Anda di halaman 1dari 8

Nama: Muhammad Naufal Majid

Kelas: HI 20 A
NIM: 0801520021
Subjek: Reading Report Buku “Politics in Europe: An Introduction to the Politics of the
United Kingdom, France, Germany, Italy, Sweden, Russia, and the European Union”

Dalam buku “Politics in Europe: An Introduction to the Politics of the United


Kingdom, France, Germany, Italy, Sweden, Russia, and the European Union” ini, M. Donald
Hancock dkk selaku penulis menjelaskan secara mendalam mengenai lanskap politik di
Eropa, khususnya di negara-negara yang tercantum di dalam judul. Berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap lanskap politik di Eropa dari mulai sejarah, ekonomi, sistem politik,
sampai dengan kondisi sosial dibahas secara komprehensif di dalam buku ini. Eropa sebagai
suatu kawasan yang pernah mengalami berbagai kondisi—dari masa-masa konfliktual sampai
dengan masa-masa integrasi—tentu menjadi sangat menarik untuk ditelaah dan diteliti lebih
lanjut. Untuk memahami lebih lanjut mengenai politik Eropa, sudah sepatutnya kita
memahami kondisi politik beberapa negara yang berpengaruh di Eropa.

Britania Raya

Sistem sosial dan politik di Britania Raya sangatlah beragam, mengingat terdapat
empat negara berbeda yang berada di dalamnya. Perbedaan terjadi di dalam hal bahasa,
agama, wilayah, dan persepsi terhadap suatu isu. Ditambah dengan terjadinya imigrasi,
Eropanisasi, dan perubahan ekonomi, keragaman ini menjadi semakin terasa. Keempat
negara yakni Inggris, Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara juga memiliki jumlah penduduk
yang berbeda-beda. Ketimpangan jumlah penduduk jelas telihat dimana 83 persen populasi
Britania Raya tinggal di Inggris, sembilan persen di Skotlandia, lima persen di Wales, dan
tiga persen di Irlandia Utara. Hal ini tentu turut berdampak pada ketimpangan produktivitas
ekonomi, dimana 90 persen pendapatan dan gaji di Britania Raya dibayarkan di Inggris,
sebagai negara dengan penduduk terbanyak. Sedangkan di Irlandia Utara, pendapatan dan
gaji yang dikucurkan hanya berkisar 1 persen dari total kesuluruhan. Kondisi ini tentu tidak
terjadi begitu saja, namun juga karena faktor sejarah.

Membahas sejarah terbentuknya Britania Raya, maka dapat diawali dari penaklukan
Wales pada abad ke-14 oleh Kerajaan Inggris. Selanjutnya, Skotlandia bergabung menjadi
negara ketiga pada tahun 1603 setelah adanya penyatuan ketahtaan kedua antara Kerajaan
Inggris dan Kerajaaan Skotlandia, dan juga dibentuknya Undang-Undang Penyatuan (Act of
Union) pada tahun 1707. Di Irlandia, jejak kemunculan Inggris telah terjadi sejak tahun 1603
setelah dilakukannya penaklukan. Kemudian Irlandia baru secara resmi bergabung dengan
Britania Raya pada tahun 1800. Dengan bergabungnya negara-negara ini ke dalam Britania
Raya, tidak berarti jati diri dan latar belakang mereka kemudian melebur. Dengan berbeda-
bedanya aspek kehidupan masing-masing negara, terjadilah keberagaman yang kemudian
melekat dengan Britania Raya. Keempat negara ini memiliki hukum, bahasa, dan agama yang
berbeda-beda.

Meski begitu, beberapa perubahan telah terjadi di masa modern ini. Salah satunya
perubahan pada sistem politik Britania Raya telah sangat terdemokratisasi sejak zaman
Victoria. Ketika Ratu Victoria naik takhta, hanya sekitar tiga persen dari populasi orang
dewasa yang memenuhi syarat untuk memilih. Sedangkan pada masa pemerintahan Elizabeth
II, hampir semua orang dewasa berhak memilih. Sejak tahun 1911, majelis tinggi Britania
Raya (House of Lords) hanya menjalankan sedikit atau pengaruh atas perumusan kebijakan.
Britania Raya juga telah berubah dari negara terkuat di dunia dan penguasa kekaisaran dan
kerajaan yang sangat luas menjadi kekuatan kelas dua—secara ekonomi dan militer—di
zaman nuklir. Pengaruh demokratisasi ini juga berpengaruh terhadap struktur sosial.
Organisasi kelas pekerja seperti serikat pekerja memiliki kecenderungan untuk berusaha
mengurangi dominasi kelas.

Karakteristik yang paling sering diidentikkan dengan politik di Britania Raya adalah
kelas sosial. Dasar utama diferensiasi sosial dan politik di Britania Raya adalah kelas sosial,
yang berkaitan erat dengna tingkat dan sumber pendapatan. Keberpihakan partisan utama
dalam politik Britania Raya sangat berkaitan dengan kelas, seperti Partai Buruh yang
mewakili kepentingan kelas pekerja dan Partai Konservatif yang mencerminkan kepentingan
kelas menengah dan atas. Kelas sosial adalah fenomena objektif dan subjektif yang terjadi di
Britania Raya. Secara obyektif, Britania Raya memiliki ketimpangan pendapatan yang
signifikan. Secara subyektif, orang-orang di Britania Raya juga umumnya lebih bersedia
untuk mengidentifikasikan diri mereka sebagai anggota kelas sosial tertentu. Sehingga dapat
dikatakan semua jenis masalah dapat menjadi terpolarisasi berdasarkan kelas.

Pemerintah Britania Raya bersifat parlementer. Pemerintahan parlementer ini


menghubungkan kekuasaan eksekutif secara langsung dengan kekuasaan legislatif. Pemimpin
eksekutif pemerintahan parlementer seperti Britania Raya tidak dipilih secara langsung dan
independen, melainkan dipilih oleh badan legislatif. Dengan partai politik modern, pemilih
tahu bahwa ketika mereka memilih partai politik tertentu, dan jika partai itu menjadi
mayoritas di legislatif, maka mereka akan memiliki orang tertentu sebagai calon pemimpin
eksekutif berikutnya, dalam hal ini adalah Perdana Menteri. Sehingga jika sewaktu-waktu
mayoritas anggota parlemen memutuskan untuk menurunkan dan mengganti Perdana Menteri
yang sedang menjabat, mereka dapat melakukannya dengan pemungutan suara mosi tidak
percaya. Dan dalam sistem pemerintahan Britania Raya, bipartisan memiliki tempat yang
sedikit, dan peran oposisi untuk menentang pemerintah sangat diperlukan. Bahkan jika
oposisi harus setuju dengan prinsip-prinsip dasar kebijakan pemerintah, mereka masih harus
menyajikan kebijakan alternatif lainnya.

Prancis

Prancis menjadi salah satu negara yang penting di dunia. Budaya, arsitektur, dan
masakannya telah banyak dikagumi dan ditiru, bahasanya pernah berfungsi sebagai media
utama diplomasi, dan filosofi politik dan pola kelembagaannya telah memberikan pengaruh
bagi banyak negara lainnya. Sampai akhir Perang Dunia II,Prancis adalah kerajaan kolonial
terbesar kedua, dengan wilayahnya yang meluas di Asia Tenggara, Karibia, dan Afrika Utara
dan Barat. Sebagai negara terbesar ketiga di Eropa (setelah Rusia dan Ukraina), Prancis lebih
besar dua kali dari ukuran Inggris, dan 60 persen lebih besar dari Jerman. Selama beberapa
generasi, orang Prancis menyebut "nenek moyang kita orang Galia". Mereka bangga dengan
anggapan bahwa mereka adalah keturunan dari suku Gallo-Romawi yang lambat laun
semakin menyatu dan selama berabad-abad telah menjadi bangsa yang homogen. Banyak
imigran yang secara bertahap masuk ke Prancis selama beberapa generasi, seperti dari Italia,
Jerman, dan Polandia, serta Asia dan Afrika, yang mebuat Prancis sangat multietnis.

Selama bertahun-tahun, terdapat kesan bahwa Prancis pada dasarnya adalah negara
petani. Persepsi itu dihasilkan dari sejumlah faktor, diantaranya Revolusi Industri yang tidak
berlangsung begitu awal dan begitu menyeluruh di Prancis seperti yang terjadi di Inggris dan
Jerman, dan pada akhir Perang Dunia II, diperkirakan sepertiga dari angkatan kerja Prancis
masih bekerja di bidang pertanian. Meski begitu, Prancis kian berkembang salah satunya
dengan adanya gelombang migrasi ke perkotaaan yang terus bertambah. Infrastruktur juga
semakin maju, dengan dibangunnya jalan raya nasional yang luas, transportasi kereta api
berkecepatan tinggi, dan jaringan telekomunikasi modern yang menghubungkan kota-kota
kecil lebih dekat dengan Paris. Modal pun turut disuntik dan ditanamkan ke pedesaan,
sehingga rasa pemisahan antara kota-kota kecil dan modal berkurang. Meskipun terjadi
urbanisasi yang masif, masih banyak warga Prancis yang meyakini bahwa kehidupan di
pedesaan lebih memuaskan daripada kehidupan perkotaan.

Mayoritas penduduk Prancis beragama Katolik. Meski begitu, pengaruh Katolik


secara bertahap melemah sebagai konsekuensi dari industrialisasi, munculnya kelas pekerja
baru, dan perubahan demografis dan sosial. Dalam dekade pertama abad kedua puluh, gereja
Katolik secara resmi "dibubarkan". Prancis menjadi, seperti Amerika Serikat, yakni sebuah
negara sekuler, setidaknya secara konstitusional. Saat ini, lebih dari 85 persen populasi
adalah Katolik Roma, tetapi kurang dari sepertiga umat Katolik yang menerapkan ajarannya.
Sebagian besar penduduk kota-kota besar, dan sebagian besar pekerja industri, terkena arus
“de-Kristenisasi”. Arus masuk agama lain seperti Islam juga terjadi cukup signifikan,
terutama dari Afrika Utara. Banyak imigran dari negara-negara pos-kolonial Prancis di Afrika
yang melakukan pekerjaan paling kasar di kota-kota industri. Populasi Muslim dikisarkan
terdapat sekitar juta, menjadikannya kelompok agama terbesar kedua setelah Katolik.

Dalam sistem politik Prancis, presiden jelas merupakan figur utama yang perannya
sangat signifikan. Konstitusi awalnya mengatur pemilihan Presiden dilakukan oleh sebuah
komisi tinggi pemilihan yang terdiri dari beberapa legislator nasional, regional, dan lokal.
Tetapi, sejak persetujuan melalui referendum amandemen konstitusi di tahun 1962, pemilihan
presiden berubah menjadi dipilih melalui pemungutan suara untuk masa jabatan selama tujuh
tahun. Di bawah situasi normal, presiden memiliki berbagai wewenang yang terus dia
jalankan tanpa gangguan untuk menunjuk perwira militer, penasihat politik, dan beberapa
anggota dari beberapa organ yudisial. Selain itu, ia mempertahankan kekuasaan yang secara
tradisional terkait dengan kepala negara, seperti penunjukan duta besar dan pejabat tinggi
sipil lainnya, penerimaan pejabat asing, penandatanganan undang-undang, dan pengumuman
undang-undang, dan lainnya. Sedanngkan lembaga legislatif atau parlemen Prancis memiliki
sistem bikameral atau dua kamar. Anggota legislatif dipilih untuk masa jabatan lima tahun
melalui pemungutan suara langsung berdasarkan konstituensi anggota tunggal.

Jerman

Jerman selalu menjadi pembahasan khusus ketika meneliti soal Eropa, sebab orang
Jerman adalah orang yang paling banyak jumlahnya di Eropa Barat dan Tengah. Dari tahun
1945 hingga 1990, Jerman dibagi menjadi dua negara bagian: Republik Federal Jerman
(FRG), atau Jerman Barat, dan Republik Demokratik Jerman (GDR), atau Jerman Timur.
Republik Federal bersatu, yang dibentuk di tahun 1989-90, sekarang sedang dalam proses
mengintegrasikan 16 juta warga baru ke dalam ekonomi, masyarakat, dan pemerintahannya.
Sebab pada saat itu, sebagian besar bekas orang Jerman Timur memiliki sedikit atau tidak ada
pengalaman dalam kewarganegaraan demokratis. Runtuhnya negara Jerman Timur dan
penggabungannya ke dalam Republik Federal adalah contoh lain dari perubahan yang sering
terjadi secara tiba-tiba yang telah melekat sejarah Jerman. Dalam waktu kurang dari satu
abad, Jerman telah memiliki sebuah kerajaan (1871-1918), republik demokratis yang tidak
stabil (1919-33), kediktatoran totaliter (1933-45), pendudukan militer (1945-49), dua negara
bagian yang terpisah (1949-90) dan, sejak 1990 hingga sekarang, menjadi satu negara federal.

Jerman telah berubah tidak hanya menjadi Republik Federal demokratis yang stabil,
namun juga dalam beberapa tahun terakhir telah bangkit dari bayang-bayang Third Reich (era
Nazi) untuk menjadi aktor yang semakin penting dan tegas dalam politik Eropa dan
internasional. Jerman menjadi salah satu negara perdagangan terbesar di dunia yang memiliki
ekonomi terkuat dan terbesar di Eropa. Tentaranya adalah kontingen nasional terbesar dalam
Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Jerman juga telah menggantikan
Britania Raya sebagai pemimpin Eropa dan menjadi sekutu terbesar Amerika Serikat di
Eropa. Selain itu—sebelum invasi Rusia ke Ukraina tahun 2022—, Republik Federal Jerman
juga berkomitmen kuat untuk memperdalam hubungan dengan Eropa Timur dan negara-
negara bekas Uni Soviet dan telah menjadi advokat terkemuka di Barat bagi era baru
kerjasama Timur-Barat.

Eropa telah mengenal orang-orang berbahasa Jerman dan unit politik Jerman selama
hampir seribu tahun. Namun, Republik Federal Jerman adalah salah satu dari negara terbaru
di Eropa. Meskipun relatif muda, Republik Federal Jerman mengklaim sebagai penerus yang
sah dari Third Reich (1933-45) dan Second Reich Bismarckian (1871-1918). Klaim ini juga
menjadikan Republik sebagai pewaris tradisi politik Jerman, sebuah tradisi yang dicirikan
oleh perubahan yang sering terjadi. Negara-negara Eropa yang berbahasa Jerman terbagi
menjadi banyak ikatan kerajaan kecil, beberapa kerajaan berukuran sedang, dan dua kekuatan
yang besar namun terbagi, yakni Austria di tenggara dan Prusia di utara. Reich atau
kekaisaran Jerman yang diproklamirkan pada tahun 1871 didominasi oleh Prusia dan
mengecualikan Austria. Kekaisaran ini sebagian besar adalah karya Perdana Menteri Prusia
dan Kanselir Kekaisaran pertama, yakni Otto von Bismarck.
Republik Federal Jerman telah berkembang menjadi negara demokrasi yang kuat dan
dinamis. Berbeda dengan Republik Weimar, Republik Federal Jerman sejak awal telah
diidentifikasi dengan kemakmuran ekonomi dan keberhasilan kebijakan luar negeri dan
dalam negeri. Ada juga banyak bukti bahwa konsensus tentang nilai-nilai dan norma-norma
demokrasi telah berkembang selama periode ini. Sebagian besar penduduk Jerman
mendukung sistem ini dan percaya pada norma-norma fundamentalnya, seperti kebebasan
individu, supremasi hukum, kebebasan sipil, persaingan politik yang bebas, dan lembaga
perwakilan. Dalam hal ini, Jerman dan orang Jerman jelas telah mengalami perubahan.
Ditambah lagi dengna unifikasi Jerman yang dramatis pada tahun 1990, hal ini semakin
menunjukkan demokratisasi yang terjadi di Jerman dengan adanya disintegrasi terhadap
komunisme Eropa Timur.

Rusia

Dari semua kekuatan yang membuat Rusia seperti sekarang ini, geografi bisa dibilang
menjadi yang paling penting. Setiap pemerintah Rusia, apa pun corak politiknya, harus
memperhitungkan fakta bahwa negaranya adalah negara bagian terbesar di dunia. Dengan
masifnya ukuran dan keragamannya, Rusia bahkan lebih cocok digambarkan sebagai benua
daripada sebagai negara. Wilayah daratannya membentang lebih dari 9.000 km yang
melintasi Eropa dan Asia, dari Samudera Atlantik ke Pasifik, dan mencakup sebelas zona
waktu yang berbeda. Keragaman dan luasnya daratan Rusia selalu menyulitkan pemerintah
pusat di Kremlin untuk menerapkan otoritas mereka di daerah-daerah terpencil, terutama di
abad-abad sebelumnya ketika komunikasi berjalan dengan tidak sempurna. Besarnya ukuran
Rusia, misalnya, menghadirkan kesulitan besar untuk pengoperasian perkeretaapian nasional
dan sistem transportasi udara.

Rusia sangatlah bervariasi dalam komposisi etnisnya, meskipun Rusia dan Slavia
merupakan mayoritas. Bahasa Rusia adalah bahasa yang paling banyak digunakan secara
luas, tidak hanya di antara orang Rusia sendiri tetapi juga di antara orang-orang lain, dimana
88 persen di antaranya mengaku mengetahui bahasa Rusia dengan baik. Rusia dipersatukan
oleh bahasa, wilayah, dan juga agama mereka. Secara sejarah, mereka adalah orang-orang
Kristen, lebih khususnya lagi sebagai anggota Ortodoks Rusia Gereja, yang merupakan
cabang dari Kekristenan Timur. Meskipun semua ajaran mengalami represi baik berbentuk
langsung dan tidak langsung selama periode Soviet, namun setidaknya setengah penduduk—
menurut bukti survei—mengaku sebagai orang yang percaya agama, meskipun sedikit dari
mereka menghadiri gereja dengan keteraturan yang merupakan ciri dari banyak negara Barat.

Tradisi pemerintahan otokratis merupakan suatu pola yang dibangun pada awal abad
pertengahan dan hampir tidak pernah hilang hingga saat ini. Pedagang Skandinavia
mendirikan negara bagi orang-orang Rusia untuk pertama kalinya pada abad ke-9 di kota
republik Novgorod dan Kiev. Di bawah suksesi pemimpin yang terampil, Moskow
melanjutkan untuk memperluas kekuasaannya atas kota-kota lain di Rusia. Ivan the Terrible
adalah orang yang pertama kali dikenal sebagai tsar, dan dialah yang memulai ekspansi
teritorialnya ke timur, mencaplok Kerazaan Kazan karena kekaisaran Mongol sendiri akan
runtuh. Batas-batas teritorial Rusia berkembang jauh lebih cepat pada abad ketujuh belas dan
kedelapan belas, dan hubungan menjadi lebih dekat dengan negara Eropa lainnya, terutama di
bawah kepemimpinan modern Peter the Great (1682-1725).

Selanjutnya pada tahun 1917. ada dukungan kuat untuk perubahan dari aturan Tsar
kepada kediktatoran Bolshevik. Hal ini terjadi karena rezim lama dinilai telah memberikan
kepemimpinan yang tidak kompeten selama perang. Aturan Tsar berakhir dengan revolusi
Februari di tahun 1917 yang menyebabkan pengunduran diri tsar dan pembentukan
pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Alexander Kerensky, seorang sosialis moderat.
Dan pada bulan Oktober (atau, menurut kalender Barat, awal November) puncak
kepemimpinan digantikan oleh pria bernama Vladimir Ilich Ulyanov, atau yang lebih dikenal
dengan nama yang dia gunakan dalam politik revolusioner, yakni Lenin. Pada awalnya
pemerintahan Soviet adalah koalisi, akan tetapi selanjutnya kaum Bolshevik bertindak atas
nama “kediktatoran proletariat.” Dimana pada masa ini penyensoran diberlakukan hingga
sampai periode 1980an.

Pada masa Uni Soviet, tidak ada keraguan di mana kekuatan politik berada. Pada
masa ini, Partai Komunis menikmati monopoli otoritas politik, yang dijustifikasi oleh
konstitusi. Pemerintahan komunis berakhir pada bulan Desember 1991 dan Uni Soviet sendiri
terfragmentasi menjadi lima belas republik konstituennya, dan kekuatan politik berpindah ke
tangan presiden antikomunis. Akan tetapi perubahan ini bukan berarti memberikan
kesempatan sepenuhnya terhadap demokrasi liberal untuk mengambil alih. Berpuluh-puluh
tahun, politik kekuasaan di Rusia tetap sangat terpusat, dengan konsentrasi kekuasaan di
tangan seorang presiden diktator dan pemerintahannya yang sangat kuat. Ada pilihan
berbagai partai politik di pemilu, tetapi hanya sedikit yang memiliki pengikut yang
substansial dan berkomitmen. Ada sebuah pilihan surat kabar dan saluran televisi, tetapi
hanya sedikit yang lolos dari kendali oligark.

Demikianlah sejumlah pembahasan mengenai lanskap politik di Eropa yang ditinjau


dari perspektif masing-masing negara, terutama keempat negara di atas. Sebagai peradaban
yang sudah cukup maju, tentu politik Eropa banyak dijadikan contoh dan model komparasi
bagi negara-negara lain. Sehingga melalui buku ini M. Donald Hancok dkk berusaha
memberikan eksplanasi berkaitan dengan politik maupun aspek pendukung lainnya yang
terjadi di negara-negara di Eropa.

Referensi
Hancock, M. D. (2003). Politics in Europe: An Introduction to the Politics of the United
Kingdom, France, Germany, Italy, Sweden, Russia and the European Union. New
York: Seven Bridges Press.

Anda mungkin juga menyukai