Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN

DSS (DENGUE SYOK SYNDROM)

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Krtis
Dosen Pengajar : Dastono, S.Kep, Ners

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Dyah Anataria Devi NIM P27901117049


Diyah Ayu Putri Sundari NIM P27901117050
Ratna Nursyifa Lestari NIM P27901117072
Siti Nanda Masleha NIM P27901117079
Vivi Sugesti Ramadanti NIM P27901117084

Tingkat 3B/ Semester 6

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah Keperawatan Kritis dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA
PASIEN DENGAN DSS (DENGUE SYOK SYNDROM)” dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam menuntut ilmu. Kami mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Bapak Dastono, S.Kep, Ners selaku Dosen Pengajar Mata Kuliah Keperawatan Kritis.

2. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga ke depannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak
kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 8 Februari 2020

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 3
2.1 Pengertian Dengue Syok Syndrom .................................................. 3
2.2 Etiologi Dengue Syok Syndrom ....................................................... 4
2.3 Klasifikasi Dengue Sok Syndrom .................................................... 5
2.4 Patofisioloi Dengue Syok Syndrom ................................................. 6
2.5 Manifestasi Klinis Dengue Syok Syndrom ...................................... 7
2.6 Komplikasi Dengue Syok Syndrom.................................................. 8
2.7 Pemeriksaan Penunjang Dengue Syok Syndrom ............................. 8
2.8 Penatalaksanaan Medis Dengue Syok Syndrom .............................. 9
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Dengue Syok Syndrom..................... 9

BAB III LAPORAN KASUS DSS (DENGUE SYOK SYNDROM)........

BAB IV PENUTUP..................................................................................23
4.1 Kesimpulan...................................................................................23
4.2 Saran.............................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyebab penyakit dan penyebab
anak-anak di Asia Tenggara mendapatkan perawatan di rumah sakit. Infeksi mungkin
tanpa gejala atau mungkin menimbulkan berbagai sindroma klinis mulai dari demam
berdarah (DF), suatu nonspesifik penyakit demam, demam berdarah dengue (DHF), dan
dengue syok sindrom (DSS).
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis
yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness),
demam dengue, demam berdarah dengue, sampai demam berdarah dengue disertai syok
(dengue shock syndrome). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini
memperlihatkan sebuah fenomena gunung es yang terlihat di atas permukaan laut,
sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan demam dengue) merupakan
dasarnya.
Tanda patognomonik antara demam dengue dan demam berdarah dengue adalah
peningkatan permeabilitas kapiler darah yang menyebabkan adanya kebocoran dari
intravaskuler ke kompartemen ekstravaskuler. Pada DBD yang parah hilangnya plasma
sangat penting, pasien menjadi hipovolemik, tanda-tanda circulatory compromise, dan
dapat menjadi syok. Demam berdarah dengue mempunyai kemungkinan 5%
menyebabkan kematian, tetapi bila berkembang menjadi sindrom syok dengue akan
meningkatkan kematian hingga 40%.
Sindrom syok dengue merupakan salah satu kegawatan di bidang infeksi.
Masalah yang berkembang di Indonesia belakangan ini adalah kecenderungan pasien
yang menderita demam berdarah dengue jatuh pada keadaan yang lebih berat, yaitu
sindrom syok demgue . Berbagai faktor ikut menggiring terjadi sindrom syok dengue
yaitu faktor genetik, ketahanan host, virulensi virus dengue, intensitas infeksi, vektor
Aedes aegypti, tatanan lingkungan yang masih ramah terhadap vektor serta
penatalaksanaan yang masih perlu dioptimalkan.
Penanganan DSS adalah resusitasi dengan pemberian cairan secara parenteral,
dengan tujuan untuk memulihkan dan mempertahankan kebutuhan cairan selama
periode meningkatnya permeabilitas kapiler. Perawatan khusus diperlukan untuk
menghindari overload cairan dengan semua komplikasinya. Bila resusitasi cairan
dimulai sejak tahap awal, syok biasanya reversibel, dan setelah masalah kebocoran
plasma teratasi, pasien dapat sembuh dengan baik. Rekomendasi dari WHO adalah
3
pergantian volume inisial dengan cairan kristaloid diikuti dengan plasma atau koloid
pada pasien dengan syok.
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman
baru, kurangnya prilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya
vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus
yang bersirkulasi sepanjang tahun. Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai
strategi dalam mengatasi kasus ini. pada awalnya strategi yang digunakan adalah
memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan
menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum
memeperlihatkan hasil yang memuaskan. Titik berat upaya pemberantasan vektor
demam berdarah oleh masyarakat dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
( PSN ).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Dengue Syok Syndrome?
2. Bagaimana Etiologi Dengue Syok Syndrome?
3. Bagaiman Klasifikasi Dengue Syok Syndrome?
4. Bagaimana Patofisiologi Dengue Syok Syndrome?
5. Apa Manifestasi Klinis Dengue Syok Syndrome?
6. Apa Komplikasi Dengue Syok Syndrome?
7. Apa Pemeriksaan Penunnjang Dengue Syok Syndrome?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Medis Dengue Syok Syndrome?
9. Bagaimana Konsep Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Dengue Syok
Syndrom?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Dengue Syok Syndrome
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Etiologi Dengue Syok Syndrome
3. Untuk Mengetahui Bagaiman Klasifikasi Dengue Syok Syndrome
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Patofisiologi Dengue Syok Syndrome
5. Untuk Mengetahui Apa Manifestasi Klinis Dengue Syok Syndrome
6. Untuk Mengetahui Apa Komplikasi Dengue Syok Syndrome
7. Untuk Mengetahui Apa Pemeriksaan Penunnjang Dengue Syok Syndrome
8. Untuk Mengetahui Bagaimana Penatalaksanaan Medis Dengue Syok Syndrome
4
9. Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Dengue Syok Syndrom

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Dengue Syok Sindrom


Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari DBD yang terjadi karena
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke
ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia.
Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari
ke 3 sampai hari sakit ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular
sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritonium,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan berkurangnya
aliran balik vena, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi
disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
Pasien awalnya terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang
ditandai dengan kulit dingin lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat lemah, tekanan
nadi ≤ 20 mmhg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih dalam keadaan sadar
sekalipun sudah mendekati stadium akhir.
Sindrom syok dengue berlanjut dengan kegagalan mekanisme homeostasis.
Efektivitas dan intregitas sistem kardiovaskular rusak, perfusi miokard dan curah
jantung menurun, sirkulasi makro dan mikro terganggu, dan terjadi iskemia jaringan dan
kerusakan fungsi sel secara progresif dan ireversibel, terjadi kerusakan sel dan organ
dan pasien akan meninggal dalam 12-24jam.

2.2 Etiologi Dengue Syok Sindrom


1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue
tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk
dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictus. Tipe Dengue 3 merupakan tipe yang dominan dan
diasumsikan banyak menimbulkan manifestasi klinis yang berat.

6
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya.
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun
yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk
betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada
waktu pagi hari dan senja hari.
3. Transmisi
Virus DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina
yang infektif. Nyamuk medapatkan virus saat menghisap darah manusia yang
terinfeksi virus dengue. Setelah masa inkubasi, nyamuk yang terinfeksi dapat
menularkan virus selama sisa hidupnya. Bahkan nyamuk betina yang terinfeksi juga
dapat menularkan virus kepada anak-anak mereka dengan transovarial (melalui
telur) transmisi, tetapi peran penularan virus ke manusia belum didefinisikan.
Manusia yang terinfeksi virus adalah pembawa utama dan pengganda virus,
karena sebagai sumber infeksi bagi nyamuk yang tidak terinfeksi. Virus beredar
dalam darah manusia yang terinfeksi selama dua sampai tujuh hari, sekitar waktu
yang sama mereka mengalami demam, nyamuk Aedes bisa mendapatkan virus saat
periode ini.

2.3 Klasifikasi Dengue Syok Syndrom


Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi
menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.
2. Derajat II

7
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan spontan seperti
petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga
dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 /
80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140 mmHg) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120
mmHg),
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ³ 140x/mnt) anggota gerak
teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Derajat (WHO 1997) :
1. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.
2. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
3. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
4. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.

8
2.4 Patofisiologi Dengue Syok Syndrom

Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita
adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala,
mual, nyeri otot, pegal – pegal seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada
kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran kelenjar getah bening pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali) (Smeltzer, 2001).

Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan terjadinya


perembesan plasma ke ruang ekstra seluler akibatnya terjadi pengurangan volume
plasma, penurunan tekanan darah. Plasma merembes sejak permulaan demam dan
mencapai puncaknya saat terjadi renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatn
hematokrit lebih dari 20%) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma teratasi sehingga pemberian cairan intravena
dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya udem paru,
sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup penderita akan mengalami
renjatan (Price & Wilson, 2006).

9
Pathway

2.5 Manifestasi Klinis Dengue Syok Syndrom


1. Demam
Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak
berpengaruh dengan antipirektik. Suhu tubuh bisa mencapai 40oC dan dapat terjadi
kejang demam. Kadang terdapat muka yang merah, eritema, myalgia, arthralgia,
dan sakit kepala. Pada beberapa pasien pun bisa ada gejala nyeri tenggorok, infeksi
pada konjungtiva. Anoreksia, mual, dan muntah sering juga dikeluhkan. Sulit
membedakan demam karena infeksi dengua dengan demam non dengue pada fase
awal seperti ini, tetapi dengan positifnya uji torniket meningkatkan kemungkinan
demam dengue. (5)
2. Tanda-tanda perdarahan
Ptekie, purpura, ekimosis, perdarahan konjungtiva. Ptekie merupakan tanda
perdarahan yang paling sering ditemukan. Ptekie muncul pada hari pertama tetapi

10
dapat juga pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain seperti epistaksis, perdarahan
gusi, melena dan hematemesis. Kadang terdapat juga hematuria.
3. Hepatomegali
Umumnya dapat ditemukan apada permulaan penyakit. Pembesaran hepar
bervariasi dari yg hanya teraba sampai 2-4cm di bawah arkus kosta.
4. Syok
Adanya gangguan permeabilitas vaskular yang terus menerus, memicu
terjadinya hipovolemi dan syok. Hal ini terjadi dimana suhu tubuh mulai menurun
hingga normal, yaitu rata-rata pada hari ke 3-7. Pada tahap awal syok, mekanisme
kompensasi yang mempertahankan tekanan darah normal sistolik juga
menyebabkan takikardi dan vasokontriksi perifer dengan penurunan perfusi pada
kulit menyababkan akral menjadi dingin dan lambatnya cappilary reffill.
Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan
tekanan darah, akral dingin, disertai kongesti kulit. Perubahan ini menandakan
gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat
bersifat ringan atau sementara. Terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba
dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis disekitar mulut,
pasien menjadi gelisah, nadi cepat dan lemah dan kecil sampai tidak teraba. Sesaat
sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut.
Syok ditandai dengan :
1. Denyut nadi cepat dan lemah
2. Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan
sirkulasi serebral
3. Tekanan nadi menurun (20mmhg atau kurang)
4. Hipotensi  Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau
kurang
5. Kulit dingin dan sembab
6. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri
renalis
Syok dapat terjadi dalam waktu yang singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu
12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendpat pergantian cairan yang memadai.
Infeksi dengue merupakan penyakit sistemik dan dinamis. Penyakit ini memiliki
spektrum klinis yang. Setelah masa inkubasi, dilanjutkan dengan 3 fase yaitu fase
demam, kritis dan resolusi/pemulihan.
1. Fase demam
11
a. Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak
berpengaruh dengan antipirektik. Suhu tubuh bisa mencapai 40oC dan dapat
terjadi kejang demam. Kadang terdapat muka yang merah, eritema, myalgia,
arthralgia, dan sakit kepala. Pada beberapa pasien pun bisa ada gejala nyeri
tenggorok, infeksi pada konjungtiva. Anoreksia, mual, dan muntah sering juga
dikeluhkan. Sulit membedakan demam karena infeksi dengua dengan demam non
dengue pada fase awal seperti ini, tetapi dengan positifnya uji torniket
meningkatkan kemungkinan demam dengue.
2. Fase kritis
 Akhir fase demam merupakan fase kritis , anak terlihat seakan sehat, hati-hati
karena fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Hari ke 3-7 adalah fase
kritis. Dimana kebocoran plasma bisa terjadi kurang dari 24-48 jam.
 Progresif leukopenia diikuti penurunan jumlah trombosit mendahului terjadinya
kebocoran plasma. Pada fase ini, pasien yang tidak mengalami kebocoran plasma
akan membaik keadaannya, sedangkan yang mengalami kebocoran plasma
sebaliknya karena kehilangan volume plasma. Ascites dan efusi pleura bisa
terdeteksi tergantung dari keparahan kebocoran plasma dan volume terapi cairan.
3. Fase resolusi
a. bila dalam waktu 24-48 jam pasien berhasil melewati fase kritis, keadaan umum
dan nafsu makan membaik, status hemodinamik stabil.
b. Semua nilai lab kembali normal secara perlahan.

2.6 Komplikasi Dengue Syok Syndrom


1. Overload cairan
 Kelebihan cairan dengan efusi pleura yang luas dan ascites merupakan
penyebab distress pernafasan akut tersering pada dengue berat. Penyebab
kelebihan cairan pada dengue adalah :
a. Pemberian cairan intravena yang berlebihan dan atau yang terlalu cepat
b. Salah penggunaan cairan. Dimana lebih memakai cairan hipotonik daripada
cairan isotonik.
c. Pemberian dosis cairan intravena yang kurang tepat pada pasien dengan
perdarahan masif yang tidak diketahui
d. Pemberian yang tidak tepat pada transfusi fresh frozen plasma, trombosit
konsentrat, dan kriopresipitat
e. Pemberian cairan intravena lanjutan setelah kebocoran plasma telah
membaik (24-48 jam setelah sushu kembali normal)
12
f. Keadaan komorbid
 Berikan oksigen, lalu hentikan pemberian cairan secara intravena karena
selama masa penyembuhan cairan pada pleura dan rongga peritoneum akan
kembali ke intravaskuler.
2. Perdarahan (biasanya gastrointestinal)
 Biasanya muncul pada fase penyembuhan. Pasien dengan trombositopenia
yang cukup rendah harus istirahat di tempat tidur dan hindari dari trauma untuk
mencegah perdarahan. Tidak semua pasien mengalami perdarahan yang cukup
banyak. Hanya pada eadaan-keadaan tertentu. Pemberian transfusi darah harus
dilakukan sesegera mungkin begitu diketahui atau terlihat adanya tanda-tanda
perdarahan yang masif. Tetapi pada pemberian transfusi darah pun harus di
monitor sebaik mungkin untuk menghindari kelebihan cairan pada pasien.
Jangan menunggu nilai hematokrit terlalu rendah untuk memutuskan
pemberian transfusi darah.
 Berikan 5-10 ml/kgBB PRC atau 10-20 ml/kgBB whole blood.
3. Hiperglikemia dan hipoglikemia
4. Hiponatremi, hipokalemi, hiperkalemi, ketidakseimbangan serum kalsium
5. Asidosis metabolik
6. Disfungsi hepar, biasanya bisa akibat dari virus dengue hepatitis atau syok
7. Ensefalopati, biasanya muncul sebelum onset kebocoran plasma

2.7 Pemeriksaan Penunjang Dengue Syok Syndrom


1. Laboratorium
a. Leukosit
 normal, biasanya mnenurun dengan dominasi sel neutrofil. Akhir fase demam
jumlah leukosit dan neutofil menurun, sehingga jumlah limfosit relatif
meningkat. Peningkatan jumlah limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB
>4%) di daerah tepi dijumpai pada hari sakit ke 3-7.
b. Trombosit
 jumlah trombosit ≤ 100.000/ul atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb. Pada hari ke 3-
7
c. Hematokrit
 gambaran hemokonsentrasi. Merupakan indikator yang peka akan terjadinya
perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala.
Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan

13
peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Nilai hematokrit
dipengaruhi oleh pergantian cairan atau perdarahan.
d. Kadar albumin menurun sedikit dan besifat sementara
e. Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan
f. Penurunan faktor koagulasi dan fibrinotik yaitu fibrinogen, protrombin seperti
faktor V, VII, IX, X
g. Waktu tromboplastin parsial dan waktu protrombin memanjang
h. Hipoproteinemia
i. Hiponatremia
j. SGOT/SGPT sedikit meningkat
k. Asidosis metabolik beratdan peningkatan kadar urea nitrogen terdapat pada syok
yang berkepanjangan.
2. Radiologi
Pada foto thoraks DBD grade III / IV dan sebagian grade II didapatkan efusi
pleura, biasanya sebelah kanan. Posisi foto adalah lateral dekubitus kanan. Ascites
dan efusi pleura dapat di deteksi dengan pemeriksaan USG.
3. Serologis
1. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI test)
Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan sering dipakai dan dipergunakan
sebagai gold standard pada pemeriksaan serologis. Meskipun begitu, terdapat
hal-hal yang perlu diperhatikan pada uji HI ini (a) Uji HI sensitif tetapi tidak
spesifik, artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus apa yang menginfeksi,
(b) antibodi HI bertahan sangat lama dalam tubuh (sampai > 48 tahun),
sehingga sering dipakai dalam studi sero-epidemiologi,
(c) untuk diagnosis membutuhkan kenaikan titer konvalesens 4x lipat dari titer
serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesens
dianggap sebagai positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue
infection).
2. Uji Komplemen fiksasi (CF test)
Uji komplemen fiksasi jarang digunakan sebagai uji diagnostik rutin, oleh
karena cara pemeriksaan yang rumit dan memerlukan tenaga yang
berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi CF hanya bertahan
beberapa tahun saja (2-3 tahun).
3. Uji Neutralisasi (NT test)
Merupakan uji yang paling sensitif dan spesifik untuk virus dengu. Uji
neutralisasi memakai cara yang disebut Plague reduction Neutralization Test
14
(PRNT) yang berdasarkan adanya reduksi dari plak yang terjadi. Antibodi
neutralisasi dideteksi hampir bersamaan dengan HI antibodi dan bertahan lama
(> 4-8 tahun). Tetapi uji neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang
cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
4. IgG dan IgM Elisa
Setelah satu minggu terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti oleh
pembentukan IgM antidengue. IgM hanya berada dalam waktu yang relatif
singkat dan akan disusul dengan pembentukan igG. Pada kira-kira hari ke 5
terbentuklah antibodi yang bersifat menetralisasi virus. Imunoserologi berupa
IgM (merupakan penanda infeksi saat ini) dan IgG (merupakan penanda infeksi
masa lalu). IgM akan terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu
ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari setelahnya. Sedangkan IgG terdeteksi
pada hari ke-14 pada infeksi primer dan hari ke-2 pada infeksi sekunder.
5. NS1-Ag tes
Tes yang dapat mendiagnosis DBD dalam waktu demam 8 hari pertama yaitu
antigen virus dengue yang disebut dengan antigen NS1. Keuntungan
mendeteksi antigen NS1 yaitu untuk mengetahui adanya infeksi dengue pada
penderita tersebut pada fase awal demam, tanpa perlu menunggu terbentuknya
antibodi. Pemeriksaan antigen NS1 diperlukan untuk mendeteksi adanya
infeksi virus dengue pada fase akut, dimana pada berbagai penelitian
menunjukkan bahwa NS1 lebih unggul sensitivitasnya dibandingkan kultur
virus dan pemeriksaan PCR maupun antibodi IgM dan IgG antidengue.
Spesifisitas antigen NS1 100% sama tingginya seperti pada gold standard
kultur virus maupun PCR.

2.8 Penatalaksanaan Medis Dengue Syok Syndrom


1. Penatalaksaan pasien dengan syok yang terkompensasi:
a. Berikan cairan isotonik kristaloid secara intravena dengan dosis 5-10
ml/kgBB/jam, habis dalam 1 jam. Lalu periksa tanda vital, cappilary refill
time, hematokrit, dan produksi urin.
b. Jika keadaan pasien membaik, cairan kristaloid diturunkan secara perlahan.
Turunkan 5-7 ml/kgBB/jam dalam waktu 1-2 jam. Lalu 3-5 ml/kgBB/jam
dalam waktu 2-4 jam. 2-3 ml/kgBB/jam dalam waktu 2-4 jam. Jika keadaan
terus membaik, maka cairan dapat terus dikurangi.
c. Bila keadaan pasien tidak membaik, dimana tanda vital tetap tidak stabil,
periksa hematokrit setelah pemberian bolus pertama. Bila hematokrit
15
meningkat atau tetap tinggi (≥ 50%), berikan bolus kristaloid kedua dengan
dosis 10-20 ml/kgBB/jam dalam 1 jam. Bila setelah pemberian cairan kedua
ini ada perbaikan, kurangi dosis cairan kristaloid menjadi 7-10 ml/kgBB/jam
dalam 1-2 jam, dan terus kurangi dosis seperti yang telah dijelaskan di atas.
Bila nilai hematokrit menurun dari nilai hematokrit awal (< 40% pada anak
dan wanita dewasa, < 45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya
perdarahan, lakukan cross match, dan memerlukan transfusi darah
secepatnya.
d. Selanjutnya bolus larutan kristaloid ataupun koloid mungkin perlu diberikan
selama 24-48 jam berikutnya.
2. Penataksaan pasien dengan syok yang tidak terkompensasi
a. Beri cairan isotonik ataupun kristaloid (bila tersedia) secara intravena
dengan dosis 20 ml/kgBB/jam selama 15 menit
b. Bila keadaan pasien membaik, berikan cairan kristaloid/koloid 10
ml/kgBB/jam dalam 1 jam. Lalu lanjutkan dengan pemberian cairan
kristaloid dan kurangi dosis secara perlahan, 5-7 ml/kgBB/jam dalam 1-2
jam. Lalu 2-5 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam. Dan 2-3 ml/kgBB/jam atau
kurang, yang dapat dipertahankan selama 24-48 jam.
3. Bila tanda vital masih tidak stabil, periksa nilai hematokrit sebelum
pemberian cairan pertama. Jika nilai hematokrit rendah (< 40% pada anak
dan dewasa muda, <45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya
perdarahan, lakukan cross match, dan memerlukan transfusi darah
secepatnya.
c. Bila nilai hematokrit lebih tinggi dari nilai hematokrit awal, maka danti
cairan dengan berikan cairan koloid 10-20 ml/kgBB dalam waktu 30 menit
sampai 1 jam. Bila keadaan pasien membaik, turunkan dosis 7-10
ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam, lalu ganti cairan dengan cairan kristaloid dan
turunkan dosis seperti yang telah disebutkan diatas. Jika masih belum stabil,
periksa kembali hematokrit.
4. Bila nilai hematokrit turun dari nilai sebelumnya (< 40% pada anak dan
dewasa muda, <45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya perdarahan,
lakukan cross match, dan memerlukan transfusi darah secepatnya. Bila nilai
hematokrit meningkat dari nilai sebelumnya atau tetap tinggi (> 50%),
lanjutkan pemberian koloid 10-20 ml/kgBB sebagai bolus ketiga dalam
waktu 1 jam. Lalu ganti cairan dengan cairan kristaloid dan turunkan dosis
seperti yang telah disebutkan diatas saat keadaan pasien mulai membaik.
16
d. Bolus cairan mungkin perlu diberikan selama 24 jam ke depan.

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Dengue Syok Syndrom


A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat.
Hasil pengkajian yang dilakukan perawat berguna untuk menentukan
masalah keperawatan yang muncul pada pasien. Konsep keperawatan anak
pada klien DHF menurut ( Ngastiyah,2005) yaitu:
Pengkajian fokus
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat tumbuh kembang, penyakit yang pernah diderita, apakah
pernah dirawat sebelumnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam,
apakah ada riwayat penyakit keturunan, kardiovaskuler, metabolik, dan
sebagainya.
6. Riwayat psikososial
Bagaimana riwayat imunisasi, bagaimana pengetahuan keluarga
mengenai demam serta penanganannya.
a. Data subyektif

Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau


keluarga pada pasien DHF, data subyektif yang sering ditemukan
antara lain :

1. Panas atau demam

2. Sakit kepala

3. Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.

4. Lemah

5. Nyeri ulu hati, otot dan sendi

6. Konstipasi

17
B. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF menurut
Suriadi & Yuliani (2006) yaitu :
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
(viremia)
2. Resiko pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual,
muntah dan tidak nafsu makan.
3. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek
prosedur, dan perawatan anggota keluarga yang sakit berhubungan
dengan minimnya sumber informasi dan mengingat informasi
4. Potensial terjadi syok hipovolemik dengan perdarahan hebat.
5. Resiko tinggi kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
peningkatan permeabelitas kapiler, pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler
6. Resiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
perdarahan.

C. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan pada pasien anak dengan penyakit DHF menurut


Suriadi & Yuliani (2006), yaitu :
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
(viremia).
Tujuan : Suhu tubuh anak normal Kriteria :
1. Suhu tubuh antara 36 – 37°C
2. Akral tidak teraba hangat
Intervensi dan rasional :
1. Kaji suhu tubuh pasien
Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan
intervensi
2. Beri kompres air hangat/ tindakan tepid water sponge
Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara

18
konduksi.
3. Berikan/anjurkan anak untuk banyak minum 1000- 1500cc/hari
(sesuai toleransi)
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
evaporasi
4. Anjurkan anak untuk menggunakan pakaian yang tipis dan
mudah menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis
mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan
suhu tubuh.
5. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan
darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
6. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat
antipiretik sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien anak
dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat antipiretik untuk
menurunkan panas tubuh pasien.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual,
muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubuh anak terpenuhi.
Kriteria :
1. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi pada anak
2. Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai anak
Rasional :Mengidentifikasi makanan kesukaan,
memungkinkan masukan makanan adekuat.
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien anak
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan
konsumsi makanan pada anak
3. Timbang BB anak secara teratur tiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas
19
intervensi.
4. Berikan anak makanan sedikit namun sering dan atau makan
diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster
5. Hindari pemberian makanan kepada anak yang merangsang
dan berbau menyengat.
Rasional : Menghindari terjadinya mual dan muntah pada
anak.

c. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, dan


perawatan anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan
minimnya sumber informasi dan mengingat informasi.
Tujuan : orang tua menjelaskan pemahaman tentang kondisi, dan
proses pengobatan
Kriteria :
1. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta
dalam perawatan pada anak
Intervensi dan rasional :
1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan
pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
2. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang
penyakitnya dan kondisinya sekarang
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya
sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan
mengurangi rasa cemas
3. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet
makanannya
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses
penyembuhan
4. Anjurkan keluarga untuk memperhatikan perawatan diri dan
lingkungan bagi anggota keluarga yang sakit.
Rasional: perawatan diri (mandi, toileting,
berpakaian/berdandan) dan kebersihan lingkungan penting
20
untuk menciptakan perasaan nyaman/rileks klien sakit.
d. Resiko tinggi kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
peningkatan permeabelitas kapiler, pindahnya cairan intravaskuler
ke ekstravaskuler.
Tujuan : kebutuhan cairan tubuh anak terpenuhi
Kriteria :
1. Wajah anak segar
2. Turgor kulit baik
3. Produksi urine normal (600-1500 ml/24 jam).
Intervensi dan rasional :
1. Kaji keadaan umum pasien anak (lemah, pucat, takikardi) serta
tanda-tanda vital
Rasional: Menetapkan data dasar pasien anak
untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan
normalnya
2. Observasi tanda-tanda syok
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk
menangani syok
3. Anjurkan dan berikan minum anak 1000-1500 ml /hari (sesuai
toleransi)
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral.
4. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk
mencegah terjadinya syok hipovolemik.

e. Resiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan


perdarahan.
Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan perifer
Kriteria Hasil :
TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat,
capilarry refill tidak lebih dari 2 detik, trombosit meningkat.
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital dan penurunan trombosit pada
anak yang disertai tanda klinis.
Rasional : tanda-tanda vital yang buruk merupakan tanda
perubahan perfusi, dan enurunan trombosit merupakan tanda
21
adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu
dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis,
ptekie.
2. Mengkaji dan mencatat sirkulasi pada ekstremitas (suhu,
kelembaban, dan warna).
Rasional : Tanda-tanda perubahan perfusi jaringan perifer
diawali dari ekstremitas.
3. Anjurkan pasien anak untuk banyak istirahat (bedrest)
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan.

4. Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari

Rasional : Dengan memantau trombosit setiap hari, dapat


diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan
kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
f. Diagnosa keperawatan : Potensial terjadi syok hipovolemik dengan
perdarahan hebat.
Tujuan : tidak terjadi syock hipovolemik dan TTV dalam batas
normal Rencana tindakan :
1. Monitor keadaan umum pasien
Rasional : untuk memantau kondisi pasien selama masa
perawatan
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2-3 jam
Rasional : tanda-tanda vital dalam batas normal
menandakan keadaan umum pasien baik
3. Monitor tanda-tanda perdarahan
Rasional : perdarahan yang cepat diketahui dapat segera
diatasi, sehingga pasien tidak sampai ke tahap syok
hipovolemik
4. Pasang infus, beri terapi cairan intravena
Rasional : pemberian cairan intravena sangat diperlukan
untuk mengatasi kehilangan cairan

22
BAB III
TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
A. Anamnesa
1. Identitas Klien
Nama Klien : An. S
Tanggal Lahir : 15 Juli 2015
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Tangerang
Tanggal Masuk RS : 22 September 2019 pukul 10.15 WIB
2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan saat ini :
Pasien dibawa ke Instalasi Rawat Darurat Anak dengan keluhan tangan
dan kaki terasa dingin dan mengalami demam timbul mendadak.
Sebelumnya pasien dikatakan demam syok, sore sekitar jam 15:00 dengan
suhu 38ºC dan RR 24x/menit. Keluarga pasien mengatakan pasien lemas
sejak 2 hari lalu. Keluhan gusi berdarah mulai muncul sejak 2 hari yang
lalu. Keluarga pasien mengatakan pasien kurang mengkonsumsi air
mineral dan tidak nafsu makan sejak sakit.
b) Riwayat klien masuk RS
Keluarga pasien mengatakan kaki dan tangan pasien terasa dingin.
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak nafsu makan. Keluarga pasien
mengatakan pasien mengalami demam timbul mendadak.
c) Riwayat kesehatan masa lalu
Keluarga pasien mengatakan pasien mual muntah. Pasien tidak pernah
mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
d) Riwayat kesehatan keluarga

23
Keluarga pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat
penyakit hipertensi, diabetes melitus, jantung.
e) Riwayat psikososial dan spiritual
-
f) Riwayat pengobatan :
Sebelum dibawa ke RSUD Tangerang, pasien sempat masuk rumah sakit
di RS Kasih Ibu sejak tanggal 17 Oktober 2019 pagi, dengan demam dan
diberikan obat penurun panas. Pada tanggal 19 Oktober 2016 sore, pasien
dibawa ke RS Bhakti Rahayu dikatakan tangan dan kakinya dingin dan
lemas dan diberikan cairan RL 150 cc.

B. Pemeriksaan Fisik

Pada tanggal 20 Desember 2019

Tanda Vital :-

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang,


gelisah Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 96/78 mmHg

Frekuensi nadi : 120x/menit, regular, isi kurang, teraba lemah

Frekuensi nafas : 24x/menit, kedalaman cukup, napas cuping hidung (-),


retraksi (-)
Suhu tubuh : 380C
Status Antropometri

Berat badan : 42 kg

Tinggi badan :
148 cm

Status Generals dan Lokalis

Kulit : Petekie (-), turgor baik

Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tak mudah


dicabut. Wajah : Ekspresi baik, bentuk simetris

24
Mata : Pupil bulat isokor diameter 3 mm/3 mm, RCL +/+, RCTL +/+,
conjunctiva anemis -/- sklera ikterik -/-
Telinga : Normotia, serumen -/-, sekret -/-

Hidung : Deviasi septum -/-, mucosa hiperemis -/-, secret -/-

Mulut : Lidah kotor (-), tonsil dan faring tidak hiperemis, mukosa bibir
kering, sianosis perioral (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar thyroid tak teraba
membesar. Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba

Perkusi : dalam batas normal, tidak terdapat pembesaran jantung

Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-) gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis & dinamis, tidak ada

bagian paru yang tertinggal, penggunaan otot bantu napas (-), retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus sama di kedua
hemithorax Perkusi : Sonor di kedua hemithorax
Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi : penonjolan massa (-), abdomen lebih tinggi dari dinding
dada

25
Palpasi : lemas, hepar teraba 3 cm bawah arcus costae dan 5 cm bawah
processuss xiphoideus, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal,
nyeri tekan (+), nyeri tekan epigastrium (+),lien tidak teraba,
Perkusi : Timpani, regio kuadran kanan atas pekak, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Extremitas : Akral dingin, petechiae (-), perfusi perifer kurang, CRT


3”, oedema (-), pulsasi arteri perifer (A.Dorsalis pedis dekstra et
sinistra) teraba lemah. Rumple leede test (+)

C. Pemeriksaan Penunjang

Hasil Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 20 Desember 2019

o 20/12/2019 05:41 (IGD)

- Leukosit 11.300 / µL

- Eritrosit 5.200 / µL

- Trombosit 143.000 / µL

- Hb 14,1 g/dL

- Ht 41,7 %

o 20/12/2019 18:32

- Leukosit 8.500 / µL

- Eritrosit 6.400 K/ µL

- Trombosit 60.000 / µL

- Hb 16,6 g/dL

 Ht 49,8 %

Kesan: terjadi penurunan trombosit (trombositopenia),


peningkatan Hb dan Ht

Hasil Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 21 Desember 2019

o 20/12/2019 pukul 06:17 WIB

- Leukosit 11.700 /µL


1
- Eritrosit 5.600 /µL

- Trombosit 30.000 /µL

- Hb 15,7 g/dL

 Ht 45,7 %

o 20/12/2019 pukul 18:40 WIB

- Leukosit 13.600 /µL

- Eritrosit 5.800 /µL

- Trombosit 23.000 /µL

- Hb 15,9 g/dL

 Ht 46,8 %

Kesan: terjadi penurunan trombosit (trombositopenia),


peningkatan Hb dan Ht

D. Analisa Data

DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH


DS: Proses infeksi virus Hipertermia
- Keluarga dengue
mengatakan klien
demam timbul
mendadak dan
terus menerus.
DO:
S: 380C
RR : 24x/menit
DS: Syok hipovolemia Resiko syok
- Keluarga klien hipovolemik
mengatakan kaki
dan tangan klien
teraba dingin
- Keluarga klien
mengatakan
terdapat gusi

2
berdarah sejak 2
hari lalu
DO:
S : 380C
RR: 24x/menit
Akral teraba dingin
DS: Intake tidak adekuat Ketidakseimbangan
- Keluarga nutrisi kurang dari
mengatakan klien kebutuhan tubuh
kurang
mengkonsumsi air
mineral dan tidak
nafsu makan sejak
sakit.
DO:
S: 380C
RR: 24x/menit
Kulit pucat
Mata tampak cekung

E. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan Dengue Shock
Syndrome meliputi :
1. Hipertemia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue (viremia)

2. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan syok hipovolemia

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake tidak adekuat

F. Intervensi Keperawatan

3
No Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional
. Keperawatan
1. Hipertermia b.d Setelah 1. Kaji suhu tubuh 1. Mengetahui
proses infeksi virus dilakukan pasien peningkatan
dengue tindakan 2. Beri kompres air suhu tubuh
DS: keperawatan hangat 2. Mengurangi
-Keluarga selama 3x24 3. Berikan anjuran panas
mengatakan klien jam masalah anak untuk 3. Mengganti
demam sering hipertermi banyak minum cairan tubuh
timbul mendadak dapat teratasi 1000-1500 yang hilang
dan terus menerus. dengan kriteria cc/hari 4. Memberikan
DO: hasil : 4. Anjurkan anak rasa nyaman
S: 380C - Suhu tubuh menggunakan 5. Untuk
RR 23x/menit dalam batas pakaian tipis dan menurunkan
normal mudah suhu tubuh
- Akral tidak menyerap pasien
teraba terlalu keringat
hangat 5. Kolaborasi
pemberian
cairan intravena
dan pemberian
obat antipiretik
sesuai program

2 Resiko syok Setelah 1. Monitor 1. Memantau


hipovolemik b.d dilakukan keadaan umum kondisi pasien
syok hipovolemia tindakan pasien selama masa
DS: keperawatan 2. Observasi perawatan
-Keluarga selama 3x24 tanda-tanda 2. Mengetahui
mengatakan kaki jam masalah vital setiap 2 keadaan
dan tangan klien syok jam umum pasien
teraba dingin hipovolemik 3. Monitor tanda- 3. Untuk
- Keluarga dapat teratasi tanda syok mengetahui
mengatakan klien dengan kriteria hipovolemik adanya tanda
badannnya panas hasil : 4. Pasang infus, syok atau tidak
DO: - Tidak terjadi beri terapi 4. Mengatasi
4
S : 380C syok cairan intravena kehilangan
RR: 24x/menit hipovolemik cairan
Akral teraba dingin - TTV dalam
batas normal
3. Ketidakseimbangan Setelah 1. Kaji riwayat 1. Memungkinkan
nutrisi kurang dari dilakukan nutrisi terutama untuk
kebutuhan tubuh tindakan yang disukai memasukan
b.d intake tidak keperawatan anak makanan yang
adekuat selama 3x24 2. Observasi dan adekuat
DS: jam masalah catat masukan 2. Mengawasi
- Keluarga ketidakseimba- makanan pada masukan kalori
mengatakan ngan nutrisi anak 3. Mengawasi
pasien kurang dapat teratasi 3. Timbang BB penurunan BB
mengkonsumsi dengan kriteria anak secara 4. Dapat
air mineral dan hasil : teratur menurunkan
tidak nafsu - Tidak ada 4. Berikan anak kelemahan dan
makan sejak tanda-tanda makan sedikit meningkatkan
sakit. malnutrisi tapi sering masukan
DO: pada anak 5. Hindari 5. Menghindari
S: 380C - Bb yang makanan yang terjadinya mual
RR: 24x/menit seimbang berbau muntah
- Kulit pucat menyengat pada
- Mata tampak anak
cekung
- Klien tampak
tidak mau
makan

G. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

5
Hari/Tanggal Diagnosis Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Selasa Hipertermia b.d 1. Mengkaji suhu tubuh S:
24 Desember
proses infeksi virus pasien - Keluarga klien
2019
dengue 2. Memberi kompres air mengatakan
hangat demam masih
3. Memberikan anjuran sering timbul
anak untuk banyak mendadak
minum 1000-1500 O:
cc/hari - S: 380C
4. Menganjurkan anak - RR : 23x/menit
menggunakan pakaian A : Masalah
tipis dan mudah belum teratasi
menyerap keringat
5. Kolaborasi pemberian P : Lanjutkan
cairan intravena dan intervensi
pemberian obat 1,2,3,4,5
antipiretik sesuai
program
Selasa Resiko syok 1. Monitor keadaan umum S:
24 Desember
hipovolemik b.d pasien - Keluarga
2019
syok hipovolemia 2. Observasi tanda-tanda mengatakan
vital setiap 2 jam kaki dan
3. Monitor tanda-tanda tangan klien
syok hipovolemik teraba dingin
4. Pasang infus, beri terapi O:
cairan intravena - S: 380C
- RR : 23x/menit
- Akral teraba
dingin
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan
intervensi 1,2,3,4
Selasa Ketidakseimbangan 1. Kaji riwayat nutrisi S:
24 Desember
nutrisi kurang dari terutama yang disukai - Keluarga
2019
kebutuhan tubuh b.d anak mengatakan
6
intake tidak adekuat 2. Observasi dan catat klien jarang
masukan makanan pada minum air
anak mineral, klien
3. Timbang BB anak secara masih kurang
teratur nafsu makan
4. Berikan anak makan O:
sedikit tapi sering - S: 380C
5. Hindari makanan yang - RR : 23x/menit
berbau menyengat pada - Kulit pucat
anak - Mata cekung
- Klien tampak
kurang nafsu
makan
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan
intervensi 2,3,4,5
Rabu Hipertermia b.d 1. Mengkaji suhu tubuh S:
25 Desember
proses infeksi virus pasien - Keluarga klien
2019
dengue 2. Memberi kompres air mengatakan
hangat demam masih
3. Memberikan anjuran timbul
anak untuk banyak mendadak
minum 1000-1500 - Keluarga klien
cc/hari mengatakan
4. Menganjurkan anak klien panasnya
menggunakan pakaian sudah sedikit
tipis dan mudah turun
menyerap keringat O:
5. Kolaborasi pemberian - S: 37,80C
cairan intravena dan - RR : 25x/menit
pemberian obat - Tubuh klien
antipiretik sesuai teraba hangat
program A : Masalah
belum teratasi
P : Lanjutkan

7
intervensi
1,2,3,4,5
Rabu Resiko syok 1. Monitor keadaan umum S:
25 Desember
hipovolemik b.d pasien - Keluarga
2019
syok hipovolemia 2. Observasi tanda-tanda mengatakan
vital setiap 2 jam kaki dan
3. Monitor tanda-tanda tangan klien
syok hipovolemik sudah tidak
4. Pasang infus, beri terapi dingin
cairan intravena O:
- S: 37,80C
- RR : 25x/menit
- Akral hangat
A : Masalah
teratasi
P : Hentikan
intervensi
Rabu Ketidakseimbangan 1. Observasi dan catat S:
25 Desember
nutrisi kurang dari masukan makanan pada - Keluarga
2019
kebutuhan tubuh b.d anak mengatakan
intake tidak adekuat 2. Timbang BB anak secara klien masih
teratur jarang minum
3. Berikan anak makan air mineral
sedikit tapi sering - Keluarga klien
4. Hindari makanan yang mengatakan
berbau menyengat pada klien sudah
anak mau makan
sedikit-sedikit
O:
- S: 37,80C
- RR : 25x/menit
- Kulit pucat
- Mata cekung
- Klien tampak
memakan
makanannya

8
sedikit-sedikit
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan
intervensi 1,2,3,4
Kamis Hipertermia b.d 1. Mengkaji suhu tubuh S:
26 Desember
proses infeksi virus pasien - Keluarga klien
2019
dengue 2. Memberi kompres air mengatakan
hangat demam klien
3. Memberikan anjuran sudah jarang
anak untuk banyak timbul
minum 1000-1500 - Keluarga klien
cc/hari mengatakan
4. Menganjurkan anak klien panasnya
menggunakan pakaian sudah turun
tipis dan mudah O:
menyerap keringat - S: 37,40C
5. Kolaborasi pemberian - RR : 24x/menit
cairan intravena dan A : Masalah
pemberian obat teratasi
antipiretik sesuai P : Intervensi
program dihentikan

Kamis Ketidakseimbangan 1. Observasi dan catat S:


26 Desember
nutrisi kurang dari masukan makanan pada - Keluarga
2019
kebutuhan tubuh b.d anak mengatakan
intake tidak adekuat 2. Timbang BB anak secara klien sudah
teratur mau minum air
3. Berikan anak makan mineral
sedikit tapi sering - Keluarga klien
4. Hindari makanan yang mengatakan
berbau menyengat pada klien sudah
anak mau makan
sedikit tapi
sering
O:

9
- S: 37,40C
- RR : 24x/menit
- Kulit pucat
- Klien tampak
memakan
makanannya
A : Masalah
teratasi
P : Interensi
dihentikan

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

10
Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari DBD yang terjadi karena
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke
ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia.
Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara
hari ke 3 sampai hari sakit ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
vaskular sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura
dan peritonium, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia yang
mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena, preload miokard, volume
sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan
perfusi organ. Syok ditandai dengan :
1. Denyut nadi cepat dan lemah
2. Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi
serebral
3. Tekanan nadi menurun (20mmhg atau kurang)
4. Hipotensi  Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau
kurang
5. Kulit dingin dan sembab
6. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri
renalis
Sindroma syok dengue merupakan keadaan darurat dalam bidang medis,
setiap menit menentukan prognosis pada pasien. Pemberian cairan yang adekuat
sangat diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma.

11
DAFTAR PUSTAKA

Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010.
Hal.155-181
Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan. 2006. Hal. 1-43
Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Demam Berdarah
Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol. II. E/15.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.20001. Hal 1134-1135
WHO. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever, Degue Shock Syndrome In The Context
Of The Integrated Management Of Childhood Illness. 2005. Hal 1-34
WHO. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. 2009.
Hal 3-147
Wills Bridget. Volume Replacement in Dengue Shock Syndrome. 2001. Dengue
buletin vol 25. Hal 50-55
Fitri Sari A. Gejala Awal Klinis dan Laboratorium Sebagai Faktor Prediktor Syok
Pada Demam Berdarah Dengue di Instalasi Kesehatan Anak RS Dr. Sardjito.
2004. Hal 10-11
Tim Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Draft Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM. Jakarta: Balai Penerbit RSCM. 2007.
Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome. Didapat dari :
http://www.unboundmedicine.com/medline/ebm/record/19445771/full_citation/D
engue_haemorrhagic_fever_or_dengue_shock_syndrome_in_children_
Fluid Solutions in Dengue Shock Syndrome. Didapat dari :
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM200512083532317
Dengue Shock Syndrome. didapat dari :
http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=6628

iii

Anda mungkin juga menyukai