden Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar, yang diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan
berlaku sejak tanggal 1 April 2020. Pemerintah daerah yang ingin menerapkan
PSBB di wilayahnya perlu mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.

26
Hananto Widodo dan Fradhana Putra Disantatra, “Problematika Kepastian Hukum Darurat Kesehatan
Masyarakat Pada Masa Pandemi Covid-19”, Jurnal Suara Hukum Vol. 3 No. 1, (2021), hlm. 213.
Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah langkah awal dalam menangani
penyebaran kasus Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Tujuannya adalah
untuk mengurangi kegiatan sosial yang dapat menjadi sumber penularan virus
corona di antara masyarakat, dengan mempertimbangkan bahwa virus ini
menyebar dengan cara yang belum sepenuhnya dipahami. Langkah ini penting
untuk memastikan kebijakan yang ditetapkan dalam menangani pandemi ini
berjalan dengan baik dan mengurangi risiko kesalahan dalam pelaksanaannya.
Pada tanggal 31 Maret 2020, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020
tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterbitkan sebagai langkah
percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). PP ini mengatur
pelaksanaan PSBB, dan pemerintah daerah dapat menjalankannya setelah
mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan. Dengan peningkatan jumlah
kasus dan kematian yang meluas di berbagai wilayah dan negara, pemerintah
mengambil langkah PSBB sebagai strategi untuk meningkatkan kewaspadaan.
Dalam pidato pada tanggal 31 Maret 2020, Presiden Jokowi menjelaskan bahwa
PP ini diambil dengan pertimbangan yang sesuai dengan budaya Indonesia.
Langkah awal yang diambil oleh Pemerintah Indonesia sebagai respons adalah
kebijakan mengenai "social distancing." Arahan yang dikeluarkan oleh Presiden
Joko Widodo pada tanggal 16 Maret 2020 adalah untuk mengurangi pergerakan
orang dari satu tempat ke tempat lain, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan
orang yang dapat meningkatkan risiko penyebaran Corona Virus Disease 2019
(Covid-19). Kebijakan ini kemudian diperluas dengan himbauan mengenai "social
distancing" dalam skala yang lebih luas.
Upaya pencegahan penyebaran ini juga diimplementasikan melalui kebijakan
"Belajar dari rumah," "Bekerja dari rumah," dan "beribadah dari rumah" dengan
tujuan mengurangi tingkat penyebaran Covid-19. Semua kebijakan ini kemudian
dirangkum dan diterjemahkan dalam tagar viral seperti #stayathome,
#workfromhome, #tetapdirumah, atau #dirumahsaja. Pelayanan publik kepada
masyarakat tetap diberikan, termasuk kebutuhan pokok, layanan kesehatan, dan
pelayanan publik lainnya. Terkait dengan hal ini, transportasi publik juga harus
tetap tersedia baik oleh pemerintah pusat maupun daerah, dengan peningkatan
upaya menjaga kebersihan transportasi yang digunakan.28
28
(Saputra) (Zamrud Lesmana dan Mufidah) (Jimly Asshiddiqie, 2007) (Sajida Humaira) (Elfina Yuliati Putri,
2020) (Natsir., 2017) (Hantoro, 2021) (Agus Adhari, 2020) (Adhar, 2019) (Arsil, 2018) (Prasetio, 2021)
(Winanti, 2020) (Hananto Widodo dan Fradhana Putra Disantatra, 2021)
Tindakan selanjutnya bermunculan dari Pemerintah Daerah dan inisiatif lokal.
Ini mencakup berbagai tindakan untuk membatasi interaksi antar orang, seperti
mengurangi jumlah penumpang di transportasi publik dan melarang berbagai
kegiatan ibadah berjemaah. Selain itu, banyak daerah juga menggunakan situs web
resmi pemerintah daring untuk memetakan dan mengelompokkan penderita
berdasarkan wilayah geografis. Sebagai contoh, Kabupaten Tegal
mengimplementasikan pembatasan atau isolasi terbatas untuk mengurangi aliran
pendatang dari luar wilayah tersebut. Di tingkat lokal, beberapa komunitas
melakukan pembatasan dan penutupan jalan serta melarang orang dari luar masuk
ke kompleks perumahan mereka. Semua tindakan ini merupakan upaya untuk
mencegah penyebaran penyakit. Sayangnya, beberapa anggota masyarakat bahkan
mengambil tindakan berlebihan, seperti menolak pemakaman jenazah korban
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di wilayah mereka.29
Penerapan Hukum Tata Negara Darurat dalam menangani situasi Darurat
Kesehatan Masyarakat di Indonesia mengungkapkan kurangnya persiapan dan
koordinasi yang menyebabkan berbagai kebingungan antara pemerintah dan
masyarakat. Meskipun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
Nomor 1 Tahun 2020 tentang Stabilitas Keuangan Negara adalah tindakan pemerintah
yang telah diuji oleh Mahkamah Konstitusi sebagai upaya mengatasi situasi
berbahaya di negara, namun tampaknya masyarakat belum memahami sepenuhnya
kebijakan tersebut. Sebaliknya, masyarakat lebih mengenali dan memahami tindakan
darurat negara, khususnya dalam konteks Covid-19, melalui Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Darurat Kesehatan Masyarakat
dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB).
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Darurat Kesehatan
Masyarakat dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah bentuk Hukum Tata Negara Darurat yang
tersirat di Indonesia dalam situasi Darurat Kesehatan. Ini merujuk pada Pasal 12 dan
22 UUD 1945 sebagai dasar konstitusional tertinggi untuk mengatur Hukum Tata
Negara Darurat. Dalam konteks darurat, negara tidak memiliki kerangka hukum yang
mengatur bagaimana regulasi dihasilkan selama negara dalam keadaan darurat.
Undang-Undang yang mengatur proses pembuatan peraturan hanya berlaku dalam
29
Ibid, Hlm. 54
kondisi normal, bukan dalam keadaan darurat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa landasan konstitusional yang kuat untuk mengatur situasi darurat negara
ditemukan dalam Pasal 12 dan 22 UUD 1945. Jika kebijakan pemerintah merujuk
pada Pasal 12 dan 22 UUD 1945, maka dapat dianggap sebagai implementasi dari
Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia.30

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia, pemerintah telah
mengimplementasikan Hukum Tata Negara Darurat sebagai upaya untuk menghadapi
situasi darurat kesehatan masyarakat. Terdapat berbagai peraturan dan kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang dan Peraturan Pemerintah yang diarahkan untuk memitigasi penyebaran virus
dan mengatasi dampak kesehatan masyarakat yang ditimbulkan oleh pandemi ini.
Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia dalam konteks pandemi Covid-19
memiliki landasan konstitusional yang kuat, terutama melalui Keputusan Presiden
tentang Darurat Kesehatan Masyarakat. Meskipun begitu, terdapat beberapa
kelemahan dalam implementasi Hukum Tata Negara Darurat ini. Salah satunya adalah
kurangnya ketentuan yang mengatur berakhirnya masa darurat dan prosedur
penghentian berbagai peraturan perundang-undangan yang diberlakukan dalam situasi
tersebut.
Dari penjelasan di atas mengenai implementasi Hukum Tata Negara Darurat dalam
penanganan situasi Darurat Kesehatan Masyarakat akibat Corona Virus Disease 2019
(Covid-19), dapat disimpulkan bahwa pemerintah telah mengeluarkan sejumlah
peraturan dan kebijakan. Salah satu dasar hukum utama dalam penerapan Hukum Tata
Negara Darurat di Indonesia adalah Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020
tentang Darurat Kesehatan Masyarakat. Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Presiden

30
Ibid
ini, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan
Sosial Berskala Besar, yang merupakan salah satu bentuk pelaksanaan
penanggulangan keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat di Indonesia.
Dari penjelasan tentang implementasi Hukum Tata Negara Darurat dalam mengatasi
Darurat Kesehatan Masyarakat akibat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), dapat
disimpulkan bahwa penggunaan Hukum Tata Negara Darurat dalam konteks ini sudah
menjadi praktik umum dan sah sebagai salah satu kerangka hukum yang mengatur
penanganan Darurat Kesehatan Masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
ketiadaan peraturan yang tegas mengenai pembentukan peraturan perundang-
undangan pada saat negara mengalami keadaan darurat. Oleh karena itu, kewenangan
Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi digunakan sebagai pengganti yang
sah dalam mengatur penanggulangan keadaan darurat di negara tersebut. Terutama
setelah World Health Organization (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi,
hal ini mendorong negara-negara untuk menyatakan Darurat Kesehatan Masyarakat.
Namun, dalam prakteknya, pemerintah mengalami tantangan dalam koordinasi dan
kesiapan, yang mengakibatkan berbagai kesalahan dan ketidakselarasan dalam
pengelolaan dan penyampaian informasi, terutama dalam pernyataan yang
dikeluarkan oleh pejabat tinggi negara.
B. Saran
Pentingnya perbaikan regulasi yang mengatur situasi darurat kesehatan
masyarakat, termasuk peraturan mengenai berakhirnya masa darurat dan penghentian
peraturan-peraturan hukum darurat. Hal ini akan membantu mengatasi ketidakpastian
hukum dan memastikan bahwa penerapan Hukum Tata Negara Darurat lebih efektif.
Dalam penanganan pandemi, kerjasama dan koordinasi antara pemerintah pusat dan
daerah, serta berbagai lembaga terkait sangat penting. Maka dari itu, perlu
ditingkatkan upaya untuk memperkuat kerjasama dan koordinasi dalam penanganan
situasi darurat kesehatan masyarakat.
Implementasi Hukum Tata Negara Darurat dalam penanganan pandemi Covid-19 di
Indonesia merupakan upaya untuk mengoptimalkan peran negara dalam melindungi
kesehatan masyarakat. Meskipun ada landasan konstitusional yang kuat, perlu ada
perbaikan dalam pengaturan hukum untuk meningkatkan kejelasan dan kesiapan
negara dalam menghadapi situasi darurat serupa di masa yang akan datang.
Selain itu, Pemerintah perlu lebih gencar dalam meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya mematuhi protokol kesehatan dan peraturan yang
dikeluarkan dalam situasi darurat. Ini dapat dilakukan melalui kampanye penyuluhan
yang efektif. Pemerintah perlu menjaga transparansi dalam mengkomunikasikan
informasi dan kebijakan kepada masyarakat. Akuntabilitas dalam penerapan kebijakan
dan penggunaan anggaran juga sangat penting. Pemerintah juga harus melakukan
evaluasi rutin terhadap implementasi Hukum Tata Negara Darurat dan respons
terhadap pandemi. Evaluasi ini akan membantu mengidentifikasi kelemahan dalam
sistem dan memastikan perbaikan terus menerus. Pandemi Covid-19 telah
mengungkapkan beberapa kelemahan dalam sistem kesehatan. Oleh karena itu,
penting untuk menginvestasikan lebih banyak sumber daya dalam pengembangan
sistem kesehatan yang tangguh dan responsif. Pandemi Covid-19 telah menjadi
pelajaran berharga. Pemerintah perlu lebih siap menghadapi situasi serupa di masa
mendatang dengan mengembangkan rencana tanggap darurat yang lebih
komprehensif, serta melibatkan ahli kesehatan dan pakar hukum dalam penyusunan
regulasi.
DAFTAR PUSTAKA

Adhar, A. (2019). AMBIGUITAS PENGATURAN KEADAAN BAHAYA DALAM


SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA, . Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi.
Agus Adhari. (2020). PENATAAN ANCAMAN EKONOMI SEBAGAI BAGIAN DARI
KEADAAN BAHAYA DI INDONESIA,. Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi , 35.
Arsil, F. (2018). MENGGAGAS PEMBATASAN PEMBENTUKAN PERPPU: DAN
MATERI MUATAN PERPPU: STUDI PERBANDINGAN PENGATURAN DAN
PENGGUNAAN PERPPU DI NEGARA-NEGARA PRESIDENSIA. Jurnal Hukum
& Pembangunan , 4.
Elfina Yuliati Putri. (2020). Pengertian Hukum Tata Negara Darurat,. jurnal Ilmu Hukum, 2.
Hananto Widodo dan Fradhana Putra Disantatra. (2021). Problematika Kepastian Hukum
Darurat Kesehatan Masyarakat Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Suara Hukum,
213.
Hans Kelsen. (1971). Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. bandung : Penerbit Nusa
Media.
Hantoro, N. M. (2021). Evaluasi Kerangka Hukum Penanganan Pandemi Covid-19 dalam
Perspektif Hukum Tata Negara Darurat. NEGARA HUKUM, 205.
Humaidi, W. (n.d.). Darurat Kesehatan Masyarakat dalam Optik Hukum Konstitusi.
Indonesia, R. (n.d.). Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020
tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk
Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Jimly Asshiddiqie. (2007). Hukum Tata Negara Darurat,. jakarta : RajaGrafindo Persada.
Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). (n.d.).
Natsir., A. (2017). Abortus Atas Indikasi Medis Menurut Konsep Al-Dlarurat Dalam Islam,.
Jurnal Studi Keagamaan, Sosial dan Budaya , 561–587.
PP Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar. (n.d.).
Prasetio, R. B. (2021). PANDEMI COVID-19: PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA
DARURAT DAN PERLINDUNGAN HAM. JIKH, 327-346.
Sajida Humaira, A. S. (n.d.). Status Darurat Penanggulangan Pandemi Covid-19 dalam
Perspektif Hukum Tata Negara Darurat, .
Saputra, F. (n.d.). Penerapan Norma Hukum Tata Negara Darurat Sebagai Bentuk Optimasi
Negara Dalam Penanganan Pandemi Covid-19 Di Indonesia.
Sebayang, R. (n.d.). “WHO nyatakan Wabah Covid-19 jadi Pandemi”.
Temuan Survei Nasional, “Politik, Demokrasi, dan Pilkada di Era Pandemi Covid19”,
INDIKATOR. (n.d.).
Winanti, W. M. (2020). Tata Kelola Penanganan Covid-19 di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
YUSUF, N. M. (2021). PENERAPAN HUKUM TATA NEGARA DARURAT DALAM
PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT KESEHATAN MASYARAKAT
(Kasus Corona Virus Disaese 2019 / Covid-19) .
Zamrud Lesmana dan Mufidah. (n.d.). Kebijakan Kondisi Darurat Ketatanegaraan dalam
prespektif Kaidah Fiqiah. jurnal Ilmu Hukum, 15.

Anda mungkin juga menyukai