Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dewasa ini, perlindungan hukum terhadap suatu karya cipta

yang dihasilkan oleh manusia telah berkembang sangat pesat diiringi

dengan tingkat kesadaran manusia yang tinggi dalam mengapresiasi

suatu karya cipta tersebut. Perlindungan hak cipta dari orang yang

menciptakan suatu karya dapat mempengaruhi hasil karya cipta tersebut.

Salah satu cakupan yang menjadi bagian dari perlindungan hak cipta

adalah perangkat lunak (software). Perkembangan software menjadi

salah satu andalan yang dilakukan oleh dunia termasuk Indonesia yang

menyebabkan kemajuan software mengharuskan adanya pembaharuan

terhadap perlindungan hak cipta berdasarkan undang-undang hak cipta

yang berlaku di dunia termasuk di Indonesia. Melalui perundang-

undangan hak cipta pada software dapat menjadi basis terpenting pada

bidang ekonomi kreatif nasional maupun internasional untuk

mengoptimalkan pertumbuhan perekonomian di setiap negara.

Dalam rangka mencapai keberhasilan pembangunan ekonomi

secara internasional, Indonesia turut berpartisipasi dan terlibat pada

pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia

(Agreement on Establishing The World Trade Organization/WTO). Salah

satu agenda yang dibahas pada WTO adalah persetujuan tentang aspek-

aspek dagang yang terkait dengan hak kekayaan intelektual (HaKI)

1
2

termasuk perdagangan barang-barang palsu (Agreement On Trade

Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in

Counterfeit Goods/TRIPs) terkhususnya pada software.

Keberadaan HaKI dalam hubungan antara masyarakat dan negara

merupakan sesuatu yang sangat esensial karena telah mencakup dan

menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat seperti aspek hukum

dan teknologi mulai dari hak cipta, paten, merek, desain industri, desain

tata letak sirkuit terpadu dan rahasia dagang. Aspek hukum pada HaKI

seperti perundang-undangan HaKI secara internasional menjadi sangat

penting karena perundang-undangan tersebut diharapkan dapat mengatasi

berbagai permasalahan yang berkaitan dengan HaKI dan memberikan

perlindungan bagi pencipta karya cipta intelektual dalam

mengembangkan daya kreasi karya intelektual seperti software.

Pada dewasa ini, salah satu isu yang berkembang mengenai HaKI

secara internasional yaitu pelanggaran hak cipta pada software seperti

lagu, film/drama, video, tulisan (e-book) bahkan aplikasi dalam perangkat

komputer yang dibajak dan didistribusikan secara ilegal. Pada tahun 2004

Indonesia telah masuk daftar prioritas negara yang perlu diawasi

(Priority Watch List/PWL) oleh Pemerintah Amerika Serikat. Hal

tersebut berkaitan dengan maraknya pembajakan dan perindustrian

produk dari berbagai sektor industri pada tahun 2001 di Indonesia.

Masuknya Indonesia ke dalam PWL menyebabkan Indonesia terancam

sanksi ekonomi berupa pembatasan ekspor, pengurangan kuota


3

perdagangan bahkan sampai dengan embargo ekonomi. 1 Pada 1997

menurut Business Software Alliance (BSA) pada global software piracy

Indoneisa berada di posisi ketiga yang melakukan pembajakan software

terbesar yaitu 93% setelah Vietnam (99%) dan China (96%). Pada tahun

2006 menurut lembaga riset IDC dan BSA (aliansi industri perangkat

lunak) Indonesia berada pada posisi ketiga dalam daftar “20 Country with

the Highest Piracy Rates” tepat di bawah Vietnam dan Zimbabwe 2

tentang tingkat pembajakan software di dunia. Berbagai upaya telah

dilakukan oleh pemerintan Indonesia dalam mengurangi pembajakan dan

pendistribusian software melalui berbagai regulasi termasuk MUI telah

mengeluarkan fatwa haram terhadap penggunaan software bajakan pada

tahun 2003 dan pada saat ini Indonesia berada diposisi kelima terhadap

pembajakan software di dunia.

Pada tahun 2012 menurut laporan Penyidik PPNS Direktorat

Jenderal HaKI dan Businees Software Association (BSA) di Mall

Ambasador dan Ratu Plaza Jakarta terjadi kegiatan pembajakan dan

pendistribusian software yang telah melanggar HaKI berdasarkan UUHC

Nomor 19 Tahun 2002. Software tersebut di jual oleh para produsen dan

distributor software seharga Rp. 50.000 - Rp. 60.000,- sedangkan harga

asli software tersebut mencapai Rp. 1.000.000,- per software.3 Menurut

International Data Cooperation (IDC) pada tahun 2012 Indonesia

1
Adrian Sutedi. Hak Atas Kekayaan Intelektual. 2009. Jakarta: Sinar Grafika hlm 15
2
www.kcm.com., Kompas Cyber Media, Pembajakan Software Memprihatinkan, 2007.
3
http://ajengyurike.blogspot.com/2016/04/contoh-kasus-pelanggaran-hak-cipta.html
(diakses pada 11 Maret 2022)
4

menempati peringkat ke-11 dengan jumlah pembajakan dan

pendistribusian software ilegal mencapai 86% dengan nilai kerugian 1,46

miliar dollar AS atau Rp. 12,8 triliun. Tingginya angka pembajakan

tersebut sangat berdampak negatif terhadap Indonesia dalam menjalin

hubungan kerja sama dengan negara lain secara internasional. Bahkan

pelanggaran HaKI dapat menimbulkan kerugian finansial, menurunkan

kreativitas serta menurunkan kepercayaan dari negara-negara produsen

berdasarkan UUHC Nomor 19 Tahun 2002 yang telah meratifikasi Trade

Related Aspect of Intelellectual Property Rights (TRIPs)4

Pada tahun 2016 menurut laporan Subdit Indag Ditreskrimsus

Polda Metro Jaya terjadi pelanggaran hak cipta software berdasarkan

UUHC Nomor 18 Tahun 2014 yang telah meratifikasi Trade Related

Aspect of Intelellectual Property Rights (TRIPs) dan UUHC Nomor 19

Tahun 2002 dengan melakukan kegiatan perdagangan kepingan software

termasuk asesoris, COA atau key/stiker lisensi dengan menggunakan

merek Microsoft tanpa seizin pemegang merek terdaftar.5

BSA pada tahun 2018 melaporkan bahwa pembajakan software di

Indonesia turun 1% dari 84% ke 83% karena penegakan hukum yang

sangat rendah terhadap HaKI. Pada tahun 2015 angka penurunan

penggunaan software bajakan di Indonesia bahkan lebih buruk dari rata-

rata Asia Pasifik yang turun 4% ke angka 57 % dari 61% dibandingkan

4
https://tekno.kompas.com/read/2012/07/11/08124476/
indonesia.peringkat.ke11.negara.pembajak.software (diakses pada 11 Maret 2022).
5
https://news.detik.com/berita/d-3232073/polisi-tangkap-penjual-software-microsoft-
windows-bajakan-di-glodok (diakses pada 11 Maret 2022).
China, Thailand dan Vietnam.6 Pada tahun 2020 menurut YouGov terjadi

penurunan sebesar 55% konsumen dalam mengakses software di

Indonesia yang disebabkan oleh tingkat penggunaan ISD di Indonesia

rendah jika dibandingkan dengan Hong Kong, Singapura, Thailand,

Malaysia, Filipina, Vietnam dan Taiwan. 7 Pembajakan dan

pendistribusian software secara ilegal di Indonesia merupakan kejahatan

yang sangat terorganisir dan merugikan negara setipa bulannya mencapai

Rp. 5 triliun dari sektor pajak berdasarkan UUHC Nomor 28 Tahun

2014.8

Pelanggaran HaKI terhadap pembajakan dan pendistribusian

software tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di beberapa

negara seperti pada tahun 2006 tingkat pelanggaran HaKI di Yordania

mencapai 65% dengan cara melakukan tindakan pembajakan software

tanpa berlisensi. Akibat tingkat pembajakan software yang tinggi

menyebabkan kerugian besar bagi Yordania sekitar $ 15 US Juta menurut

IDC. Tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Yordania terhadap

perlindungan HaKI yaitu berkomitmen tinggi untuk melawan

pembajakan software dengan cara meningkatkan kesadaran pengusaha

dan masyarakat terhadap HaKI dan perlindungan HaKI. 9 Di Vietnam

menurut laporan Business Software Alliance terjadi pelanggaran HaKI


6
https://unpi-cianjur.ac.id/berita-5694-pembajakan-software-di-indonesia-lebih-buruk-
dari-china (diakses pada 11 Maret 2022).
7
https://kominfo.go.id/content/detail/27915/dalam-10-bulan-penonton-streaming-bajakan-
menurun-55-persen/0/sorotan_media (diakses pada 11 Maret 2022).
8
https://nasional.kontan.co.id/news/dvd-bajakan-rugikan-negara-rp-5-triliun-per-tahun
(diakses pada 11 Maret 2022).
9
Saleh Al Sharari, Intellectual Property Rights Legislation and Computer Software
Piracy in Jordan, Journal of Social Sciences, 2006. Hal: 7-13.

5
pada penggunakan atau pembajakan software tanpa izin mencapai 78%

pada tahun 2015. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya

penggunaan software komputer yang tidak berlisensi yaitu mahalnya

penggunaan dan pemasaran software komputer yang berlisensi di

Vietnam. Sehingga salah satu tindakan yang di lakukan oleh Pemerintah

Vietnam dalam mengurangi terjadinya pembajakan dan pendistribusian

software adalah mengurangi harga produk software dan membatasi

produk software yang masuk ke Vietnam.10

Mahalnya harga software original merupakan alasan klasik yang

memanjur bagi penggunaan software ilegal di Indonesia. Dalam

menjalankan komputer rakitan seharga Rp. 3 Jutaan dibutuhkan biaya

untuk software dasar seharga AS $ 248 atau sekitar Rp. 2,4 Juta dengan

perincian Windows XP Home AS $ 78 dan MS Office 2003 Basic AS $

170 belum termasuk program yang lain. Hal tersebut menjadikan

masyarakat Indonesia merasa resah pada saat aparat POLRI melakukan

sweeping software bajakan, khususnya untuk XP dan Windows Me.

Beralihnya software bajakan ke software original tentunya membutuhkan

investasi yang tidak sedikit serta tidak adanya jaminan uang tersebut

akan kembali. Salah satu alternatif adalah beralih ke program lain yang

bersifat open source.

Pemanfaatan dalam penggunaan Open source di Indonesia tidak

mengikuti ketentuan copyright pada umumnya karena hak ekonomi dari


10
Quoc Trung Pham, Nhut Minh Dang and Duc Trung Nguyen, Factors Affecting of The
Digital Piracy Behavior: An Empirical Study in Vietnam, Journal of Theoretical and Applied
Electronic Commerce Research, 2019. Hal: 122-135.

6
pemegang Hak Cipta telah dilepas dari semula sehingga setiap pengguna

dapat bebas untuk memperbanyak, mendistribusikan ulang, menyewakan

bahkan mengubah atau menambah Source Code dari suatu program. Hal

tersebut dimungkinkan karena program dengan basis Close Source

menerapkan model lisensi yang lain atau disebut Lisensi Close Source.

Salah satu lisensi dari Open Source adalah GNU is Not UNIX General

Public License (GNU GPL) yang bertujuan untuk membatasi bagi

pengembang atau pengguna yang memiliki lisensi menjadi produk

komersial yang tidak memberikan kontribusi balik pada komunitas. GPL

menggunakan copyright untuk menjamin agar program tetap free

dibawah lisensi GNU GPL sehingga setiap pengguna dapat

memperbanyak, mendistribusikan dan memodifikasi tetapi harus disertai

dengan lisensi GNU GPL yang bertujuan untuk mendistribusikan

software-software yang ada di bawah lisensi GNU GPL secara gratis dan

terbuka. Bagi pencipta program pada software yang melindungi

ciptaannya dengan lisensi GNU GPL mendapat perlindungan terhadap

ciptaannya dalam bentuk pencantuman nama dalam setiap perbanyakan,

kutipan atau modifikasi dari program tersebut sehingga Open Source

tidak mengenal istilah pembajakan.

Pada tahun 2005 penilaian dari Departemen Perdagangan

Amerika Serikat (USTR) mengenai peringatan kepatuhan suatu negara

dalam masalah penegakan HaKI salah satunya Indonesia dimana

Indonesia mendapatkan predikat yang sama pada tahun 2004 bahwa

7
Indonesia dinilai sebagai negara yang berupaya memberantas

pelanggaran HaKInya masih sangat kurang sehingga perlu diamati secara

khusus. Selain Indonesia, terdapat 12 negara yang mendapat predikat dari

PWL adalah Argentina, Brazil, Mesir dan lain-lainya. Sedangkan untuk

di negara Asia yang mendapat predikat dari PWL diantaranya Vietnam,

Cina, India dan Filipina.11

Departemen Perdagangan Amerika Serikat (USTR) pada tahun

2005 menilai Indonesia masih sangat kurang dalam berupaya melakukan

pemberantasan pelanggaran HaKI software terhadap pembajakan dan

pendistribusian secara ilegal. Selain Indonesia, terdapat 12 negara yang

mendapat predikat dari PWL adalah Argentina, Brazil, Mesir dan lain-

lainya. Sedangkan untuk di negara Asia yang mendapat predikat dari

PWL diantaranya Vietnam, Cina, India dan Filipina.

Dalam upaya perlindungan hak cipta software terhadap

pembajakan dan pendistribusian secara ilegal berdasarkan hukum

internasional telah diatur dalam beberapa perjanjian Internasional yang

berlaku, yaitu:

1. Konvensi Berne tentang Perlindungan Literatur dan Karya Dnei

(Berne Convention For Protection of Literary and Artistics Works).12

2. Konvensi Roma tentang Perlindungan Pemain, Produsesn Rekaman

Suara dan Organisasi Penyiaran (Rome Convention 1961 For

11
Zae, Open Source, IGOS, dan Penghormatan HKI, www.hukumonlie.com. 25 Juli
2005.
12
Konvensi Berne direvisi terakhir di Paris pada tanggal 24 Juni 1971.

8
Protection of Performers, Producers of Phonograms and

Broadcasting Organisations).13

3. WIPO Traktat tentang Pertunjukkan dan Rekaman Suara (WIPO

Perfomances and Phonograms Treaty).14

4. WIPO Traktat Hak Cipta (WIPO Copy Right Treaty).15

5. Traktat Beijing (Beijing Treaty).16

6. Perjanjiaan Perdagangan terkait dengan Aspek Hak Kekayaan

Intelektual (Agreement On Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights).17

7. Konvensi Hak Cipta Universal (Universal Copyright Convention).18

Indonesia telah meratifikasi perundang-undangan hukum

internasional yang berlaku di dunia mengenai perlindungan hak cipta

software terhadap pembajakan dan pendistribusian secara ilegal 19

menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta atau

yang dikenal dengan UUHC sebagai pengganti dari Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2002 terkait tentang perlindungan Hak Cipta pada

software.20

13
Konvensi Roma diselenggarakan di Roma Tanggal 26 Oktober 196.
14
WIPO Traktat tantang Pertunjukan dan Rekaman Suara disetujui di Swiss pada tanggal
20 Desember 1996.
15
WIPO Traktat tentang Hak Cipta ditandatangani pada 20 Desember 1996.
16
Traktat Beijing ditandatangani pada tanggal 24 Juni 2012 di Beijing.
17
Perjanjian Perdagangan terkait dengan Aspek Hak Kekayaan Intelektual disetujui pada
15 Desember 1993.
18
Konvensi Hak Cipta Universal ditandatangani di Jenewa pada 6 September 1952.
19
Andi Kurniawati, Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Melalui Media
Internet, Tesis, Program Pascasarjana, Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin, Makassar, 2015. Hal. 4.
20
Windarto, Perlindungan Hukum Terhadap Program Komputer Ditinjau dari Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Jurnal Ilmu Hukum, 2015. Hal. 57-74

9
Berdasarkan berbagai kondisi yang telah diuraikan di atas,

jelaslah bahwa perlindungan hak cipta terhadap pembajakan dan

pendistribusian software ilegal berdasarkan hukum internasional

merupakan alternatif pengurangan pelanggaran hak cipta program

software di Indonesia berdasarkan hukum Internasional. Pelanggaran hak

cipta program software yang dimaksud dalam penulisan ini adalah

pelanggaran hak cipta pada microsoft di Indonesia. Langkah selanjutnya

adalah meneliti bagaimana perlindungan hak cipta terhadap pembajakan

dan perindistribusian software ilegal menjadi fokus penelitian saat ini.

Hal demikian merupakan topik yang cukup menarik untuk dikaji lebih

mendalam melalui kegiatan penelitian seperti yang penulis laksanakan

ini.

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan fakta-fakta yuridis dan fakta-fakta masalah yang

telah diuraikan pada latar belakang di atas makan identifikasi penelitian

dibatasi sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hak cipta software dari pembajakan dan

pendistribusian secara ilegal di Indonesia berdasarkan hukum

Internasional?

2. Bagaimana upaya pelaksanaan perlindungan hak cipta software

dari pembajakan dan pendistribusian secara ilegal di Indonesia

berdasarkan hukum Internasional?

C. Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian

10
Ruang lingkup penelitian ini adalah UUHC No. 28 Tahun 2014

yang berlaku di Indonesia sebagai ratifikasi dari Perundang-undangan

Perjanjian Internasional mengenai Hak Cipta terkait hukum internasional

terhadap perlindungan hak cipta dari pembajakan dan pendistribusian

software ilegal berdasarkan hukum Internasional di Indonesia.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan

sebelumnya maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perlindungan hak cipta software terhadap

pembajakan dan pendistribusian secara ilegal di Indonesia

berdasarkan hukum Internasional.

2. Untuk mengetahui upaya pelaksanaan perlindungan hak cipta

software dari pembajakan dan pendistribusian secara ilegal di

Indonesia berdasarkan hukum Internasional.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini mempunyai manfaat teoritis

dan praktis. Adapun kedua kegunaan tersebut adalah:

1. Secara Teoritis

Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan atau data informasi di

bidang ilmu hukum bagi kalangan akademis untuk mengetahui

dinamika masyarakat dan perkembangan hukum perdata serta proses

penanganannya, khususnya terhadap masalah pembajakan dan

pendistribusian software ilegal di Indonesia. Selain itu penelitian ini

juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan

11
pranata peraturan hukum dalam penanggulangan terjadinya tindak

perlindungan hak cipta terhadap pembajakan dan pendistribusian

software ilegal berdasarkan hukum Internasional di Indonesia.

2. Secara Praktis

Manfaat penelitian ini secara praktis sebagai bahan masukan bagi

aparat penegak hukum dalam sistem peradilan perdata. Hasil

penelitian ini dijadikan sebagai bahan rujukan dalam menangani

kasus tindak perdata pembajakan dan pendistribusian software ilegal

berdasarkan hukum Internasional di Indonesia sehingga aparat

penegak hukum mempunyai persepsi yang sama.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran terhadap judul skripsi yang ada pada

Program Sarjana Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala tidak ditemukan

judul skripsi tentang “Perlindungan Hak Cipta Terhadap Pembajakan dan

Pendistribusian Software Ilegal di Indonesia Berdasarkan Hukum

Internasional”. Oleh karena itu, keaslian skripsi ini dapat

dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu

jujur, rasional, objektif dan terbuka dengan kebenaran secara ilmiah atas

masukan dan saran-saran yang membangun sehubungan dengan rumusan

dan pendekatan masalah.

Namun berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan ditemukan

beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini yang juga meneliti

tentang perlindungan hak cipta software dari pembajakan dan

12
pendistribusian secara ilegal di Indonesia berdasarkan hukum

internasional, namun sejauh ini penelitian tersebut berbeda dengan

penelitian yang akan diteliti. Adapun penelitian yang dimaksud adalah

sebagai berikut:

a. Endhar (2009)21 dengan judul: Tindak Pidana Pembajakan Perangkat

Lunak (software) Komputer Dikaitkan Dengan Hak Cipta dan Upaya

Penanggulangannya, yang membedakan dari penelitian ini adalah

penelitian ini lebih berfokus pada perlindungan hak cipta software di

Indonesia berdasarkan hukum internasional.

b. Diman (2005)22 dengan judul: Perlindungan Hukum Hak Cipta

Program Komputer Untuk Permainan Ketangkasan Yang Tidak

Melekat Permanen Pada Suatu Console (Game Emulator), yang

membedakan dari penelitian ini adalah penelitian ini berfokus

terhadap perlindungan hak cipta software pada microsoft di Indonesia

berdasarkan hukum internasional.

c. Riska (2016)23 dengan judul: Perlindungan Hukum Hak Cipta Dari

Kejahatan Pembajakan Software Komputer Menurut TRIPs,

Agreement dan Pelaksanaannya di Indonesia, yang membedakan dari

penelitian ini adalah penelitian ini hanya membahas perlindungan hak

21
Endhar Frayoga, Tindak Pidana Pembajakan Perangkat Lunak (Software) Komputer
Dikaitkan Dengan Hak Cipta dan Upaya Penanggulangannya, Skripis, Fakultas Hukum,
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009.
22
Dimas Amirul Prihandoko, Perlindungan Hukum Hak Cipta Program Komputer
Untuk Permainan Ketangkasan Yang Tidak Melekat Permanen Pada Suatu Console (Game
Emulator), Tesis, Pascasarjana Magister Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2012.
23
Riska Hanifah Arma, Perlindungan Hukum Hak Cipta Dari Kejahatan Pembajakan
Software Komputer Menurut TRIPs, Agreement dan Pelaksanaannya Di Indonesia, Skripsi,
Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, 2016.

13
cipta software dari pembajakan dan pendistribusian secara ilegal di

Indonesia berdasarkan UUHC yang berlaku sebagai ratifikasi dari

perundang-undangan perjanjian Internasional.

F. Kerangka Pemikiran

Perlindungan HaKI terhadap Hak Cipta software di Indonesia

sangat penting karena memberikan hak kepada perusahaan software

tertentu untuk melindungi hasil karyanya dari pembajakan dan

memberikan peluang untuk menjadikan software buatannya dalam

mendorong pertumbuhan industri. Adanya perlindungan Hak Cipta

terhadap software apabila terjadi pembajakan dan pendistribusian

terhadap software tesebut maka pelakunya dapat dituntut secara hukum

dan dikenakan sanksi yang berat, sehingga mendorong para perusahaan

software untuk berlomba mematenkan produknya dengan tidak

mempertimbangkan mahalnya dan sulitnya proses pengeluaran hak paten

tersebut.24

Secara umum, aturan mengenai Hak Cipta software di Indonesia

dapat ditemukan di dalam beberapa konvensi Internasional seperti Berne

Convention for The Protection of Literary and Artistic Works 1886,

WIPO Copyright Treaty 1996, Trade Related Aspect of Intelellectual

Property Rights (TRIPs) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994, Keputusan Presiden Republik

24
Ibid

14
Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014 tentang Hak Cipta.25

TRIPs merupakan pelopor lahirnya hukum positif Indonesia baru

tentang HaKI dalam rangka penyesuaian peraturan perundang-undangan

HaKI nasional dengan norma-norma Persetujuan TRIPs dan Indonesia

telah mengambil langkah untuk menyiapkannya secara sistematis. 26

Dalam pembenahan hukum positifnya mengenai HaKI sesuai dengan

TRIPs, Indonesia membuat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta. Beberapa aturan mengenai software dalam Undang-

Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 tertuang dalam Pasal 1 Angka

9 tentang defenisi program komputer, Pasal 11 Ayat (2) tentang hak

ekonomi, Pasal 40 Ayat (1) tentang ciptaan yang dilindungi yang di

dalamnya mencakup program komputer, Pasal 45 Ayat (1) dan (2)

tentang Penggunaan salinan program komputer , Pasal 46 Ayat (2) 2

tentang Pemusnahaan salinan atau adaptasi program komputerer, Pasal

59 ayat (1) tentang jangka waktu perlindungan dan Pasal 113 tentang

sanksi pidana. Berikut merupakan pembatasan dan pengecualian terkait

dengan software yang diatur dalam peraturan internasional, yaitu:

1. Konvensi Berne:

a) Limitations on official texts Article 2 section (4) (Pembatasan

pada Pasal 2 ayat (4) tentang teks resmi.)

25
Riska Hanifah Arma, Op.cit. Hal. 3
26
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Moral (Jakarta: Rajawali Pers, 2011). Hal. 30.

15
b) Limitations on Article 2 (8) about news of the day and press

(Pembatasan pada Pasal 2 ayat (8) tentang berita terkini dan

informasi pers)

c) Limitations on Article 2bis (1) about political speeches and

speeches delivered in the course of legal proceedings;

(Pembatasan pada Pasal 2bis ayat (1) tentang pidato politik dan

pernyataan yang disampaikan di pengadilan)

d) Exceptions on article 10 section (1) about lawful rights of

quotation; (Pengecualian pada Pasal 10 ayat (1) tentang

pengutipan yang sah)

e) Exceptions on article 10 section (2) about utilization on

teaching purposes; (Pengecualian pada Pasal 10 ayat (2) tentang

pemanfaatan tujuan pengajaran).

f) Exceptions on article 10 section (3) about quotation and

teaching uses: attribution of source and authorship;

(Pengecualian pada Pasal 10 ayat (3) tentang pengutipan dan

kegunaan pengajaran dalam hal mencamtumkan sumber dan

penulisnya.)

g) Exceptions on article 10bis section (1) about the use of articles

in newspapers and periodicals; (Pengecualian pada Pasal 10bis

ayat (1) tentang penggunaan artikel dalam surat kabar dan

majalah-majalah).

16
h) Exceptions on article 10bis section (2) about use of works in the

reporting of current events; (Pengecualian pada Pasal 10bis ayat

(2) tentang penggunaan informasi laporan peristiwa terkini)

i) Exceptions on article 2bis section (2) about reporting of

lectures, addresses and other similar works; (Pengecualian pada

Pasal 2bis ayat (2) tentang pelaporan perkuliahan, pembicaraan

dan sejenisnya)

2. Persetujuan TRIPs:

Limitations and exceptions on article 13 about the obligation of

the members when confining limitations and exceptions to exclusive

rights shall through three-step test. (Pembatasan dan pengecualian dalam

Pasal 13 terkait kewajiban anggota TRIPs ketika menekankan

pembatasan dan pengecualian terhadap hak eksklusif haruslah melalui

tiga langkah pengujian).

3. WIPO Copyright Treaty:

Limitations and exceptions on article 10 section (1) and (2) about

whereby the contracting parties shall fully apply the appendix of Berne

Convention article 1-21 in the digital environment too. (Pembatasan dan

pengecualian pada Pasal 10 ayat (1) terkait seluruh perserta konvensi

harus memberikan perlindungan seperti yang tercantum pada Konvensi

Berne Pasal 1-21).

4. Pembatasan menurut UU No. 28 Tahun 2014:

17
UUHC sebagai dasar perlindungan hak cipta menentukan jenis

ciptaan yang dilindungi hak cipta juga jenis ciptaan yang tidak mendapat

perlilndungan hak cipta. Pasal 26 mengatur ciptaan yang tidak dapat

diberi Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan

Pasal 25 tidak berlaku terhadap:

a) Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak

Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya

untuk keperluan penyediaan informasi aktual;

b) Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk

kepentingan penelitian ilmu pengetahuan;

c) Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk

keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang

telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar;

d) Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan

ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau

produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku

Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.

Perkembangan pembajakan dan pendistribusian software secara

ilegal di Indonesia saat ini terjadi karena penegakan hukum tehadap Hak

Cipta tidak dijalankan secara menyeluruh dan tuntas sehingga tidak ada

satu kasus pembajakan bahkan pendistribusian software yang dapat

dipakai sebagai yurisprudensi.27 Pembajakan dan pendistribusian


27
Riandhani Septian Chandrika dan Raymond Edo Dewanta, Kajian Kritis Konsep
Pembajakan di Bidang Hak Cipta Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam, Jakarta:
RechtIdee, 2019. Hal: 127-149.

18
software secara ilegal juga telah diatur di beberapa pasal di dalam

Peraturan Pemerintah RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Sarana Produksi

Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik terkait masalah pembajakan

yang mnggunakan media cakram optik (optik disc) dan Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU

ITE) yang tertuang pada Pasal 34 tentang perbuatan yang dilarang, dan

Pasal 52 Ayat (2), (3), (4) tentang sanksi pidana. Penegakkan Hak Cipta

yang tidak konsisten selama ini, membuat dampak negatif bagi Indonesia

seperti berkurangnya pendapatan Negara, sedikitnya investor yang

berinvestasi di Indonesia dan mencoreng nama baik Indonesia sehingga

diperlukan tindakan-tindakan nyata dari pemerintah Indonesia dalam

menangani permasalahan pembajakan dan pendistribusian software

tersebut dan dapat menjadi contoh dari negara-negara yang memiliki

angka pembajakan yang tinggi.

Berdasarkan uraian di atas maka menjadi usulan atau rancangan

dasar penulis untuk melakukan penelitian terhadap pengaturan

perlindungan hak cipta software dari pembajakan dan pendistribusian di

Indonesia secara ilegal berdasarkan hukum Internasional yang berlaku

dengan berpedoman pada Trade Related Aspect of Intelellectual Property

Rights (TRIPs) dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 serta

menggali upaya pelaksanaan perlindungan hak cipta software dari

pembajakan dan pendistribusian secara ilegal di Indonesia berdasarkan

hukum Internasional. Sebagai pijakan dasar, berikut ini dikemukakan

19
lingkup kajian umum perlindungan hak cipta software dari pembajakan

dan pendistribusian di Indonesia secara ilegal berdasarkan hukum

Internasional.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum

normatif. Penelitian hukum normatif disebut juga dengan penelitian

kepustakaan atau studi dokumen. Penelitian hukum normatif dikenal

dengan istilah hukum doktrinal karena penelitian ini dilakukan atau

ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan

hukum yang lain. Penelitian hukum normatif juga disebut sebagai

penelitian kepustakaan karena penelitian yang dilakukan lebih banyak

terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.

Penelitian kepustakaan dapat pula dikatakan sebagai lawan dari

penelitian empiris.

Berdasarkan hal di atas, jika dikaitkan dengan permasalahan

dalam skripsi maka permasalahan tersebut dilakukan dengan

menggunakan penelitian yang bersifat normatif. Penelitian yang

dilakukan secara hukum normatif pada penulisan skripsi ini dapat

dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan hukum yang

berkaitan dengan tindak perdata dalam perlindungan Hak Cipta

terhadap pembajakan dan pendistribusian software ilegal berdasarkan

hukum Internasional, penegakan hukum perdata terhadap tindak

20
perdata perlindungan Hak Cipta terhadap pembajakan dan

pendistribusian software ilegal berdasarkan hukum Internasional serta

bagaimana upaya penanggulangannya.

2. Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tertier.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan

untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap

peraturan perundang-undangan, literatur, tulisan para pakar hukum

serta bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Analisis Data

Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan peraturan

perundang-undangan diolah dan dianalisis secara kualitatif untuk

menjawab permasalahan dalam skripsi.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk terarahnya permasalahn yang dibahas, maka peneliti

memaparkan sistematika pembahasan yang membaginya atas empat bab.

Berikut adalah penjelasan dari masing-masing bab tersebut:

Bab I : PENDAHULUAN

21
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan tentang latar

belakang masalah, identifikasi masalah, ruang lingkup dan

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, keaslian penelitian,

kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika

pembahasan.

Bab II : TINJAUAN UMUM TERKAIT HAK CIPTA


SOFTWARE

Peneliti menjelaskan tentang tinjauan umum tentang Hak

Cipta, Pembajakan dan Pendistribusian Software, TRIPs

Agreement dan UUHC No. 28 Tahun 2014 Sebagai

Hukum Internasional mengenai Hak Cipta di Indonesia.

BAB III : TINJAUAN HUKUM TERHADAP

PERLINDUNGAN HAK CIPTA SOFTWARE DARI

PEMBAJAKAN DAN PENDISTRIBUSIAN

SECARA ILEGAL DI INDONESIA

BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

Bab ini membahas mengenai analisa terhadap perumusan

masalah yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu

Perlindungan hak cipta software dari pembajakan dan

pendistribusian secara ilegal di Indonesia berdasarkan

hukum Internasional, serta upaya pelaksanaan

perlindungan hak cipta software dari pembajakan dan

pendistribusian secara ilegal di Indonesia.

BAB IV : PENUTUP

22
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari uraian yang telah

disampaikan pada bab-bab sebelumnya yang merupakan

jawaban dari perumusan masalah. Saran merupakan

usulan yang menyangkut aspek operasional, kebijakan

maupun konseptual yang bersifat konkrit, realistis, bernilai

praktis dan terarah.

23
24

Anda mungkin juga menyukai