Latar Belakang Perang Patimura Revisi2
Latar Belakang Perang Patimura Revisi2
Pattimura dipimpin oleh Kapitan Pattimura, seorang pemimpin yang berani dan gigih
melawan kekuasaan Belanda. Seiring berjalannya waktu, perlawanan terhadap penjajahan
tersebut semakin meningkat, salah satunya adalah perlawanan yang dipimpin oleh
Pattimura.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1817 di kampung Saparua, Maluku. Perlawanan ini pun
menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajah Belanda.
Pada masa itu, Belanda telah merajai wilayah-wilayah di Indonesia selama berabad-abad.
Semakin lama, penindasan dan eksploitasi yang dilakukan oleh Belanda semakin terasa oleh
rakyat Indonesia. Hal ini membuat semakin banyak muncul pemimpin-pemimpin
perlawanan seperti Pattimura yang ingin membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan
Belanda.
Pattimura sendiri merupakan sosok pejuang yang berjuang dengan gigih melawan penjajah
Belanda. Dia lahir pada tahun 1783 di Desa Haria, Pulau Saparua, Maluku. Pada awalnya,
Pattimura adalah seorang petugas pecukik (penjaga lumbung padi) yang bertugas
mengawasi pasokan makanan di Pulau Saparua. Namun, kehidupan dan keadaan di Maluku
saat itu membuat Pattimura semakin sadar akan kejamnya penjajahan Belanda.
Pattimura merasa tidak puas dengan perlakuan Belanda terhadap rakyat Indonesia. Dia
melihat banyaknya eksploitasi yang dilakukan Belanda, mulai dari pemerasan pajak yang
memberatkan rakyat, penindasan terhadap adat dan agama lokal, hingga praktek
perdagangan manusia yang dilakukan oleh Belanda.
Semakin lama, rasa tidak puas Pattimura terhadap penjajah Belanda semakin menjadi-jadi.
Dia pun mulai mengorganisir rakyat untuk melawan penjajahan dan membela hak-hak
mereka. Pattimura percaya bahwa perlawanan bersenjata merupakan satu-satunya cara
untuk membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan Belanda.
Belanda tidak tinggal diam menghadapi serangan ini. Mereka segera mengirim pasukan
untuk menumpas gerakan perlawanan tersebut. Pasukan Belanda yang kuat dan dilengkapi
dengan senjata modern membuat gerakan perlawanan Pattimura semakin terancam.
Pada akhirnya, perlawanan Pattimura pun harus berakhir dengan penangkapannya oleh
Belanda. Pattimura dan beberapa pemimpin perlawanan lainnya ditangkap dan diadili oleh
Belanda. Mereka dianggap sebagai pemberontak dan dikenakan hukuman mati sebagai
hukuman yang mematikan.
Penangkapan dan eksekusi Pattimura ini memang menjadi akhir dari perlawanan yang
dipimpin olehnya.
Selain persiapan fisik, Pattimura juga mengorganisir pasukannya dengan baik. Mereka dibagi
menjadi berbagai kelompok dengan tugas dan tanggung jawab yang jelas. Pasukan ini terdiri
dari orang-orang yang memiliki pemahaman yang sama tentang pentingnya perlawanan
terhadap penjajahan Belanda dan tekad yang kuat untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Salah satu strategi yang digunakan oleh Pattimura adalah serangan mendadak atau
serangan gerilya. Mereka akan menyerang pasukan Belanda dengan tiba-tiba dan secara tak
terduga, kemudian segera mundur ke tempat yang sulit dijangkau oleh pasukan musuh.
Strategi ini memungkinkan mereka untuk mengurangi jumlah korban dan membingungkan
pasukan Belanda dalam mencari keberadaan mereka.
Selain itu, Pattimura juga menggunakan taktik defensif untuk menghadapi serangan
Belanda. Mereka membangun benteng-benteng pertahanan dan rintangan di beberapa
lokasi strategis. Dengan demikian, mereka dapat melawan pasukan Belanda yang lebih
besar dengan keunggulan posisi dan perlindungan dari benteng mereka.
Pada tanggal 16 Desember 1817, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Mayor Jenderal
Johannes van den Bosch melancarkan serangan terhadap benteng Doma di Saparua. Dengan
keunggulan militer dan persenjataan yang lebih baik, pasukan Belanda dengan mudah
berhasil meruntuhkan perlawanan yang dilakukan oleh Pattimura dan pasukannya.
Penduduk setempat yang ikut berjuang bersama Pattimura juga tidak mampu menghadapi
serangan ini yang datang dari pasukan kolonial Belanda yang tangguh.
Pattimura dan beberapa anggota pasukannya berhasil melarikan diri ke Hila, sebuah gunung
yang tinggi di pulau Saparua. Namun, upaya mereka untuk bertahan dan melanjutkan
perlawanan tidak berlangsung lama. Pada tanggal 16 Januari 1818, Pattimura beserta
pasukannya akhirnya ditangkap oleh pasukan Belanda di Hila. Mereka pun diseret ke
penjara di Ambon dan diadili atas peranan mereka dalam pemberontakan ini.
Setelah meninggal, jasad tersebut tidak diturunkan untuk dikubur, melainkan dibiarkan
menggantung, dimakan burung, mengering, hingga terbang bersama dengan debu. Hal ini
dilakukan Belanda berdasarkan vonis yang diberikan oleh Dewan Persidangan Ambon
(Ambonsche Raad van Justitie).
Hal tersebut juga menjadi peringatan bagi rakyat Maluku agar tidak melawan perintah dan
kebijakan yang dilakukan oleh Belanda.
Walau begitu pasca Perang Pattimura berakhir maka kedudukan Belanda di Maluku semakin
kuat dan semakin bersikap sewenang-wenang, sehingga rakyat semakin sengsara.
Sementara dari peristiwa bersejarah ini, untuk mengenang jasa Kapitan Pattimura kemudian
ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah Republik Indonesia. Kapitan
Pattimura telah bersikap gagah berani menuntut keadilan dan berusaha membawa kembali
kemakmuran ke tangan rakyat Maluku hingga akhir hayatnya.
Tokoh Yang Terlibat
Terdapat banyak tokoh yang terlibat dalam Perang Pattimura. Tokoh-tokoh tersebut di
antaranya:
2. Lucas Latumahina
3. Thomas Pattiwael
4. Anthony Reebok
5. Ulupaha
6. Johannes Matulessy
7. Philip Latumahina
8. Paulus Tiahahu
Kapitan patimura