Disusun Oleh:
Nama : Rd. Evi Nurasih Salamah
NPM : 201000352
Program Kekhususan : Hukum Perdata
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
2024
i
DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
BAB 3. METODE RISET ................................................................................... 12
BAB 4. BIAYA DAN HJADWAL KEGIATAN ............................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19
ii
BAB 1. PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan keadaan seseorang yang mencakup aspek sosial,
fisik, dan mental, yang bertujuan untuk mencapai kehidupan yang produktif
sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2023. Kesehatan diartikan sebagai hak dasar
manusia yang bernilai penting dalam mencapai kesejahteraan sesuai Pancasila
dan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam
usaha meningkatkan kesehatan masyarakat, prinsip-prinsip seperti partisipatif,
nondiskriminatif, berkelanjutan, dan perlindungan harus diterapkan. Peran
sentral dimiliki oleh rumah sakit dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan
masyarakat.
Pelayanan medis dilaksanakan di rumah sakit tidak selalu berjalan secara
optimal dan dapat menyebabkan dampak yang tidak diinginkan, seperti
kematian, kelumpuhan, atau kondisi serupa. Rekam medis memiliki peran
penting dalam bidang kesehatan, menjadi alat bantu bagi pasien dan tenaga
medis, sebagaimana diamanatkan pada Pasal 173 ayat (1) huruf c dan Pasal 296
UU No. 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Perlu diingat bahwa pasien
memiliki hak untuk mengajukan tuntutan secara perdata terhadap tenaga medis
atau rumah sakit apabila terdapat kelalaian atau kesengajaan yang
menyebabkan dampak merugikan dalam penyelenggaraan layanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan, pada Pasal 1 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2023,
bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat serta
menunjang Pelayanan Kesehatan. Rumah sakit diharapkan menjalankan fungsi
sosialnya dengan memberikan layanan kesehatan berkualitas tinggi, aman,
efektif, dan tanpa diskriminasi. Terdapat juga kewajiban untuk menyediakan
layanan Gawat Darurat tanpa persyaratan uang muka, terutama pada kondisi
darurat yang memerlukan tindakan medis segera.
Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai atau penolakan terhadap
masyarakat kurang mampu oleh rumah sakit dapat dianggap sebagai
malpraktik. Tanggung jawab hukum atas kerugian disebabkan oleh kelalaian
petugas medis diatur oleh Pasal 193 UU Republik Indonesia No. 17 Tahun
2023 tentang Kesehatan.
Rumah sakit, puskesmas dan klinik sebagai fasilitas pelayaanan
kesehatan harus menetapkan standar keselamatan pasien dan menjaga standar
mutu pelayanan di rumah sakit. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk
membangun rumah sakit yang berkualitas tinggi dan mempersiapkan sistem
kesehatan yang handal dalam menghadapi bencana, serta menyediakan akses
layanan kesehatan yang memadai.
Perlu diingat bahwa setiap individu memiliki hak yang setara untuk
memperoleh perawatan yang layak dan bermutu tanpa adanya diskriminasi
dalam pelayanan kesehatan. Malpraktik dan penolakan terhadap pasien yang
miskin atau tidak mampu dapat mengakibatkan kerugian serius bagi pasien
1
2
tersebut, sehingga rumah sakit harus bertanggung jawab secara hukum atas
tindakan tersebut.
Hak asasi manusia, yang dijamin oleh UU No. 39 Tahun 1999,
menegaskan hak setiap warga negara untuk menikmati kehidupan yang sehat
dan sejahtera. Pasien memiliki hak untuk diakui sebagai penerima pelayanan
kesehatan tanpa adanya diskriminasi, terutama bagi mereka yang memiliki
keterbatasan ekonomi.
Pertanggungjawaban hukum, perlindungan terhadap hak asasi manusia,
dan penanganan malpraktik menjadi hal yang penting dalam upaya memastikan
kesetaraan dan keadilan dalam pelayanan kesehatan. Ini bertujuan untuk
menjaga kesejahteraan pasien dan masyarakat secara keseluruhan sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia.
B. TINJAUAN PUSTAKA
a. Fakta Hukum
1. Wiwik menantu dari pihak korban mengaduka kepada DPRD bahwa
mertuanya ditolak di RSUD Jambi;
2. Pada tanggal 16 Juli 2023 korban sempat melakukan operasi dan
keluar dari rumah sakit pada tanggal 26 Juli 2023;
3. Pada malam senin tanggal 16 Juli 2023 mertua Wiwik yaitu korban
merasakan sakit yang luar biasa pasca operasi;
4. Setelah 4 (empat) hari pulang dari rumah sakit, korban kembali
mengalami sakit dan langsung pada hari itu dibawa ke rumah sakit
oleh keluarganya;
5. Pada saat itu korban sempat ditangani di ruang IGD (Instalasi Gawat
Darurat);
6. Pada saat datang ke rumah sakit sekitar pukul 11 malam dan menjalani
perawatan di IGD (Instalasi Gawat Darurat);
7. Perawatan yang dilakukan rumah skait terhadap korban sekitar 2 jam,
kemudian disuruh pulang dulu karena tidak membawa SKTM (Surat
Keterangan Tidak Mampu) dan harus bayar biaya perawatan di IGD
(Instalasi Gawat Darurat)
8. Sementara jika ingin membuat SKTM (Surat Keterangan Tidak
Mampu) itu harus pulang ke kampung di Sarolangun dan SKTM
(Surat Keterangan Tidak Mampu) tersebut sedang diurus oleh
keluarga yang berada di Sarolangun;
9. Sementara korban sedang berada di Jambi, di tempatnya Wiwik;
10. Karena Wiwik disuruh pulang oleh petugas disana untuk membawa
SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) terlebih dahulu alhasil
mertuanya atau korban tersebut meninggal dunia;
11. Wiwik menjelaskan alasan dari petugas di RSUD, yang menyatakan
bahwa pasien perlu memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu
3
a) Pasal 1365 :
Pasal diatas menjelaskan bahwa setiap individu yang
menyebabkan kerugian kepada orang lain diharuskan mengganti
kerugian tersebut akibat kelalaiannya.
b) Pasal 1366 :
Pasal diatas menjelaskan bahwa setiap individu yang bertanggung
jawab atas kesalahannya harus mempertanggungjawabkan
tindakannya, tidak hanya karena adanya kerugian materi,
melainkan juga akibat kelalaiannya atau kurang kewaspadaannya.
Jika dikaitkan dengan Pasal 193 yang menyebutkan rumah sakit
menanggung penuh kerugian akibat kelalaian petugas medis di
dalamnya secara hukum. Kedua UU ini saling terkait karena keduanya
menegaskan bahwa setiap individu harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya yang dapat merugikan orang lain akibat kesalahan atau
kelalaian, dan bertanggung jawab hukum terhadap kerugian yang
timbul dari kelalaian sumber daya manusia kesehatan di dalamnya.
5. UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dihubungkan dengan UU
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Dalam Pasal 189 ayat (1) huruf b UU No. 17 Tahun 2023
(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban:
b. ketika menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan, prioritas
didasarkan pada standar pelayanan sesuai dengan urgensi
tiap-tiap pasien, dengan aspek keselamatan, kualitas tinggi,
bebas diskriminasi, dan efektif
Berkaitan dengan pasal 34 UU Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik menegaskan bahwa rumah sakit,
sebagai penyedia pelayanan publik, diwajibkan memberikan
pelayanan kesehatan secara adil, tidak diskriminatif, cermat, dan
profesional. Artinya, rumah sakit memiliki peran krusial dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, diharapkan
dapat menjaga prinsip-prinsip tersebut tanpa membedakan lapisan
masyarakat serta memastikan tidak ada kesulitan administrasi dalam
mengakses pelayanan kesehatan.
6. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dihubungkan
dengan Tap MPR No. VII/MPR/1998
Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
menyebutkan hak-hak fundamental tiap individu, meliputi kebebasan
pribadi, hak hidup, pemikiran, hak beragama, dan hati nurani, serta
hak diakui dan diperlakukan setara di hadapan hukum, hal tersebut
dalam kondisi apapun tidak dapat dikurangi oleh siapa pun. Selain itu,
hak tiap individu untuk hidup dan bertahan hidup serta peningktan
taraf hidupnya ditegaskan dalam Pasal 9 (1). Hak-hak ini dianggap
10
hak dasar yang melekat pada hakikat manusia dan wajib diakui serta
dihormati tanpa pengecualian
Dihubungkan dengan Ketetapan (TAP) MPR No. XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia,
a) Ayat ini menyatakan kewajiban bangsa Indonesia untuk
menghormati hak asasi sesuai dengan Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia dan instrumen internasional lainnya;
b) Hak asasi manusia dianggap sebagai hak fundamental yang
dimiliki manusia, bersifat kodrati dan universal merupakan
anugrah. Peran krusial hak-hak tersebut dalam menjamin
kemerdekaan, perkembangan manusia dan Masyarakat serta
kelangsungan hidup yang tidak boleh dirampas atau dirampas
oleh siapapun.
Jika dilihat dari dua peraturan tersebut, keduanya memiliki keterkaitan
karena keduanya menegaskan bahwa tiap-tiap individu memiliki hak
bertahan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
D. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
DAFTAR PUSTAKA
11
12