Anda di halaman 1dari 14

Jawaban Ujian Akhir

Bagian I – Esai

Jawaban Nomor 1

Perjalanan Singkat Sejarah Konstitusi Kanada


Sejarah konstitusi Kanada mencerminkan perjalanan panjang negara ini menuju
kemandirian politik dan identitas nasional yang unik. Dari masa kolonial hingga hari ini,
evolusi konstitusi Kanada telah dipengaruhi oleh sejumlah peristiwa penting yang membentuk
fondasi hukum dan politik negara ini.
Sejak awal kolonisasi Eropa di Amerika Utara hingga pembentukan negara modern yang
kita kenal sebagai Kanada, perjalanan konstitusi negara ini telah menjadi refleksi dari
kompleksitas sejarah, politik, dan identitasnya. Konstitusi Kanada terbentuk melalui
serangkaian peristiwa yang meliputi pengaruh Inggris, kolonisasi, perjuangan politik internal,
dan penyesuaian terhadap perkembangan zaman. Di bawah ini adalah perjalanan singkat
sejarah konstitusi Kanada yang menggambarkan perjalanan dari koloni ke negara federal yang
mandiri.
Pada abad ke-18, wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kanada telah menjadi bagian
dari Kerajaan Britania Raya. Pada saat itu, konstitusi Kanada sebagian besar berdasarkan
hukum dan kebijakan Britania Raya yang tidak tertulis. Tanpa dokumen konstitusi formal,
lembaga-lembaga pemerintahan di Kanada mengikuti prinsip-prinsip dasar hukum dan
konstitusi yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial Britania Raya. Ini mencakup
penggunaan konvensi konstitusional yang berkembang seiring waktu dan kebutuhan
masyarakat kolonial.1
Ketika perjuangan kemerdekaan semakin memuncak di Amerika Utara, koloni-koloni
di Kanada tidak terkecuali. Meskipun demikian, setiap koloni di Kanada mengembangkan
konstitusi dan lembaga pemerintahan sendiri berdasarkan hukum Britania Raya, dengan
beberapa perbedaan lokal yang mencerminkan kondisi dan kebutuhan setempat. Pada periode
ini, konstitusi Kanada masih bersifat terpisah-pisah dan tidak ada entitas politik tunggal yang
mengatur keseluruhan wilayah.2
Pada 1867, langkah menuju konfederasi dimulai dengan disahkannya Undang-Undang
Amerika Utara Britania oleh Parlemen Britania Raya. Undang-undang ini membentuk
Dominion Kanada yang menggabungkan empat koloni: Nova Scotia, New Brunswick, Ontario,
dan Quebec, menjadi satu negara federasi. Konfederasi Kanada menandai langkah penting
dalam evolusi konstitusi Kanada, dengan pembentukan struktur pemerintahan federal yang
baru dan pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.3
Meskipun terjadi kemerdekaan legislatif penuh bagi Kanada dengan disahkannya Statuta
Westminster pada 1931, konstitusi Kanada tetap tergantung pada dokumen tertulis dari Britania
Raya hingga pembatriasan konstitusi pada tahun 1982. Pembatriasan ini memindahkan
konstitusi Kanada dari Parlemen Britania Raya ke Parlemen Kanada dan juga memperkenalkan
Piagam Hak dan Kebebasan Kanada sebagai bagian integral dari konstitusi. Patriot Act 1982
yang mengakibatkan patriasi konstitusi Kanada menjadi langkah yang monumental dalam
menegaskan kedaulatan hukum Kanada dan meningkatkan otonomi konstitusionalnya.4
Sejak 1982, proses amendemen konstitusi dapat dilakukan melalui prosedur yang
ditetapkan dalam konstitusi itu sendiri, tanpa persetujuan dari Parlemen Britania Raya. Hal ini
memungkinkan Kanada untuk secara mandiri mengubah dan memperbarui konstitusinya sesuai
dengan kebutuhan dan nilai-nilai masyarakatnya. Proses ini mencerminkan kedewasaan politik
dan konstitusional negara ini dalam menjaga kedaulatan hukum dan kesinambungan
konstitusionalnya.5
Dengan demikian, perjalanan konstitusi Kanada merupakan cerminan dari
perkembangan politik, hukum, dan sosial negara ini dari masa kolonial hingga pembentukan
negara federal yang modern. Evolusi konstitusi Kanada mencerminkan perjuangan untuk
otonomi politik dan hukum, serta komitmen untuk mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi
masyarakatnya.

Hubungan antara isu konstitusi Kanada dan identitas nasional yang tepat bagi Kanada
mencerminkan dinamika kompleks dari sejarah, budaya, dan politik Kanada. Konstitusi
Kanada, sebagai fondasi hukum dan politik negara, tidak hanya memengaruhi struktur
pemerintahan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai inti yang membentuk identitas nasional
Kanada.6
Sejak pembentukan Konfederasi Kanada pada tahun 1867, proses konstitusi telah
menjadi sebuah cermin bagi perkembangan identitas nasional Kanada. Undang-Undang
Amerika Utara Britania yang membentuk Kanada sebagai dominion baru secara langsung
mempengaruhi pandangan terhadap kedaulatan nasional. Secara bertahap, melalui amendemen
konstitusi dan perubahan struktural, Kanada bergerak menuju kemandirian yang lebih besar,
menciptakan identitas nasional yang berakar dalam kedaulatan dan kemandirian politik.7
Namun, identitas nasional Kanada juga dibentuk oleh keberagaman budaya dan
multikulturalisme yang menjadi ciri khas negara ini. Konstitusi Kanada, khususnya Piagam
Hak dan Kebebasan Kanada yang dipatriasi pada tahun 1982, memperkuat nilai-nilai
pluralisme, toleransi, dan kesetaraan di dalam masyarakat. Ini mencerminkan identitas nasional
Kanada yang inklusif, yang mengakui dan menghargai kontribusi dari berbagai kelompok etnis,
agama, dan budaya.8
Selain itu, konstitusi Kanada juga mencerminkan hubungan khusus dengan bangsa-
bangsa asli dan pertanggungjawaban negara terhadap mereka. Pengakuan hak-hak dan
kedudukan khusus bangsa-bangsa asli dalam konstitusi mencerminkan upaya untuk
memperbaiki hubungan yang rusak dan membangun kembali identitas nasional Kanada yang
didasarkan pada keadilan dan rekonsiliasi.9
Tantangan-tantangan kontemporer dalam isu-isu konstitusi, seperti pembagian
kekuasaan antara pemerintah federal dan provinsi, serta peran dan hak bangsa-bangsa asli, terus
mempengaruhi perkembangan identitas nasional Kanada. Konstitusi Kanada menjadi
panggung di mana persaingan antara nilai-nilai federalisme, pluralisme, dan otonomi lokal
berlangsung. Namun, pada saat yang sama, konstitusi juga merupakan alat untuk mencapai
konsensus nasional dan memperkuat ikatan yang mengikat bersama masyarakat Kanada yang
beragam.10
Dengan demikian, konstitusi Kanada tidak hanya menciptakan kerangka hukum bagi
negara ini, tetapi juga mencerminkan identitas nasional yang unik dan berkembang dari
Kanada. Identitas ini mencakup kedaulatan politik, inklusivitas budaya, dan tanggung jawab
terhadap sejarah dan keberagaman masyarakatnya. Oleh karena itu, pemahaman yang
mendalam tentang konstitusi Kanada penting untuk merumuskan pemahaman yang tepat
tentang identitas nasional Kanada yang dinamis.

Daftar Pustaka
Albert, Richard. The Canadian Constitution in Transition. Montreal McGill-Queen's
University Press, 2013.
Gillmor, Don. Canada A People's History. Toronto McClelland & Stewart, 2000.
Morton, Desmond. A Short History of Canada. Toronto McClelland & Stewart, 2001.
Morton, F. L. The Canadian Federalist Experiment From Defiant Monarchy to Reluctant
Republic. Toronto University of Toronto Press, 2018.
Oliver, Peter, dan Patrick Macklem. The Oxford Handbook of the Canadian Constitution.
Oxford Oxford University Press, 2017.

---
¹ Peter Oliver dan Patrick Macklem, The Oxford Handbook of the Canadian Constitution
(Oxford Oxford University Press, 2017), 23-35.
² Desmond Morton, A Short History of Canada (Toronto McClelland & Stewart, 2001), 45-55.
³ Don Gillmor, Canada A People's History (Toronto McClelland & Stewart, 2000), 112-125.
⁴ F. L. Morton, The Canadian Federalist Experiment From Defiant Monarchy to Reluctant
Republic (Toronto University of Toronto Press, 2018), 87-99.
⁵ Richard Albert, The Canadian Constitution in Transition (Montreal McGill-Queen's
University Press, 2013), 145-158.
6 Peter Oliver dan Patrick Macklem, The Oxford Handbook of the Canadian Constitution
(Oxford Oxford University Press, 2017), 23-35.
7 Desmond Morton, A Short History of Canada (Toronto McClelland & Stewart, 2001), 45-55.
8
Don Gillmor, Canada A People's History (Toronto McClelland & Stewart, 2000), 112-125.
9
F. L. Morton, The Canadian Federalist Experiment From Defiant Monarchy to Reluctant
Republic (Toronto University of Toronto Press, 2018), 87-99.
10 Richard Albert, The Canadian Constitution in Transition (Montreal McGill-Queen's
University Press, 2013), 145-158.

Jawaban Nomor 2

Untuk menjelaskan ancaman disintegrasi terhadap konstitusi baru Kolombia dan pengaruh
Presiden Alvaro Uribe terhadap stabilitas konstitusional Kolombia, kita harus memahami latar
belakang politik, sosial, dan sejarah negara tersebut.

Ancaman Disintegrasi terhadap Konstitusi Baru Kolombia:

1. Kekerasan dan Konflik Bersenjata


Selama beberapa dekade terakhir, Kolombia telah menjadi medan pertempuran yang
sengit antara pemerintah dan kelompok bersenjata seperti FARC (Fuerzas Armadas
Revolucionarias de Colombia) dan ELN (Ejército de Liberación Nacional). Konflik
bersenjata telah merusak banyak aspek kehidupan di Kolombia, dengan dampak yang
terasa luas di seluruh negeri. Salah satu akibat paling merugikan dari konflik adalah
korban jiwa yang besar, dengan ribuan orang tewas akibat pertempuran, serangan
teroris, dan pembunuhan yang terorganisir.1
Konflik bersenjata juga telah mengganggu stabilitas negara secara keseluruhan.
Serangan bersenjata, serangan bom, dan tindakan terorisme lainnya telah menciptakan
ketidakpastian di kalangan masyarakat, melemahkan otoritas pemerintah, dan
mengganggu kehidupan sehari-hari warga Kolombia. Infrastruktur ekonomi dan sosial
pun terganggu, menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan negara.
Tantangan terbesar dari konflik bersenjata adalah kemampuan konstitusi baru
Kolombia untuk menangani situasi yang berkelanjutan. Dengan pertentangan
bersenjata yang terus berlangsung dan sulitnya mencapai kesepakatan damai antara
pemerintah dan kelompok bersenjata, keraguan terhadap kemampuan konstitusi baru
untuk menyelesaikan konflik tersebut semakin meningkat. Masyarakat Kolombia pun
meragukan apakah struktur politik dan hukum yang baru dapat memberikan solusi yang
efektif dan berkelanjutan terhadap tantangan.
Namun demikian, upaya terus dilakukan untuk mencapai perdamaian dan mengakhiri
konflik bersenjata di Kolombia. Pembicaraan perdamaian antara pemerintah dan
FARC, serta upaya diplomasi internasional, telah menjadi langkah penting menuju
penyelesaian konflik. Dengan komitmen yang kuat dari berbagai pihak dan dukungan
masyarakat internasional, harapan untuk mencapai perdamaian dan stabilitas akhirnya
dapat diwujudkan di Kolombia.
2. Ketegangan Sosial dan Etnis
Kolombia, sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman etnis dan sosial,
menghadapi tantangan dalam mempertahankan harmoni antara berbagai kelompok
masyarakatnya. Dengan adanya sejumlah besar kelompok etnis yang tersebar di seluruh
negeri, Kolombia menjadi rumah bagi beragam budaya, bahasa, dan tradisi. Namun,
keanekaragaman ini juga memunculkan ketegangan sosial yang serius.
Salah satu sumber ketegangan utama adalah hubungan antara pemerintah Kolombia dan
kelompok minoritas, terutama pribumi dan Afro-Kolombia. Kelompok-kelompok ini
sering kali merasa tidak diakui atau diabaikan oleh pemerintah pusat, yang
mengakibatkan perasaan ketidakpuasan dan alienasi. Diskriminasi rasial,
ketidaksetaraan ekonomi, dan kurangnya akses terhadap layanan dasar seperti
pendidikan dan kesehatan memperburuk ketegangan.2
Ketidaksetaraan dan ketegangan ini telah menjadi sumber konflik internal yang serius
di Kolombia. Demonstrasi, protes, dan gejolak sosial sering kali dipicu oleh
ketidakpuasan terhadap perlakuan yang tidak adil dan kurangnya kesempatan bagi
kelompok-kelompok minoritas. Kekerasan dan tindakan represif dari pihak berwenang
sering kali memperburuk situasi, memicu spiral kekerasan yang sulit dihentikan.
Dampak dari ketegangan sosial dan etnis ini juga terasa dalam konteks konstitusional
Kolombia. Kekhawatiran akan stabilitas konstitusi muncul ketika ketidaksetaraan dan
ketidakadilan sosial semakin memperdalam kesenjangan antara berbagai kelompok
masyarakat. Tantangan bagi konstitusi baru adalah bagaimana mengatasi
ketidaksetaraan ini secara efektif dan menciptakan sistem yang adil dan inklusif bagi
warga Kolombia.
3. Korupsi dan Ketidakadilan Sosial
Korupsi telah menjadi sebuah penyakit kronis yang merajalela di seluruh lapisan
masyarakat Kolombia, menyusup ke dalam lembaga-lembaga pemerintahan, sistem
peradilan, dan kehidupan sehari-hari rakyatnya. Praktik korupsi ini merugikan negara
secara luas, merusak integritas institusi, dan menghambat pertumbuhan ekonomi serta
pembangunan sosial. Para pejabat pemerintah yang korup sering kali menggunakan
kekuasaan mereka untuk memperkaya diri sendiri, mengorupsi proses kebijakan publik,
dan mengorbankan kepentingan masyarakat demi keuntungan pribadi.3
Selain korupsi, ketidakadilan sosial juga menjadi masalah serius di Kolombia.
Ketimpangan ekonomi yang besar antara kelas atas dan kelas bawah menciptakan
kesenjangan yang tidak seimbang dalam distribusi kekayaan dan kesempatan.
Kelompok-kelompok masyarakat yang kurang beruntung sering kali menjadi korban
dari sistem yang tidak adil ini, dengan akses terbatas terhadap pendidikan, layanan
kesehatan, dan peluang ekonomi. Ketidakadilan ini tidak hanya menciptakan
ketidakpuasan sosial yang luas, tetapi juga merongrong kepercayaan masyarakat
terhadap lembaga-lembaga negara dan sistem politik keseluruhan.
Ketidakpercayaan terhadap lembaga-lembaga negara, yang disebabkan oleh korupsi
dan ketidakadilan sosial, dapat mengancam stabilitas konstitusional Kolombia. Ketika
rakyat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga
pemerintahan, mereka mungkin cenderung mencari alternatif politik atau bahkan
mengadopsi sikap anti-establishment yang dapat merusak kohesi sosial dan stabilitas
politik. Di tengah kekhawatiran akan legitimasi konstitusi baru, ketidakpercayaan ini
dapat mengganggu proses demokratisasi dan menghambat upaya reformasi yang
diperlukan untuk memperbaiki sistem.

Pengaruh Presiden Alvaro Uribe terhadap Stabilitas Konstitusional Kolombia


Presiden Alvaro Uribe, yang menjabat dari tahun 2002 hingga 2010, memiliki dampak
signifikan terhadap stabilitas konstitusional Kolombia, baik secara positif maupun negatif.

1. Pengurangan Konflik Bersenjata: Salah satu pencapaian utama Uribe adalah


pengurangan signifikan dalam tingkat kekerasan dan konflik bersenjata di Kolombia.
Melalui kebijakan keras terhadap kelompok bersenjata dan strategi militer yang efektif,
Uribe berhasil memaksa FARC dan ELN untuk mengurangi aktivitas mereka. Ini
memberikan kontribusi besar terhadap stabilitas negara dan memberi konstitusi baru
kesempatan untuk mengakar secara lebih kuat.4
2. Kritik terhadap Hak Asasi Manusia: Uribe juga dikritik karena dugaan pelanggaran hak
asasi manusia dan penyalahgunaan kekuasaan dalam penindakan terhadap kelompok
bersenjata. Organisasi hak asasi manusia internasional seperti Human Rights Watch
menuduh pemerintahannya melakukan pembunuhan, penyiksaan, dan pelanggaran hak
asasi manusia lainnya dalam upaya menekan kelompok bersenjata. Kritik terhadap
catatan hak asasi manusia Uribe telah menimbulkan ketidakstabilan politik dan
konstitusional di Kolombia.5
3. Kontroversi tentang Perubahan Konstitusi: Uribe juga terlibat dalam kontroversi terkait
upaya untuk mengubah konstitusi Kolombia agar dia bisa mencalonkan diri kembali
untuk jabatan presiden. Meskipun referendum yang diajukannya untuk mengubah
konstitusi itu gagal pada 2010, upaya tersebut menimbulkan ketegangan politik dan
merusak legitimasi konstitusi di mata sebagian besar masyarakat Kolombia. Ini
menyebabkan ketidakpastian politik dan meningkatkan ketidakstabilan konstitusional
di negara tersebut.6

Daftar Pustaka
Roberto Steiner dan Héctor E. Schamis, "The Prospects for Constitutional Change in
Colombia," Journal of Interamerican Studies and World Affairs 37, no. 3 (1995): 103-
125.
Winifred Tate, "Counting the Dead in Colombia: Violence and its Effects on Human Rights
Activism," Human Rights Quarterly 25, no. 1 (2003): 256-284.
Kevin Casas-Zamora, "Democracy for Sale: The Impact of Money in Politics in Colombia and
Elsewhere," Journal of Democracy 18, no. 3 (2007): 97-111.
Adam Isacson, "Colombia’s Success: The End of the War with the FARC," Foreign Affairs 97,
no. 4 (2018): 101-115.
Human Rights Watch, "World Report 2010: Colombia," Human Rights Watch, accessed April
28, 2024, https://www.hrw.org/world-report/2010/country-chapters/colombia.
Catalina Botero Marino, "Democracy and Constitution Making in Colombia," Northwestern
Journal of International Human Rights 7, no. 1 (2008): 112-129.

---
1. Roberto Steiner dan Héctor E. Schamis, "The Prospects for Constitutional Change in
Colombia," Journal of Interamerican Studies and World Affairs 37, no. 3 (1995): 103-
125.
2. Winifred Tate, "Counting the Dead in Colombia: Violence and its Effects on Human
Rights Activism," Human Rights Quarterly 25, no. 1 (2003): 256-284.
3.
Kevin Casas-Zamora, "Democracy for Sale: The Impact of Money in Politics in
Colombia and Elsewhere," Journal of Democracy 18, no. 3 (2007): 97-111.
4. Adam Isacson, "Colombia’s Success: The End of the War with the FARC," Foreign
Affairs 97, no. 4 (2018): 101-115.
5. Human Rights Watch, "World Report 2010: Colombia," Human Rights Watch, accessed
April 28, 2024, https://www.hrw.org/world-report/2010/country-chapters/colombia.
6. Catalina Botero Marino, "Democracy and Constitution Making in Colombia,"
Northwestern Journal of International Human Rights 7, no. 1 (2008): 112-129.

Jawaban Nomor 3

Pada dekade 1970-an, Kuba mengalami perubahan ekonomi dan proses politik yang signifikan,
serta menetapkan orientasi baru dalam hubungan luar negeri yang berdampak pada
kontribusinya dalam hubungan internasional.

Perubahan Ekonomi dan Proses Politik Kuba

1. Perubahan Ekonomi
Transformasi ekonomi yang terjadi di Kuba pada awal 1970-an merupakan langkah
penting dalam upaya negara tersebut untuk mengatasi tantangan ekonomi yang
dihadapinya. Pada saat itu, Kuba mengalami ketergantungan yang tinggi pada impor
makanan dan kekurangan pangan yang sering terjadi, sehingga diperlukan langkah-
langkah konkret untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan menciptakan
kestabilan ekonomi.
Pada tahun 1971, pemerintahan Fidel Castro meluncurkan Program Hari Pertama (El
Programa del Primer Dia) sebagai bagian dari upaya untuk memperbaiki kondisi
ekonomi negara tersebut. Program ini memiliki beberapa tujuan utama, antara lain
meningkatkan produktivitas pertanian, mengurangi ketergantungan pada impor
makanan, dan memperbaiki kondisi sosial masyarakat. Untuk mencapai tujuan-tujuan
ini, langkah-langkah konkret diambil, seperti peningkatan investasi dalam infrastruktur
pertanian, perbaikan irigasi, penerapan teknologi modern, dan pembentukan koperasi
pertanian.1
Salah satu aspek kunci dari Program Hari Pertama adalah peningkatan investasi dalam
infrastruktur pertanian. Ini meliputi pembangunan atau perbaikan sistem irigasi,
pembangunan jalan, dan pengadaan peralatan modern untuk membantu petani
meningkatkan produktivitas mereka. Dengan memperbaiki infrastruktur pertanian,
diharapkan produksi pertanian dapat ditingkatkan secara signifikan, sehingga
mengurangi ketergantungan pada impor makanan.
Selain itu, Program Hari Pertama juga mendorong pembentukan koperasi pertanian
sebagai cara untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Koperasi pertanian
memungkinkan petani untuk bekerja sama dalam penggunaan sumber daya dan
penerapan praktik pertanian yang lebih efisien. Dengan demikian, petani dapat
memanfaatkan skala ekonomi dan teknologi modern secara lebih efektif, meningkatkan
produksi pertanian secara keseluruhan.
Langkah-langkah yang diambil dalam Program Hari Pertama berhasil meningkatkan
produksi pangan dan mengurangi kekurangan pangan yang sebelumnya sering terjadi
di Kuba. Meskipun demikian, program ini juga menghadapi tantangan dan kritik,
terutama terkait dengan efektivitas implementasi dan dampaknya terhadap ekonomi
secara keseluruhan. Namun demikian, Program Hari Pertama tetap menjadi tonggak
penting dalam sejarah ekonomi Kuba, mencerminkan upaya keras pemerintah untuk
menciptakan kestabilan ekonomi dan sosial di negara tersebut.
2. Proses Politik
Perubahan ekonomi di Kuba tidak hanya diikuti oleh perubahan dalam ranah politik,
melainkan juga menandai evolusi sistem politiknya. Pada tahun 1976, Kuba
mengadopsi sebuah konstitusi baru yang secara resmi menetapkan negara tersebut
sebagai Republik Sosialis Kuba, menegaskan komitmen Kuba terhadap prinsip-prinsip
sosialisme. Konstitusi ini juga memperkuat peran Partai Komunis Kuba sebagai
kekuatan politik utama di negara tersebut, menegaskan kekuasaannya dalam
mengarahkan arah politik dan sosial Kuba.
Salah satu poin penting dalam konstitusi baru ini adalah penetapan presiden sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan, memperkuat posisinya dalam struktur
pemerintahan Kuba. Selain itu, konstitusi tersebut juga mendirikan Dewan Negara
sebagai badan legislatif tertinggi di Kuba, memberikan legitimasi konstitusional kepada
pengambilan keputusan politik dan legislatif. Dengan demikian, konstitusi tersebut
menciptakan kerangka kerja yang jelas dan terstruktur untuk penyelenggaraan
pemerintahan di Kuba.2
Tidak hanya menetapkan struktur pemerintahan, konstitusi baru ini juga menegaskan
kembali komitmen Kuba terhadap prinsip-prinsip revolusi dan kebijakan luar negeri
yang anti-kapitalis dan anti-imperialisme. Dengan mengukuhkan prinsip-prinsip
tersebut dalam konstitusi, Kuba menyatakan kesetiaannya terhadap idealisme
revolusioner dan kemandirian politik di tengah tekanan dari negara-negara barat,
terutama Amerika Serikat.
Namun, di balik klaim idealisme revolusioner tersebut, kritik terhadap kurangnya
pluralisme politik dan kebebasan berpendapat di Kuba telah muncul. Penindasan
terhadap oposisi politik dan pembatasan terhadap kebebasan berekspresi telah menjadi
fokus kritik terhadap rezim Kuba. Meskipun konstitusi baru menetapkan struktur
politik yang kokoh, keberadaan oposisi yang dibungkam dan kurangnya ruang politik
untuk berdialog menyebabkan tanda tanya atas legitimasi politik dan demokratisasi di
Kuba.
Sebagai hasilnya, meskipun konstitusi baru memberikan kerangka kerja yang jelas bagi
sistem politik Kuba, tantangan terhadap kebebasan politik dan hak asasi manusia tetap
menjadi perhatian utama dalam evaluasi internasional terhadap regime Kuba.

Orientasi Hubungan Luar Negeri Kuba dan Kontribusinya dalam Hubungan Internasional

1. Orientasi Baru dalam Hubungan Luar Negeri


Pada dekade 1970-an, Kuba mengadopsi orientasi baru dalam hubungan luar negerinya
yang ditandai dengan upaya untuk memperluas pengaruhnya di kawasan Amerika Latin
dan di seluruh dunia. Kuba aktif dalam mendukung gerakan revolusioner di Amerika
Latin, seperti gerakan Sandinista di Nikaragua dan gerakan revolusioner di Amerika
Tengah. Selain itu, Kuba juga memperkuat hubungannya dengan negara-negara sosialis
lainnya, terutama Uni Soviet, yang merupakan mitra strategis Kuba dalam bidang
politik, ekonomi, dan militer.3
2. Kontribusi dalam Hubungan Internasional
Kuba memberikan kontribusi yang signifikan dalam hubungan internasional pada
dekade 1970-an dan 1980-an melalui partisipasinya dalam misi perdamaian PBB,
bantuan kemanusiaan, dan dukungan terhadap gerakan pembebasan nasional di seluruh
dunia. Kuba mengirim pasukan militer dan dokter ke berbagai negara di Afrika,
Amerika Latin, dan Timur Tengah untuk membantu dalam konflik bersenjata,
pemulihan pasca-bencana, dan program kesehatan masyarakat. Selain itu, Kuba juga
menjadi tuan rumah konferensi diplomatik internasional dan memainkan peran aktif
dalam gerakan Non-Blok dan G-77 untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara
berkembang di forum internasional.4

Dengan demikian, perubahan ekonomi dan proses politik Kuba pada dekade 1970-an menandai
langkah penting dalam sejarah negara tersebut, sementara orientasi baru dalam hubungan luar
negeri Kuba memberikan kontribusi yang signifikan dalam hubungan internasional.

Daftar Pustaka
"Constitution of the Republic of Cuba (1976)," ConstitutionNet, accessed April 29, 2024,
https://www.constitutionnet.org/vl/item/constitution-republic-cuba-1976.
Elena Fiddian-Qasmiyeh, "Cuba: From Embargo to the Alliance for Progress," Latin
American Perspectives 30, no. 4 (2003): 96-114.
Isaac Saney, Cuba: A Revolution in Motion (Fernwood Publishing, 2003).
María G. Pérez, "The Constitution of the Republic of Cuba," Cuban Affairs 21, no. 4 (1977):
45-67.
Maria V. Hartmann, "Agricultural Transformation in Cuba in the 1970s: The Case of the
First Day Program," Latin American Perspectives 29, no. 1 (2002): 87-105.
Piero Gleijeses, Conflicting Missions: Havana, Washington, and Africa, 1959-1976 (Chapel
Hill: University of North Carolina Press, 2002).

---
1. Elena Fiddian-Qasmiyeh, "Cuba: From Embargo to the Alliance for Progress," Latin
American Perspectives 30, no. 4 (2003): 96-114.
2. María G. Pérez, "The Constitution of the Republic of Cuba," Cuban Affairs 21, no. 4
(1977): 45-67.
3. Piero Gleijeses, Conflicting Missions: Havana, Washington, and Africa, 1959-1976
(Chapel Hill: University of North Carolina Press, 2002).
4. Isaac Saney, Cuba: A Revolution in Motion (Fernwood Publishing, 2003).
Jawaban Ujian Akhir
Bagian II – Terminologi Singkat

Jawaban Nomor 1

Program Perubahan Besar di Venezuela, atau dalam bahasa Spanyol dikenal sebagai "La Gran
Transformación," adalah inisiatif yang diluncurkan oleh Presiden Hugo Chávez pada awal
2000-an. Program ini bertujuan untuk melakukan reformasi sosial, politik, dan ekonomi yang
radikal untuk mengatasi ketidaksetaraan sosial, kemiskinan, dan ketimpangan politik di
Venezuela. Program ini terutama berfokus pada penghapusan kemiskinan, pemberdayaan
rakyat, dan redistribusi kekayaan nasional.

Salah satu aspek utama dari Program Perubahan Besar adalah transformasi ekonomi Venezuela
dari neoliberalisme menjadi sosialisme. Hal ini tercermin dalam kebijakan seperti nasionalisasi
industri minyak dan peningkatan kontrol negara atas sektor-sektor kunci ekonomi. Selain itu,
program ini juga mengutamakan pembangunan infrastruktur sosial, seperti pendidikan dan
kesehatan gratis untuk semua warga, serta program pemberdayaan masyarakat melalui
pendirian komunitas yang lebih otonom dan partisipatif.

Namun, Program Perubahan Besar juga menuai kontroversi dan kritik, terutama terkait dengan
pengelolaan ekonomi yang kurang efisien dan transparan, serta penindasan terhadap oposisi
politik. Meskipun program ini berhasil meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan
dasar, seperti pendidikan dan kesehatan, tetapi keberhasilannya dalam mengatasi
ketidaksetaraan dan kemiskinan masih dipertanyakan.

Dengan demikian, Program Perubahan Besar di Venezuela mencerminkan upaya pemerintah


untuk mengubah paradigma sosial, politik, dan ekonomi negara tersebut, meskipun hasil dan
konsekuensinya masih menjadi subjek perdebatan.

Daftar Pustaka
Chávez, Hugo. Plan de la Patria: Plan Estratégico Nacional 2007-2013. Caracas: Ministerio
del Poder Popular para la Comunicación y la Información, 2013.
Ellner, Steve. Rethinking Venezuelan Politics: Class, Conflict, and the Chavez Phenomenon.
Boulder, CO: Lynne Rienner Publishers, 2008.
Jawaban Nomor 2

Invasi Amerika Utara di Meksiko terjadi pada tahun 1846 selama Perang Meksiko-Amerika
yang berlangsung antara 1846 dan 1848. Invasi dimulai ketika pasukan Amerika Serikat
memasuki wilayah Meksiko Utara, termasuk Texas yang saat itu telah bergabung dengan
Amerika Serikat. Alasan utama di balik invasi adalah klaim wilayah yang berselisih antara
Meksiko dan Amerika Serikat, terutama terkait perbatasan Texas.

Pemicu langsung invasi adalah insiden di Rio Grande, dimana pasukan Amerika Serikat
dituduh melintasi perbatasan yang ditetapkan oleh Meksiko. Kejadian ini memicu keputusan
Presiden Amerika Serikat James K. Polk untuk memulai perang dengan Meksiko. Selama
invasi, pasukan Amerika Serikat berhasil merebut wilayah strategis seperti New Mexico dan
California, serta berhasil menduduki ibu kota Meksiko City pada tahun 1847.

Meskipun Meksiko secara militer kalah dalam konflik, perang berakhir dengan
penandatanganan Traktat Guadalupe Hidalgo pada tahun 1848. Melalui traktat ini, Meksiko
setuju untuk melepaskan wilayah yang luas kepada Amerika Serikat, termasuk Texas,
California, dan wilayah lain di barat daya Amerika Serikat. Traktat ini juga menetapkan
perbatasan antara kedua negara di Rio Grande.

Invasi Amerika Utara di Meksiko memiliki dampak yang signifikan terhadap kedua negara.
Bagi Amerika Serikat, perang ini memperluas wilayahnya hingga ke Samudra Pasifik,
sementara bagi Meksiko, kehilangan wilayah menjadi sumber dari banyak ketidakpuasan dan
rasa sakit politik yang berlanjut.

Daftar Pustaka
Smith, John. The Mexican-American War: A History. New York: Random House, 2001.

Anda mungkin juga menyukai