TIMTENG_HI6C_AISHAH MARDIANSYAH_11211130000030
TIMTENG_HI6C_AISHAH MARDIANSYAH_11211130000030
NIM : 11211130000030
Kelas : 6C
Mata Kuliah : HI Kawasan Timur Tengah dan Afrika
Dosen Pengampu : Prof. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, Ph.D
Fikri Fahrul Faiz S.Sos., MA
Setelah Perang Enam Hari, terjadi rivalitas nasionalis Arab dan munculnya faktor Palestina kembali
ke permukaan. Peristiwa ini kemudian berlanjut hingga Perjanjian Perdamaian Mesir-Israel di Camp
David pada tahun 1978. Pada tahun 1988, AS setuju untuk berbicara dengan Organisasi Pembebasan
Palestina (PLO), menandai langkah potensial menuju penyelesaian dalam konflik Arab-Israel yang
lebih luas. Peristiwa-peristiwa penting lainnya termasuk Perang Teluk 1990-1991 yang menjadi
pemicu kemajuan menuju penyelesaian masalah Arab-Israeli. Selain itu, pembicaraan antara Israel
dan Palestina pada tahun 2000-2001, yang membangun dari Camp David, juga merupakan upaya
untuk mencapai perdamaian.
Namun, Konflik Arab-Israel masih saja belum terselesaikan karena adanya faktor-faktor seperti
ketegangan antara Israel dan tetangga Arabnya, ketidaksepakatan dalam interpretasi Resolusi PBB
242, ketidakmampuan untuk mencapai kesepakatan yang memuaskan semua pihak, dan
ketidakpastian mengenai status pemukiman Israel di Tepi Barat. Selain itu, sikap militansi Israel dan
ketidakmampuan Hamas untuk mengubah pendiriannya terhadap solusi dua negara juga menjadi
hambatan dalam penyelesaian konflik ini. Dan juga, negara Arab tidak akan pernah mengakui
keberadaan Israel dan hanya mengakui bahwa Arab (yaitu Palestina)yang mempunyai hak, mereka
juga tidak setuju dengan konsep one state solution yang dimana Palestina dan Israel akan bergabung
menjadi satu entitas negara.
Dengan demikian, alur peristiwa konflik Arab-Israeli melibatkan serangkaian perang, perjanjian
perdamaian, dan upaya diplomasi yang berlangsung selama beberapa dekade, dengan berbagai faktor
dan peristiwa yang mempengaruhi dinamika konflik tersebut serta beberapa sosial - budaya yang
dimana mereka memiliki saling mempunyai perbedaan yang signifikan baik dalam segi budaya, etnis,
bangsa yang dimana hal ini memperburuk situasi konflik ini.
2. Realisme: Konsep ini menekankan bahwa kepentingan negara ditentukan oleh penilaian kekuatan
relatif terhadap negara-negara pesaing. Realisme memandang bahwa kebijakan luar negeri negara
didasarkan pada kepentingan negara tersebut, terutama dalam konteks keamanan dan konflik
internasional.
3. Konstruktivisme: Konsep ini menyoroti bahwa tindakan negara dalam Hubungan Internasional
dapat dipengaruhi oleh ideologi kelompok atau partai yang berkuasa. Konstruktivisme memandang
bahwa kepentingan negara ditentukan oleh ideologi yang mempengaruhi keputusan politik.