Guru Pembimbing
Eka Sri Wahyuni, S. E
SMKN 1 RANCAH
2022/2023
i
KATA PENGANTAR
ii
SAMPUL……………………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR……………………………………………………….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………...iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………….1
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah…………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian tentang Hak Cipta……………………………………...2
2.2 Sifat Hak Cipta……………………………………………………...2
2.3 Perkecualian dan Batasan Hak Cipta…………………………….....3
2.4 Masa Berlakunya Hak Cipta………………………………….……..4
2.5 Pendaftaran Ciptaan……………………………………………….5
2.6 Hak Moral dan Hak Ekonomi…………………………………….....6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………....7
3.2 Saran…………………………………………………………….….7
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….….iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Hak Cipta merupakan salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual, namun hak
cipta berbeda secara mencolok dari Hak kekayaan Intelektual lainnya (seperti
paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi) karena hak
cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan
hak untuk mencegah orang lain yang melakukan. Hak Cipta merupakan hak
khusus bagi pencipta atau pemegangnya untuk memperbanyak atau
menggandakan hasil karya ciptaannya yang tumbuh bersamaan dengan
lahirnya suatu ciptaan. Pencipta berhak pula atas manfaat ekonomi yang lahir
dari ciptaannya tersebut, baik dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
Pelanggaran Hak Cipta itu dihukum sebagaimana yang tercantum menurut
Pasal 44 Undang-undang No. 12 Tahun 1997 Junto (J.o) Pasal 72 undang-
undang No. 19 Tahun 2000.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu.
Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak
cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi
penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta
memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau
"ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis
lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi
musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak
komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain
industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun
hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya
(seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi),
karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu,
melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang
berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan
umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili
di dalam ciptaan tersebut.
- Pasal 1
Hak cipta adalah hak tunggal daripada pencipta, atau hak dari pada yang
mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan,
pengetahuan atau kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak,
2
dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan dalam undang-
undang (K.U.H.Pt. 570).
- Pasal 2
Hak cipta dianggap sebagai barang bergerak.
Hak itu pindah dengan warisan, dan dapat diserahkan seluruhnya atau
sebagian. Penyerahan seluruhnya atau sebagian dari hak cipta hanya boleh
dilakukan dengan akte otentik atau akte dibawah tangan. Penyerahan itu
hanya mengenai wewenang- wewenang, sebagaimana yang disebutkan dalam
akte penyerahan itu atau merupakan akibat mutlak yang timbul menurut sifat
dan tujuan dari persetujuan yang diadakan (K.U.H.Pt. 511, 613, U.U.C, 51).
Karena hak cipta itu merupakan satu kesatuan dengan pemilikanya,
yaitu pencipta, demikian juga hak cipta atas ciptaan-ciptaan yang belum
diumumkan setelah pencipta meninggal dunia yang didapat oleh seseorang,
yang memilikinya sebagai warisan atau sebagai wasiat dari pencipta, tidak
dapat disita (pasal 4 UUHC).
Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif
yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta
adalah doktrin yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan
perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal
diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian
ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya
disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk
kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial,
misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan,
penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal
ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam
menikmati manfaat atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini
adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak
dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau
pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap.
Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul
atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Contoh lain, seorang pemilik
(bukan pemegang hak cipta) “Program Computer” diperbolehkan membuat
salinan atas program computer yang dimilikinya untuk dijadikan cadangan
semata-mata untuk digunakan sendiri.
3
Dalam karya fotografi, hak cipta foto umumnya dipegang oleh fotografer,
namun foto seseorang (atau beberapa orang) dilarang disebarluaskan bila
bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret. UUHC
Indonesia secara khusus mengatur hak cipta atas potret dalam pasal 19–23.
Selain daripada itu, Undang-Undang Hak Cipta juga mengatur hak
pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu
memperbanyak ciptaan, berhak cipta demi kepentingan umum atau
kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran
ciptaan yang “apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai suatu
agama, ataupun menimbulkan masalah, dapat menimbulkan gangguan atau
bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma,
kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum”
(pasal 17)
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil
rapat terbuka lembaga-lembaga negara, peraturan perundang-undangan,
pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau
penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-
badan sejenis lain, misalnya keputusan-keputusan dalam memutuskan suatu
sengketa.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau
perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli
tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan
berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga
penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan
sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Hak cipta berlaku selama pencipta masih hidup ditambah 25 tahun setelah
dia meninggal dunia (pasal 26 ayat 1 UUHC). Sesuai dengan ketentuan bahwa
hak cipta mempunyai fungsi social, maka berlakunya hak cipta ditentukan
lebih pendek daripada yang telah ditentukan dalam undang-undang lama,
dimaksudkan agar hak cipta tersebut tidak terlalu lama berada ditangan orang
tertentu. Menurut U.U.C 1912, pasal 37, jangka waktu tersebut adalah 50
tahun.
Jika hak cipta tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih, maka hak cipta
berlaku selama hidup pencipta yang terlama hidupnya, ditambah dengan
jangka waktu 25 tahun sesudah dia meninggal dunia (pasal 26 ayat 2 UUHC).
Jangka waktu 25 tahun tersebut dihitung sejak pencipta yang terlama
hidupnya meninggal dunia.
4
Jika pada suatu ciptaan tidak dicantumkan sama sekali nama penciptanya
atau bila pencantuman itu sedemikian rupa, sehingga pencipta yang
sebenarnya tidak diketahui, maka hak cipta itu berlaku selama 25 tahun sejak
ciptaan itu diumumkan untuk yang pertama kalinya (pasal 26 ayat 3 UUHC).
Begitu pula jika penciptanya adalah suatu badan hukum (pasal 26 ayat 4
UUHC).
Hak cipta atas ciptaan karya fotografi atau karya seni sinematografi atau
ciptaan sejenis, berlaku 15 tahun sejak ciptaan itu diumumkan untuk yang
pertama kalinya (pasal 27 UUHC). Mengenai hal ini ditetapkan waktu yang
lebih pendek dikarenakan karya cipta fotografi atau sinematografi itu
aktualitasnya tidak begitu tahan lama.
5
tersebut dengan membayar biaya administrasi yang besarnya ditentukan oleh
Menteri Kehakiman (pasal 29 ayat 3 UUHC. Jadi menurut pasal 29 ayat 2 dan
3 UUHC, daftar umum ciptaan itu bersifat terbuka, artinya setiap orang dapat
melihat daftar itu dan dapat pula meminta salinannya (petikannya) dengan
membayar uang administrasi.
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu
ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia
juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara
umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa
persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Menurut konsep Hukum Kontinental (Prancis), "hak pengarang" (droit
d'aueteur, author right) terbagi menjadi "Hak Ekonomi" dan "Hak Moral"
(Hutagalung, 2012).
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "Hak Ekonomi" dan "Hak Moral".
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan,
sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku
(seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun,
walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak
moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya
hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain.
Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
6
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk
itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta merupakan hak eksklusif, yang
memberi arti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak atasnya
kecuali atas izin penciptaan.
Pengaturan mengenai hak cipta dimuat dalam Undang-Undang No. 19
Tahun 2002 yang bertujuan untuk merealisasi amanah Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) dalam rangka pembangunan di bidang hukum, dimaksudkan
untuk mendorong dan melindungi pencipta dan hasil karya ciptaannya.
Sebagaimana telah diterangkan diatas bahwasanya hak cipta itu
memiliki ketentuan-ketentuan, tata cara pendaftaran, sifat-sifatnya, dan lain
sebagainya yang tercantum dalam UUHC dengan tujuan untuk melindungi
setiap ciptaan yang telah diciptakan oleh penciptanya agar tidak
disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, yang mungkin
bisa menyalahgunakan suatu ciptaan untuk kepentingannya semata.
B. SARAN
7
DAFTAR PUSTAKA
- https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
- Purwsutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,
Jakarta: Djambatan, 1995, cet. Ke-11
- Simorangkir, J.C.T, Hak Cipta, Jakarta: Djambatan, 1973, cet. Ke-2
iv