Anda di halaman 1dari 31

BAB II.

TINJAUAN UMUM TERKAIT HAK CIPTA SOFTWARE

A. Tinjauan Umum Tentang Hak Cipta

Istilah Hak Cipta mula-mula diusulkan oleh St. Moh. Syah pada Tahun 1951 di

Bandung dalam kongres kebudayaan (yang kemudian diterima oleh kongres tersebut) sebagai

pengganti istilah Hak Pengarang yang dianggap kurang luas lingkup pengertiannya. Istilah
16
Hak Pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari bahasa Belanda Auteursrecht.

Dinyatakan kurang luas karena istilah Hak Pengarang itu memberikan kesan penyempitan

arti, seolah-olah yang dicakup oleh Hak Pengarang itu hanyalah berasal dari Hak Pengarang

saja yang ada sangkut pautnya dengan karang-mengarang. Sedangkan istilah Hak Cipta

adalah luas, dan mencakup juga tentang karang-mengarang. Untuk lebih jelasnya batasan

pengertian Hak Cipta dan Pencipta ini dapat dilihat pada Pasal 1 Undang-undang Hak Cipta

Tahun 2002, yaitu:

a. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya, yang timbul secara otomatis setelah

suatu ciptaanya dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-

undangan yang berlaku.

b. Pencipta atau pemegang Hak Cipta atas karya Sinematografi dan Program Komputer

(Software) memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa

persetujuan menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Menurut Anteurswet 1912 Pasal 1 menyebutkan “Hak Cipta adalah Hak tunggal dari

pada pencipta, atau hak dari pada yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam

lapangan kesusastraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan

Naning Ramdlon, Perihal Hak Cipta Indonesia, Tinjauan Terhadap Auteursrecht 1912 Dan
16

Undang-undang Hak Cipta 1997, Yogyakarta, Liberty, 1997


memperbanyaknya dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-

undang”.17

Selanjutnya oleh Universal Copyright Convention dalam Pasal 5 menyebutkan bahwa:

Hak Cipta meliputi Hak Tunggal dari si pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi

kuasa untuk membuat terjemahan dari pada karya yang dilindungi perjanjian ini. 18 Jika

dibandingkan batasan pengertian yang diberikan oleh ketentuan tersebut di atas, maka dapat

dikatakan bahwa semuanya memberikan pengertian yang sama.

Dalam Auteurswet 1912 maupun Universal Copyright Convention menggunakan

“Hak Tunggal” sedangkan Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 menggunakan

istilah “Hak Eksklusif” bagi pencipta. Jika dilihat penjelasan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang

Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, yang dimaksud Hak Eksklusif dari pencipta ialah tidak ada

orang lain yang boleh melakukan hak itu kecuali dengan izin pencipta. Perkataan “tidak ada

orang lain” mempunyai pengertian yang sama dengan hak tunggal, yang menunjukkan bahwa

pencipta yang boleh melakukan hak itu.

Sebagai Hak Khusus (Exclusive Rights), Hak Cipta mengandung 2 (dua) esensi hak,

yaitu Hak Ekonomi (Economic Rights) dan Hak Moral (Moral Right). Kandungan hak

ekonomi meliputi hak untuk mengumumkan dan hak untuk memperbanyak ciptaan tersebut.

Kandungan hak moral meliputi hak untuk menuntut agar nama pencipta tetap dicantumkan

dalam ciptaannya, hak untuk melarang perubahan suatu ciptaan tersebut.

Menurut M. Hutauruk ada 2 (dua) unsur penting yang terkandung dari rumusan

pengertian Hak Cipta, yakni Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain dan

hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat

ditinggalkan dari padanya (mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan

17
Ibid. Hal.15.
18
Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaaan Intelektual (Intelecctual Property Rights), Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 1997.
nama sebenarnya atas nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas

ceritanya).19

Dibandingkan dengan Auteurswet 1912 Universal Copyright Convention mencakup

pengertian yang lebih luas, karena disana memuat kata-kata menerbitkan terjemahan. Yang

pada akhirnya tidak saja melibatkan pencipta tetapi juga pihak penerbit dan pencetak.

Menurut Ajip Rosidi mengandung sifat economic interest (kepentingan atau arti ekonomi).20

Bagian akhir Pasal 2 Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, menyebutkan bahwa

dalam penggunaan hak tersebut diberikan ketentuan harus sesuai dan tidak mengurangi

pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak

mengurangi hak-hak orang lain dan tidak menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga.

Dalam konsep Hak Cipta, tersimpul 3 (tiga) jenis hak khusus yang dilindungi undang-

undang. Ketiga hak khusus itu adalah hak untuk mengumumkan ciptaan, hak untuk

memperbanyak ciptaan, hak untuk memberi izin mengumumkan dan memperbanyak ciptaan,

tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan menurut Peraturan Perundang-undangan Hak

Cipta yaitu:

1. Hak Untuk Mengumumkan Ciptaan

Yang dimaksud dengan "mengumumkan" adalah membacakan, menyuarakan,

menyiarkan, atau menyebarkan ciptaan dengan menggunakan alat apa pun dan dengan

cara sedemikian rupa, sehingga ciptaan itu dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang

lain. Termasuk hak mengumumkan adalah distribution right, public performance right,

broadcasting right, cable-casting right.

2. Hak Untuk Memperbanyak Ciptaan

19
M. Hutauruk, Pengaturan Hak Cipta Nasional, Erlangga, Jakarta, 1997 hal: 60
20
Ajip Rosidi. Undang-Undang Hak Cipta 1982. Pandangan Seorang Awam Djambatan.
Jakarta. 1984, hal. 40.
Yang dimaksud dengan "memperbanyak" adalah menambah jumlah suatu ciptaan dengan

pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut dengan

menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan

suatu ciptaan. Termasuk hak memperbanyak adalah printing right, copying right.

3. Hak Untuk Memberi Izin

Yang dimaksud dengan “memberi izin” adalah memberi lisensi kepada pihak lain

berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan mengumumkan atau

memperbanyak ciptaan. Perbuatan hak khusus ini harus dilaksanakan dengan perjanjian

tertulis dalam bentuk akta otentik atau tidak otentik. Perbuatan yang diizinkan untuk

dilaksanakan adalah perbuatan yang secara tegas disebutkan di dalam akta.

Setiap ciptaan seseorang atau badan hukum dilindungi oleh undang-undang karena

pada ciptaan itu melekat Hak Cipta. Setiap pencipta atau pemegang Hak Cipta bebas

menggunakan Hak Ciptanya, tetapi undang-undang menentukan pula pembatasan terhadap

kebebasan penggunaan Hak Cipta yaitu Karena sudah ditentukan pembatasannya, maka

kebebasan menggunakan Hak Cipta tidak boleh melanggar pembatasan tersebut. 21

Pembatasan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Kesusilaan Dan Ketertiban Umum

Kebebasan penggunaan Hak Cipta tidak boleh melanggar kesusilaan dan ketertiban umum.

Termasuk contoh melanggar kesusilaan adalah penggunaan hak untuk mengumumkan atau

memperbanyak VCD kebebasan seks. Termasuk melanggar ketertiban umum adalah

memperbanyak dan menyabarkan buku yang berisi ajaran yang memperbolehkan wanita

bersuami lebih dari 1 (satu) poliandri.

b. Fungsi Sosial Hak Cipta

21
Ibid, hal 44.
Kebebasan penggunaan Hak Cipta tidak boleh meniadakan atau mengurangi, fungsi sosial

Hak Cipta memberi kesempatan kepada masyarakat memanfaatkan ciptaan seseorang

untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, bahan pemecahan masalah,

pembelaan perkara di pengadilan, bahan ceramah, tetapi harus disebutkan sumbernya

secara lengkap.

c. Pemberi Lisensi Wajib.

Pemegang Hak Cipta memberi lisensi (Compulsory Licensing) kepada pihak lain untuk

menerjemahkan atau memperbanyak ciptaannya dengan imbalan yang wajar. Pemberian

lisensi wajib didasari pertimbangan bila negara memandang perlu atau menilai suatu

ciptaan sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat dan negara, misalnya untuk

kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, keamanan dan ketertiban.

Mengenai Hak Turunan yang merupakan terjemahan dari Neighbouring Right

diartikan sama dengan Hak Salinan berpangkal pada atau berasal dari Hak Cipta yang bersifat

asal (origin).22 Hak Turunan ini dilindungi karena banyak berhubungan dengan perangkat

teknologi, yaitu fasilitas rekaman, fasilitas pertunjukan, dan fasifitas penyiaran. Perlindungan

Hak Turunan terutama ditujukan kepada orang yang berprofesi di bidang pertunjukan,

perekaman dan penyiaran.

Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) merupakan padanan kata yang biasa digunakan

untuk Intellectual Property Rights (IPR)23. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual

(HAKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Fichte yang pada tahun 1793

mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak

milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya 24. Istilah HaKI

terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual.

22
Ibid, hal 48.
23
Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era
Globalisasi, Jakarta, 2010, Hlm 3
24
Ibid
Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi

kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis,

karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia 25. Secara garis besar HaKI dibagi

menjadi dua bagian, yaitu26: Hak Cipta (Copyrights) dan Hak Kekayaan Industri (Industrial

Property Rights).

Istilah Copyright (Hak Cipta) pertama kali dikemukakan dalam Berne Convention

yang diadakan tahun 1886. Dalam Berne Convention, pengertian Hak Cipta tidak

dirumuskannya dalam Pasal tersendiri namun tersirat dalam Article 2, Article 3, Article 11

dan Article 13 yang isinya diserap dalam Pasal 2 jo Pasal 10 Auteurswet 1912 27. Dalam

Auteurswet 1912 Pasal 1 diatur bahwa : “Hak Cipta adalah hak tunggal dari Pencipta atau

hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil Ciptaannya dalarn lapangan kesusastraan,

pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat

pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh Undang-Undang.”

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, mengatur :

“Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip

deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi

pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan ”. Berdasarkan

pengertian Hak Cipta menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014

tentang Hak Cipta, arti dari hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukan bagi

pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin

penciptanya.

25
Sutedi A, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Hlm. 6
26
Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, Ditjen HKI, 2006, hlm. 3
27
Ok. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), Rajawali
Pers, Jakarta, 2004, Hlm. 61
Berkaitan dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014

tentang Hak Cipta, maka diuraikan lebih lanjut mengenai pengertian dan sifat Hak Cipta itu 28:

1. Hak Cipta merupakan hak yang bersifat khusus, istimewa atau eksklusif (Exclusive Rights)

yang diberikan kepada Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Ini berarti, orang lain tidak

boleh menggunakan hak tersebut, kecuali dengan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta

yang bersangkutan;

2. Hak yang bersifat khusus meliputi hak Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk

mengumumkan Ciptaannya, memperbanyak Ciptaannya dan memberi izin kepada orang

lain untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil Ciptaannya tersebut;

3. Dalam pelaksanaan untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya,baik Pencipta,

Pemegang Hak Cipta, maupun orang lain yang diberi izin, harus dilakukan menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

4. Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak yang bersifat immaterial yang dapat beralih

atau dialihkan kepada orang lain.

Pengaturan Hak Cipta di Indonesia sudah ada pada jaman penjajahan Belanda yaitu

Auteurswet 1912 Staatsblad No. 600 yang berlaku pada waktu itu di negeri Belanda, dan

Auteurswet 1912 tersebut terus berlaku setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945, selama belum diadakan

yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.

Auteurswet 1912 adalah suatu ketentuan atau undang-undang yang mengatur masalah

Hak Cipta dan bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pencipta atas karya-

karya yang diciptakannya. Indonesia baru berhasil menciptakan Undang-undang Hak Cipta

Nasional pada tahun 1982 yakni dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun

1982 Tentang Hak Cipta. Dalam konsiderannya menyatakan bahwa Auteurswet Staatsblad

28
Rachmadi Usman,Hukum HAKI: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya, Alumni,
Bandung, 2003, Hlm. 86
No.600 Tahun1912 perlu dicabut karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan cita-cita

Hukum Nasional. Selain itu dimaksudkan pula untuk mendorong dan melindungi penciptaan,

penyebarluasan hasil kebudayaan dibidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat

pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa dalam Wahana Negara Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.29

Menurut Harsono Adisumarto, SH, MPA bahwa “Auteurswet” pada hakekatnya tidak

mempunyai dampak terhadap perlindungan hak cipta. Mengingat masyarakat Indonesia pada

waktu itu, yaitu pada waktu berlakunya “Auteurswet” tersebut belum cukup mencapai tingkat

pemahaman mengenai arti dan kegunaan hak cipta, sehingga terdapat hambatan cultural atas

perlindungan hak cipta pada masa itu.30

Beberapa tahun kemudian Undang-undang Hak Cipta Nomor 6 Tahun 1982 tersebut

dirasakan kurang dapat menyesuaikan perkembangan akan kebutuhan perlindungan hak cipta,

pada saat itu pembajakan begitu merajalela dinegeri ini, karena desakan dunia internasional

dan ancaman pembatalan GSP (General System of Preference) oleh AS waktu itu, maka

Undang-undang Hak Cipta Nomor 6 Tahun 1982 diubah dengan Undang-undang Nomor 7

Tahun 1987.31 Perubahan yang mendasar adalah peningkatan ancaman pidana dari 5 tahun

menjadi 7 tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah, serta dimasukannya Program

Komputer sebagai karya cipta yang dilindungi Hak Cipta di Indonesia. Perkembangan

selanjutnya sebagai akibat adanya kecenderungan internasional dalam perlindungan Hak

Cipta dengan keikutsertaan Indonesia dalam persetujuan pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia (WTO) sebagaimana telah diratifikasi dalam Undang-undang Nomor 7

tahun 1994, maka Undang-undang Hak Cipta Nomor 7 Tahun 1987 direvisi dengan Undang-
29
Adi Supanto, Perspektif Perlindungan Hak Cipta di Indonesia dan Permasalahannya.
Disampaikan dalam rangka Pemahaman HKI pada Universitas Negeri Semarang, 8
Nopember 2000.
30
Harsono Adisumarto, Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta, Akademika Pressindo,
Jakarta, 1990, hal. 49.
31
Budi Santoso, Globalisasi Ekonomi dan Kaitannya dengan Penegakan Hukum terhadap
Pelanggaran Hak Cipta. Bahan Bacaan Kuliah HKI-Hmi. Fakultas Hukum UNDIP.
undang Nomor 12 Tahun 1997 sebagai konsekuensi logis sekaligus harmonosasi terhadap

persetujuan tersebut.32

Dalam Undang-undang Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997 ini penyempurnaan

mencakup berbagai ketentuan tentang perlindungan ciptaan yang tidak diketahui penciptanya,

juga perlu diadakan pengecualian dari pada pelanggaran terhadap Hak Cipta, jangka waktu

perlindungan ciptaan, hak dan wewenang untuk melakukan gugatan, dan berbagai ketentuan

mengenai PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) dan aparat Polisi Negara dalam melakukan

penyidikan atas dugaan terjadinya tindak pidana pelanggaran Hak Cipta. Juga dianggap perlu

untuk melakukan berbagai penambahan yang merupakan perubahan adalah ketentuan

mengenai:33

a. Penambahan ketentuan baru yang mengakui adanya hak atau penyewaan ciptaan atau

Rental Right bagi pemegang Hak Cipta rekaman video, film dan Program Komputer

(Software).

b. Penambahan ketentuan baru yang mengatur perlindungan bagi hak-hak yang berkaitan

dengan Hak Cipta atau Neighbouring Right, yang meliputi perlindungan bagi pelaku

produser rekaman suara dan lembaga penyiaran.

c. Penambahan ketentuan baru yang mengatur mengenai lisensi Hak Cipta, dan masih harus

peraturan pemerintah yang khusus mengatur implementasinya.

d. Penyesuaian ketentuan mengenai jangka waktu perlindungan bagi Program Komputer

(Software) atau Komputer Program yang dilindungi sebagai karya tulis atau literary works

menjadi 50 tahun.

Perubahan dari pada Undang-undang Hak Cipta itu telah memuat beberapa

penyesuaian pasal yang sesuai dengan Agreement On Trade Related Aspects Of Intellectual

Property Rights (TRIP’s) dan World Intellectual Property Organization (WIPO), namun
32
Adi Supanto, Op.cit. hal 3.
33
Sudargo Gautama, Konvensi-konvensi Hak Milik Intelektual Baru Untuk Indonesia, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal. 50
masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan lagi untuk memberi perlindungan

bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya memajukan perkembangan

karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya, selain itu perlu

ditegaskan dan memilah kedudukan Hak Cipta, di satu pihak dan hak terkait di lain pihak

dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya intelektual yang bersangkutan secara

jelas.

1. Jenis-jenis Kekayaan Intelektuan yang Mendapat Perlindungan Hak Cipta

Sesuatu yang dilindungi Hak Cipta adalah ekspresi dari sebuah ide, jadi bukan

melindungi idenya sendiri. Artinya hukum Hak Cipta tidak melindungi ide semata, tetapi

pengungkapan dari ide tersebut dalam bentuk yang nyata 34. Lebih lanjut dalam Article 9 sub

(2) TRIPs Agreement diatur : “PerlindunganHak Cipta diberikan untuk pengungkapan bukan

ide-ide, tata cara, metode dari pengoperasian konsep matematika” .

Objek perlindungan Hak Cipta dalam Berne Convention adalah karya-karya dalam

bidang seni dan sastra yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah, dan kesenian dalam

cara atau bentuk pengutaraan apa pun. Karyakarya intelektual yang mendapat perlindungan

Hak Cipta dalam TRIPs Agreement, yaitu : Karya-karya yang dilindungi dalam Berne

Convention, Program Komputer, Database, Pertunjukkan (baik secara langsung maupun

rekaman), dan Siaran-siaran35.

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, ditentukan

bahwa : Ciptaan adalah hasil karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan

ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Untuk mengetahui Ciptaan-Ciptaan apa saja di bidang

ilmu pengetahuan, seni atau sastra yang dilindungi Hak Cipta, Pasal 1 angka 3 ini perlu

dihubungkan dengan ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014

34
Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, Rineka Cipta,Jakarta,2010.
Hlm. 6
35
Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, Ghalia
Yudistira, Jakarta, 2005, Hlm. 3
tentang Hak Cipta yang menetapkan Ciptaan-Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam

bidang ilmu pengetahuan, seni atau sastra yang mencakup :

1. Buku, pamflet, perwajahan (Lay Out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil

karya tulis lainnya;

2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan pengetahuan

4. Lagu dan /atau musik dengan atau tanpa text;

5. Drama, drama musikal, tari, koreografi, perwayangan, dan pantonim;

6. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni

pahat, patung, atau kolase;

7. Karya seni terapan;

8. Karya seni arsitektur;

9. Peta;

10. Karya seni batik atau seni motif lain;

11. Karya sinemtografi;

12. Potret;

13. Karya potografi;

14. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,

modifikasi, dan karya lainnya dari hasil transformasi;

15. Terjemahana, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modihkasi ekspresi budaya

tradisional;

16. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang bisa dibaca dengan program

komputer maupun lainnya;

17. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya

yang asli;
18. Permainan video;

19. Program Komputer

2. Hak – Hak Yang Terkandung di Dalam Hak Cipta

Hak eklusif adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada

pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin 36. Suatu perbuatan dapat

dikatakan sebagai suatu pelanggaran Hak Cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak

eksklusif dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta37. Hak eksklusif dalam hal ini adalah

mengumumkan dan memperbanyak, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi,

menjual, mengaransemen, mengalih wujudkan, menyewakan, mengimpor, memamerkan,

atau mempertunjukkan kepada publik melalui sarana apapun.38

Ciptaan yang bersumber dari hasil kreasi akal dan budi manusia melahirkan suatu hak

yang disebut dengan Hak Cipta. Hak Cipta tersebut melekat pada diri seseorang Pencipta atau

Pemegang Hak Cipta, sehingga lahir dari Hak Cipta tersebut hak ekonomi (economic rights)

dan hak moral (moral rights). Hak Moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau

pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta

atau Hak Terkait telah dialihkan. Dalam Pasal 8 UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014

dijelaskan bahwa Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau pemegang Hak Cipta

untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.

Hak ekonomi merupakan hak untuk mengeksploitasi yaitu hak untuk mengumumkan

dan memperbanyak suatu Ciptaan, sedangkan hak moral merupakan hak yang berisi larangan

untuk melakukan perubahan terhadap isi Ciptaan, judul Ciptaan, nama Pencipta, dan Ciptaan

itu sendiri39. Menurut pasal 5 ayat (1) UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 merupakan hak
36
Penjelasan Undang- Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
37
Tamotsu Haozumi, Asian Copyright Handbook, Asia/ Pacific Cultural Centre for Unesco,
Jakarta, 2006, Hlm. 97
38
Penjelasan Umum Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak CIpta
39
Budi Agus Riswandi, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya HU, Rajawali Pers,
Jakarta,2009, Hlm. 187
yang melekat secara pribadi pada diri pencipta. Hak moral diatur dalam Article 6 bis Berne

Convention, ketentuan ini secara garis besar berisi40:

1. Pencipta mempunyai hak untuk menuntut hasil Ciptaannya;

2. Pencipta dapat mengajukan keberatan atas segala penyimpangan, pemotongan atau

perubahan lain atau tindakan-tindakan yang dapat menurunkan kualitas dari suatu

karya, yang dapat merusak reputasi dari Pencipta.

Pada pokoknya terdapat dua prinsip utama dalam hak moral, yaitu41:

1. Hak untuk diakui dari karya, yaitu hak dari Pencipta untuk dipublikasikan sebagai

Pencipta atas karyanya, dalam rangka untuk mencegah pihak lain mengaku sebagai

Pencipta atas karya tersebut;

2. Hak keutuhan, yaitu hak untuk mengajukan keberatan atas penyimpangan atas

karyanya atau perubahan lain atau tindakan-tidakan lain yang dapat menurunkan

kualitas Ciptaannya.

B. Tinjauan Umum Tentang Pembajakan dan Pendistribusian Software


1. Pengertian Software
Dalam kamus istilah komputer disebutkan bahwa software adalah program komputer

yang dibuat untuk mengerjakan atau menyelesaikan masalah-masalah khusus, misalnya

program pengolahan kata42. Komputer tidak mungkin bisa bekerja tanpa adanya program

yang dimasukkan ke dalamnya, program ini bisa berupa prosedur pengoperasian dari

komputer itu sendiri ataupun prosedur dalam hal pemrosesan data, dan program-program

inilah yang disebut software. Dalam artiyang luas, software bisa diartikan sebagai prosedur

pengoperasian, contohnya proses pemasukan dokumen ke dalam disk, lagu yang sedang

40
Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),
Rajawali Pers, Jakarta, 2004, Hlm. 210
41
Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, Hlm. 49
42
Andino Maseleno, Kamus Istilah Komputer dan Informatika, Yogyajakrta,2003.Hlm 9.
diputar, dll, keduanya merupakan software karena sedang mengoperasikan musik dan lagu

tersebut.

Software menyediakan fungsi dasar untuk kebutuhan komputer. Beberapa fungsi

komputer antara lain43:

a. Software berfungsi dalam mengatur berbagai hardware untuk bekerja secara bersama-

sama.

b. Sebagai penghubung antara software-software yang lain dengan hardware.

c. Sebagai penerjemah terhadap software-software lain dalam setiap instruksi-instruksi

ke dalam bahasa mesin sehingga dapat di terima oleh hardware (perangkat keras).

Secara garis besar, software dapat dibedakan menjadi beberapa bagian antara lain:

1. Sistem Operasi adalah perangkat lunak yang mengorganisasikan semua komponen

mesin komputer. Beberapa contoh sistem operasi: Macintosh, Linux, Unix dan

Microsft Windows

2. Program Aplikasi (Siap Pakai) adalah suatu program yang ditulis dalam bahasa

pemrograman tertentu untuk diterapkan pada bidang tertentu. Program Aplikasi

dibedakan dalam beberapa jenis aplikasi antara lain: Pengolah kata (word processor),

contohnya : Ms. Word, Word Star, Word Perfect; Pengolah angka (spread sheet),

contohnya : Exel, Lotus, Quattro pro; Pengolah data (database), contohnya : Ms.

Access, Dbase, Foxpro; Pengolah citra (drawing), contohnya : Adobe photoshop,

Corel Draw dan 3DStudio.

3. Program Bantu (Utility) adalah suatu program yang berfungsi untuk membantu sistem

operasi.Contoh-contoh Program Bantu (Utility) seperti mozilla firefox, Anti Virus,

Winamp, FLV Player dan PC Tools

43
www. Artikelsiana.com/Pengertian software, fungsi, dan jenis-jenisnya. Di akses pada 7
Agustus 2015
4. Bahasa Pemrograman adalah suatu program yang berbentuk assambler compiler atau

interpreter.Contoh-Contoh Bahasa Pemrograman seperti ASP, HTML, Visual Basic,

Pascal, Java, Delphi dan PHP.

2. Pengertian Pembajakan
Menurut BSA (Business Software Alliance) Adalah : Pembajakan software adalah

penyalinan atau penyebaran secara tidak sah atas software yang dilindungi Undang-Undang.

Hal ini dapat dilakukan dengan penyalinan, pengunduhan, sharing, penjualan, atau

penginstallan beberapa salinan ke komputer personal atau kerja. Secara sederhana, membuat

atau mendownload salinan tidak resmi dari software adalah tindakan melanggar hukum, tidak

peduli berapa banyak salinan atau berapa orang yang terlibat.

Membuat beberapa salinan untuk teman, menyewakan disk, mendistribusikan atau

mendownload software bajakan dari internet, maupun membeli satu program software dan

kemudian menginstalnya pada beberapa komputer, ini termasuk pembajakan.Tidak peduli

apakah tindakan tersebut dilakukan untuk menghasilkan uang ataupun tidak, jika pelaku

tertangkap melakukan tindakan tersebut maka dapat dituntut. Pembajakan software

digolongkan ke dalam beberapa jenis seperti:44

Hardisk Loading

Jenis pembajakan software yang tergolong pada Hardisk Loading adalah pembajakan

software yang biasanya dilakukan oleh para penjual komputer yang tidak memiliki lisensi

untuk komputer yang dijualnya, tetapi software-software tersebut dipasang (install) pada

komputer yang dibeli oleh pelanggannya sebagai bonus. Hal ini banyak terjadi pada

perangkat komputer yang dijual secara terpisah dengan software.45 Pada umumnya ini

dilakukan oleh para penjual komputer rakitan atau komputer jangkrik (Clone Computer).

Under Licensing
44
http://tekno.kompas.com/modus
operandi.pmbajakan.software.beserta.hukumannya.Diakses pada tanggal 25 Juli 2015
45
Ibid
Jenis pembajakan dan pendistribusian software yang tergolong pada Under Licensing

adalah pembajakan dan pendistribusian software yang biasanya dilakukan oleh perusahaan

yang mendaftarkan lisensi untuk sejumlah tertentu, tetapi pada kenyataanya software

tersebut dipasang (install) untuk jumlah yang berbeda dengan lisensi yang dimilikinya

(bisanya dipasang lebih banyak dari jumlah lisensi yang dimiliki perusahaan tersebut.

3. Conterfeiting

Jenis pembajakan dan pendistribusian software yang tergolong pada Conterfeiting adalah

pembajakan dan pendistribusian software yang biasanya dilakukan oleh perusahaan

pembuat software-software bajakan dengan cara memalsukan kemasan produk

(Packaging) yang dibuat sedemikian rupa mirip sekali dengan produk aslinya. Seperti CD

Installer, Manual Book, Dus (Packaging).

Mischanneling

Jenis pembajakan software yang tergolong pada Mischanneling adalah pembajakan

software yang biasanya dilakukan oleh suatu institusi yan menjualnya produknya ke

institusi lain dengan harga yang relatif lebih murah, dengan harapan institusi tersebut

mendapatkan keuntungan lebih (revenue) dari hasil penjualan software tersebut.

End user copying

Jenis pembajakan dan pendistribusian software yang tergolong pada End user copying

adalah pembajakan dan pendistribusian software yang biasanya dilakukan oleh sesorang

atau institusi yang memiliki 1 (satu) buah lisensi suatu produk software, tetapi software

tersebiut dipasang (install) pada sejumlah komputer.

Internet

Jenis pembajakan software banyak dilakukan dengan menggunakan media internet untuk

menjual atau menyebarluaskan produk yang tidak resmi (bajakan), seperti software, lagu

(musik), film (video), buku, dll dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan (bisnis).
Pada dasarnya semua sama karena terdapat master atau Installer yangdigunakan, yang

membedakan software Asli dan bajakan adalah lisensi yang digunakan. Biasanya pada setiap

program atau Windows bisa dilihat di Menu About, disitu akan ada lisensi/serial number

ataupun informasi mengenai lisensi pengguna aplikasi Windows atau software yang

digunakan. Disinilah peran hacker dan cracker berperan untuk menciptakan sebuah program

(crack atau patch) agar software, windows, dan aplikasi lainnya bisa menjadi asli atau

Original dan semua fungsi dari software atau sistem operasi bisa menjadi sama seperti versi

asli/originalnya.46 Biasanya setiap antivirus akan mendeteksi program crack atau patch dan

lain-lain sebagai virus. Tanpa Hacker dan Cracker mungkin akan banyak pengguna komputer

yang tidak mampu untuk membeli software asli akan bisa mencicipi maupun mempelajari

aplikasi-aplikasi seperti Microsoft Office, Windows, Adobe, Corel, dan berbagai software

atau aplikasi lainnya.

C. Tinjauan Umum tentang TRIPs Agreement dan UUHC No. 28 Tahun 2014 Sebagai
Hukum Internasional Mengenai Hak Cipta di Indonesia
Sistem HaKI modern di Indonesia diawali dengan diratifikasinya Convention

Establishing the WTO/Agreement on Related Aspect of Intellectual Property Right (Konvensi

WTO/persetujuan TRIPs) dengan UU No. 7 Tahun 1994. Ratifikasi ini diikuti dengan

berbagai langkah penyesuaian, yaitu47 revisi peraturan perundang-undangan yang telah ada

serta pembuatan peraturan perundang-undangan baru di bidang HaKI. Berkaitan dengan

program ini telah dilakukan beberapa perubahan peraturan di bidang HaKI menjelang

diberlakukannya TRIPs secara penuh di Indonesia 1 Januari 2000. Beberapa perubahan

peraturan tersebut mengenai:

46
Hacker adalah seorang yang mempunyai keinginan untuk mengetahui secara mendalam
mengenai kerja suatu system, komputer atau jaringan komputer, sehingga menjadi orang
yang ahli dalam penguasaan system, komputer atau jaringan komputer.Sedangkan cracker
(black hat Hacker) adalah jenis hacker yang menggunakan kemampuannya untuk
melakukan hal-hal yang merusak dan melanggar hukum.
47
S.M. Hutagalung,Hak Cipta, Kedudukan & Peranannya dalam Pembangunan,(Jakarta:
Sinar Grafika, 2012). Hlm. 123
a. UU No. 12 Tahun 1997 tentang hak cipta perubahan dari UU No. 6 Tahun 1982

sebagaimana telah diubah dengan UU No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta;

b. UU No. 13 tahun 1997 Tentang perubahan UU No. 6 Tahun 1989 tentang Paten;

c. UU No. 14 tahun 1997 Tentang perubahan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.

Pemerintah juga telah berhasil membuat peraturan baru di bidang HaKI, yaitu:

1. UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;

2. UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;

3. UU No.32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (IC).

Disamping itu, pada Tahun 2001 dan 2002, pemerintah juga telah menyesuaikan

kembali beberapa UU di bidang HaKI, antara lain:

1. UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten;

2. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;

3. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Sejalan dengan berbagai perubahan UU di bidang HaKI tersebut, Indonesia juga telah

meratifikasi 5 konvensi internasional di bidang HaKI, yaitu

1. Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Keppres No. 15 tahun

1997);

2. Paten Cooperation Treaty (PCT) and regulation under the PCT (Keppres No. 16

tahun 1997);

3. Trademark Law Treaty (Keppres No. 17 tahun 1997);

4. Berne Convention for the Protection of Liberty and Artistic Work (Keppres No. 18

tahun 1997);

5. WIPO Copyright Treaty (Keppres No. 19 tahun 1997)

Dengan demikian semenjak menjadi anggota WTO, ragam serta pengaturan Hak

Milik Intelektual menjadi demikian banyak, yang tadinya hanya mengenal UU Merek, Paten,
dan Hak Cipta, maka sekarang harus membuat aturan juga untuk bidang yang lainnya, seperti

halnya Desain Industri, Rahasia Dagang, serta pengaturan mengenai Layout Design.

Disamping itu kewajiban yang tidak kalah pentingnya adalah memberlakukan UU tersebut

serta menegakkan hukum atas pelanggaran yang terjadi.

Pengaturan Internasional tentang hak cipta dapat dilakukan berdasarkan perjanjian

bilateral atau berdasarkan perjanjianmultilateral:

1. Konvensi Bern 1886 tentang Perlindungan Karya Sastra dan Seni

Terdapat sepuluh negara-negara peserta asli (original members); Belgia, Prancis,

Jerman, Haiti, Italia, Liberia, Spanyol, Swis. Tunisia dan Inggris yang menjadi peserta

dengan cara aksesi menandatangani naskah asli Konvensi Bern.48 Latar belakang diadakan

konvensi seperti tercantum dalam Mukadimah naskah asli Konvensi Bern adalah : “ .....Being

equally animated by the desire to protect, in as effective and uniform a menner as possible,

the right of authors in their literary and artistic works”.

Semenjak mulai berlakunya, Konvensi Bern yang tergolong sebagai Law Making

Treaty, terbuka bagi semua negara yang belum menjadi anggota. Keikutsertaan sebagai

negara anggota baru harus dilakukan dengan cara meratifikasinya dan menyerahkan naskah

kepada Direktur Jenderal WIPO. Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern,

menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menetapkan dalam perundang-undangan

nasionalnya di bidang hak cipta, tiga prinsip dasar yang dianut konvensi Bern, yaitu49:

1) Prinsip National Treatment

Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian (yaitu ciptaan seorang warga

negara, negara peserta perjanjian, atau suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan disalah

satu negara peserta perjanjian) harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama

seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri.

48
Edy Damian, Hukum Hak Cipta,(Bandung: PT Alumni Bandung, 2002), hlm. 59
49
Ibid
2) Prinsip Automatic Protection

Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi

syarat apapun (must not be conditional upon compliance with any formality).

3) Prinsip Independence of Protection

Suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan

perlindungan hukum negara asal pencipta.

Mengenai pengaturan standar-standar minimum perlindungan hukum ciptaan-ciptaan,

hak-hak pencipta dan jangka waktu perlindungan yang diberikan, pengaturannya adalah:

1. Ciptaan yang dilindungi adalah semua ciptaan dibidang sastra,ilmu pengetahuan dan seni

dalam bentuk apapun perwujudannya.

2. Kecuali jika ditentukan dengan cara reservasi (reservation), pembatasan (limitation) atau

pengecualian (exception), yang tergolong sebagai hak-hak eksklusif :

a. Hak untuk menerjemahkan.

b. Hak mempertunjukkan di muka umum ciptaan drama, drama, musik, danciptaan

musik.

c. Hak mendeklamasi (to recite) di muka umum suatu ciptaan sastra.

d. Hak penyiaran (broadcast).

e. Hak membuat reproduksi dengan cara dan bentuk perwujudan apapun.

f. Hak menggunakan ciptaannya sebagai bahan untuk ciptaan audiovisual.

g. Hak membuat aransemen (arrrangements) dan adaptasi (adaptations) dari suatu

ciptaan.

Konvensi Bern juga mengatur sekumpulan hak yang dinamakan hak-hak moral (droit

moral), hak pencipta untuk mengklaim sebagai pencipta suatu ciptaan dan hal penciptan

untuk mengajukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah,


mengurangi atau menambah keaslian ciptaannya yang dapat merugikan kehormatan dan

reputasi pencipta.50

2. Konvensi Hak Cipta Universal 1955

Merupakan suatu hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO untuk mengakomodasi

dua aliran falsafah berkenaan dengan hak cipta yang berlaku di kalangan masyarakat

internasional. Disatu pihak ada sebagian anggota masyarakat internasional yang menganut

civil law system, berkelompok keanggotaannya pada Konvensi Bern, dan dipihak lain ada

sebagian anggota masyarakat internasional yang menganut common law system, berkelompok

pada konvensi-konvensi Hak Cipta Regional yangterutama berlaku di negara-negara Amerika

Latin dan Amerika Serikat.51

Untuk menjembatani dua kelompok yang berbeda sistem pengaturan tentang hak cipta

ini, PBB melalui UNESCO menciptakan suatu kompromi yang merupakan: A new common

dinamisator convention that was itended to establist a minimum level of international

copyright relations throughout the world, without weakening or supplanting the Bern

Convention52. Pada 6 September 1952 untuk memenuhi kebutuhan adanya suatu Common

Dinaminator Convention lahirlah Universal Copyright Convention (UCC) yang

ditandatangani di Genewa dan kemudian ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi yang diperlukan

untuk berlakunya pada 16 September 1955. Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam

konvensi ini antara lain:

1. Adequate and Effective Protection. Menurut article I setiap Negara peserta perjanjian

berkewajiban memberikan perlindungan hukum yang memadai dan efektif terhadap

hak-hak pencipta dan pemegang hak cipta.

2. National Treatment. Article II menetapkan bahwa ciptaan-ciptaan yang diterbitkan

oleh warga negara dari satu negara pesera perjanjian dan ciptaan-ciptaan yang
50
Ibid. Hlm. 63
51
Ibid. Hlm. 68
52
Ibid.
diterbitkan pertama kali di salah satu negara peserta perjanjian, akan memperoleh

perlakukan perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diberikan kepada warga

negara nya sendiri yang menerbitkan untuk pertama kali di negara tempat dia menjadi

warga negara.

3. Formalities. Article III yang merupakan manifestasi kompromistis dari UUHC

terhadap dua aliran falsafah yang ada, menetapkan bahwa suatu negara peserta

perjanjian yang menetapkan dalam perundang-undangan nasionalnya syarat-syarat

tertentu sebagai formalitas bagi timbulnya hak cipta, seperti wajib simpan (deposit),

pendaftaran (registration), akta notaris (notarial certificates) atau bukti pembayaran

royalti dari penerbit (payment of fees), akan dianggap merupakan bukti timbulnya hak

cipta, dengan syarat pada ciptaan bersangkutan dibubuhkan tanda C dan di

belakangnya tercantum nama pemegang hak cipta kemudian disertaai tahun

penerbitan pertama kali.

4. Duration of Protection. Article IV, suatu jangka waktu minimum sebagai ketentuan

untuk perlindungan hukum selama hidup pencipta ditambah paling sedikit 25 tahun

setelah kematian pencipta.

5. Translations Rights. Article V, hak cipta mencakup juga hak eksklusif pencipta untuk

membuat, menerbitkan dan memberi izin untuk menerbitkan suatu terjemahan dari

ciptaannya. Namun setelah tujuh tahun terlewatkan, tanpa adanya penerjemahan yang

dilakukan oleh pencipta, negara peserta konvensi dapat memberikan hak

penerjemahan kepada warga negaranya dengan memenuhi syarat-syarat seperti

ditetapkan konvensi

6. Juridiction of the international Court of Justice, article XV, suatu sengketa yang

timbul antara dua atau lebih negara anggotakonvensi mengenai penafsiran atau

pelaksanaan konvensi, dapat diajukan ke muka Mahkamah Internasional untuk


dimintakan penyelesaian sengketa yang diajukan kecuali jika pihak-pihak yang

bersengketa untuk memakai cara lain.

7. Bern safegueard Clause. article XVII UCC beserta appendixnya merupakan kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan dari Pasal ini dan salah satu saran penting untuk

pemenuhan kebutuhan ini.

3. Konvensi Roma 1961 tentang Perlindungan Pelaku, Produser Rekaman dan Lembaga

Penyiaran Konvensi Roma diprakarsai oleh Bern Union, dalam rangka untuk lebih

memajukan perlindungan hak cipta di seluruh dunia, khususnya perlindungan hukum

internasional terhadap mereka yang mempunyai hak-hak yang dikelompok dengan nama hak-

hak yang berkaitan (Neighboring Rights/related Rights).53 Tujuan diadakannya konvensi

adalah menetapkan pengaturan secara internasional perlindungan hukum tiga kelompok

pemegang hak cipta atas hak-hak yang berkaitan. Tiga kelompok pemegang hak cipta

dimaksud adalah54: Artis-artis pelaku (Performing Artist), terdiri dari penyanyi, aktor, musisi,

penari, dan lain-lain pelaku yang menunjukkan karya-karya cipta sastra dan seni; Produser-

produser rekaman (Producers of Phonogram); dan Lembaga-lembaga penyiaran

4. Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPs)

TRIPs atau Trade Aspects of Intelectual Property Rights merupakan lampiran dan

persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia (WTO) yang disahkan pada tanggal

4 april di marakesh. Tujuan dari perjanjian TRIPs ini adalah meningkatkan perlindungan HKI

dalam produk perdagangan, menjamin prosedur pelaksaan HaKI yang tidak menghambat

perdagangan, merumuskan aturan dan disiplin pelaksanaan perlindungan HaKI. 55 Perjanjian

TRIPs ini mewajibkan negara peserta untuk mengakui 3 (tiga) konvensi dasar dalam HKI

yaitu Berne Convention dan Washington Treaty. Konvensi ini juga memberlakukan 3 prinsip

dasar yang berlaku bagi perlindungan semua jenis HaKI yaitu:


53
Ibid., Hlm. 71
54
Ibid.
55
S.M. Hutagalung,Op.Cit., hlm. 221
1. National Treatment artinya anggota akan memberikan kepada warga negara anggota

lain perlakuan yang sama seperti yang diberikan kepada warga negara sendiri

menyangkut perlindungan HaKI.56

2. Most Favoured Nation artinya dalam perlindungan HaKI, setiap keinginan,

keistimewaan, dan hak untuk didahulukan atau pengecualian yang diberikan oleh satu

negara anggota akan diberikan dengan langsung dan tanpa syarat kepada warga

negara lain dari seluruh anggota.57

3. Minimal Standart artinya perjanjian ini telah menetapkan standar minimal yang harus

dipatuhi dalam pengaturan HKI seperti ruang lingkup perlindungan, jangka waktu

perlindungan, prosedur perolehan hak dan pemanfaatan HaKI.58

Aturan-aturan dasar yang berkaitan dengan hak cipta diatur dalam ketentuan Pasal 14

TRIPs. Aturan tersebut meliputi: Hak persewaan, jangka waktu perlindungan,

pengecualian/pembatasan, perlindungan terhadap artis penampil, prosedur rekaman suara dan

organisasi penyiaran, aturan dasar dalan TRIPs ini telah diakomodasi dalam Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

TRIPs (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights) merupakan perjanjian

internasional di bidang HAKI terkait perdagangan. Perjanjian ini merupakan salah satu

kesepakatan di bawah organisasi perdagangan dunia atau WTO (World Trade Organization)

yang bertujuan menyeragamkan sistem HAKI di seluruh negara anggota WTO. TRIPs

merupakan rezim peraturan HAKI dengan obyek perlindungan paling luas dan paling ketat.

Karena merupakan bagian dari WTO maka, pelaksanan TRIPs dilengkapi dengan sistem

penegakan hukum serta penyelesaian sengketa.

Persetujuan TRIPs ini memuat berbagai norma – norma dan standard perlindungan

bagi karya intelektual dari manusia dan merupakan perjanjian internasional di bidang
56
Pasal 3 TRIPs
57
Pasal 4 TRIPs
58
Bagian II TRIPs
HAKI .Menurut TRIPs Agreement, HaKI yang dilindungi sebagai berikut 59: Hak Cipta (Copy

Right and Related Right), Merek (Trademarks), Indikasi Geografis (Geogradhical

Indications), Desain Industri (Industrial Designs), Paten (Patent), Desain Tata Letak Sirkuit

Terpadu (Lay out Designs (Topographies) Of Intergrated Circuits) dan Informasi yang

dirahasiakan (Protection Of Udisclosed Information).

Copy Right and Related Right, termasuk didalamnya neighboring rights (hak - hak

terkait) Pencipta atau pemegang Hak Cipta menjadi satu bagian dari Hak Cipta. Related Right

dimaksud adalah ketentuan- ketentuan Hak Cipta di bidang program-program komputer dan

kompilasi-kompilasi data, hak penyewaan, pelaku-pelaku pertunjukkan, produser rekaman

suara dan lembaga penyiaran.60 Untuk mewujudkan hubungan perdagangan Internasional,

negara-negara yang memenangkan perang telah berusaha untuk membentuk Internasional

Trade Organization (ITO). Akan tetapi, pembentukan ITO mengalami kegagalan karena

Amerika Serikat tidak mendukungnya. Sebagai gantinya dibentuk The General Agreement on

Tariffs and Trade (GATT).61 Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 30 Oktober 1947 oleh

8 negara, yaitu Australia, Belgia, Kanada, Perancis, Luxemburg, Belanda, Inggris, dan

Amerika Serikat.

Dalam perkembangannya, negara-negara anggota GATT mengadakan perundingan

putaran URUGUAY di Jenewa dengan menerima kesepakatan naskah Final Act Uruguay

Round pada tanggal 15 Desember 1993, sebagai hasil konret perundingan Uruguay yang

dimulai tahun 1986. Final Act Uruguay Round secara resmi ditanda tangani di Marakesh,

Maroko oleh 125 negara, termasuk di dalamnya Indonesia. Perundingan tersebut menghasilan

59
Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, 1997, Pembaharuan Undang – Undang Hak
Cipta, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 2
60
Eddy Damian, 2003, Hukum Hak Cipta, PT. Alumni, Bandung, hlm 12
61
H.S Kartadjoemena, Substansi Perjanjian GATT/WTO dan Mekanisme Penyelesaian
Sengketa : Sistem Kelembagaan, Prosedur Implementasi, dan Kepentingan Negara
Berkembang, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 2000. Hlm 19-20
perjanjian untuk membentuk World Trade Organization(WTO), yang merupakan lembaga

penerus GATT, perjanjian perdagangan, perjanjian perdagangan jasa-jasa, serta perjanjian

hak atas kekayaan Intelektual.62

Lahirnya persetujuan TRIPs dalam Putaran Uruguay (GATT) pada dasarnya

merupakan dampak dari kondisi perdagangan dan ekonomi intenasional yang dirasakan

semakin meluas yang tidak lagi mengenal batas-batas negara. Negara yang pertama sekali

mengemukakan lahirnya TRIPs adalah, Amerika, sebagai antisipasi yang menilai bahwa

WIPO (Word Intellectual Property Organization) yang bernaung di bawah PBB,tidak mampu

melindungi HaKI mereka di pasar intenasional yang mengakibatkan neraca perdagangan

mereka menjadi negatif. Argumentasi mereka mengenai kelemahan-kelemahan WIPO

adalah:63 WIPO merupakan suatu organisasi dimana anggotanya terbatas (tidak banyak),

sehingga ketentuan-ketentuannya tidakdapat diberlakukan tehadap non anggota serta WIPO

tidak memiliki mekanisme untuk menyelesaikan dan menghukum setiap pelanggaran HaKI.

Disamping itu WIPO dianggap juga tidak mampu mengadaptasi perubahan struktur

perdagangan internasional dan perubahan tingkat invasi teknologi. Sejak tahun 1982,

Amerika berusaha memasukkan permasalahan HaKI ke forum perdagangan GATT.

Pemasukan HaKI ini pada mulanya ditentang oleh negara-negara berkembang dengan alas an

bahwa pembicaraan HaKI dan GATT tidaklah tepat (kompeten). GATT merupakan forum

perdagangan multirateral, sedangkan HaKI tidak ada kaitannya dengan perdagangan. Namun

akhirnya mereka bisa menerimanya setelah negara argumentasi bahwa kemajuan

perdagangan (internasional) suatu negara bergantung pada kemajuan/keunggulan

teknologinya termasuk perlindungan HaKInya. Dengan masuknya HaKI, GATT yang semula

hanya mengatur 12 permasalahan, kini telah ada 15 permasalahan, 3 diantaranya merupakan

62
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta,20 , Hlm. 60
63
Munaroh siti,” Peranan Trips (Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights)
terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual di Bidang Teknologi Informasi di Indonesia”
Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume XI, No. 1, Januari 2006, hlm. 23-29
kelompok New Issues, yaitu TRIPs ( masalah HaKI), TRIMs (masalah investasi), Trade is

Service (masalah perdagangan yang berkaitan dengan sektor jasa).

TRIPs bertujuan melindungi dan menegakkan hukum hak milik intelektual guna

mendorong timbulnya inovasi, pengalihan serta penyebaran teknologi, diperolehnya manfaat

bersama pembuat dan pemakai pengetahuan teknologi, dengan cara yang menciptakan

kesejahteraan sosial dan ekonomi serta berkeseimbangan antara hak dan kewajiban. Untuk itu

perlu dikurangi gangguan dan hambatan dalam perdagangan internasional, dengan mengingat

kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan yang efektif dan memadai terhadap hak milik

intelektual, serta untuk menjamin agar tindakan dan prosedure untuk menegakkan hak milik

intelektual tidak kemudian menjadi penghalang bagai perdagangan yang sah.

TRIPs terdiri dari satu bagian mukadimah dan tujuh bagian isi yang terdiri dari 73

pasal, yang mencakup tidak hanya semata-mata standar substantif HaKI tetapi juga mendasari

prinsip-prinsip yang berlaku terhadap sistem HaKI, serta bagaimana hak-hak tersebut

dilaksanakan, dikelola dan ditegakkan agar mencapai keseimbangan antar kepentingan yang

menjadi tujuan pembentukan TRIPs.64

Seperti perjanjian multilateral lainnya, TRIPs memiliki ketentuandan prinsip-prinsip

dasar bagi para anggotanya dalam melaksanakan ketentuandalam TRIPs. Ketentan-ketentuan

dan prinsip-prinsip dasar ini tertuang dalamBAB I dari Pasal 1 sampai 8 perjanjian ini.

Ketentuan dan prinsip tersebut antaralain yang terpenting yakni :

1. Ketentuan free to determine (Article 1) : ketentuan yang memberikan kebebasan bagi

para anggotanya untuk menentukan cara-cara yang dianggap sesuai untuk

menerapkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam TRIPs ke dalam sistem

praktek hukum mereka. Mereka dapat menerapkan sistem perlindungan yang lebih

luas dari yang diwajibkan oleh TRIPs, sepanjang tidak bertentangan dengan

ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam persetujuan tersebut. Ketentuan seperti ini


64
Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta, 2004. Hlm. 205
secara langsung mengisyaratkan bahwa pengaturan mengenai hak milik intelektual di

dalam persetujuan TRIPs hanyalah menyangkut masalah-masalah pokok saja atau

global. Pengaturan selanjutnya yang lebih spesifik diserahkan sepenuhnya pada

negara masing-masing.

2. Ketentuan Intelektual Property Convention (Article 2 sub [2]): ketentuan yang

mengharuskan para anggotanya menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan

berbagai konvensi internasional di bidang hak milik intelektual, khususnya Paris

Convention, Berne Convention, Rome Convention dan Treaty On Intelectual Property

In Respect Of Integrated Circuit.

3. Ketentuan National Treatment (Article 3 sub [1]): ketentuan yang mengharuskan para

anggotanya memberikan perlindungan hak milik intelektual yang sama antara warga

negaranya sendiri dengan warga negara anggota lainnya. Prinsip perlakuan sama ini

tidak hanya berlaku untuk warga negara perseorangan, tetapi juga untuk badan

hukum. Ketentuan ini merupakan kelanjutan dari apa yang tercantum dalam Article 2

Paris Convention mengenai hal yang sama.

4. Ketentuan Most-Favoured-Nation-Treatment (Article 4): ketentuan yang

mengharuskan para anggotanya memberikan perlindungan hak milik intelektual yang

sama terhadap seluruh anggotanya. Ketentuan ini bertujuan untuk menghindarkan

terjadinya perlakuan istimewa yang berbeda (diskriminasi) suatu negara terhadap

negara lain dalam memberikan perlindungan hak milik intelektual. Setiap negara

anggota diharuskan memberikan perlindungan yang sama terhadap anggota-anggota

lainnya.

5. Ketentuan Exhaution (Article 6) : ketentuan yang mengharuskan para anggotanya,

untuk tidak menggunakan suatu ketentuan pun di dalam persetujuan TRIPs sebagai

alasan tidak optimalnya pengaturan hak milik intelektual di dalam negeri mereka.
6. Ketentuan Alih Teknologi (Article 7): HaKI diharapkan akan terjadi alih teknologi,

dengan tujuan mengembangkan inovasi teknologi, serta penyemaian teknologi untuk

kepentingan bersama antara produsen dan pengguna pengetahuan teknologi, serta

dalam situasi kondusif bagi kesejahteraan sosial dan ekonomi, juga keseimbangan

antara hak dan kewajiban.

Hubungan antara TRIPs dengan Undang-Undang mengenai Hak Cipta di Indonesia

tidak terlepas dari teori-teori mengenai hubungan antara hukum Internasional dan hukum

Nasional. Secara umum terdapat 3 teori mengenai hubungan antara hukum Internasional dan

hukum Nasional yaitu teori dualisme, teori monisme dan teori masalah primat hukum, yang

masing-masingnya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kemudian muncul

juga teori – teori baru, antara lain teori transformasi, teori adopsi khusus, dan teori delegasi.

1. Teori Dualisme

Teori dualisme menganggap bahwa hukum Internasional dan hukum Nasional adalah

2 sistem hukum yang terpisah, berbeda satu sama lain. 65 Penganut teori ini antara lain adalah

Triepel dan Anzilotti. Menurut kedua ahli tersebut, perbedaan mendasar antara hukum

Internasional dan hukum Nasional antara lain subjek hukum Internasional yang utama adalah

Negara sedangkan subjek hukum Nasional adalah individu-individu dalam suatu Negara

tersebut, sumber hukum Internasional yang utama adalah perjanjian Internasional dan

kebiasaan internasional sedangkan sumber hukum Nasional adalah hukum kebiasaan dan

hukum positif suatu Negara, hukum Internasional bersifat mengatur hubungan antara Negara

sedangkan hukum Nasional bersifat mengikatdan lebih tegas.

2. Teori Monisme

Menurut teori monisme semua hukum merupakan satu sistem kesatuan hukum yang

mengikat apakah terhadap individu-individu dalam suatu Negara ataupun terhadap Negara-

65
Boer Mauna, Hukum Intenasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era
DinamikaGlobal, P.T. Alumni, Bandung, 2003. Hlm. 12
negara dalam masyarakat Internasional.66 Penganut teori ini antara lain adalah Kelsen dan

Georges Scelle. Hukum Internasional dan hukum Nasional merupakan kaidah hukum yang

saling berkaitan dan mengikat secara universal baik secara kolektif maupun individual,

dengan kata lain akar dari suatu subjek hukum, baik hukum Internasional maupun hukum

Nasional adalah individu.

3. Teori Masalah Primat Hukum

Teori Primat Hukum ini maksudnya hukum mana yang kedudukannya lebih tinggi

dari pada hukum yang lain. Terdapat 2 teori dalam menentukan primat yang lebih tinggi

yaitu:

a. Primat hukum Nasional

Primat hukum Nasional adalah hukum Nasional yang mempunyai kedudukan yang lebih

tinggi dibandingkan hukum Internasional, jadi hukum Internasional harus tunduk pada

aturan-aturan dan konstitusi yang terdapat pada suatu negara. Menurut aliran dualistik

primat yang tertinggi adalah primat hukum Nasional, disebabkan karena teori ini lebih

menekankan pada kedaulatan kehendak Negara67. Sedangkan menurut Kelsen yang

menganut paham monisme berpendapat bahwa primat yang tertinggi bisa saja terdapat

dalam hukum Internasional ataupun hukum Nasional, namun ia lebih menekankan pada

primat hukum Nasionallah yang lebih tinggi.

b. Primat Hukum Internasional

Primat hukum Internasional adalah pandangan yang menyatakan bahwa hukum

Internasional yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan hukum

Nasional. Bukti pandangan ini adalah apabila hukum Internasional memperoleh

validitasnya hanya dari konstitusi Negara, maka hukum Internasional tidak akan berlaku

lagi apabila konstitusi yang menjadi sandaran otoritasnya tersebut tidak berlaku. Bukti

66
Ibid.
67
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta:1989. Hlm. 99
lainnya adalah telah menjadi ketetapan bahwa hukum Internasional mengikat Negara-

negara baru tanpa harus ada persetujuan dari Negara tersebut, dan persetujuan demikian

apabila dinyatakan secara tegas hanya merupakan suatu pernyataan mengenai kedudukan

hukum yang sebenarnya saja.68

4. Teori Transformasi

Teori transformasi adalah memasukkan kaidah-kaidah traktat atau perjanjian

Internasional ke dalam hukum Nasional dengan cara mensahkan perluasan berlakunya

kaidah-kaidah traktat terhadap individu-individu dalam suatu Negara. Menurut teori ini

adanya perbedaan mendasar antara traktat yang memiliki sifat janji-janji (promises) dan

peraturan perundang-undangan yang bersifat perintah (command), akibatnya diperlukan suatu

transformasi baik secara formal maupun secara substantif69.

5. Teori Adopsi Khusus

Teori adopsi khusus adalah proses pemasukan kaidah-kaidah hukum Internasional ke

dalam hukum Nasional, karena kaidah-kaidah hukumInternasional tidak dapat diberlakukan

secara langsung dalam hukum Nasionalsuatu Negara. Menurut teori kaum positivis, hukum

Internasional dan hukum Nasional merupakan 2 sistem yang berbeda, oleh karena itu hukum

Internasional tidak dapat menyinggung sistem hukum Nasional, dan sebaliknya.

6. Teori Delegasi

Teori delegasi adalah suatu pendelegasian kepada setiap konstitusi negaraoleh kaidah-kaidah

konstitusional dari hukum Internasional yaitu hak untuk menetukan kapan ketentuan-

ketentuan suatu traktat atau konvensi berlaku dan bagaimana cara ketentuan-ketentuan

tersebut dimasukkan ke dalam hukum Nasional.70 Prosesnya dimulai dari penutupan traktat

kemudian dilakukan perpanjangan dari suatu pembentukan hukum, disini tidak ada

penciptaan kaidah-kaidah baru seperti dalam teori transformasi.


68
Ibid. Hlm 100
69
Ibid. Hlm 102
70
Ibid. Hlm. 102

Anda mungkin juga menyukai