Anda di halaman 1dari 9

FAKTOR LUNTURNYA ADAT MAIMBAU GALA DI

MINANGKABAU
(STUDI KASUS : KELURAHAN KORONG GADANG
KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG)

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial

OLEH :
FADLIHI ASMI
NIM 19052013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA &


KEWARGANEGARAAN
JURUSAN ILMU SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gelar dapat dimaknai sebagai sebutan untuk penghormatan, kebangsawanan atau


keserjanaan yang biasanya ditambahkan pada nama orang. Gelar adat dalam
Minangkabau disebut dengan gala yang memiliki makna panggilan untuk orang dewasa.
Prosesi adat perkawinan di Minangkabau sangat kompleks dimulai dari prosesi
peminangan calon mempelai sampai pada puncak alek kawin (pesta perkawinan
berdasarkan adat). Banyak mata acara yang harus dilaksanakan oleh kedua mempelai,
salah satu acara pentingnya adalah upacara batagak gala untuk marapulai (memberi
gelar untuk mempelai laki-laki).

Upacara adat ini menggunakan falsafah adat basandi syarak, syarak basandi
kitabullah. Syarak memberitahukan bahwa yang memberi nama adalah orang tua dan
menurut adat setiap laki-laki minang yang akan menikah harus di beri gala karena
berlaku pepatah minang “ketek banamo gadang bagala”yang berarti bahwa pada saat
orang minang masih menginjak usia dini, ia dipanggil dengan nama yang telah diberikan
oleh kedua orang tuanya namun disaat menginjak dewasa dan menikah nama tersebut
akan ditiadakan dan diganti dengan gala oleh kaumnya yakni kaum matrilinealnya.

Gala bagi seorang lelaki minang umumnya terdiri dari dua atau tiga suku kata.
Bagi orang bersuku asal seperti Chaniago, Piliang dan Koto dan beberapa suku lainnya
memakai nama-nama gelar yang bersumber dari bahasa sangsakerta yang diadaptasikan
dengan lafal bahasa Minangkabau sedangkan suku-suku makar lainnya memberikan
gala sama dengan orang bersuku asal tapi dibedakan sedikit dengan menambahkan
bahasa asli minangkabau.

Laki-laki minang yang sudah diberikan gala dalam adat batagak gala harus
dipanggil dengan gala tersebut. Hal ini berlaku bagi masyarakat minang terutama pihak
keluarga isterinya. Mertua termasuk saudara-saudara isterinya tidak akan memanggil
dengan nama melainkan dengan gala sebagai bentuk penghormatannya kepada laki-laki
tersebut. Jikalau masyarakat dan pihak keluarga isteri tidak memanggil laki-laki yang
telah diberi gala dengan panggilan gelarnya maka sama saja menghina lelaki tersebut.

Namun pada kenyataanya pada dewasa ini eksitensi budaya Minangkabau telah
merosot, bukan hanya di daerah lain melainkan juga di daerah Sumater Barat yang
mayoritasnya orang minang padahal UUD 1945 Pasal 32 Ayat (1) telah mengatur terkait
hal ini yang simpulan negara memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Namun mereka seolah-olah
malu dalam memelihara dan melaksanakan budaya yang telah diwariskan secara turun-
temurun. Seperti bukti nyatanya saja adat maimbau gala sudah mulai tidak terdengar
lagi implementasinya terutama di Kelurahan Korong Gadang Kecamatan Kuranji Kota
Padang. Masyarakat minang di Kelurahan ini sudah tidak mengindahkan lagi adat yang
sudah lama diterapkan Minangkabau karena tidak ada lagi panggilan gala untuk laki-
laki minang yang sudah menikah.

Berdasarkan wawancara saya dengan dua orang laki-laki minang Kelurahan


Korong Gadang yang sudah menikah dan mendapat gala. Salah satu bapak tersebut
mengaku bahwasannya ia bersedia dipanggil dengan gala yang dimilikinya namun tidak
ada dari pihak keluarga isteri dan masyarakat minang yang melaksanakannya sehingga
ia beranggapan sudah tidak diperlukan lagi karena tidak ada dampak yang ditimbulkan.
Narasumber lainnya yang telah saya wawancara secara langsung mengungkapkan ia
tidak mau dipanggil gala karena malu dan tidak masalah jika dipanggil dengan nama
saja karena baginnya gala hanya berlaku untuk membudidayakan adat batagak gala.

Dalam hal ini terlihat jelas sudah lunturnya implementasi maimbau gala di
Kelurahan Korong Gadang sebab tidak ada yang mengimplementasikan lanjutan adat
batagak gala ini dan mengganggap adat batagak gala hanya untuk memberi gala saja
sehingga tidak perlu dikembangkan dengan pemanggilannya padahal sebenarnya tanpa
disadari bahwasanya laki-laki minang yang sudah memiliki gala sama saja sudah dihina
oleh masyarakat minang dan pihak keluarga isterinya jika tidak dipanggil dengan gala
tersebut tapi karena sudah mulai hilangnya kepedulian terhadap pemeliharan adat
dewasa ini menjadikan eksitensinya adat ini mulai tidak diakui.
Hal ini tentu sangat memprihatinkan karena salah satu cara mempertahankan
adat adalah dengan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari namun pada
kenyataanya cara tersebut tidak diindahkan dengan baik yang tentu berdampak pada
merosotnya budaya atau adat di Minangkabau bahkan akan menimbulkan dampak fatal
yakni masyarakat akan mengalami kesulitan untuk membedakan suku yang
beranekaragam.

Berdasarkan penyajian uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan suatu


penelitian dengan mengambil judul “ Faktor Lunturnya Adat Maimbau Gala di
Minangkabau (Studi Kasus : Kelurahan Korong Gadang Kecamatan Kuranji Kota
Padang)”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Masih rendahnya kepedulian masyarakat terhadap implementasi adat maimbau gala
di Minangkabau
2. Adanya dampak yang akan ditimbulkan dari lunturnya adat maimbau gala terhadap
keberagaman suku di Minangkabau

C. Rumusan Masalah
Bersadasarkan latar belakang dan judul yang peneliti ajukan, dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa penyebab masyarakat Kelurahan Korong Gadang tidak mengimplementasikan
adat maimbau gala?
3. Bagaimana dampak dari lunturnya adat maimbau gala terhadap keberagaman suku di
Minangkabau ?

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Penyebab rendahnya kepedulian masyarakat terhadap adat maimbau gala di
Minangkabau
2. Dampak dari lunturnya adat maimbau gala terhadap keberagaman suku di
Minangkabau

E. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoriris :
Penelitian ini dapat memberikan pemahaman mengenai faktor penyebab dan
dampak lunturnya adat maimbau gala di Kelurahan Korong Gadang Kecamatan
Kuranji Kota Padang.
b. Secara Praktis :
1. Bagi peneliti dapat memberikan gambaran mengenai faktor penyebab dan dampak
lunturnya adat maimbau gala di Kelurahan Korong Gadang
2. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk
memperkuat peraturan terkait dengan pemeliharaan nilai-nilai budaya
3. Bagi masyarakat dapat memberikan informasi dan tanggapan tentang faktorr
penyebab dan dampak lunturnya adat maimbau gala di Kelurahan Korong Gadang
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, R. (2017). Struktur Dan Fungsi Pidato Adat Dalam Tradisi Batagak Gala Di Nagari
Lundar Kecamatan Panti Timur Kabupaten Pasaman (Doctoraldissertation, STKIP
PGRI Sumatera Barat).

SADDAN, H. (2021). DEIKSIS DALAM TEKS PIDATO BATAGAK GALA


PANGHULU (Doctoraldissertation, UNIVERSITAS ANDALAS).

Widia, I. K. (2019). Pemajuan Kebudayaan Dalam Rangka Menjadikan Kalimantan Timur


Sebagai Tujuan Wisata Berkelas Dunia. Ganaya: Jurnal Ilmu Sosial Dan
Humaniora, 2(2-2), 10-14.

Samudro, R. (2012). Nilai-Nilai Budaya Minangkabau dalam Teks Pidato Batagak Gala
Penghulu Karya H. Idrus HakimyDatuakRajo Penghulu (Doctoraldissertation,
Universitas Negeri Padang).

Khaira, F. (2020). Strategi Dalam Melestarikan Nilai-Nilai Adat Minangkabau Di Kota


Bukittinggi Sumatera Barat Tahun 2018 (Doctoraldissertation).

Gaus, D. (2017). Pendidikan Islam Indonesia dan Tantangan Globalisasi: Perspektif Sosio-
Historis. Ibriez: Jurnal Kependidikan Dasar Islam Berbasis Sainsurnal Kependidikan
Dasar Islam Berbasis Sains, 2(1).

Anda mungkin juga menyukai