Anda di halaman 1dari 7

Patogenesis Rubella Kongenital

Pada infeksi awal, virus rubela tertanam pada mukosa pernapasan di mana replikasi
yang primer terjadi. Virus ini mengalami replikasi awal pada kelenjar getah bening lokal.
Respon kekebalan tubuh terhadap infeksi keduanya merupakan respon humoral dan mediasi
sel. Antibodi viral spesifik dapat terdeteksi dalam waktu 24-48 jam setelah onset dari ruam.
Infeksi rubela biasanya self-limiting dan ringan. Postauricular, suboccipital dan servikal
posterior lmfadenopati adalah gejala yang membedakan penyakit ini dengan eksim.
Adenophati ini akan sering menimbulkan ruam yang khas dan biasanya terlihat dengan ruam
berikutnya (Gall, 2000).

Komplikasi yang paling nyata dan berbahaya dari rubela adalah terjadinya infeksi
sekunder yaitu penularan transplasental dari virus ke janin (infeksi kongenital). Infeksi
kongenital merupakan proses penularan infeksi (dari ibu ke bayi) yang terjadi di seluruh
spesies mamalia sehingga menyebabkan luka, malformasi, sepsis, dan kematian.
Cara penularan infeksi dari ibu ke janin meliputi jalur hematogen, infeksi ke atas dari saluran
kelamin, dan permasalahan yang diperoleh saat perinatal, mencakup infeksi nosokomial dan
transmisi infeksi melalui air susu ibu (langsung pada ibu atau susu yang ditampung dalam
botol) (Jeffery dan Lahra, 2007).

Dampak dari infeksi (bakteri, virus, atau lainnya) pada ibu atau janin tergantung pada
faktor ibu dan janin selain sifat patogen dari agen yang menginfeksi. Faktor ibu meliputi
keadaan dan fungsi kekebalan tubuh, faktor anatomi, dan komorbiditas. Faktor agen
penginfeksi meliputi dosis, paparan, dan faktor virulensi pada setiap individu. Faktor janin
meliputi usia kehamilan, tahap pengembangan, dan fungsi kekebalan tubuh janin (Jeffery dan
Lahra, 2007).
Tabel. Dampak infeksi kongenital pada hasil kandungan

Antenatal Perinatal Postnatal

Preterm labor Sepsis Infeksi

Kerusakan janin Perinatal death Malformasi

Malformasi Perkembangan abnormal

Intrauterine growth restriction Small for gestational age

Intrauterine death Kematian bayi

Transmisi rubela intrauterin terjadi selama penyebaran virus pada darah ibu (viremia
maternal). Karena antibodi melindungi terhadap virus yang signifikan, neonatus yang lahir
dari ibu tanpa mempunyai imunitas sebelumnya berisiko untuk terjadi infeksi kongenital jika
ibu terinfeksi selama kehamilannya. Infeksi berulang pada ibu selama kehamilan dapat
terjadi, tetapi risiko infeksi pada janin dengan infeksi berulang terkesan menurun (Hutto,
2006). Setelah viremia maternal, infeksi plasenta dapat terjadi. Plasenta juga dapat terinfeksi
melalui infeksi serviks uterus. Hal ini menyebabkan nekrosis pada daerah dari korion dan
kerusakan sel endotel, berlanjut menyebabkan emboli karena infeksi virus yang bersarang di
berbagai organ. Infeksi janin dapat mempengaruhi semua organ, itu dampak yang lebih parah
pada kehamilan yang sangat awal, bertepatan dengan organogenesis. Replikasi virus yang
disertai ketiadaan respon inflamasi menyebabkan penekanan laju mitosis sel yang mengarah
ke gangguan penrkembangan berbagai organ termasuk jantung, lensa mata dan telinga dalam.
Kerusakan tambahan pada organ-organ seperti hati dan miokardium dapat disebabkan oleh
perdarahan yang timbul dari kerusakan sel-sel endotel. Infeksi virus yang berkelanjutan
umumnya terjadi akibat respon kekebalan yang terganggu (Martin and Schoub, 2000).

Rubela adalah teratogenik dan menyebabkan kerusakan janin melalui dua mekanisme,
sebuah, umum progresif, vaskulitis nekrosis, sehingga parenkim hipoplasia, dan penghapusan
selular melalui penangkapan mitosis dan apoptosis (Jeffery dan Lahra, 2007). Infeksi rubella
pada janin dapat mengakibatkan aborsi spontan atau kelahiran mati. Sekali terbentuk, infeksi
janin menjadi kronis dan jauh berlangsung samapi terjadi kelahiran (Gall, 2000).
Gambar. Gambaran proses perjalanan infeksi intrauterin pada rahim gravida
(potongan melintang) ) (Jeffery dan Lahra, 2007)

Risiko pada janin

Meskipun penularan infeksi pada janin telah diketahui setelah paparan ibu selama tiap
trimester kehamilan, baik risiko infeksi dan risiko cacat lahir terkait hubungan dengan
paparan trimester pada ibu, ibu dengan infeksi selama trimester pertama memiliki risiko
terbesar. Risiko penularan virus secara vertikal terhadap janin tergantung waktu infeksi pada
ibu selama kehamilan. Jika ibu terinfeksi dalam 12 minggu pertama kehamilan, 80% bayi
akan terinfeksi, 67% selama minggu ke-13 dan ke-14 dan terus menurun menjadi 25% pada
akhir minggu ke 26 (Hutto, 2006). Infeksi pada trimester pertama kehamilan memiliki
konsekuensi paling berat untuk malformasi janin, keguguran, dan kematian intrauterin.
Sampai dengan 90% bayi terinfeksi dalam 11 minggu pertama kehamilan berkembang
menjadi sindrom rubela kongenital, risiko menurun dengan cepat setelah trimester pertama,
menjadi diabaikan setelah 16 minggu. Infeksi ulang rubela dapat terjadi. Hal ini umumnya
terjadi setelah vaksinasi. Risiko sindrom rubela kongenital setelah infeksi ulang sangat kecil
(Jeffery dan Lahra, 2007).

Untuk bayi dengan infeksi bawaan, risiko cacat bawaan juga berhubungat erat dengan
usia gestasional janin pada saat ibu terinfeksi. Risiko cacat pada neonatus yang terinfeksi
selama trimester pertama kehamilan sangat tinggi (Hutto, 2006). Pada bayi yang terinfeksi,
kecacatan terkait-virus rubela terjadi 100% infeksi pada 11 minggu pertama, 50% dari bayi
yang terinfeksi pada minggu ke-11 atau ke- 12, dan 35% dari bayi yang terinfeksi antara
minggu ke-13 dan ke-16. Jika penyebaran rubela secara maternal terjadi setelah minggu ke-
16, risiko pada janin dapat diabaikan, dengan hanya kasus yang langka yaitu tuli yang
disebabkan virus rubela (Martin and Schoub, 2000).

Tabel. Risiko transmisi rubela dari ibu ke bayi yang mengakibatkan kerusakan pada fetus (Martin
and Schoub, 2000)

Trimester Pertama Risiko Keterangan

Simptomatik rubela 90% Satu atau lebih defek kongenitaal

Asimtomatik rubela Tidak tentu, sedikitnya Biasanya defek jantung atau okular
kurang dari 80%

Setelah trimester pertama

13-16 minggu 17% Fetus sedikit terkena dampak

17-20 minggu 6% Retinopati dan defek


perkembangan pada umumnya
>20 minggu 2%

Rubela sebelum konsepsi

Kemunculan ruam sebelum Tidak ada risiko Kemunculan ruam berkaitan


PAM* dengan imunitas pada ibu, dimana
Kemunculan ruam hingga Tidak ada risiko harus melindungi fetus
11 hari setelah PAM*

Kemunculan ruam dari 12 Fetus biasanya terkena Namun, ada kemungkinan bahwa
hari setelah PAM* dampak infeksi virus bisa bertahan pada
traktus genital dan dapat
menginfeksi hasil pembuahan

Infeksi berulang maternal 8%. Risiko kemungkinan Infeksi pada ibu yang mempunyai
pada trimester pertama meningkat jika terjadi respon imun dari infeksi maternal
infeksi berulang tanpa sebelumnya atau vaksinasi
disertai gejala

*PAM (Periode Akhir Menstruasi)

Sindrom rubela kongenital

Sindrom rubela kongenital melibatkan pandangan yang luas dari segi klinis.
Manifestasi klinis dari sindrom rubela kongenital antara lain gangguan pendengaran,
keterbelakangan mental, kelainan jantung dan cacat mata.. Risiko terbesar pada janin jika
infeksi terjadi pada trimester pertama. Multipel defek umumnya tidak terlihat jika infeksi
maternal terjadi setelahnya. Penyakit jantung bawaan, mata, dan sistem saraf pusat dapat
muncul jika infeksi maternal terjadi antara minggu ke-3 dan ke-12. Sebagai catatan di atas,
ketulian adalah kelainan yang paling umum terjadi pada 58% dari yang terkena dampak
secara keseluruhan dan 40% sebagai kecacatan tunggal Paten duktus arteriosus merupakan
kecacatan umum pada jantung dan terhitung sebanyak 79% dari kelainan jantung yang
muncul. Kelainan lain yang muncul antara lain termasuk hambatan pertumbuhan dalam
kandungan, hepatosplenomegali, sakit kuning, trombositopeni purpura dan radioulsen dari
tulang (Gall, 2000).

Bayi yang lahir dengan multiple defek pada saat kelahiran kedua pada sindrom rubela
kongenital memiliki prognosis buruk dengan angka kematian yang tinggi pada tahun pertama
kehidupan. Lebih dari setengah dari bayi baru lahir dengan sindrom rubela kongenital adalah
normal saat lahir tetapi menunjukkan penundaan manifestasi penyakit di kemudian hari,
khususnya kelainan pendengaran, okuler dan sistem saraf pusat. Sepuluh persen pasien
sindrom rubela kongenital tambahan perkembangan dari bentuk kerusakan mata, seperti
glaukoma. Pada usia 35 tahun, 20% dari pasien akan memiliki diabetes melitus, dan 5% akan
mengalami gangguan fungsi tiroid (Gall, 2000).

Tabel. Manifestasi klinis sindrom rubela kongenital (Jeffery dan Lahra, 2007)

Jenis defek Manifestasi klinis

Penglihatan Katarak (unilateral atau bilateral)**

Glaukoma**

Pigmentory retinopathy**

Mikroftalmia

Cloudy cornea

Hipoplasi iris

Pendengaran Sensorineural deafness (unilateral atau bilateral)**

Kardiovaskular Persisten duktus arteriosus**

Stenosis arteri pulmonal**

Defek septum ventrikel**

Miokarditis

Sistem saraf pusat Mikrosefali*

Meningoencefalitis*

Retardasi psikomotor

Gangguan perilaku

Gangguan berbicara

Panensefalitis rubela progresif

Intrauterin growth restriction

Trombositopenia dengan purpura*

Hepatitis/hepatosplenomegali*

Bone lesions*

Pneumonitis
Limfadenopati

Diabetes melitus

Keterangan:

* Umumnya diketahui saat periode neonatal

* Umumnya diketahui saat awal-awal pertumbuhan

Daftar Pustaka:

Gall, S. A, 2000. Other viral infection in: Clinical Maternal-Fetal Medicine. Eds: Hung N.
Winn and John C. Hobbins. The Parthenon Publishing Group Inc. 288-289p

Jeffery, Heather E. and Lahra, Monica M. 2007. The impact of infection during pregnancy on
the mother and baby in: Fetal and Neonatal Pathology 4th Edition. Eds: Jean W.
Keeling and T. Yee Khong. London: Springer-Verlag London Limited. 379-382p,
404-407p

Martin, Desmond and Schoub, Barry. 2000. Rubella infection in pregnancy in: Congenital
and Perinatal Infections Prevention, Diagosis, and Treatment. Eds: Maria Louise
Newell and Jemes McIntyre. Cambridge University Press. 85-86p

Hutto, Cecelia. 2006. Rubella in: Congenital and Perinatal Infections A Concise Guide to
Diagnosis. New Jersey: Humana Press Inc. 123-124p

Anda mungkin juga menyukai