DISUSUN OLEH :
DESPRIANDI:21041162
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ASAHAN
TA. 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Kasus Hak Cipta. Kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak SYAHPUTRA, SH.MH selaku dosen yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senanitiasa memberikan petunjuk serta memberikan
kekuatan kepada kita semua dalam menyelesaikan tugas Kasus Hak Cipta Paten. Kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami buat ini jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
kami.
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Malasah.................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................2
A. Pengertian Tentang Hak Cipta .............................................................2
B. Sifat Hak Cipta.....................................................................................2
C. Perkecualian dan Batasan Hak Cipta....................................................3
D. Masa berlakunya Hak Cipta .................................................................5
E. Pendaftaraan Ciptaan............................................................................6
F. Hak Moral dan Hak Ekonomi...............................................................6
BAB III PENUTUP..........................................................................................8
A. Kesimpulan...........................................................................................8
B. Saran.....................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hak Cipta merupakan salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual, namun hak cipta
berbeda secara mencolok dari Hak kekayaan Intelektual lainnya (seperti paten, yang
memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi) karena hak cipta bukan merupakan
hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain
yang melakukan.Hak Cipta merupakan hak khusus bagi pencipta atau pemegangnya
untuk memperbanyak atau menggandakan hasil karya ciptaannya yang tumbuh
bersamaan dengan lahirnya suatu ciptaan. Pencipta berhak pula atas manfaat ekonomi
yang lahir dari ciptaannya tersebut, baik dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
Pelanggaran Hak Cipta itu dihukum sebagaimana yang tercantum menurut Pasal 44
Undang-undang No. 12 Tahun 1997 Junto (J.o) Pasal 72 undang-undang No. 19 Tahun
2000.
B. Rumusan Masalah
Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur
penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta
merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan
pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada
umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan".
Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-
karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara,
lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaranradio dan televisi, dan
(dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta
berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang
memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan
merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah
orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa
perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta,
gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut.
Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang
diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin
yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa
dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur
sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak
dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan
dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial
termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu
pengetahuan, penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah
"kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat atas suatu
ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan
atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis,
penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara
lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau
nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Contoh lain, seorang pemilik (bukan
pemegang hak cipta) “program computer” diperbolehkan membuat salinan atas program
computer yang dimilikinya untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan
sendiri.
Dalam karya fotografi, hak cipta foto umumnya dipegang oleh fotografer, namun foto
seseorang (atau beberapa orang) dilarang disebarluaskan bila bertentangan dengan
kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret. UUHC Indonesia secara khusus
mengatur hak cipta atas potret dalam pasal 19–23.
Selain daripada itu, Undang-Undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah
Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan,
berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18),
ataupun melarang penyebaran ciptaan yang “apabila diumumkan dapat merendahkan
nilai-nilai suatu agama, ataupun menimbulkan masalah, dapat menimbulkan gangguan
atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma,
kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum” (pasal 17)
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat
terbuka lembaga-lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan
atau pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, ataupun
keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lain, misalnya keputusan-
keputusan dalam memutuskan suatu sengketa.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan
lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar
hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya
maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber
sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
D. Masa Berlakunya Hak Cipta
Hak cipta berlaku selama pencipta masih hidup ditambah 25 tahun setelah dia
meninggal dunia (pasal 26 ayat 1 UUHC). Sesuai dengan ketentuan bahwa hak cipta
mempunyai fungsi social, maka berlakunya hak cipta ditentukan lebih pendek daripada
yang telah ditentukan dalam undang-undang lama, dimaksudkan agar hak cipta tersebut
tidak terlalu lama berada ditangan orang tertentu. Menurut U.U.C 1912, pasal 37,
jangka waktu tersebut adalah 50 tahun.
Jika hak cipta tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih, maka hak cipta berlaku
selama hidup pencipta yang terlama hidupnya, ditambah dengan jangka waktu 25 tahun
sesudah dia meninggal dunia (pasal 26 ayat 2 UUHC). Jangka waktu 25 tahun tersebut
dihitung sejak pencipta yang terlama hidupnya meninggal dunia.
Jika pada suatu ciptaan tidak dicantumkan sama sekali nama penciptanya atau bila
pencantuman itu sedemikian rupa, sehingga pencipta yang sebenarnya tidak diketahui,
maka hak cipta itu berlaku selama 25 tahun sejak ciptaan itu diumumkan untuk yang
pertama kalinya (pasal 26 ayat 3 UUHC). Begitu pula jika penciptanya adalah suatu
badan hukum (pasal 26 ayat 4 UUHC).
Hak cipta atas ciptaan karya fotografi atau karya seni sinematografi atau ciptaan sejenis,
berlaku 15 tahun sejak ciptaan itu diumumkan untuk yang pertama kalinya (pasal 27
UUHC). Mengenai hal ini ditetapkan waktu yang lebih pendek dikarenakan karya cipta
fotografi atau sinematografi itu aktualitasnya tidak begitu tahan lama.
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai
penggunaan Persetujuan TRIPsWTO (yang secara interalia juga mensyaratkan
penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup
hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui
sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Menurut konsep Hukum Kontinental (Prancis), "hak pengarang" (droitd'aueteur,
authorright) terbagi menjadi "hak ekonomi" dan "hak moral" (Hutagalung, 2012).
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak
ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak
moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran)
yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama
pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual
untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang
Hak Cipta.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang memberi arti bahwa selain
pencipta maka orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin penciptaan.
Pengaturan mengenai hak cipta dimuat dalam Undang-Undang No. 19 Tahun
2002 yang bertujuan untuk merealisasi amanah Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
dalam rangka pembangunan di bidang hukum, dimaksudkan untuk mendorong dan
melindungi pencipta dan hasil karya ciptaanya.
Sebagaiman telah diterangkan diatas bahwasanya hak cipta itu memiliki
ketentuan-ketentuan, tata cara pendaftaran, sifat-sifatnya, dan lain sebagainya yang
tercantum dalam UUHC dengan tujuan untuk melindungi setiap ciptaan yang telah
diciptakan oleh penciptanya agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab, yang mungkin bisa menyalahgunakan suatu ciptaan untuk
kepentingannya semata
B. SARAN
- https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
- Purwsutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta:
Djambatan, 1995, cet. Ke-11
- Simorangkir, J.C.T, Hak Cipta, Jakarta: Djambatan, 1973, cet. Ke-2