Anda di halaman 1dari 3

HKUM4204-1

NASKAH TUGAS MATA KULIAH


UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2023/2024 Genap (2024.1)

Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Kode/Nama MK : HKUM4204/Hukum Adat
Tugas 2

No. Soal
1 Amir (40 Tahun) dan Azizah (38 Tahun) sepasang suami istri memiliki 3 orang anak Maya (9 tahun), Safi
(7 tahun) dan Risma (3 Tahun). Amir memiliki dua Saudara kandung Harun (45 Tahun) dan Siti (38 tahun).
Azizah memiliki 1 Saudara kandung Maryam (35 tahun), Saudara Amir dan Azizah semuanya telah
menikah. Amir dan Azizah merupakan keturunan suku Minangkabau yang masih kental dengan adat dan
budaya. Suatu ketika Amir dan Azizah mengalami kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya.

Pertanyaan:

1. Dilihat dari kasus soal di atas berdasarkan peraturan perundang-undangan, bagaimana status dari
pengawasan terhadap anak dari Amir dan Azizah?
2. Dilihat dari corak adat, berikan analisis Saudara tentang pengawasan terhadap anak-anak tersebut
dan diberikan kepada siapa!

2 Ayu bersuku Jawa akan melangsungkan pernikahan dengan Gusti bersuku Banjar Kalimantan, pada suku
Banjar sebelum melangsungkan pernikahan ada yang dinamakan Bahantaran atau maantar jujuran.
Berdasarkan atas kesepakatan bersama keluarga, mereka melaksanakan Bahantaran sesuai dengan
proses adat Banjar.

1. Berdasarkan kasus di atas rincikan bentuk perkawinan yang dilaksanakan!


2. Tentukan fungsi dari Bahantaran yang berasal dari adat Banjar tersebut berdasarkan bentuk
perkawinan dalam masyarakat adat!

3 Frans merupakan seorang keturunan masyarakat Batak Toba yang menganut sistem patrilineal, memiliki
anak Joni, Winda, dan Tony anak paling terakhir, Markus adalah adik kandung dari Frans. Frans memiliki
2 unit rumah dan setengah hektar tanah, serta harta pusaka lainnya.

Pertanyaan:

1. Tentukan analisis Saudara mengenai pembagian warisan jika Frans meninggal dunia!
2. Jika dilihat dari ketentuan peraturan perundangan, bagaimana hak yang didapat anak perempuan
dalam pembagian warisan pada masyarakat Batak Toba?
Jawaban
1.
1. Dari segi peraturan perundang-undangan, dalam kasus ini, pengawasan terhadap anak-anak Amir
dan Azizah akan menjadi tanggung jawab keluarga inti terdekat, seperti saudara kandung atau orang
tua dari Amir dan Azizah, jika masih ada yang hidup. Namun, jika tidak ada keluarga inti yang bisa
mengurus anak-anak tersebut, maka lembaga resmi seperti Departemen Sosial atau Badan
Perlindungan Anak akan bertanggung jawab untuk mengawasi dan memastikan kesejahteraan anak-
anak tersebut. Proses pengawasan ini biasanya akan melalui proses hukum seperti perwalian atau
penunjukan wali bagi anak-anak tersebut.
2. Dari perspektif corak adat, dalam budaya Minangkabau, pengawasan terhadap anak-anak yang
ditinggalkan biasanya akan diambil alih oleh keluarga besar atau kaum, terutama dari pihak ibu.
Dalam hal ini, mungkin keluarga besar dari Azizah akan mengambil peran penting dalam
pengasuhan dan pemeliharaan anak-anak tersebut. Namun, dalam budaya Minangkabau juga dikenal
dengan sistem kekerabatan matrilineal di mana garis keturunan dan warisan diwariskan melalui garis
ibu. Oleh karena itu, keluarga dari Azizah, terutama kakak perempuannya Maryam, mungkin akan
memiliki peran yang lebih dominan dalam pengasuhan dan pemeliharaan anak-anak tersebut. Hal ini
sesuai dengan prinsip adat Minangkabau yang mengutamakan keberlangsungan keluarga melalui
garis ibu.

2.
1. Bentuk perkawinan yang dilaksanakan dalam kasus ini adalah perkawinan antara Ayu yang
bersuku Jawa dengan Gusti yang bersuku Banjar Kalimantan. Sebelum melangsungkan
pernikahan, mereka melaksanakan proses adat Banjar yang disebut Bahantaran atau
maantar jujuran.
2. Fungsi dari Bahantaran dalam masyarakat adat Banjar adalah sebagai berikut:
• Sebagai Tanda Keseriusan: Bahantaran menunjukkan keseriusan kedua belah pihak
dan keluarga mereka untuk melangsungkan pernikahan. Ini adalah bentuk
komitmen yang ditunjukkan oleh kedua belah pihak sebelum memasuki ikatan
perkawinan.
• Sebagai Bentuk Persetujuan Keluarga: Bahantaran melibatkan perundingan dan
kesepakatan antara keluarga kedua belah pihak. Ini mencerminkan persetujuan dan
dukungan dari keluarga masing-masing dalam perkawinan tersebut.
• Sebagai Sarana Pertukaran Hadiah: Dalam Bahantaran, kedua belah pihak
memberikan hadiah atau mahar sebagai tanda kasih sayang dan penghargaan
antara kedua belah keluarga. Ini adalah salah satu aspek penting dalam proses
perkawinan dalam masyarakat adat Banjar.
• Sebagai Upaya Mempertahankan Tradisi: Bahantaran adalah bagian dari adat dan
tradisi Banjar yang telah turun temurun. Dengan melaksanakan Bahantaran,
pasangan tersebut menghormati dan mempertahankan warisan budaya dan adat
istiadat nenek moyang mereka.

Dengan demikian, Bahantaran dalam masyarakat adat Banjar memiliki peran penting dalam
menandai keseriusan, persetujuan keluarga, pertukaran hadiah, dan pemeliharaan tradisi dalam
proses perkawinan.
3.
1. Analisis mengenai pembagian warisan jika Frans meninggal dunia akan sangat dipengaruhi
oleh sistem patrilineal yang dianut oleh masyarakat Batak Toba. Dalam sistem ini, warisan
cenderung diturunkan dari ayah ke anak laki-laki secara langsung. Oleh karena itu, anak
laki-laki, yaitu Joni dan Tony, kemungkinan akan mendapatkan bagian yang lebih besar dari
warisan dibandingkan dengan anak perempuan, yaitu Winda.

Namun, dalam praktiknya, adat Batak Toba juga mengenal konsep "pembagian adil", di mana
anak perempuan masih memiliki hak untuk mendapatkan bagian dari warisan. Namun, bagian
yang diterima oleh anak perempuan biasanya lebih kecil daripada yang diterima oleh anak laki-
laki. Selain itu, adik kandung Frans, yaitu Markus, juga mungkin memiliki hak untuk mendapatkan
bagian dari warisan, meskipun haknya kemungkinan akan lebih kecil dibandingkan dengan anak-
anak kandung Frans.

2. Jika dilihat dari ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia, hak anak


perempuan dalam pembagian warisan telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
untuk wilayah Indonesia yang menganut hukum Islam. Dalam hukum Islam, anak
perempuan memiliki hak mendapatkan warisan, meskipun jumlahnya setengah dari yang
diterima oleh anak laki-laki.

Namun, peraturan ini tidak selalu berlaku secara langsung dalam masyarakat Batak Toba yang
menganut adat patrilineal. Dalam praktiknya, implementasi hak warisan anak perempuan dalam
masyarakat Batak Toba dipengaruhi oleh faktor-faktor adat dan budaya lokal. Oleh karena itu, hak
anak perempuan dalam pembagian warisan dalam masyarakat Batak Toba dapat bervariasi
tergantung pada faktor-faktor adat dan kebiasaan yang berlaku dalam keluarga atau komunitas
mereka.

Anda mungkin juga menyukai