Anda di halaman 1dari 17

Kelompok: 11

Materi: - konsep keadaan tidak hadir

- Pengaruh keadaan tidak hadir


- Tahap-tahap penyelesaian tidak hadir

Anggota: - Annisa anastasya taufiq (23030101010320)


- Ukhtiya ratu balqis (2303101010210)
- Asiyah khalisa (2303101010140)

1. siti safinatun nasywa (2303101010265)


bagaimana ketidakhadiran saksi mempengaruhi proses persidangan?
Jawab:
Ketidakhadiran saksi mempengaruhi proses persidangan karena ia dianggap sebagai
ketidakseriusan pihak tersebut untuk mempertahankan haknya. Dalam hukum acara
perdata, ketidakhadiran saksi yang telah dilakukan pemanggilan secara resmi dan patut
dapat dianggap sebagai ketidakseriusan. Jika saksi tidak hadir, maka hakim dapat
mengundur sidang dan memerintahkan sekali lagi untuk memanggil saksi yang
bersangkutan.
Ketidakhadiran saksi dapat dianggap sebagai ketidakseriusan karena ia mengabaikan
kewajiban menghadiri persidangan dan mengabaikan hak-hak lainnya. Dalam hukum
perdata, ketidakhadiran saksi tidak hanya mengabaikan kewajiban menghadiri persidangan,
tetapi juga mengabaikan hak-hak lainnya, seperti hak-hak yang ditetapkan dalam undang-
undang atau ketertiban umum.
Ketidakhadiran saksi dapat mengakibatkan putusan verstek, yang merupakan
konsekuensi ketidakhadiran tergugat di persidangan. Putusan verstek diterapkan ketika
tergugat tidak datang atau tidak mengirimkan kuasa hukum yang diperlukan dalam
persidangan.
Ketidakhadiran saksi terdapat dalam Pasal 125 Hukum Acara Perdata, yang
menyatakan bahwa jika tergugat tidak datang atau tidak mengirimkan kuasa hukumnya,
maka persidangan akan diundurkan sampai pada hari persidangan lain.
2. Muhammad Arie elfandri (2303101010192)
Apakah tahap pewarisan secara definitif dalam hukum dapat memengaruhi kejelasan hak
waris, potensi konflik keluarga, dan keadilan dalam pembagian warisan di masyarakat?
Jawab:
Tahap pewarisan secara definitif dalam hukum perdata mempengaruhi kejelasan
hak waris, potensi konflik keluarga, dan keadilan dalam pembagian warisan di masyarakat.
Tahap pewarisan secara definitif adalah suatu tahap yang mengatur bagaimana harta yang
ditinggalkan oleh orang yang tidak hadir akan dikelola dan dibagikan kepada para ahli waris
dan legataris. Dalam hukum perdata, tahap pewarisan secara definitif terdapat dalam Pasal
484 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Tahap pewarisan secara definitif mempengaruhi kejelasan hak waris karena ia
menentukan bagaimana harta yang ditinggalkan akan dikelola dan dibagikan kepada para
ahli waris dan legataris. Dalam kasus di mana orang yang tidak hadir tidak diketahui apakah
masih hidup atau tidak, tahap pewarisan secara definitif akan memperjelas hak waris dan
bagian harta yang diberikan kepada para ahli waris dan legataris.
Tahap pewarisan secara definitif juga mempengaruhi potensi konflik keluarga karena ia
mengatur bagaimana harta yang ditinggalkan akan dikelola dan dibagikan kepada para ahli
waris dan legataris. Dalam kasus di mana ada bertentangan antara para ahli waris dan
legataris, tahap pewarisan secara definitif akan membantu mengurus konflik tersebut.
Tahap pewarisan secara definitif juga mempengaruhi keadilan dalam pembagian
warisan karena ia mengatur bagaimana harta yang ditinggalkan akan dikelola dan dibagikan
kepada para ahli waris dan legataris. Dalam kasus di mana ada kekeliruan dalam pembagian
warisan, tahap pewarisan secara definitif akan membantu memperbaiki kekeliruan tersebut.
Dan dalam Pasal 830-912 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) di Indonesia.
Pasal-pasal tersebut mengatur tentang hak waris, ketentuan pembagian warisan, serta
proses pewarisan secara umum. Salah satu prinsip yang dipegang adalah prinsip keadilan
dalam pembagian warisan, yang diharapkan dapat mengurangi potensi konflik di antara ahli
waris.

3. Arief noor ikhsan (2303101010395)


Bagaimana sistem hukum membedakan perlakuan hukum antara ketidakhadiran yang
disengaja dan ketidakhadiran yang tidak disengaja dalam transaksi perdata, dan
bagaimana perbedaan ini mempengaruhi konsekuensi hukum bagi pihak-pihak yang
terlibat?
Jawab:
Sistem hukum membedakan perlakuan hukum antara ketidakhadiran yang disengaja
dan ketidakhadiran yang tidak disengaja dalam transaksi perdata. Ketidakhadiran yang
disengaja merupakan keadaan dimana pihak yang tidak hadir dalam transaksi perdata
melakukannya secara tertulis atau terperinci. Misalnya, pihak yang tidak hadir dalam
transaksi perdata dapat ditetapkan dalam akta jual beli, kontrak, atau perjanjian lainnya.
Ketidakhadiran yang tidak disengaja merupakan keadaan dimana pihak yang tidak hadir
dalam transaksi perdata tidak dapat diperkirakan atau diingatkan secara tertulis atau
terperinci. Misalnya, ketika pihak yang tidak hadir dalam transaksi perdata adalah karena
kematian, kesakitan, atau keterlambatan.
Perbedaan ini mempengaruhi konsekuensi hukum bagi pihak-pihak yang terlibat
karena ketidakhadiran yang disengaja dan ketidakhadiran yang tidak disengaja diatur oleh
hukum berbeda. Misalnya, dalam transaksi perdata yang disengaja, pihak yang tidak hadir
dapat ditetapkan dalam akta jual beli atau kontrak, dan konsekuensinya adalah pihak yang
tidak hadir tidak dapat mengakses harta dan atau kewangan yang ditetapkan dalam
transaksi tersebut. Dalam transaksi perdata yang tidak disengaja, pihak yang tidak hadir
dapat mengakses harta dan kewangan yang ditetapkan dalam transaksi tersebut, mengingat
ketidakhadiran tidak dapat dianggap sebagai tindakan yang menyebabkan kerugian.
Perbedaan ini juga mempengaruhi konsekuensi hukum bagi pihak-pihak yang
terlibat dalam transaksi perdata, termasuk pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan
harta dan kewangan yang ditetapkan dalam transaksi tersebut. Misalnya, dalam transaksi
perdata yang disengaja, pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan harta dan
kewangan yang ditetapkan dalam transaksi tersebut dapat dilakukan secara teratur dan
teratur, sementara dalam transaksi perdata yang tidak disengaja, pihak yang bertanggung
jawab atas pengelolaan harta dan kewangan yang ditetapkan dalam transaksi tersebut dapat
mengalami kekeliruan atau kekurangan pengelolaan.Perbedaan antara ketidakhadiran yang
disengaja dan ketidakhadiran yang tidak disengaja dalam transaksi perdata terkait dengan
Pasal 463 KUHPerdata.
Dalam kasus ketidakhadiran yang disengaja, pihak yang tidak hadir tetap
bertanggung jawab terhadap transaksi tersebut. Sedangkan dalam kasus ketidakhadiran
yang tidak disengaja, pihak yang tidak hadir biasanya tidak bertanggung jawab, kecuali jika
ada ketentuan undang-undang yang mengatur sebaliknya. Masalah ini diatur dalam Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) di Indonesia. Pasal ini
menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak hadir secara fisik
tetap sah, kecuali jika kehadiran tersebut diperlukan berdasarkan hukum, peraturan, atau
kesepakatan para pihak.
Terdapat juga beberapa hukum lain yang mengatur tentang transaksi perdata dan
ketidakhadiran dalam transaksi tergantung konteks transaksi yang dimaksud, antara lain:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD): Merupakan kitab undang-undang
yang mengatur tentang hukum dagang di Indonesia. Beberapa pasal dalam KUHD
juga mengatur mengenai transaksi perdata, khususnya dalam konteks hukum
dagang.
b. Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial: Undang-undang ini mengatur tentang penyelesaian perselisihan dalam
hubungan industrial, termasuk ketentuan mengenai mediasi, konsiliasi, dan
arbitrase dalam penyelesaian perselisihan.
c. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen: Undang-
undang ini mengatur tentang perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli
barang dan/atau jasa, termasuk ketentuan mengenai transaksi perdata antara
konsumen dan penjual.
d. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas: Undang-undang ini
mengatur tentang perseroan terbatas (PT) sebagai badan hukum yang memiliki
kegiatan usaha, termasuk ketentuan mengenai transaksi perdata yang melibatkan
PT.
e. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah: Peraturan
pemerintah ini mengatur tentang pendaftaran tanah, yang juga dapat berhubungan
dengan transaksi perdata yang melibatkan kepemilikan atau penguasaan atas tanah.

4. Zainuri Ichsan (2303101010321)


Bagaimana hakim dapat menjaga keseimbangan antara memberikan keadilan kepada
pihak yang tidak hadir dengan menghindari potensi penyalahgunaan kebijakan tersebut
oleh pihak yang hadir?
Jawab:
Hakim dapat menjaga keseimbangan antara memberikan keadilan kepada pihak
yang tidak hadir dengan menghindari potensi penyalahgunaan kebijakan tersebut oleh pihak
yang hadir dengan memperhatikan beberapa prinsip dasar, antara lain:
a. Prinsip Kesetaraan: Hakim harus memastikan bahwa kedua belah pihak memiliki
akses yang sama terhadap proses hukum dan diperlakukan secara adil tanpa
diskriminasi.
b. Prinsip Kepastian Hukum: Keputusan yang diambil harus didasarkan pada hukum
yang berlaku dan memberikan kepastian bagi kedua belah pihak.Prinsip Kepentingan
Umum: Keputusan yang diambil harus memperhatikan kepentingan umum serta
keadilan antara pihak yang terlibat.
c. Prinsip Kepentingan Pribadi: Hakim harus mempertimbangkan kepentingan pribadi
dari masing-masing pihak secara adil dan seimbang.
Pasal-pasal terkait ketidakhadiran dalam transaksi perdata dalam KUHPerdata
mencakup Pasal 1320 hingga Pasal 1322. Pasal-pasal ini secara garis besar mengatur
mengenai sahnya perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak hadir secara fisik, keabsahan
perjanjian yang dibuat melalui surat, dan penunjukan wakil dalam suatu perjanjian. Dengan
demikian, Pasal 1320 hingga Pasal 1322 KUHPerdata menjadi dasar hukum dalam menjaga
keseimbangan antara memberikan keadilan kepada pihak yang tidak hadir dengan
menghindari potensi penyalahgunaan kebijakan tersebut oleh pihak yang hadir.
Terkait hal ini juga terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa
perjanjian adalah undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya, perjanjian yang
sah mengikat para pihak yang membuatnya.Pasal ini memberikan dasar hukum yang penting
karena menegaskan prinsip bahwa perjanjian yang dibuat dengan itikad baik dan sah harus
dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat, baik yang hadir maupun yang tidak hadir dalam
transaksi tersebut. Dengan demikian, hakim dapat menggunakan prinsip ini untuk menjaga
keseimbangan antara memberikan keadilan kepada pihak yang tidak hadir dengan pihak
yang hadir, dengan memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada perjanjian
yang sah dan adil bagi semua pihak.

5. t.m javier al-faroq (2303101010170)


Bagaimana hukum menangani ketidakhadiran dalam konteks perjanjian yang dibuat
secara online atau daring, serta apakah perbedaan platform online ataupun offline
tersebut memengaruhi penegakan perjanjian secara hukum?
Jawab:
Hukum menangani ketidakhadiran dalam konteks perjanjian yang dibuat secara
online atau daring dengan prinsip yang sama seperti perjanjian yang dibuat secara
konvensional. Namun, terdapat beberapa perbedaan dalam penegakan perjanjian antara
platform online dan offline, terutama dalam hal bukti-bukti yang dapat digunakan untuk
membuktikan kesepakatan, itikad baik, dan lain sebagainya.
Dalam konteks ini, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di
Indonesia menjadi salah satu dasar hukum yang penting. UU ITE mengatur tentang transaksi
elektronik, termasuk perjanjian yang dibuat secara online. Beberapa pasal yang relevan
dalam UU ITE antara lain:
 Pasal 5 UU ITE: Pasal ini menyatakan bahwa informasi elektronik memiliki kekuatan
hukum yang sama dengan informasi tertulis, asalkan memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh undang-undang.
 Pasal 11 UU ITE: Pasal ini menyatakan bahwa setiap informasi yang disampaikan
melalui elektronik dianggap sebagai bukti hukum yang sah.
 Pasal 50 UU ITE: Pasal ini menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat melalui sistem
elektronik sah dan mengikat para pihak yang membuatnya, selama memenuhi syarat
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Dengan dasar hukum ini, penegakan perjanjian yang dibuat secara online dipandang
sama dengan perjanjian konvensional, asalkan memenuhi persyaratan sahnya perjanjian
yang berlaku. Namun, perbedaan platform online ataupun offline dapat memengaruhi bukti-
bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan sahnya perjanjian, seperti log transaksi,
email, chat history, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, penting bagi pihak yang terlibat
dalam perjanjian online untuk menyimpan bukti-bukti yang memadai untuk memperkuat
klaim mereka dalam penegakan hukum.
prinsip-prinsip yang terdapat dalam KUHPerdata, seperti prinsip sahnya perjanjian,
keabsahan tindakan hukum, dan kewajiban para pihak untuk memenuhi perjanjian yang
dibuat, tetap berlaku dalam konteks transaksi online melalui bukti tadi. Oleh karena itu,
dalam penegakan hukum terhadap perjanjian online, hakim dapat merujuk pada prinsip-
prinsip yang terdapat dalam KUHPerdata sebagai pedoman umum dalam menentukan
keabsahan dan kekuatan hukum suatu perjanjian.
Selain Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terdapat juga
beberapa dasar hukum lain yang terkait dengan penanganan ketidakhadiran dalam konteks
perjanjian yang dibuat secara online atau daring, antara lain:
 Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik: Peraturan ini mengatur lebih lanjut tentang penyelenggaraan
sistem dan transaksi elektronik, termasuk ketentuan mengenai pembuktian
transaksi elektronik.
 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik:
Undang-undang ini juga mengatur tentang informasi dan transaksi elektronik,
meskipun sebagian pasalnya telah diubah oleh UU ITE. Undang-undang ini juga
menjadi dasar hukum yang penting dalam penanganan transaksi elektronik.
 Undang-Undang No. 24 Tahun 2014 tentang Administrasi Kependudukan: Undang-
undang ini juga relevan dalam konteks ketidakhadiran dalam transaksi online,
terutama dalam hal identitas dan keabsahan pihak yang terlibat dalam transaksi.

6. reksy rofi mulyanda (2303101010178)


langkah apa yg dapat diambil untuk memastikan keputusan sidang adil bagi semua pihak,
khususnya yg tidak hadir?
Jawab:
Untuk memastikan keputusan sidang yang adil bagi semua pihak, khususnya yang
tidak hadir, beberapa langkah dapat diambil:
a. Pemberitahuan yang sah: Pastikan pemberitahuan sidang telah dilakukan secara sah
dan sesuai dengan ketentuan hukum. Hal ini mencakup pengumuman sidang secara
publik, pengiriman pemberitahuan tertulis kepada pihak yang bersangkutan, dan
usaha maksimal untuk memberitahu pihak yang tidak hadir.
b. Hak untuk memperoleh informasi: Pastikan pihak yang tidak hadir memiliki akses
yang memadai untuk memperoleh informasi mengenai perkara yang sedang
berlangsung, termasuk salinan dokumen-dokumen yang relevan.
c. Pengangkatan penasihat hukum: Pihak yang tidak hadir sebaiknya memiliki
kesempatan untuk diwakili oleh penasihat hukum yang kompeten untuk
menyampaikan argumennya.
d. Mekanisme untuk menyampaikan argumen: Adanya mekanisme yang
memungkinkan pihak yang tidak hadir untuk menyampaikan argumennya, baik
secara tertulis maupun melalui perwakilan.
e. Pertimbangan atas alasan ketidakhadiran: Hakim sebaiknya mempertimbangkan
alasan ketidakhadiran pihak dalam mengambil keputusan, untuk memastikan bahwa
keputusan yang diambil adalah adil dan berdasarkan fakta yang sebenarnya.
Dasar hukum untuk memastikan keputusan sidang yang adil bagi pihak yang tidak
hadir dapat ditemukan dalam Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHAP) di Indonesia,
khususnya dalam Pasal 135 Hukum Acara Perdata yang mengatur tentang tata cara
pemberitahuan dalam proses peradilan. Selain itu, prinsip keadilan dan kedaulatan hukum
yang merupakan prinsip dasar hukum Indonesia juga menjadi dasar bagi upaya memastikan
keputusan sidang yang adil bagi semua pihak.

7. Filza Amalia (2303101010188)


apa konsekuensi hukum jika pihak yang dijadwalkan memberikan keterangan ahli tidak
dapat hadir?
Jawab:
Jika pihak yang dijadwalkan memberikan keterangan ahli tidak dapat hadir dalam
sidang, ada beberapa konsekuensi hukum yang mungkin terjadi, tergantung pada kebijakan
pengadilan dan ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut. Beberapa kemungkinan
konsekuensi hukumnya adalah:
a. Pemanggilan ulang: Pengadilan biasanya akan memberikan kesempatan bagi pihak
yang tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan ahli dalam sidang yang
dijadwalkan ulang.
b. Penundaan sidang: Pengadilan dapat memutuskan untuk menunda sidang agar
pihak yang tidak hadir dapat memberikan keterangan ahli di sidang yang akan
datang.
c. Pengabaian keterangan ahli: Jika pihak yang tidak dapat hadir tidak memberikan
alasan yang cukup untuk ketidakhadirannya, pengadilan dapat memutuskan untuk
mengabaikan keterangan ahli tersebut.
d. Kesimpulan berdasarkan keterangan ahli lain: Pengadilan dapat memutuskan untuk
menggunakan keterangan ahli lain yang telah disampaikan dalam persidangan
sebagai dasar untuk membuat keputusan.
Dasar hukum untuk konsekuensi hukum jika pihak yang dijadwalkan memberikan
keterangan ahli tidak dapat hadir dapat ditemukan dalam Undang-Undang Hukum Acara
Perdata (KUHAP) di Indonesia, khususnya dalam Pasal 187 yang mengatur tentang
keterangan ahli dan Pasal 190 yang mengatur tentang pemanggilan ahli. Selain itu,
ketentuan hukum lainnya yang mengatur tentang proses peradilan juga dapat menjadi dasar
hukum untuk konsekuensi hukum dalam hal ketidakhadiran pihak yang dijadwalkan
memberikan keterangan ahli. Selain ity, juga dengan peraturan hukum terkait dengan
keterangan ahli yang tertuang pada pasal 463 BW.

8. M. Naufal Akbar (2303101010269)


apa yang harus dilakukan oleh pihak yang tidak hadir dalam sidang perdata untuk
memastikan hak hak nya tetap terlindungi?
Jawab:
Untuk memastikan hak-haknya tetap terlindungi dalam hukum perdata, pihak yang
tidak hadir dalam sidang perlu melakukan beberapa langkah:
a. Menunjuk Kuasa Hukum: Pihak yang tidak hadir sebaiknya menunjuk kuasa hukum
untuk mewakili mereka dalam sidang.
b. Memberikan Alasan Ketidakhadiran: Pihak yang tidak hadir sebaiknya memberikan
alasan yang valid untuk ketidakhadirannya kepada pengadilan dan pihak
lawan.Meminta Penundaan Sidang: Jika memungkinkan, pihak yang tidak hadir
dapat meminta penundaan sidang agar dapat hadir di sidang selanjutnya.
c. Mengikuti Perkembangan Kasus: Pihak yang tidak hadir sebaiknya tetap mengikuti
perkembangan kasus mereka melalui kuasa hukum atau pemberitahuan resmi dari
pengadilan.
Dasar hukumnya terdapat dalam Pasal 154 Hukum Acara Perdata (HAP) yang
menyatakan bahwa pihak yang tidak hadir dalam sidang tanpa alasan yang sah dianggap
mengakui segala tuntutan yang diajukan oleh pihak lain, kecuali jika dalam waktu tertentu
setelah sidang diumumkan ada alasan yang diterima oleh pengadilan. Jadi, sangat penting
bagi pihak yang tidak hadir untuk mengikuti proses hukum dan memberikan alasan yang
tepat untuk ketidakhadirannya agar hak-haknya tetap terlindungi.

9. sefrenty inola lubis (2303101010058)


Berkaitan dengan keaadaan tidk berhadir dengan penyelesaiannya secara sementara,
apabila ada kasus ketidakhadiran tanpa surat kuasa akibat penyakit skizofrenia lalu
dinyatakan hilang atau meninggal dan orang tersebut kembali lagi dan tidak menerima
penyelesaian tersebut, bagaimama cara penyelesaiannya?
Jawab:
Pada kasus ketidakhadiran tanpa surat kuasa akibat penyakit skizofrenia,
penyelesaiannya dapat dilakukan dengan beberapa cara yang terkait dengan undang-undang
dan peraturan yang berlaku. Berikut adalah beberapa pasal yang terkait dengan
penyelesaian kasus tersebut:
 Pasal 44 KUHP: Pasal 44 KUHP mengatur tentang penanggungjawaban pidana bagi
pelaku yang menderita skizofrenia. Hal ini merupakan alasan penghapus pidana
sebab terganggu karena penyakit dikarenakan skizofrenia.
 Pasal 71 UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa: Pasal 71 UU No. 18 Tahun
2014 tentang Kesehatan Jiwa menyatakan bahwa penderita skizofrenia tidak
memiliki tanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan.
 Pasal 44 KUHP: Pasal 44 KUHP menyatakan bahwa penderita skizofrenia tidak
memiliki tanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan.
 Pasal 44 KUHP: Pasal 44 KUHP menyatakan bahwa penderita skizofrenia tidak
memiliki tanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan.
Selain itu, penyelesaian kasus ketidakhadiran tanpa surat kuasa akibat penyakit
skizofrenia juga dapat dilakukan dengan pengadilan, konsultasi dengan pihak ketiga,
kompromi, pengurusan hukum, pengurusan hak asuh, pengurusan keuangan, dan
pengurusan kesehatan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

10. Najwa Az-Zahra (2303101010221)


Bagaimana hukum perdata Indonesia mengatur penggantian kerugian atau kompensasi
bagi pihak yang terdampak karena ketidakhadiran yang tidak sah dalam persidangan
perdata?
Jawab:
Hukum perdata Indonesia mengatur penggantian kerugian atau kompensasi bagi
pihak yang terdampak karena ketidakhadiran yang tidak sah dalam persidangan perdata
melalui Pasal 186 Hukum Acara Perdata (HAP). Pasal ini menyebutkan bahwa pihak yang
tidak hadir tanpa alasan yang sah dapat diwajibkan membayar biaya yang timbul akibat
ketidakhadirannya tersebut, seperti biaya persidangan yang telah dikeluarkan oleh pihak
lain.
Selain itu, Pasal 187 HAP juga menyebutkan bahwa pengadilan dapat memberikan
putusan verstek (putusan yang diberikan tanpa kehadiran pihak yang dituduh) jika pihak
tergugat tidak hadir dalam persidangan tanpa alasan yang sah. Putusan verstek ini
memberikan hak kepada pihak yang mengajukan gugatan untuk meminta penggantian
kerugian atau kompensasi atas kerugian yang diderita akibat tindakan yang menjadi dasar
gugatan tersebut.
Dengan demikian, dalam hukum perdata Indonesia, pihak yang tidak hadir dalam
persidangan perdata tanpa alasan yang sah dapat dikenakan biaya dan dapat diwajibkan
untuk membayar kompensasi atau penggantian kerugian kepada pihak lain yang terdampak.
Namun, pengadilan akan menilai setiap kasus secara individual untuk menentukan apakah
kerugian atau kompensasi tersebut harus dibayarkan, dan dalam jumlah berapa.

11. nama: belva risqina putri (2303101010272)


bagaimana upaya mitigasi risiko dan perlindungan terhadap hak hak individu yang
terdampak dalam kobteks keadaan tidak hadir dalam hikum perdata yang terlah
dipertimbangkan
jawab:
Untuk mitigasi risiko dan perlindungan terhadap hak hak individu yang terdampak
dalam konteks keadaan tidak hadir dalam hukum perdata yang telah dipertimbangkan
menurut KUHPER dan Undang-Undang, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan:
a. Identifikasi Risiko: Pertama, perlu dilakukan identifikasi risiko yang mungkin terjadi,
baik risiko ekonomi makro, risiko kewajiban kontinjen, risiko program dan
implementasi kebijakan, maupun risiko operasional. Setelah identifikasi risiko, perlu
dilakukan analisis risiko untuk mengetahui tingkat kemungkinan, tingkat dampak,
tingkat risiko, dan profil risiko.
b. Rencana Mitigasi: Setelah identifikasi dan analisis risiko, perlu dibuat rencana
mitigasi untuk mengurangi dampak dari suatu kejadian. Rencana mitigasi harus
disesuaikan dengan sasaran organisasi dan meliputi pengurangan dampak,
pengurangan kemungkinan, dan pengurangan risiko.
c. Penerapan Manajemen Risiko: Penerapan manajemen risiko harus dilakukan dalam
perspektif seluruh-organisasi, dengan integrasi secara horizontal dan vertikal. Semua
anggota organisasi harus memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap risiko dan
bagaimana mengelola risiko.
d. Komunikasi dan Konsultasi: Dalam setiap tahap proses manajemen risiko, perlu
dilakukan proses komunikasi dan konsultasi untuk membantu mengidentifikasi dan
mengendalikan risiko.
e. Pengendalian Risiko: Pengendalian risiko harus disesuaikan dengan pedoman umum
manajemen risiko dan kewajiban negara.
f. Pengawasan dan Evaluasi: Perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi terhadap
kepatuhan penyusunan profil risiko dan rencana mitigasi risiko unit, serta melakukan
evaluasi maturitas SPIP Terintegrasi dan evaluasi maturitas manajemen risiko oleh
APIP Jenderal Kementerian Hukum dan HAM.
g. Pencegahan dan Pendeteksian: Perlu dilakukan tindakan pencegahan dan
pendeteksian untuk mengurangi risiko serangan siber dan mengembangkan
kesadaran dan kepegangan terhadap risiko.
h. Pembelajaran dan Pendidikan: Perlu dilakukan pembelajaran dan pendidikan untuk
mengurangi risiko serangan siber dan mengembangkan kesadaran dan kepegangan
terhadap risiko.
i. Kesadaran dan Kepegangan: Perlu dilakukan peningkatan kesadaran dan kepegangan
terhadap risiko dan pengendalian risiko, baik di organisasi maupun individu.
Selain itu, untuk lebih mengetahui lebih dalam lagi menggetahui mitigasi risiko,
penting untuk mengetahui sejumlah pengertiannya terlebih dahulu dan sejumlah langkah
dan contohnya. Tentang perlindungan hak hak individu, Undang-Undang Nomor 19/2004
tentang Perlindungan Hak Hak Individu dalam keadaan tidak hadir dalam hukum perdata
yang telah dipertimbangkan, tertera dalam Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17.

12. Dyva Maharani Putri (2303101010207)


Bagaimana apabila dalam sidang pertama Penggugat tidak hadir dalam acara persidangan
padahal sudah dipanggil secara patut dan tidak ada konfirmasi?
Jawab:
Apabila dalam sidang pertama Penggugat tidak hadir dalam acara persidangan
padahal sudah dipanggil secara patut dan tidak ada konfirmasi, maka terdapat beberapa
ketentuan yang perlu dipertimbangkan menurut hukum acara perdata dan undang-undang:
a. Putusan Verstek: Apabila dalam sidang pertama Penggugat tidak hadir, maka Hakim
dapat menjatuhkan putusan verstek (tanpa hadirnya Tergugat) terhadap
Penggugat[2]. Pasal yang terkait dengan putusan verstek pada sidang pertama jika
Penggugat tidak hadir tertera di Pasal 126 HIR, Pasal 127 HIR, dan Pasal 129 HIR.
b. Pengguguran Gugatan: Apabila Tergugat lebih dari satu orang, dan salah satu Tergugat
tidak hadir, maka Hakim wajib mengundur sidang dan memerintahkan sekali lagi
untuk memanggil Tergugat yang bersangkutan.
c. Penggunaan Mediator: Dalam proses acara perdata, mediasi adalah salah satu
alternatif penyelesaian sengketa. Mediasi di dalam pengadilan diatur oleh Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008.
d. Penggunaan Surat Gugatan: Surat gugatan dapat digunakan untuk mengajukan
gugatan dan mendaftarkan perkara. Surat gugatan harus ditandatangani oleh
pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan tempat tinggal pemohon.
e. Biaya Perkara: Biaya perkara harus dibayar oleh Penggugat, dan jika Penggugat tidak
hadir dalam sidang pertama, maka biaya tersebut akan diambil dari uang panjar biaya
perkara yang telah dibayar oleh Penggugat.
f. Pengadilan Negeri: Pengadilan Negeri dapat memerintahkan supaya pihak yang tidak
hadir dipanggil untuk kedua kalinya supaya datang menghadap.
g. Kewenangan Hakim: Kewenangan pengguguran gugatan oleh Majelis Hakim tidak
bersifat imperative, karena berdasarkan Pasal 126 HIR menegaskan bahwa sebelum
menjatuhkan putusan pengguguran gugatan, Hakim harus memerintahkan panggilan
oleh Ketua sekali lagi menghadap hari persidangan yang lain.
h. Keputusan Pengadilan: Ketika itu perkara diperiksa, dan kemudian diputuskan bagi
sekalian pihak dalam suatu keputusan, atas mana tidak diperkenankan perlawanan
(Verzet).

13. ratu naniba adilla (2303101010208)


Apa perbedaan antara keadaan tidak hadir yang diakibatkan oleh keinginan seseorang
(misalnya absen tanpa alasan yang sah) dan keadaan tidak hadir yang diakibatkan oleh
alasan di luar kendali individu (misalnya sakit atau kecelakaan)?
Jawab:
perbedaan :
 Keinginan Seseorang (Tanpa Alasan yang Sah):Keadaan tidak hadir yang disebabkan
oleh keinginan seseorang, tanpa alasan yang sah, sering kali dianggap sebagai
tindakan sukarela atau kelalaian dari individu tersebut. Dalam konteks hukum, hal ini
dapat mencerminkan kurangnya tanggung jawab atau kepatuhan terhadap kewajiban
hukum.
Pasal yang terkait dengan keadaan tidak hadir yang diakibatkan oleh keinginan
seseorang menurut KUHPERDATA dan undang-undang adalah:

o Pasal 126 HIR.


o Pasal 127 HIR.
o Pasal 129 HIR.
Pasal 126 HIR mengatur tentang putusan verstek (tanpa hadirnya Tergugat) jika
Penggugat tidak hadir dalam sidang pertama. Pasal 127 HIR mengatur tentang
pengguguran gugatan jika Tergugat lebih dari satu orang, dan salah satu Tergugat
tidak hadir. Pasal 129 HIR mengatur tentang pengendalian risiko dan perlindungan
terhadap hak hak individu yang terdampak dalam konteks keadaan tidak hadir
dalam hukum perdata yang telah dipertimbangkan.
 Alasan di Luar Kendali Individu (Sakit atau Kecelakaan):Keadaan tidak hadir yang
disebabkan oleh alasan di luar kendali individu, seperti sakit atau kecelakaan, sering
dianggap sebagai keadaan yang tidak dapat dihindari atau tidak dapat diprediksi
oleh individu. Dalam banyak sistem hukum, keadaan ini dapat diakui sebagai
keadaan yang dapat membenarkan atau memperbolehkan ketidakhadiran, dan
individu yang mengalami keadaan tersebut dapat mendapatkan perlakuan yang
lebih memahami.
Pasal 463 KUH Perdata mengatur tentang keadaan tidak hadir yang disebabkan oleh
alasan diluar kendali individu. Keadaan tidak hadir ini dapat terjadi karena berbagai
alasan, seperti keadaan di luar kekuasaannya, tidak dapat ditemukan lagi, atau tidak
ada cukup bukti.

14. Dinda Mutia Rista (2303101010141)


Apakah ada upaya konkret dalam hukum perdata untuk memastikan bahwa hak-hak
individu yang tidak hadir tetap terlindungi secara adil dan setara dengan pihak yang hadir?
Jawab:
Upaya hukum dalam hukum perdata adalah upaya yang digunakan untuk
memastikan bahwa hak-hak individu yang tidak hadir tetap terlindungi secara adil dan setara
dengan pihak yang hadir. Upaya hukum ini dapat dibedakan menjadi upaya hukum biasa dan
upaya hukum luar biasa.
a. Upaya Hukum Biasa:
 Perlawanan/verzet: Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya
tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal
129 HIR.
 Banding: Upaya hukum yang digunakan untuk membandingkan putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap.
 Kasasi: Upaya hukum yang digunakan untuk memutus pada putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap.
b. Upaya Hukum Luar Biasa:
 Denderverzet: Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan
kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat
mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukumnya
adalah 378-384 Rv dan pasal 195 (6) HIR.
 Peninjauan kembali: Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak
menangguhkan eksekusi.
Upaya hukum ini membantu memastikan bahwa hak-hak individu yang tidak hadir
tetap terlindungi secara adil dan setara dengan pihak yang hadir. Namun, dalam hal ini,
perlu diingat bahwa upaya hukum ini tidak akan membantu dalam hal pengurangan atau
pembatasan hak-hak individu yang tidak hadir karena alasan yang diterangkan dalam pasal
463 KUH Perdata.

15. alya nabila (2303101010234)


Bagaimana konsekuensi hukum jika salah satu pihak tidak hadir dalam persidangan?
Jawab:

Konsekuensi hukum ketidakhadiran salah satu pihak dalam persidangan dapat


berbeda-beda tergantung pada yurisdiksi dan hukum yang berlaku. Sebagai contoh, di
Indonesia, beberapa dasar hukum terkait ketidakhadiran dalam persidangan antara lain:
 Penundaan Persidangan: Pasal 153 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) menyatakan bahwa pengadilan dapat menunda persidangan jika pihak yang
diwajibkan untuk hadir tidak datang, kecuali dalam hal tertentu yang diatur dalam
undang-undang.
 Putusan Default: Pasal 154 KUHAP menyebutkan bahwa jika terdakwa tidak hadir
tanpa alasan yang sah pada saat pengadilan menjadwalkan sidang untuk
membacakan putusan, maka pengadilan dapat membacakan putusan secara verstek.
 Penangkapan (Warrant): Pasal 129 KUHAP memberikan kewenangan kepada
pengadilan untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap terdakwa
atau saksi yang tidak memenuhi panggilan pengadilan.
 Sanksi atau Denda: Pasal 184 KUHAP mengatur bahwa pihak yang tidak memenuhi
panggilan pengadilan dapat dikenai sanksi, termasuk denda. Pasal 183 KUHAP juga
menyebutkan kemungkinan tindakan pidana bagi saksi atau terdakwa yang tidak
datang tanpa alasan yang sah.
 Penghentian Perkara: Pasal 133 KUHAP menyatakan bahwa persidangan dapat
dihentikan jika terdakwa yang wajib hadir tidak dapat dihadirkan karena kabur atau
meninggal dunia.
Penting untuk diperhatikan bahwa konsekuensi hukum dapat bervariasi dan
tergantung pada situasi masing-masing kasus. Selain KUHAP, terdapat juga peraturan dan
ketentuan lain yang dapat mempengaruhi konsekuensi hukum ketidakhadiran dalam
persidangan, tergantung pada jenis persidangan dan hukum materiil yang diterapkan dalam
perkara tersebut. Jika Anda berada dalam situasi di mana pihak tidak dapat hadir dalam
persidangan, sebaiknya konsultasikan dengan advokat untuk mendapatkan nasihat hukum
yang spesifik sesuai dengan kasus Anda.

16. Muhammad Hafizd (2303101010133)


misal seseorang yang keberadaan nya tidak di ketahui saat pembagian warisan,datang
bertahun-tahun setelah pembagian warisan,bagaimana bagian orang tersebut?
Jawab:

Dalam konteks hukum Indonesia, hukum waris diatur oleh Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata). Ketika seseorang yang merupakan ahli waris tidak hadir atau
tidak diketahui saat pembagian warisan, dan kemudian datang bertahun-tahun setelahnya,
bagian orang tersebut akan tergantung pada beberapa faktor, termasuk apakah pembagian
warisan sudah dilakukan atau belum, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi status
hukumnya. Berikut beberapa ketentuan hukum yang relevan:
 Pembagian Warisan yang Sudah Dilakukan: Jika pembagian warisan sudah dilakukan
dan seseorang yang awalnya tidak hadir atau tidak diketahui kemudian muncul,
bagian yang sudah dibagikan biasanya tidak dapat diubah. Hal ini sesuai dengan
Pasal 869 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pembagian warisan yang sah tidak
dapat dibatalkan atau diubah, kecuali atas dasar kesalahan atau penyalahgunaan.
 Hak Anak yang Tidak Diakui: Pasal 943 KUHPerdata menyebutkan bahwa anak yang
tidak diakui dalam pembagian harta waris, baik oleh pewaris maupun oleh ahli waris
lain, dapat mengajukan tuntutan untuk mendapatkan bagian dari warisan tersebut.
Namun, tuntutan ini harus diajukan dalam waktu satu tahun sejak pengumuman
pembagian.
 Keberadaan Ahli Waris yang Tidak Diketahui:Jika seseorang yang tidak diketahui
sebagai ahli waris datang bertahun-tahun setelah pembagian, dapat terjadi revisi
pembagian harta waris sesuai dengan Pasal 992 KUHPerdata. Revisi ini mungkin
dilakukan jika keberadaan ahli waris tersebut dapat dibuktikan dan jika tidak ada
kesalahan atau penyalahgunaan yang terjadi dalam pembagian sebelumnya.
Penting untuk mencatat bahwa setiap kasus dapat berbeda dan bergantung pada
fakta-fakta khususnya. Jika seseorang menemukan dirinya dalam situasi ini, disarankan
untuk berkonsultasi dengan ahli hukum atau notaris untuk mendapatkan nasihat hukum
yang lebih spesifik sesuai dengan keadaan konkret kasus tersebut.

17. Miski Nadhifa Zikra (2303101010039)


Apakah ada mekanisme atau prosedur khusus yang harus diikuti jika seseorang tidak
dapat hadir dalam persidangan perdata?
Jawab:

Ya, di Indonesia, terdapat mekanisme dan prosedur khusus yang dapat diikuti jika
seseorang tidak dapat hadir dalam persidangan perdata. Beberapa dasar hukum yang
relevan dapat ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan
Hukum Acara Perdata (HAP). Berikut adalah beberapa pasal yang berkaitan:
 Permohonan Penundaan Persidangan: Jika seseorang tidak dapat hadir dalam
persidangan, ia dapat mengajukan permohonan penundaan persidangan. Dasar
hukumnya terdapat dalam Pasal 154 Hukum Acara Perdata (HAP), yang
menyebutkan bahwa pengadilan dapat menunda persidangan jika salah satu pihak
yang diwajibkan hadir mengajukan permohonan penundaan yang sah.
 Surat Kuasa Khusus: Jika pihak yang tidak dapat hadir ingin diwakili oleh kuasa
hukum atau perwakilan lain, mereka dapat memberikan surat kuasa khusus. Dasar
hukumnya terdapat dalam Pasal 183 Hukum Acara Perdata (HAP).
 Pemberitahuan kepada Pengadilan: Jika seseorang tidak dapat hadir dalam
persidangan, penting untuk memberitahukan pengadilan secara tertulis dan secepat
mungkin. Pemberitahuan ini dapat berisi alasan ketidakhadiran dan permintaan
penundaan, jika diperlukan.
 Hukuman Pidana Bagi yang Menolak Hadir Tanpa Alasan yang Sah: Pasal 189 Hukum
Acara Perdata (HAP) menyebutkan bahwa saksi atau pihak yang ditentukan oleh
undang-undang yang tidak hadir tanpa alasan yang sah dapat dikenai pidana denda.
 Pengajuan Keterangan Tertulis: Pasal 167 Hukum Acara Perdata (HAP) memberikan
kemungkinan untuk mengajukan keterangan tertulis jika salah satu pihak atau saksi
tidak dapat hadir. Pengajuan ini memungkinkan pengadilan untuk
mempertimbangkan keterangan tertulis sebagai bukti dalam persidangan.
Penting untuk dicatat bahwa ketentuan-ketentuan tersebut dapat bervariasi dan
dapat diubah oleh peraturan pengadilan setempat. Oleh karena itu, jika seseorang
menghadapi kesulitan untuk hadir dalam persidangan perdata, disarankan untuk
berkonsultasi dengan ahli hukum atau pengacara untuk mendapatkan panduan yang lebih
spesifik sesuai dengan kasusnya.

18. najwa azzahra febriska (2303101010263)


bagaimana pengadilan mempertimbangkan ketidakhadiran seseorang dalam proses
persidangan ?
jawab:
Pengadilan mempertimbangkan ketidakhadiran seseorang dalam proses persidangan
dengan memastikan bahwa hak-hak individu tersebut tetap dihormati dan bahwa proses
hukum berjalan secara adil. Berikut adalah beberapa dasar hukum umum yang bisa menjadi
dasar pertimbangan ketidakhadiran seseorang:
 Hak untuk Diberi Kesempatan Membela Diri: Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945
(UU Dasar) Indonesia, misalnya, menjamin setiap orang untuk memperoleh
perlindungan hukum yang adil serta memberikan kesempatan yang sama di depan
hukum. Prinsip ini juga mencakup hak untuk membela diri, bahkan jika pihak yang
bersangkutan tidak dapat hadir secara fisik di pengadilan.
 Hak untuk Mengajukan Permohonan Penundaan Sidang: Beberapa perundang-
undangan memberikan hak kepada pihak yang tidak hadir untuk mengajukan
permohonan penundaan sidang.Misalnya, Pasal 186 HIR Indonesia memberikan
kemungkinan penundaan sidang apabila pihak yang bersangkutan tidak dapat hadir
dan memberikan alasan yang cukup.
 Wewenang Pengadilan untuk Menentukan Prosedur yang Adil:Pengadilan memiliki
wewenang untuk menentukan prosedur yang adil dan sesuai dengan keadaan. Pasal
183 HIR Indonesia memberikan wewenang kepada pengadilan untuk menentukan
prosedur yang sesuai dalam menghadapi pihak yang tidak hadir.
 Pemeriksaan Bukti Secara Teliti: Pengadilan harus memastikan bahwa pemeriksaan
bukti dilakukan secara cermat, dan hak-hak pihak yang tidak hadir tetap dihormati.
Prinsip ini mencakup penggunaan bukti tertulis, kesaksian saksi, dan segala bentuk
keterangan yang diberikan oleh pihak yang tidak hadir.
 Kuasa Hukum atau Wakil: Pihak yang tidak dapat hadir sendiri dalam persidangan
dapat diwakilkan oleh kuasa hukum atau wakilnya. Pasal 182 HIR Indonesia
memberikan dasar hukum untuk pengadilan memberikan izin kepada pihak yang
tidak hadir untuk diwakili.
 Pertimbangan Kepentingan Khusus: Pengadilan juga dapat mempertimbangkan
kepentingan khusus dalam kasus-kasus tertentu, seperti kasus kekerasan atau
ancaman yang mungkin dihadapi oleh pihak yang bersangkutan jika hadir di
pengadilan.
Prinsip-prinsip ini menunjukkan bahwa pengadilan harus menjalankan prosesnya
dengan itikad baik dan keadilan, serta memberikan pertimbangan yang sewajarnya terhadap
keadaan ketidakhadiran seseorang dalam persidangan. Penjelasan lebih lanjut dapat
ditemukan dalam perundang-undangan yang berlaku di masing-masing yurisdiksi.

19. Riena Riedara (2303101010226)


Apakah ada prosedur khusus yang harus diikuti jika pihak yang tidak hadir ingin
mengajukan permohonan ulang atau meminta pengujian kembali kasus?
Jawab:

Di dalam sistem hukum Indonesia, terdapat prosedur khusus yang dapat diikuti jika
pihak yang tidak hadir ingin mengajukan permohonan ulang atau meminta pengujian
kembali kasus. Prosedur ini dapat mencakup permohonan peninjauan kembali (PK) atau
permohonan kasasi. Berikut adalah penjelasan singkat beserta dasar hukumnya:
 Peninjauan Kembali (PK): Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
(KUHAP) memberikan kewenangan kepada pihak yang tidak hadir dalam
persidangan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali. Proses ini
bertujuan untuk menguji kembali suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Pemohon PK harus memenuhi syarat-syarat yang diatur
dalam Pasal 263 KUHAP, seperti adanya alasan-alasan yang dapat diterima untuk
mengajukan peninjauan kembali.
 Kasasi: Pihak yang tidak puas dengan putusan pengadilan dapat mengajukan kasasi
ke Mahkamah Agung. Pasal 244 KUHAP mengatur mengenai permohonan kasasi.
Pemohon kasasi perlu memberikan alasan-alasan hukum yang jelas dan sah, serta
mematuhi persyaratan formil yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Penting untuk dicatat bahwa baik PK maupun kasasi memiliki batas waktu yang
harus diikuti oleh pihak yang berkepentingan. Selain itu, untuk kasus perdata, pihak yang
tidak dapat hadir dalam persidangan juga dapat mengajukan permohonan gugatan atau
pembelaan tertulis sesuai dengan aturan yang berlaku, dan kemudian mengikuti proses
persidangan.
Pastikan untuk merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHAP)
dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya serta mendapatkan bantuan hukum
untuk memastikan bahwa proses-proses ini dijalankan dengan benar dan sesuai dengan
hukum yang berlaku.

20. Arini Izzataki (2303101010206)


Apakah ada perbedaan dalam penanganan ketidakhadiran antara kasus perdata biasa dan
kasus yang melibatkan hukum keluarga atau waris?
Jawab:

Dalam sistem hukum Indonesia, penanganan ketidakhadiran dalam kasus perdata


biasa dan kasus yang melibatkan hukum keluarga atau waris dapat memiliki beberapa
perbedaan, terutama terkait dengan norma dan prosedur yang diatur oleh hukum keluarga
atau hukum waris. Berikut adalah beberapa perbedaan yang dapat ditemui:
a. Kasus Perdata Biasa:
 Ketidakhadiran Pihak dalam Persidangan: Ketidakhadiran pihak dalam
persidangan dapat diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
(KUHAP) yang mengatur prosedur persidangan untuk kasus perdata.
 Prosedur Peninjauan Kembali atau Kasasi: Jika pihak yang tidak hadir ingin
mengajukan peninjauan kembali (PK) atau kasasi, prosedur tersebut diatur
oleh KUHAP, terutama Pasal 263 dan Pasal 244.
b. Kasus Hukum Keluarga atau Waris:
 Ketidakhadiran dalam Persidangan Hukum Keluarga: Ketidakhadiran pihak
dalam persidangan hukum keluarga dapat diatur oleh Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) dan undang-
undang lain yang berkaitan.
 Pembuktian Hubungan Keluarga: Dalam kasus hukum keluarga, pembuktian
hubungan keluarga (misalnya, status sebagai ahli waris) sering kali menjadi
pertimbangan penting, dan hukum keluarga mungkin memberikan
ketentuan khusus tentang bagaimana pembuktian tersebut dapat dilakukan.
 Penanganan Sengketa Waris: Kasus yang melibatkan sengketa waris sering
kali diatur oleh hukum waris dan dapat melibatkan proses perdata khusus
seperti pembagian harta waris. Hukum waris Indonesia diatur oleh Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
c. Aspek Khusus Kasus Perceraian: Dalam kasus perceraian, UU Perkawinan mengatur
prosedur dan pertimbangan khusus, termasuk hak-hak dan tanggung jawab pihak
yang bersangkutan, yang dapat mempengaruhi penanganan ketidakhadiran.
Penting untuk merujuk pada undang-undang yang berlaku dan mendapatkan
bantuan hukum yang tepat untuk memahami perbedaan khusus yang mungkin ada dalam
penanganan kasus perdata biasa, hukum keluarga, atau waris. Dasar hukum yang relevan
dapat ditemukan dalam UU Perkawinan, KUHAP, dan KUHPerdata, antara lain, sesuai
dengan konteks kasus yang sedang dihadapi.
21. Keisya Lintang Salsabila (2303101010139)
Apakah ada perbedaan perlakuan hukum antara ketidakhadiran yang disengaja dan yang
tidak disengaja dalam proses perdata?
Jawab:
Dalam hukum perdata, terdapat perbedaan perlakuan antara ketidakhadiran yang
disengaja (dilakukan dengan sengaja) dan yang tidak disengaja (tidak disengaja). penjelasan
singkatnya:
 Ketidakhadiran yang Disengaja: Pihak yang absen secara disengaja mungkin
kehilangan kesempatan untuk mempertahankan argumennya atau mengajukan
bukti tambahan, yang dapat berdampak pada putusan akhir. Dalam beberapa sistem
hukum, ketidakhadiran yang disengaja dapat diatur oleh ketentuan tentang
konsekuensi dari ketidakhadiran tersebut. Misalnya, dalam KUHPerdata Indonesia,
Pasal 154 menyatakan bahwa "barangsiapa tidak menghadirkan diri tanpa alasan
yang sah pada waktu sidang, maka hakim dapat menetapkan perkara itu
berdasarkan keterangan yang ada”. Pasal lain yang terkait ketidakhadiran secara
disengaja juga diatur oleh Pasal 154 HIR (Herziene Indonesisch Reglement). Pasal ini
menyatakan bahwa "barangsiapa tidak menghadirkan diri tanpa alasan yang sah
pada waktu sidang, maka hakim dapat menetapkan perkara itu berdasarkan
keterangan yang ada." Artinya, jika seseorang sengaja tidak hadir dalam sidang
tanpa alasan yang sah, pengadilan dapat melanjutkan proses peradilan berdasarkan
keterangan yang telah ada tanpa mempertimbangkan argumen atau bukti tambahan
yang mungkin diajukan oleh pihak yang absen.
 Ketidakhadiran yang Tidak Disengaja: Dalam banyak yurisdiksi, pihak yang tidak
hadir karena alasan yang sah dapat meminta pengadilan untuk mengulang sidang
atau memberikan kesempatan lain untuk dihadiri. ketidakhadiran yang tidak
disengaja atau absen karena alasan yang sah dapat diatur oleh Pasal 186 HIR
(Herziene Indonesisch Reglement). Pasal tersebut menyatakan bahwa "barangsiapa
tidak menghadirkan diri tanpa alasan yang sah pada waktu sidang, maka hakim
dapat menunda persidangan itu untuk dipanggil lagi." Pasal ini memberikan hak
kepada hakim untuk menunda sidang jika pihak yang bersangkutan absen tanpa
alasan yang sah, memberikan kesempatan kepada pihak tersebut untuk hadir dalam
sidang berikutnya.
Dasar hukum perlakuan ini dapat bervariasi tergantung pada yurisdiksi hukum
masing-masing negara. Namun, umumnya, hukum perdata mengakui bahwa setiap pihak
memiliki hak untuk hadir dalam proses peradilan dan bahwa ketidakhadiran dapat
berdampak pada hak-hak mereka, terutama jika absen secara disengaja.
22. muhammad Adel mahaputra (2203101010422)
Ada seseorang yang merantau sejak umur 20 thn, semenjak dia merantau tidak ada kabar
selama 35 thn. Dia tiba-tiba pulang meminta hak warisan tetapi warisannya sudah dibagi
dan orang tuanya sudah meninggal. Saudaranya tidak mau membagi warisannya karena
dia sudah menghilang selama 35 thn. Jadi apakah dia bisa mendapatkan warisan? Kalau
iya bagaimana caranya, kalau tidak tolong penjelasannya
Jawab:

Dalam konteks hukum Indonesia, permasalahan seperti ini diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Sebagai gambaran umum, jika seseorang
merantau dan menghilang selama waktu yang cukup lama, dapat timbul pertanyaan
mengenai hak warisnya. Namun, hukum waris Indonesia memberikan kepastian hukum
melalui ketentuan-ketentuan tertentu.
Pertama-tama, perlu diperhatikan bahwa hak waris seseorang ditentukan oleh
hukum waris Indonesia, dan orang yang menghilang masih dapat dianggap sebagai ahli waris
sesuai dengan hukum perdata. Namun, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan:
 Batas Waktu Kehilangan: Pasal 1945 KUH Perdata menyebutkan bahwa seseorang
dianggap meninggal jika tidak diketahui keberadaannya selama 5 tahun berturut-
turut. Jika orang tersebut telah menghilang selama 35 tahun, dapat dipertimbangkan
untuk mengajukan klaim warisan.
 Bukti Kehidupan atau Kematian: Pasal 1946 KUH Perdata menyatakan bahwa jika
seseorang dianggap meninggal, pihak yang berkepentingan dapat meminta
penetapan pengadilan atas kematian atau kehidupan orang tersebut. Ini mungkin
memerlukan pengajuan permohonan ke pengadilan setempat untuk mendapatkan
kepastian hukum.
 Warisan yang Sudah Dibagi: Jika warisan sudah dibagi sebelum seseorang
mengajukan klaim, situasinya menjadi lebih kompleks. Pengadilan kemungkinan
akan mempertimbangkan apakah pembagian itu sah dan apakah ada keadaan yang
menghalangi atau memungkinkan peninjauan kembali pembagian tersebut.
 Pembuktian Hubungan Keluarga: Jika orang yang menghilang ingin mengklaim
warisan, dia mungkin perlu membuktikan hubungan keluarga dan hak warisnya. Ini
bisa melibatkan bukti-bukti seperti akta kelahiran, bukti-bukti identitas, dan bukti
lainnya.
Perlu diingat bahwa rincian lebih lanjut dan pertimbangan lebih lanjut dapat
bervariasi tergantung pada fakta-fakta spesifik dari kasus ini. Sebaiknya, untuk mendapatkan
nasihat hukum yang akurat dan spesifik mengenai situasi ini, disarankan untuk berkonsultasi
dengan seorang ahli hukum di Indonesia.

23. nasywa pohan(2303101010151)


Bagaimana pengadilan memastikan bahwa pihak yang tidak hadir diberikan kesempatan
untuk memberikan keterangan atau bukti dalam proses peradilan?
Jawab:

Pengadilan memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pihak yang tidak hadir
diberikan kesempatan yang cukup untuk memberikan keterangan atau bukti dalam proses
peradilan. Prinsip ini dikenal sebagai prinsip contraditorio, yaitu prinsip di mana kedua belah
pihak harus diberi kesempatan untuk menyampaikan argumen, keterangan, dan bukti secara
adil.
Dasar hukum untuk memastikan hak ini bervariasi tergantung pada sistem hukum
yang berlaku, namun, umumnya dapat ditemukan dalam undang-undang atau peraturan
peradilan. Berikut adalah contoh dasar hukum dari beberapa sistem hukum:
 Hukum Acara Perdata Indonesia: Pasal 132 Hukum Acara Perdata (HAP) Indonesia
menyatakan bahwa "Para pihak wajib menyatakan segala alat bukti yang akan
dipakai pada persidangan dan dapat disidangkan apabila sudah memenuhi
ketentuan formil."
 Hukum Acara Pidana Amerika Serikat: Sixth Amendment Konstitusi Amerika Serikat
memberikan hak kepada terdakwa untuk menghadiri sidang pengadilan dan untuk
memiliki bantuan hukum, serta menghadirkan saksi-saksi dan bukti-bukti untuk
membela diri.
Penting untuk dicatat bahwa prinsip contraditorio adalah prinsip umum yang diakui
di berbagai sistem hukum sebagai bagian dari hak asasi manusia dan keadilan. Oleh karena
itu, setiap proses peradilan yang adil seharusnya memberikan kesempatan yang sama bagi
semua pihak untuk menyampaikan pandangan dan bukti mereka.
Sistem hukum berbeda di setiap negara, namun umumnya prinsip-prinsip dasar hak
untuk memberikan keterangan atau bukti kepada pihak yang tidak hadir dijamin dalam
proses peradilan. Berikut adalah beberapa dasar hukum umum yang dapat digunakan
sebagai contoh:
 Pemberitahuan dan Undangan: Pasal 197 HIR (Herziene Inlandsch Reglement) di
Indonesia, yang berhubungan dengan pengadilan di wilayah Hindia Belanda pada
masa kolonial, menetapkan bahwa pihak yang tidak hadir harus diberikan
pemberitahuan atau undangan untuk hadir dalam sidang.
 Pemberian Kuasa kepada Kuasa Hukum atau Wakil: Pihak yang tidak hadir dapat
memberikan kuasa kepada kuasa hukum atau wakil untuk mewakilinya dalam
sidang.
 Pasal 182 HIR Indonesia, misalnya, memberikan wewenang kepada pengadilan untuk
mengizinkan wakil atau kuasa hukum jika pihak yang bersangkutan tidak dapat hadir
sendiri.
 Peraturan Internasional: Beberapa prinsip tersebut juga dapat dijumpai dalam
peraturan internasional, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Pasal 10 yang
menyatakan bahwa "setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendengar dan
ditanggapi secara adil dalam pemeriksaan perkaranya."
Penting untuk dicatat bahwa ketentuan-ketentuan ini dapat bervariasi di berbagai
yurisdiksi, dan rincian lebih lanjut dapat ditemukan dalam perundang-undangan masing-
masing negara atau wilayah.

Anda mungkin juga menyukai