Anda di halaman 1dari 76

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA NY.

F
DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI : STROKE
DI PUSKESMAS DARUSSALAM

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

LAMHOT SIDOMUNCUL NABABAN 220202040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARAINDONESIA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
selalu melimpahkan rahmat dan karunia Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Ny.F Dengan
Gangguan Sistem Neurologi: Stroke Di Puskesmas Darussalam Tahun 2023”.
Dalam penyusunan askep ini, penulis mendapat banyak bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ivan Elizabeth Purba, M.Kes selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
2. Taruli Rohana Sinaga, SP, MKM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutara Indonesia.
3. Ns. Marthalena Simamora, S.Kep, M.Kep, selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
4. Ns. Jek Amidos Pardede, M.Kep, Sp. Kep.J, selaku Koordinator Profesi Ners.
5. Ns. Rumondang Gultom, M.K.M Selaku Dosen Koordinator dan Pembimbing
Akademik Stase Keperawatan Komunitas dan Keluarga.
6. Ns. Siska Evi Simanjuntak, MNS Selaku Dosen Pembimbing Akademik
Stase Keperawatan Keperawatan Komunitas dan Keluarga.
7. Ns. Rinco Siregar, MNS, PhD Selaku Dosen Pembimbing Akademik Stase
Keperawatan Komunitas dan Keluarga .
8. Ns. Adventy Bevy Riang Gulo, M.Kep, Selaku Dosen Pembimbing
Akademik Stase Keperawatan Komunitas dan Keluarga.
9. Ns. Masri Saragih, M.Kep selaku Selaku Dosen Pembimbing Akademik Stase
Keperawatan Komunitas dan Keluarga.
10. Ns.Netti Triana Sitompul, S.Kep selaku pembinbing klinik yang telah
membantu dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di Puskesmas Darussalam
11. Seluruh pihak yang membantu dalam penyusunan dan pelaksanaan asuhan
keperawatan pada Tn.K dengan masalah Hipertensi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan asuhan keperawatan pada Ny.F.
dengan masalah Hipertensi, masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan
oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan asuhan keperawatan ini.

Medan, Mei 2023

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan salah satu penyakit tidak menular (PTM) yaitu


suatu gangguan fungsi syaraf lokal atau global yang munculnya
mendadak ,progresif, dan cepat disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak nontraumatik, gangguan syraf tersebut dapat menimbulkan
gejala berupa perubahan kesadaran, kelumpuhan wajah atau anggota
badan, kematian (Ramatillah, 2019). Sehingga menimbulkan kerusakan
fungsional menyebabkan seseorang menderita kecacatan yang
menurunkan mobilitas, penderita stroke menjadi tidak produktif akan
semakin bergantung kepada orang lain dalam melakukan aktivitas
tertentu (Karunia, 2016).
Stroke menjadi salah satu masalah kesehatan utama bagi masyarakat
karena stroke dapat mengakibatkan kerusakan pada otak yang mucul
mendadak, progresif, dan cepat akibat gangguan peredaran darah otak non
traumatik (Riskesdas, 2018). Faktor penyebab terjadinya PTM stroke
adalah pola hidup yang tidak sehat, di antaranya konsumsi makanan
yang tidak seimbang, tidak melakukan aktivitas fisik, pengaruh
lingkungan, sehingga memimicu terjadinya stroke. Pecahnya pembuluh
darah diotak atau terjadinya thrombosis dan emboli. Gumpalan darah
akan masuk kealiran darah sebagai akibat dari penyakit lain atau
karena adanya bagian otak yang cedera dan menyumbat arteri otak,
akibatnya fungsi otak berhenti dan menjadi penurunan fungsi otak
(Nasution, 2020).

American Heart Association/American Stroke Association


(AHA/ASA) dalam Heart Disease and Stroke Statistics - 2017 Updates,
menyebutkan bahwa di Amerika rata-rata setiap 40 detik seseorang
mengalami stroke dan setiap 4 menit seseorang meninggal akibat stroke
(Roger et al., 2017). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Nasional tahun 2018, prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan sebesar tujuh per mil dan yang terdiagnosis oleh tenaga
kesehatan (nakes) atau gejala sebesar 14,5 per mil. Jadi, sebanyak 76,5
persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan. Sementara
iSumatera Utara prevalensi kejadian stroke sebesar 9,5%. Prevalensi
penyakit stroke juga meningkat seiring bertambahnya usia. Kasus stroke
tertinggi adalah usia 75 tahun keatas (50,2%) dan lebih banyak pria (11%)
dibandingkan dengan wanita (10%) (Riskesdas, 2018). Serangan stroke yang
mendadak dapat menyebabkan kecacatan fisik dan mental serta kematian,
baik pada usia produktif maupun lanjut usia (Dewi & Pinzon, 2016). Hampir
di seluruh dunia stroke menjadi masalah yang serius dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan angka
kejadian penyakit kardiovaskuler. Jumlah kematian yang disebabkan oleh
stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima
pada usia 15-59 tahun (Yastroki, 2012). Tahun 2020 diprediksi terdapat
sekitar 7,6 juta penduduk akan mengalami mortalitas akibat penyakit stroke
dan 15% kasus terjadi pada usia muda dan produktif.
Menurut Pinzon dalam Rahmawati, Yurida Oliviani dan Mahdalena
(2017), semakin lambat pertolongan medis yang diperoleh pasien, maka
akan semakin banyak kerusakan sel saraf yang terjadi, sehingga semakin
banyak waktu yang terbuang dan semakin banyak sel saraf yang tidak bisa
diselamatkan dan semakin buruk kecacatan yang didapat. Berdasarkan data
yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki),
masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita
stroke di Indonesia adalah terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia.
Rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien stroke yang
mengalami gangguan mobilitas fisik adalah latihan rentang gerak atau yang
sering disebut Range Of Motion (ROM) merupakan latihan yang digunakan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan untuk menggerakkan persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. Latihan pergerakan bagi
penderita stroke merupakan prasarat bagi tercapainya kemandirian pasien,
karena latihan gerak akan membantu secara berangsur-angsur fungsi tungkai
dan lengan kembali atau mendekati normal, dan menderita kekuatan pada
pasien tersebut untuk mengontrol aktivitasnya sehari-hari dan dampak
apabila tidak diberi rehabilitasi ROM yaitu dapat menyebabkan kekakuan
otot dan sendi, aktivitas sehari-hari dari pasien dapat bergantung total
dengan keluarga, pasien sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Stroke menimbukan permasalahan yang kompleks, baik dari segi
kesehatan, ekonomi, sosial serta membutuhkan penanganan yang
komperhensif termasuk upaya pemulihan dilakukan dalam jangka lama
bahkan sapanjang masa hidup. Banyak masyarakat enggan berobat ke
pelayanan kesehatan sehingga pasien yang tidak mendapatkan penanganan
yang tepat kondisinya semakin memburuk (Indah, 2020), hal
kemungkinan terjadi adalah berdampak fatal terjadinya kelumpuhan
bahkan kematian. Dukungan besar dari keluarga sangat membantu
karena keluarga sebagai unit pelayanan perawatan yang dapat
meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap anggota yang sakit dan dalam mengatasi masalah
kesehatan anggota keluarganya. Pemberian asuhan keperawatan
keluarga dengan terapi latihan penatalaksanaanya menggunakan gerakan
aktif atau pasif, latihan menggerakkan persendian sesuai dengan rentang
geraknya (Kusuma, 2021). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
penulis tertarik mengambil kasus keperawatan keluarga dengan judul
“Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Ny.F dengan Gangguan
SistemNeurologi: Stroke Di Puskesmas Darussalam”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Ny.F Dengan Gangguan Sistem


Neurologi : Stroke Di Puskesmas Darussalam

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umu
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke di
puskesmas darussalam
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien storke di
Puskesmas Darussalam
2. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien storke di
Puskesmas Darussalam
3. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien storke
di Puskesmas Darussalam
4. Mampu melakukan tindakan asuhan keperawatan pada pasien
storke di Puskesmas Darussalam
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan dengan pada pasien
storke di Puskesmas Darussalam

1.4 Manfaat Penulisan


1. Manfaat Bagi Klien Dan Keluarga
Memberikan informasi serta menambah pengetahuan kepada klien dan
keluarga tentang penyakit stroke dan perawatannya.
2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Menambah referensi, informasi dan sebagai ilmu pengetahuan tambahan
dan bacaan bagi institusi pendidikan yang diharapkan pada proses belajar
mengajar
3. Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai masukan untuk petugas kesehatan agar lebih meningkatkan
penyuluhan tentang penyakit stroke dan perawatannya.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Stroke


2.1.1 Definisi
Stroke hemoragik adalah kondisi otak yang mengalami kerusakan
karena aliran darah atau suplai darah ke otak terhambat oleh pendarahan
(Arum, 2015). Stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah di
otak sehingga aliran darah menjadi tidak normal dan darah yang keluar
merembes masuk ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya
(Amanda, 2018).
Stroke hemoragik merupakan disfungsi neurologis fokal yang
akut dan disebabkan oleh perdarahan pada substansi otak yang terjadi
secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, akibat pecahnya
pembuluh arteri dan pembuluh kapiler (Nugraha, 2018). Stroke
hemoragik adalah jenis stroke yang penyebabnya adalah pecahnya
pembuluh darah di otak atau bocornya pembuluh darah otak. Terjadi
karena tekanan darah otak yang mendadak, meningkat dan menekan
pembuluh darah, sehingga pembuluh darah tersumbat, tidak dapat
menahan tekanan tersebut (Wati, 2019).
Stroke hemoragik yaitu perdarahan intrakanial berdasarkan
tempat perdarahannya yakni dirongga subarakhnoid atau didalam
parenkim otak (intraserebral) ada juga perdarahan yang terjadi bersamaan
pada kedua tempat seperti perdarhan subarakhoid yang bocor kedalam
otak atau sebaliknya (Rahmayanti, 2019).

2.1.2 Klasifikasi
Menurut Indrawati dkk., (2016) Klasifikasi stroke hemoragik dibedakan
atas dua kelompok yaitu sebagai berikut :
a. Perdarahan Intraserebral

Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah


intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan
kemudian masuk ke dalam jaringan otak. Pada stroke jenis ini
pembuluh darah pada otak pecah dan darah membasahi jaringan
otak. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak sehingga
menyebabkan spasme atau menyempitnya arteri di sekitar tempat
perdarahan. Sel- sel otak yang berada jauh dari tempat perdarahan
juga akan mengalami kerusakan karena aliran darah terganggu.
Selain itu, jika volume darah yang keluar lebih dari 50 ml maka
dapat terjadi proses desak ruang yakni rongga kepala yang luasnya
tetap, “diperebutkan” oleh darah “pendatang baru” dan jaringan otak
sebagai “penghuni lama”. Biasanya pada proses desak ruang ini,
jaringan otak yang relatif lunak mengalami kerusakan akibat
penekanan oleh jendela darah.

b. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah masuknya darah ke ruang
subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid
sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid
itu sendiri/perdarahan subarachnoid primer. Perdarahan yang terjadi
di pembuluh darah yang terdapat pada pembungkus selaput
pembungkus otak. Selanjutnya, darah mengalir keluar mengisi
rongga antara tulang tengkorak dan otak. Sama seperti perdarahan
intraserebral, darah yang keluar dapat menyebabkan spasme arteri
sekitar tempat perdarahan, mengiritasi jaringan sekitar, serta
menyebabkan proses desak ruang.

2.1.3 Etiologi

Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah, darah


akan keluar mengisi ruang tengkorak kepala sehingga terjadi
peningkatan tekanan di dalam otak yang akibatnya terjadi penurunan
kesadaran secara tiba-tiba. Keadaan seperti ini disebabkan karena
tekanan darah yang mengalami peningkatan cukup tinggi (Arum,
2015).Selain hal–hal yang disebutkan diatas, ada fakor–faktor lain
yang menyebabkan stroke hemoragik (Pudiastuti, 2015), diantaranya :
a. Faktor resiko medis
Faktor resiko medis seperti migrain, hipertensi (penyakit tekanan
darah tinggi), diabetes, kolesterol, aterosklerosis (pengerasan
pembuluh darah), gangguan jantung, riwayat stroke keluarga,
penyakit ginjal, dan penyakit vaskuler perifer. 80% pemicu stroke
hemoragik disebabkan karena hipertensi dan Aterosklerosis.
b. Faktor resiko perilaku
Faktor resiko perilaku seperti kurang olahraga, merokok /aktif dan
pasif, makanan tidak sehat (junk food, fast food), kontrasepsi oral,
mendengkur, narkoba, obesitas, stress, dan cara hidup.
c. Faktor lain Data statistik 93% pengidap penyakit trombosis ada
hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi.
1)Ttombosis serebral
Terjadi pada pembuluh darah dimana oklusi terjadi trombosis
dapat menyebabkan iskemik jaringan otak, edema dan kongesti
di area sekitarnya.
2) Emboli serebral
Penyumbatan pada pembuluh darah otak karena bekuan darah,
lemak atau udara. Kebanyakan emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
3) Perdarahan intra serebral

Pembuluh darah otak bisa pecah, terjadi karenaAterosklerosis


dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak akan
menyebabkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan
otak yang berdekatan akibat otak akan bengkan, jaringan otak
internal tertekan sehingga menyebabkan infark otak, edema dan
mungkin terjadi herniasi otak.
4) Migren
5) Trombosis sinus dura
6) Diseksi arteri karotis atau vertebralis
7) Kondisi hiperkoagulasi
8) Vaskulitis sistem saraf pusat
9) Penyakit moya–moya (oklusi arteri besar intrakranial yang
progresif)
10) Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau
leukemia)
11) Miksoma atrium.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Menurut (Tarwoto, 3013; Nugraha, 2018), manifestasi klinik stroke


hemoragik tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata
serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolaretal. Pada stroke akut
gejala klinis meliputi :
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan
terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian
frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi
kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah
kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik
sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi

b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan Gangguan


sensibilitas terjadi karena kerusakan sistem saraf otonom dan
gangguan saraf sensorik Penurunan kesadaran (Konfusi, delirium,
letargi, stupor, atau koma) Terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak
kemudian menekan batang otak atau terjadinya gangguan metabolik
otak akibat hipoksia
c. Afasia (kesulitan dalam berbicara) Afasia adalah defisit kemampuan
komunikasi bicara, termasuk dalam membaca, menulis memahami
bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara
primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada
stroke dengan gangguan pada arteri middle serebral kiri. Afasia
dibagi menjadi tiga bagian yaitu afasia motorik, sensorik dan afasia
global. Afasia motorik atau ekpresif terjadi jika area pada Area
Broca, yang terletak pada lobus frontal otak. Pada afasia jenis ini
pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak dapat
mengungkapkan lewat bicara. Afasia sensorik terjadi karena
kerusakan pada Area Wernicke, yang terletak pada lobus temporal.
Pada afasia sensorik pasien tidak mampu menerima stimulasi
pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan pembicaraan,
sehingga respon pembicaraan pasien tidak nyambung atau koheren.
Pada afasia global pasien dapat merespon pembicaraan dengan baik
menerima maupun mengungkapkan pembicaraan.
d. Disatria (bicara cadel atau pelo) merupakan kesulitan bicara terutama
dalam artikulasi sehingga ucapannya menjadi tidak jelas. Namun
demikian pasien dapat memahami pembicaraan, menulis,
mendengarkan maupun membaca. Disatria terjadi karena kerusakan
nervus kranial sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan
laring. Pasien juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan
menelan.
e. Gangguan penglihatan (diplopia) dimana pasien dapat kehilangan
penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda, gangguan lapang
pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan pada
lobus temporal atau pariental yang dapat

menghambat serat saraf optik ada korteks oksipital. Gangguan


penglihatan juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf
kranial 2, 4 dan 6.
f. Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus
kranial 9. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan gluteus
menutup kemudian makanan masuk ke esophagus.
g. Inkontenesia baik bowel maupun bladder serng terjadi hal ini karena
tergangguanya saraf yang mensyarafi bladder dan bowel.
h. Vertigo seperti mual, muntah, dan nyeri kepala, terjadi karena
peningkatan tekanan intrakranial, edema serebri.
2.1.5 Patofisiologi
Faktor resiko stroke seperti gaya hidup, Diabetes Melitus, riwayat
penyakit jantung dan sebagainya dapat menyebabkan kerja norepinefrin
dipembuluh darah meningkat sehingga tekanan darah meningkat atau
hipertensi akut. Hipertensi yang terus menerus dapat mengakibatkan
timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang dapat
menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar
dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada
pembuluh darah otak. Perubahan yang terus berlanjut ini dapat
menyebabkan pembuluh darah otak (serebral) pecah sehingga terjadi
stroke hemoragik (Rahmayanti, 2019).

Mekanisme yang sering terjadi pada stroke perdarahan


intraserebral adalah faktror dinamik yang berupa peningkatan tekanan
darah. Hipertensi kronis menyebabkan pembuluh darah arteriol yang
berdiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan yang patologik.
Perubahan tersebut berupa lipohyalinosis, fragmentasi, nekrosis, dan
mikroaneurisma pada arteri di otak. Kenaikan tekanan darah secara
mendadak ini dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah. Jika
pembuluh darah tersebut pecah, maka akan menyebabkan perdarahan.
(Munir, 2015). Pecahnya pembuluh darah otak mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak.
Peningkatan Transient Iskemic Attack (TIA) yang terjadi dengan cepat
dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan Intraserebral sering dijumpai di daerah pituitary glad,
thalamus, sub kartikal,lobus parietal, nucleus kaudatus, pons, dan
cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur
dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid
(Perdana, 2017).
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM
(Arteriovenous Malformati). Aneurisma paling sering di dapat pada
percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willis sedangkan AVM
(Arteriovenous Malformatio) dapat dijumpai pada jaringan otak di
permukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun di dalam ventrikel
otak dan ruang subarachnoid (Perdana, 2017). Aneurisma merupakan
lesi yang didapatkan karena berkaitan dengan tekanan hemodinamik
pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Prekursor awal
aneurisma adalah adanya kantong kecil melalui arteri media yang rusak.
Kerusakan ini meluas akibat tekanan hidrostatik dari aliran darah
pulsatif dan turbulensi darah, yang paling besar berada di bifurcatio
atrei. Suatu anuerisma matur memiliki sedikit lapisan media, diganti
dengan jaringan ikat, dan mempunyai lamina elastika yang terbatas atau
tidak ada sehingga mudah terjadi ruptur. Saat aneurisma ruptur, terjadi
ekstravasasi darah dengan tekanan arteri masuk ke ruang subarachnoid
dan dengan cepat menyebar melalui cairan serebrospinal mengelilingi
otak dan medulla spinalis. Ekstravasasi darah menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) global dan mengiritasi
meningeal (Munir, 2015).
Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarachnoid dapat mengakibatkan vasopasme

pembuluh darah serebral. Vasopasme ini seringkali terjadi 3-5


hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9,
dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasopasme
diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan
dilepaskan ke dalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh darah
arteri di ruang subarachnoid. Ini dapat mengakibatkan disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese,
gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika
kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan
di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi (Wati, 2019).
Perdarahan subarachnoid (PSA) yang mengacu pada perdarahan
otak di bawah arachnoid, sering menyebabkan onset cepat defisit
neurologis dan hilangnya kesadaran. Perdarahan subarachnoid ini akan
direspon tubuh dengan cara mengkonstraksi pembuluh darah
(vasokonstriksi atau vasospasme) yang diransang oleh zat-zat yang
bersifat vasokonstriksi seperti serotonin, prostaglandin, dan produk
pecahan darah lainnya. Keadaan ini akan memicu ion kalsium untuk
masuk kedalam sel otot polos pembuluh darah. Akibatnya konstraksi
atau spasme akan semakin hebat dan lambat laun, yaitu sekitar hari
kelima setelah perdarahan, kontraksi akan mencapai puncaknya
sehingga terjadi penutupan lumen atau saluran pembuluh darah secara
total dan darah tidak dapat mengalir lagi ke sel saraf yang bersangkutan.
Akhirnya terjadi kematian pada sel saraf dan menyebabkan kehilangan
kontrol mengakibatkan terjadinya hemiplegi dan hemiparesis.
Hemiplegi dan hemiparesis dapat mengakibatkan kelemahan pada alat
gerak dan menyebabkan keterbatasan dalam pergerakan fisik pada
ekstremitas sehingga muncul masalah keperawatan hambatan mobilitas
fisik (Black dan Hawks, 2014).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Wati (2019), pemeriksaan penunjang pada pasien yang
mengalami stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri,
meperlihatkan secara tepat letak oklusi atau ruptur.
b. Scan tomografi komputer (Computer Tomography scan-CT scan).
Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli
serebral, dan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan
subarakhnoid dan perdarahan intrakranial. Kadar protein total
meningkat, beberapa kasus trombosis disertai proses inflamasi. CT
secara sensitif mendeteksi perdarahan subarachnoid akut, tetapi
semakin lama interval antara kejadian akut dengan CT-scan,
semakin mungkin temuan CT-scan negative. Jika SAH masih masih
dicurigai pada CT-scan normal, pungsi lumbal harus dilakukan.
c. Fungsi lumbal. Pemeriksaan ini menunjukkan terlihatnya darah
atau siderofag secara langsung pada cairan serebrospinal.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI). Menunjukkan daerah infark,
perdarahan, malformasi arteriovena (MAV)

e. Ultrasonografi doppler (USG doppler). Mengidentifikasi penyakit


arteriovena (masalah sistem arteri karotis/aliran darah atau
timbulnya plak) dan arterioklerosis (Munir, 2015). Pemeriksaan
sinar x kepala dapat menunjukkan perubahan pada glandula pineal
pada sisi yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi
karotis internal yang dapat dilihat pada trombosis serebral,
klasifikasi parsial pada dinding aneurisme pada perdarahan
subaraknoid Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG).
Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
f. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pienal daerah yang berlawanan dan massa yang meluas, klasifikasi
karotis interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
g. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan gula darah: gula darah bisa meningkat karena
keadaan hiperglikemia.
2. Faktor risiko stroke hemoragik yang dapat dimodifikasi,
sebagian besar pasien memiliki hipertensi (82,30%), kadar gula
darah meningkat (63,54%), LDL meningkat (65,63%),
triglserida meningkat (64,58%), dan kholesterol total
meningkat (69,79%), pasien dengan kadar HDL normal lebih
banyak (496).
2.1.7 Penatalaksanaan
Menurut Wati (2019), penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien
yang mengalami stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Terapi Stroke Hemoragik Pada Serangan akut
a. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
b. Masukan klien ke unit perawatan saraf untuk dirawat I bagian
bedah saraf
c. Pada stroke hemoragik, terutama disebabakan SAH, manajemen
cairan merupakan prioritas, sehingga pasien berada dalam status
euvolemi dengan pemberian cairan isotonik. Tidak dianjurkan
menggunakan cairan hipotonik karena dapat mencetuskan atau
memperberat edema serebral yang terjadi, dan larutan yang
mengandung glukosa sebaiknya tidak diberikan kecuali pasien
berada dalam keadaan hipoglikemik
d. Penatalaksanaan umum di bagian saraf
Neuroprotektor yang umum digunakan pada pasien stroke
adalah citicolin dan piracetam. Berdasarkan penelitian
penggunaan neuroprotektor memberikan luaran yang signifikan
terhadap kesadaran, fungsi kognitif, dan motorik pada pasien
stroke. Citicolin dengan dosis 2 x 250 mg maupun 2 x 500 mg
memberikan nilai GCS yang tidak jauh berbeda baik pada
pasien stroke iskemik maupun stroke hemoragik.
e. Penatalaksanaan khusus pada kasus
a) Subarachnoid hemorrhage dan intraventricular hemorrahage,
b)Kombinasi antara parenchymatous dan subarachnoid
hemorrhage,
c) Parenchymatous hemorrhage.

f. Neurologis
a) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya. American
Heart Association (AHA) merekomendasikan pengelolaan
tekanan darah pada pasien perdarahan intraserebral, dengan
konsep memilih target tekanan darah sesuai dengan faktor-
faktor yang ada pada pasien, yaitu tekanan darah awal,
penyebab dicurigai perdarahan, usia, dan peningkatan
tekanan intrakranial. Alasan utama untuk untuk
menurunkan tekanan darah adalah untuk menghindari
perdarahan akibat rupture aneurisma atau malformasi
arteriovenosa, dimana terjadi peningkatan risiko perdarahan
berlanjut atau perdarahan berulang. Pemberian
antihipertensi jika didapatkan tekanan darah yang tinggi
(hipertensi emergensi) diberikan dengan pertimbangan
bukan hanya terhadap otak saja, tetapi juga terhadap
kerusakan organ lain misalnya jantung dan ginjal. Meskipun
demikian jika tekanan darahnya rendah pada pasien yang
mempunyai riwayat hipertensi pada fase akut serangan
stroke, hal tersebut mungkin menandakan deteriorasi
neurologis dini atau peningkatan volume infark, dan
merupakan outcome yang buruk pada bulan pertama saat
serangan, khususnya penurunan tekanan darah sistolik lebih
dari 20 mmHg. Kontrol adanya edema yang dapat
menyebabkan kematian jaringan otak.
g. Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah
a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi
dosis kecil.
b) Natrii Etamsylate
c) Kalsium
d) Profilaksis vasopasme
h. Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan
kematian jaringan otak.
i. Pengawasan tekanan darah dan kosentrasinya.
j. Perawatan Umum Klien Dengan Serangan Stroke Akut
k. pengaturan suhu, atur suhu ruangan menjadi 18-200C.
l. Pemantauan (monitoring) keadaan umum klien
(EKG, nadi, saturasi O2 PO2, PCO2).
m. Pengukuran suhu tiap dua jam.

2. Range Of Motion (ROM)


ROM bertujuan meningkatkan atau mempertahankan
fleksibilitas dan kekuatan otot, dan bermanfaat untuk
menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam
melakukan pergerakan. Prinsip ROM diantaranya yaitu,
ROM dilakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak
melelahkan pasien, ROM harus diulang 8

2.1.8 Komplikasi
Menurut Rahmayanti (2019) komplikasi yang dapat terjadi pada
klien stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Fase akut
a. Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak

Pada area otak yang infark atau terjadi kerusakan karena


perdarahan maka terjadi gangguan perfusi jaringan akibat
terhambatnya aliran darah otak. Tidak adekuatnya aliran darah
dan oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan otak. Fungsi
otak akan sangat tergantung pada derajat kerusakan dan
lokasinya Aliran darah ke otak snagat tergantung pada tekanan
darah, fungsi jantung atau kardiak output, keutuhan pembuluh
darah. Sehingga pada pasien dengan stroke keadekuatan aliran
darah sangat dibutuhkan untuk menjamin perfusi jaringan yang
baik untuk menghindari terjadinya hipoksia serebral.
b. Edema serebri
Merupakan respon fisiologis terhadap adanya trauma jaringan.
Edema terjadi jika pada area yang mengalami hipoksia atau
iskemik maka tubuh akan meningkatkan aliran darah pada
lokasi tersebut dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan
meningkatkan tekanan sehingga cairan interstresial akan
berpindah ke ekstraseluler sehingga terjadi edema jaringan
otak.

c. Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)


Bertambahnya massa pada otak seperti adanya perdarahan atau
edema otak akan meningkatkan tekanan intrakranial yang
ditandai adanya defisit neurologi seperti adanya ganggua
motorik, sensorik, nyeri kepala, gangguan kesadaran.
Peningkatan teakanan intrakranial yang tinggi dapat
mengakibatkab herniasi serebral yang dapat mengancam
kehidupan.

d. Aspirasi
Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma sangat
rentan terhadap adanya aspirasi karena tidak adanya reflek batuk
dan menelan
2. Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut

a. Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan,


biasanya terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia,
dekubitus, kontraktur, thrombosis vena dalam, atropi,
inkontinensia urine

b. Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktifitas


listrik otak
c. Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension,
nyeri kepala clauster
d. Malnutrisi, karena intake yang tidak adekuat.

2.2 Tinjauan Teoritis Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada klien stroke hemoragik adalah sebagai
berikut :
1. Anamnesis (Khaira, 2018)
a. Identitas Klien
1)Umur
Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering
dijumpai pada populasi usia tua. Setelah berumur 55
tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu
sepuluh tahun. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan
intraserebral lebih sering ditemukan pada usia 45-60
tahun, sedangkan stroke hemoragik dengan perdarahan
subarachnoid lebih sering ditemukan pada usia 20-40
tahun.
2) Jenis Kelamin

Laki-laki lebih cenderung terkena stroke lebih tinggi


dibandingkan wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1,
kecuali pada usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak
berbeda. Laki-laki yang berumur 45 tahun bila bertahan
hidup sampai 85 tahun kemungkinan terkena stroke 25%,
sedangkan risiko bagi wanita hanya 20%. Pada laki-laki
cenderung terkena stroke iskemik sedangkan wanita
lebih sering menderita stroke hemoragic subarachnoid
dan kematiannya 2 kali lebih tinggi dibandingkan laki-
laki.
3) Pekerjaan
Stroke dapat menyerang jeis pekerjaan lainnya dan
beberapa ahli menyebutkan bahwa stroke cenderung
diderita oleh golongan dengan sosial ekonomi yang
tinggi karena berhubungan dengan pola hidup, pola
makan, istirahat dan aktivitas. Hasil penelitian
menunjukkan sebagaian besar (50%) berpendidikan
sarjana, yang memiliki kecenderungan adanya perubahan
gaya dan pola hidup yang dapat memicu terjadinya stroke

2. Keluhan Utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang,
penurunan kesadaran (Gefani, 2017).

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak pada saat pasien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain (Rahmayanti, 2019).
4. Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus, penyakit


jantung, anemia, trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan. Selain itu, pada riwayat penyakit dahulu
juga ditemukan riwayat tinggi kolesterol, merokok, riwayat
pemakaian kontrasepsi yang disertai hipertensi dan
meningkatnya kadar estrogen, dan riwayat konsumsi alcohol
(Khaira, 2018).
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes mellitus atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu (Khaira, 2018).
6. Pola Fungsi Kesehatan (Wati, 2019)
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Kesehatan
Berkaitan dengan fungsi peran yang tergambar dari
penyesuaian atau pencerminan diri yang tidak adekuat
terhadap peran baru setelah stroke serta masih menerapkan
pola tidak sehat yang dapat memicu serangan stroke berulang.
Pengkajian perilaku adaptasi interdependen pada pasien paska
stroke antara lain identifikasi sistem dukungan sosial pasien
baik dari keluarga, teman, maupun masyarakat
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pasien stroke sering mengalami disfagia yang menyebabkan
gangguan intake dan pola nutisi. Respons adaptasi tidak efektif
yang sering ditunjukkan pasien antara lain mual, muntah,
penurunan asupan nutrisi dan perubahan pola nutrisi. Stimulus
fokal yang sering menyebabkan respons adaptasi tidak efektif
pada pola nutrisi pasien stroke yaitu disfagia dan penurunan
kemampuan mencerna makanan. Stimulus konstekstual yaitu
kelumpuhan saraf kranial, faktor usia dan kurangnya
pengetahuan tentang cara pemberian makanan pada pasien
stroke yang mengalami disfagia. Stimulus residual yaitu
faktor budaya serta

c. pemahaman pasien dan keluarga tentang manfaat nutrisi bagi


tubuh.

d. Pola Eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi BAB dan BAK, konsistensi
feses, jumlah dan warna urin, inkontinensia urin, inkontinensia
bowel, dan konstipasi. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urin
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. Pola Aktivitas dan Latihan
Sulit beraktivitas, kehilangan sensasi penglihatan, gangguan
tonus otot, gangguan tingkat kesadaran.
f. Pola Tidur dan Istirahat
Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
g. Pola Hubungan dan Peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara
h. Pola Persepsi Dan Konsep Diri
Konsep diri merupakan pandangan individu tentang dirinya
yang terbentuk dari persepsi internal dan persepsi
berdasarkan reaksi orang lain terhadap dirinya. Konsep diri
terbagai menjadi dua aspek yaitu fisik diri dan personal diri.
Fisik diri adalah pandangan individu tentang kondisi fisiknya
yang meliputi atribut fisik, fungsi tubuh, seksual, status sehat
dan sakit, dan gambaran diri. Personal diri adalah pandangan
individu tentang karakteristik diri, ekspresi, nilai yang
meliputi konsistensi diri, ideal diri, dan moral etika spiritual
diri

i. Pola Sensori dan Kognitif


Sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan
berkurang atau ganda, hilang rasa sensorik kontralateral,
afasia motorik, reaksi pupil tidak sama
j. Pola Penanggulangan Stress
Dalam hubungannya dengan kejadian stroke, keadaan
stress dapat memproduksi hormone kortisol dan adrenalin
yang berkonstribusi pada proses aterosklerosis. Hal ini
disebabkan oleh kedua hormon tadi meningkat jumlah
trombosit dan produksi kolestrol. Kortisol dan adrenalin
juga dapat merusak sel yang melapisi arteri, sehingga lebih
mudah bagi jaringan lemak untuk tertimbun di dalam dinding
arteri
k. Pola Tata Niai dan Kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku
yang tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh
7. Pemeriksaan Fisik (Amanda, 2018)
a. Keadaan Umum
Tingkat kesadaran menurun karena terjadinya perdarahan
yang menyebabkan kerusakan otak kemudian menekan
batang otak. Evaluasi tingkat kesadaran secara sederhana
dapat dibagi atas :
1) Compos mentis : kesadaran baik
2) Apatis : perhatian kurang
3) Samnolen : kesadaran mengantuk
4) Stupor : kantuk yang dalam pasien dibangunkan
dengan rangsangan nyeri yang kuat
5) Soparokomatus : keadaan tidak ada respon verbal

6) Tidak ada respon sama sekali

b. Tanda-Tanda Vital
1) Tekanan darah : pasien stroke hemoragik memiliki
riwayat tekanan darah dengan tekanan systole > 140 dan
diastole > 80 mmHg
2) Nadi : pasien stroke nadi terhitung normal
3) Pernapasan : pasien stroke mengalami nafas cepat dan
terdapat gangguan pada bersihan jalan napas
4) Suhu tubuh : pada pasien stroke tidak ada masalah suhu
pada pasien denga stroke hemoragik
c. Pemeriksaan Head To Toe
a) Pemeriksaan Kepala
1) Kepala : Pada umumnya bentuk kepala pada pasien
stroke normocephalik
2) Rambut : Pada umumnya tidak ada kelainan pada
rambut pasien
3) Wajah : Biasanya pada wajah klien stroke terlihat
miring kesalah satu sisi.
b) Pemeriksaan Integumen
1) Kulit : Biasanya pada klien yang kekurangan O2
kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek.
2) Kuku : Biasanya pada pasien stroke hemoragik ini
capilarry refill timenya < 3 detik bila ditangani
secara cepat dan baik
c) Pemeriksaan Dada Pada inspeksi biasanya didapatkan
klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi
pernafasan. Pada auskultasi biasanya terdengar bunyi
nafas
8. Analisa Data
Analisa data merupakan tahap akhir pengkajian
keperawatan keluarga. Setelahditemukan masalah
keperawatan, selanjutnya dirumuskan dalam diagnosis
keperawatan keluarga (Widagdo dan Kholifah, 2016, p.90).

9. Proses Skoring Prioritas Masalah


Proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan
oleh Bailon dan Maglaya (1978) dalam Suprajitno (2014)
dimana skoring digunakan untuk menentukkan diagnosa
keperawatan lebih dari satu.
Proses skriningnya dilakukan untuk setiap diagnosis
keperawatan:
a. Tentukan skornya sesuai kriteria yang dibuat perawat.
b. Selanjutnya skor dibagi skor tertinggi dan dilakukan dengan
bobot.
c. Jumlahkan skor untuk semua kriteria (skor maksimum
sama dengan jumlah bobot, yaitu 5 )

Penentuan prioritas sesuai kriteria skala :


a. Untuk kriteria pertama, prioritas utama diberikan pada
tidak atau kurang sehat karena perlu tindakan dan
biasanya disadari oleh keluarga.
b. Untuk kriteria kedua perlu diperhatikan
1) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi, dan
tindakan untuk menanganimasalah.
2) Sumber daya keluarga : fisik, keuangan, tenaga.
3) Sumber daya perawat : pengetahuan. Keterampilan,
waktu.
4) Sumber daya lingkungan : fasilitas, organisasi, dan
dukungan.

c. Untuk kriteria ketiga perlu diperhatikan :


1) Kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan
penyakit atau masalah.
2) Lamanya masalah yang berhubungan dengan jangka
waktu.
3) Tindakan yang sedang dijalankan atau yang
tepat untuk memperbaiki masalah.
4) Adanya kelompok yang berisiko untuk dicegah agar
tidak aktual dan menjadi parah.
d. Untuk kriteria keempat, perawat perlu menilai persepsi atau
bagaimana keluarga menilai masalah keperawatan tersebut.
10. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian.
dalam metode pengkajian dilakukan baik melalui anamnesis,
peemeriksaan, observasi respon klien, dan hasil pemeriksaan
penunjang. Setelah dilakukan proses skoring prioritas masalah
maka akan disusun diagnosa keperawatan. Menurut Achjar
(2012) diagnosis keperawatan keluarga disusun berdasarkan jenis
diagnosis seperti :
a. Diagnosis sehat /wellnessDiagnosis sehat/wellness,
digunakan bila keluarga mempunyai potensi untuk
ditingkatkan, belum ada data maladaptif. Perumusan
diagnosis keperawatan keluarga potensial, hanya
terdiri dari komponen problem (P) saja atau P
(problem) dan S (symptom/sign), tanpa komponen
etiologi(E).
b. Diagnosis Ancaman (risiko)Diagnosis ancaman, digunakan
bila belum terdapat paparan masalah kesehatan, namun
sudah ditemukan beberapa data maladaptif yang
memungkin timbulnya gangguan. Perumusan
diagnosis keperawatan keluarga risiko, terdiri dari
problem(P), etiologi(E) dan symptom/sign(S).

c. Diagnosis nyata/gangguan.Diagnosis gangguan, digunakan


bila sudah timbul gangguan/masalah kesehatan di
keluarga, didukung dengan adanya beberapa data
maladaptif.
Perumusan diagnosis keperawatan keluarga nyata/gangguan,
terdiri dari problem(P), etiologi(E), dan sympom/sign(S).
Perumusan problem(P) merupakan respon terhadap
gangguan pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi(E)
mengacu pada 5 tugas keluarga yaitu :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, meliputi :
a) Persepsi terhadap keparahan penyakit.
b) Pengertian
c) Tanda dan gejala
d) Faktor penyebab
e) Persepsi keluarga terhadap masalah
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, meliputi :
a) Sejauhmana keluarga mengerti mengenai sifat dan
luasnya masalah.
b) Masalah dirasakan keluarga
c) Keluarga menyerah terhadap masalah yang dialami
d) Sikap negatif terhadap masalah kesehatan
e) Kurang percaya terhadap tenaga kesehatan
f) Informasi yangsalah.
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
yang sakit meliputi :
a) Bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakit.
b) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
c) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga.
d) Sikap keluarga terhadap yang sakit.
4) Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan, meliputi :
a) Keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan.
b) Pentingnya higyenesanitasi.
c) Upaya pencegahan penyakit.
5) Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas
kesehatan, meliputi :
a) Keberadaan fasilitas kesehatan.
b) Keuntungan yang didapat.
c) Kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan.
d) Pengalaman keluarga yang kurang baik.
e) Pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh keluarga.

Menurut Herdman (2018); Bulecheck Gloria M, dkk (2013);


Moorhead Sue, dkk (2013) diagnosa keperawatan dari penyakit
Stroke antara lain : a.
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
mengenalmasalah
Definisi :
rentan mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak
yang dapat mengganggu (Herdman 2018, p. 235).
Kriteria hasil :
1) Tekanan darah dalam batas-batas yang dapat
diterima
2) Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing
3) Nilai laboratorium dalam batas-batas normal
4) Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
1) Monitor tekanan darah saat pasien berbaring,
duduk, dan berdiri sebelum dan setelah
perubahan posisi.
2) Pertahankan tirah baring pada posisi
semifowler sampai tekanan darah dipertahankan
pada tingkat yang dapat diterima.
3) Hindari kegiatan yang bisa meningkatkan tekanan
intrakranial.
4) Anjurkan tidak menggunakan rokok atau nikotin.
5) Kolaborasi pemberian obat-obatan
antihipertensi misal golongan inhibitor simpati
(propanolol,atenolol) golongan vasodilator
(hidralazin).
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan
(Herdman, 2018,).
Definisi :
keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
Kriteria hasil : 1)
1) Tidak terjadi kontraktur sendi2)
2) Bertambahnya kekuatan otot 3)
3) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas. 4)
4) Klien berpartisipasi dalam program latihan.
Intervensi :
1) Ganti posisi klien setiap 2 jam
sekalimenggunakan teknik log roll.
2) Ajarkan anggota keluarga untuk mengatur
posisi pasien saat melakukan ROM (Range Of
Motion) pasien secara tepat.
3) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya.
4) Tinggikan kepala dan tangan.5)Atur posisi tangan
dan jari
c. Defisit perawaaan diri berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit.
Definisi :
ketidakmampuan melakukan pembersihan diri
saksama secara mandiri Herdman (2018)
Kriteria Hasil :
1) Mendemonstrasikan perubahan dalam merawat
diri : mandi, BAB, BAK, berpakaian, makan
2) Menampilkan aktivitas perawatan secara
mandiri3)
3) Pasien dapat merawat diri sendiri
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien ADL (Activity Daily
Living) pasien
2) Anjurkan pasien untuk melakukan sendiri
perawatan dirinya jika mampu.
3) Berikan umpan balik positif atas usaha klien.
4) Pertahankan dukungan, sikap tegas, beri
cukup waktu untuk menyelesaikan tugas pada
klien.
5) Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan
ADL pasien jika klien tidak mampu.
d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi
lingkungan sekitar.
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolik (Herdman, 2018,
p.153). Tujuan : tidak terjadi gangguan nutrisi
sehingga klien dapat meningkatkan berat badan
seimbang.
Kriteria hasil : 1)
1) Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan.
2) Hb dan albumin dalam batas normal.
3) Selera makan klien meningkat
4) Badan terlihat bugar/tidak pucat
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah,
menelan dan reflek batuk.
2) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada
waktu, selama, dan sesudah makan
3) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka
mulut secara manual dengan menekan ringan di
atas bibir/di bawah dagu jika dibutuhkan.
4) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak
terganggu 5)Mulailah untuk memberikan
makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air.
e. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga menggunkan fasilitas
kesehatan.
Definisi : penurunan, perlambatan, atau ketiadaan
kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim,
dan/atau menggunakan sistem, simboli (Herdman,
2018).
Kriteria hasil :
1) Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dasar.
2) Mampu mengekspresikan diri dan memahami
orang lain.
3) Mampu menggunakan metode komunikasi yang
efektif.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan komunikasi adanya gangguan
bahasa dan cara bicara.
2) Pertahankan kontak mata dengan pasien saat
berkomunikasi.
3) Ciptakan lingkungan penerimaan dan privasi :
a)Jangan buru-buru
b)Bicara perlahan dan intonasi normal
c)Kurangi bising lingkungan
d)Jangan paksa pasien untuk berkomunikasi
4) Gunakan kata-kata sederhana secara bertahap
diikuti bahasa tubuh.
5) Ajarkan teknik untuk memperbaiki bicara
11. Perencanaan
Perencanaan adalah proses penyususnan strategi atau
intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah,
mengurangi, atau mengatasi masalah kesehatan klien yang
telah diidentifikasi dan divalidasi dalam setiap perumusan.
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka
pendek. Penetapan tujuan jangka panjang (tujuan
umum)mengacu pada bagaimana mengatasi
problem/masalah(P) di keluarga, sedangkan penetapan
tujuan jangka pendek (tujuan khusus) mengacu pada
bagaimana mengatasi etiologi(E). Tujuan jangka pendek harus
SMART (S=Spesifik, M=Measurable/dapat diukur,
A=Achievable/dapat dicapai, R=Reality,T=Time limited/
punya limit waktu) (Anderson & Mc farlane 2000 dalam Achjar,
2012).
12. Implementasi
Menurut Riasmini (2017) implementasi keperawatan keluarga
dapat dilakukan pada individu dalam keluarga dan pada
anggota keluarga lainnya. Implementasi yang ditujukan pada
individu meliputi:a.
a. Tindakan keperawatan langsungb.
b. Tindakan kolaboratif dan pengobatan dasarc. Tindakan
observasid. Tindakan pendidikan kesehatan Implementasi
keperawatan yangditujukan pada keluarga meliputi:a.
Meningkatkan kesadaran atau penerimaan keluarga
mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan
tentangcara memberikan informasi, mengidentifikasi
kebutuhan dan harapan tentang kesehatan,
mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalahb.
Membantu keluarga untuk memutuskan cara perawatan
yang tepat untuk individu terkaitcara mengidentifikasi
konsekuensi jika tidak melakukan tindakan,
mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga,
men diskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan.
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota
keluarga yang sakit terkaitcara mendemonstrasikan
cara perawatan, menggunakan alat dan fasilitas yang
ada di rumah, mengawasi keluarga melakukan
perawatan.
d. Membantu keluarga menemukan cara bagaimana
membuat lingkungan menjadi sehat, dengan cara
menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan
keluarga, melakukan perubahan lingkungan keluargae.
Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang adatentang cara mengenalkan fasilitas
yang ada di lingkungan keluarga, membantu keluarga
menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
13. .Evaluasi Evaluasi disusunmenggunakan SOAP yang
operasional denganpengertian. Maka akan dijelaskan sebagai
berikut ini yaitu meliputi : S : ungkapan perasaan dan
keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan. O : keadaan
obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawatmenggunakan
pengamatan atau pengamatan yang obyektif setelah implementasi
keperawatan. A : merupakan analisis perawat setelah
mengetahui respon subyektif dan objektif keluarga yang
dibandingkan melaluikriteria dan standar yang telah
ditentukan mengacu padarencana keperawatan keluarga. P :
perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
(Suprajitno, 2014).

2.3 Konsep Keluarga

2.3.1 Defenisi

Keluarga adalah dua atau lebih dari dau individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan dan mereka hidup dalam satu
rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan
(Friedman, 2010). Keluarga adalah suatu system sosial yang berisi dua
atau lebih orang yang hidup bersama yang mempunyai hubungan darah,
perkawinan atau adopsi, tingga bersama dan saling menguntungkan,
empunyai tujuan bersama, mempunyai generasi peneus, saling
pengertian dan saling menyayangi (Achjar, 2010).

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat.Keluarga


didefinsikan dengan istilah kekerabatan dimana invidu bersatu dalam
suatu ikatan perkawinan dengan menjadi orang tua. Dalam arti luas
anggota keluarga merupakan mereka yang memiliki hubungan personal
dan timbal balik dalam menjalankan kewajiban dan memberi dukungan
yang disebabkan oleh kelahiran,adopsi,maupun perkawinan
(Stuart,2014)
2.3.2 Karakteristik Keluarga Sehat
Karakteristik keluarga sehat :

1. Menunjukkan tingkat kemampuan keterampilan negosiasi yang


tinggi dan menghadapi masalahnya terus menerus.
2. Mengungkapkan berbagai perasaan, kepercayaan, dan perbedaan
mereka dengan jelas, terbuka, dan spontan.
3. Menghargai perasaan anggotanya.
4. Mengharapkan anggota untuk memikul tanggung jawab pribadi
terhadap tindakan yang mereka lakukan.
5. Menunjukan perilaku afiliatif (kedekatan dan kehangatan) satu sama
lain (Setiawati, 2010).

2.3.3 Karakteristik Keluarga Sejahtera


Berdasarkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar,
psikososial, ekonomi, dan aktualisasi keluarga dalam masyarakat
keluarga dikelompokkan menjadi 5 tahap yaitu sebagai berikut :

1. Keluarga pra sejahtera


Adalah yaitu kebutuhan pengajaran agama, pangan sandang, papan
dan kesehatan atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu
atau lebih indikator keluarga sejahteraan tahap 1.
2. Keluarga sejahtera tahap I
Keluarga yang telah memenuhi kebutuhan dasar secara minimal
serta memenuhi kebutuhan sosial psikologinya, yaitu kebutuhan
pendidikan, keluarga berencana (KB), interaksi dalam keluarga,
interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.
3. Keluarga sejahtera tahap II
Keluarga telah dapat memenuhi kebutuhan secara minimal serta
telah memenuhi seluruh kebutuhan untuk menabung dan
memperoleh informasi.
4. Keluarga sejahtera tahap III
Keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar,
kebutuhan sosial psikososial dan pengembangan, tetapi belum dapat
memberikan sumbangan baik internal atau keluarga, serta berfikir
dengan menjadi pengurus lembaga masyarakat, yayasan sosial,
kegamaan, kesenian,olahraga, pendidikan dan sebagainya.
5. Keluarga sejahtera tahap III (plus)
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebuthan baik yang bersifat
dasar, sosial psikologis, pengembangan, serta telah mampu
memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi
masyarakat.

2.3.4 Tipe Keluarga


Tipe keluarga dibedakan menjadi dua jenis yaitu :

a) Tipe keluarga tradisional


1. Nuclear family atau keluarga inti merupakan keluarga yang terdiri
atas suami,istri dan anak.
2. Dyad family merupakan keluarga yang terdiri dari suami istri
namun tidak memiliki anak
3. Single parent yaitu keluarga yang memiliki satu orang tua dengan
anak yang terjadi akibat peceraian atau kematian.
4. Single adult adalah kondisi dimana dalam rumah tangga hanya
terdiri dari satu orang dewasa yang tidak menikah
5. Extended family merupakan keluarga yang terdiri dari keluarga
inti ditambah dengan anggota keluarga lainnya
6. Middle-aged or erdely couple dimana orang tua tinggal sendiri
dirumah dikarenakan anak-anaknya telah memiliki rumah tangga
sendiri.
7. Kit-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersamaan
dan menggunakan pelayanan Bersama.

b) Tipe keluarga non tradisional


1. Unmaried parent and child family yaitu keluarga yang terdiri dari
orang tua dan anak tanpa adanya ikatan pernikahan.
2. Cohabitating couple merupakan orang dewasa yang tinggal
bersama tanpa adanya ikatan perkawinan.
3. Gay and lesbian family merupakan seorang yang memiliki
persamaan jenis kelamin tinggal satu rumah layaknya suami-istri
4. Nonmarital Hetesexual Cohabiting family,keluarga yang hidup
Bersama tanpa adanyanya pernikahan dan sering berganti
pasangan
5. Faster family, keluarga menerima anak yang tidak memiliki
hubungan darah dalam waktu sementara (Widagdo,2016).

2.3.5 Peran Keluarga


Peranan keluarga menggambarkan pola perilaku interpersonal, sifat,
dan kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam situasi dan
posisi tertentu. Adapun macam peranan dalam keluarga antara lain
(Istiati, 2010):

a. Peran Ayah
Sebagai seorang suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, ayah
berperan sebagai kepala keluarga, pendidik, pelindung, mencari
nafkah, serta pemberi rasa aman bagi anak dan istrinya dan juga
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat di lingkungan di mana dia tinggal.
b. Peran Ibu
Sebagai seorang istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, dimana
peran ibu sangat penting dalam keluarga antara lain sebagai
pengasuh dan pendidik anak-anaknya, sebagai pelindung dari anak-
anak saat ayahnya sedang tidak ada dirumah, mengurus rumah
tangga, serta dapat juga berperan sebagai pencari nafkah. Selain itu
ibu juga berperan sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan
sosial serta sebagai anggota masyarakat di lingkungan di mana dia
tinggal.
c. Peran Anak
Peran anak yaitu melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan
tingkat perkembangan baik fisik, mental, sosial maupun spiritual.

2.3.6 Struktur Keluarga


Struktur keluarga oleh Friedman dalam (Harmoko, 2012) sebagai
berikut:
1. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan
secara jujur,terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai, dan ada
hierarki kekuatan. Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin
mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, sertameminta dan
menerima umpan balik.Penerima pesan mendengarkan pesn,
memberikanumpan balik, dan valid.
2. Struktur peran
Serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi sosial yang
diberikan.Jadi, padastruktur peran bisa bersifat formal atau
informal.Posisi/ status adalah posisi individudalam masyarakat misal
status sebagai istri/ suami.
3. Struktur kekuatan
Kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi, atau
mengubah perilakuorang lain. Hak (legitimate power), ditiru
(referent power), keahlian (exper power),hadiah (reward power),
paksa (coercive power), dan effektif power.
4. Strukur nilai dan normaa
a) Nilai, suatu sistem, sikap, kepercayaan yang secara sadar atau
tidak dapat mempersatukan annggota keluarga.
b) Norma, pola perilaku yang baik menurut masyarakat berdasarkan
sistem nilaidalam keluarga.
c) Budaya, kumpulan daripada perilaku yang dapat dipelajari, dibagi
dan ditularkandengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.

Adapun Struktur Keluarga Lainnya:

1. Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara


sedarahdalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalurayah
2. Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarahdalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun
melalui jalurgaris ibu
3. Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluargasedarah ibu
4. Patrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarahsuam
5. Keluarga kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi
bagiankeluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.3.7 Fungsi Keluarga


Fungsi keluarga adalah ukuran dari bagaimana sebuah keluarga
beroperasi sebagai unit dan bagaimana anggota keluarga berinteraksi
satu sama lain. Hal ini mencerminkan gaya pengasuhan, konflik
keluarga, dan kualitas hubungan keluarga. Fungsi keluarga
mempengaruhi kapasitas kesehatan dan kesejahteraan seluruh anggota
keluarga (Families, 2010).
Fungsi keluarga menurut (Marilyn M. Friedman, 2010):

1. Fungsi Afektif
Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi
kebutuhan psikologis anggota keluarga
2. Fungsi Sosialisasi
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan
anak sebagai anggota masyarakat yang produktif serta memberikan
status pada anggota keluarga
3. Fungsi reproduksi
Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa
generasi dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat
4. Fungsi ekonomi
Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya

5. Fungsi perawatan kesehatan


Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal,
perawatan kesehatan
2.3.8 Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Tahapan Tugas Perkembangan Keluarga Tahap perkembangan keluarga
menurut Friedman (2010) adalah :

1. Tahap 1 : Keluarga pemula Perkawinan dari sepasang insan


menandai bermulanya sebuah keluarga baru, keluarga yang menikah
atau prokreasi dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang
ke hubungan baru yang intim. Adapun tugas perkembangan keluarga
yaitu :

a. Membangun perkawinan yang saling memuaskan.


b. Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis.
c. Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai
orangtua).

2. Tahap II : Keluarga yang sedang mengasuh anak Tahap kedua


dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berumur 30
bulan. Biasanya orang tua bergetar hatinya dengan kelahiran anak
pertama mereka, tapi agak takut juga. Kekhawatiran terhadap bayi
biasanya berkurang setelah beberapa hari, karena ibu dan bayi
tersebut mulai mengenal. Ibu dan ayah tiba-tiba berselisih dengan
semua peran-peran mengasyikkan yang telah dipercaya kepada
mereka. Peran tersebut pada mulanya sulit karena perasaan
ketidakadekuatan menjadi orang tua baru. Adapun tugas
perkembangan keluarga yaitu :

a. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap


(mengintegrasikan bayi baru kedalam keluarga).
b. Rekonsilisiasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan
kebutuhan anggota keluarga.
c. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
d. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran-peran orangtua dan kakek-nenek.
3. Tahap III : Keluarga yang anak usia prasekolah Tahap ketiga siklus
kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2,5 tahun
dan berakhir ketika anak berusia 5 tahun. Sekarang, keluarga
mungkin terdiri tiga hingga lima orang, dengan posisi suami - ayah,
istri – ibu, anak laki-laki – saudara, anak perempuan – saudari.
Keluarga menjadi lebih majemuk dan berbeda. Adapun tugas
perkembangan keluarga yaitu :
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang
bermain, privasi, keamanan.
b. Mensosialisasikan anak.
c. Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak-anak yang lain.
d. Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga
(hubungan perkawinan dan hubungan orangtua dan anak) dan
diluar keluarga (keluarga besar dan komunitas).

4. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah Tahap ini dimulai


ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai masuk sekolah
dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja.
Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota maksimum, dan
hubungan keluarga di akhir tahap ini. Adapun tugas perkembangan
keluarga yaitu :
a. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan
lingkungan
b. Mempertahankan hubungan perkawinan bahagia
c. Memenuhi kebutuhan dan biaya hidup yang semakin meningkat
d. Meningkatkan komunikasi terbuka

5. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja Ketika anak pertama


melewati umur 13 tahun, tahap kelima dari siklus kehidupan
keluarga dimulai. Tahap ini berlangsung selama 6 hingga 7 tahun,
meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan
keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih tinggal dirumah
hingga berumur 19 atau 20 tahun. Adapun tugas perkembangan
keluarga yaitu :
a. Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika
remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri
b. Memfokuskan kembali hubungan perkawinan
c. Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak
6. Tahap VI : Keluarga yang melepaskan anak usia dewasa muda
Permulaan dari fase kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak
pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan rumah
kosong, ketika anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap ini dapat
singkat atau agak panjang, tergantung pada berapa banyak anak yang
ada dalam rumah atau berapa banyak anak yang belum menikah yang
masih tinggal di rumah. Adapun tugas perkembangan keluarga
yaitu :
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Membantu orang tua suami/isteri yang sedang sakit dan
memasuki masa tua
d. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat
e. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga

7. Tahap VII : Orang tua pertengahan Tahap ketujuh dari siklus


kehidupan keluarga, tahap usia pertengahan dari bagi orangtua,
dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada
saat pensiun atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini biasanya
dimulai ketika orangtua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir
pada saat seorang pasangan pensiun, biasanya 16-8 tahun kemudian.
Adapun tugas perkembangan keluarga yaitu :

a. Mempertahankan kesehatan
b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman
sebaya dan anak-anak
c. Meningkatkan keakraban pasangan

8. Tahap VIII : Keluarga dalam masa pensiun dan lansia Tahap terakhir
siklus kehidupan keluarga dimulai dengan salah satu atau kedua
pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah
satu pasangan meninggal, dan berakhir dengan pasangan lain
meninggal. Adapun tugas perkembangan keluarga yaitu :

a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan


b. Adaptasi dengan perubahan, kehilangan pasangan, teman, dll
c. Mempertahankan keakraban suami-isteri dan saling merawat
d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial
masyarakat

2.3.9 Tugas keluarga dalam bidang kesehatan adalah sebagai berikut :


a. Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan
b. Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan
c. Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota keluarga
yang sakit
d. Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang dapa
meningkatkan kesehatan
e. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat
di lingkungan setempat

2.3.10 Diagnosa Keperawatan

diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Stroke adalah sebagai berikut

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan


ketidakmampan keluarga merawat anggota keluarga dengan
stroke.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
infark jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
3. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan
stroke
4. Resiko cedera pada berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga memodifikasi lingkungan
2.3.11. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat

melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan

sebelumnya. Berdarsarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas

melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus

yang digunakan untuk melaksanakan intervensi (Tim Pokja SIKI DPP

PPNI, 2018).

2.3.12 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan
untuk mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan
klien ke arah pencapaian tujuan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

I. IDENTITAS UMUM KELUARGA

a. Identitas Kepala Keluarga

Nama : Ny.F
Umur : 56 tahun
Agama : islam
Suku : Jawa
Pendidikan : D.IV
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jl.Batu Tulis No.17

b. Komposisi Keluarga
Tabel 3.1

No. Nama L/P Umur Hub. klg Pekerjaan Pendidikan Ket


1. Ny.F P 56 Kepala Keluarga Guru D.IV
2. Tn.M L 27 Anak Karyawan swasta D.III
3. Ny.M P 23 Anak Mahasiswa SMA
4. Ny.F P 85 Orang Tua Tidak bekerja Tamat SD
5. Ny.S P 53 Famili Lain Wiraswasta SMA
c. Genogram : (min 3 generasi)

Keterangan:

: laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
:Tinggal serumah

d. Ecomap Family :
Pasar
Keluarga
Keluarga Ny.a
Ny.T

Keluarga Tetangga
Tempat
Ny.F
Ibadah

Tetangga

e. Tipe Keluarga :
Jenis tipe keluarga : Single Parent
Masalah yang terjadi dengan tipe tersebut : tidak ada

b. Suku Bangsa

1) Asal suku bangsa : Jawa


2) Budaya yang behubungan dengan kesehatan : tidak ada
Agama Dan Kepercayaan Yang Mempengaruhi Kesehatan : keluarga
menganut agama islam dan percaya kepada Tuhan akan selalu tetap berada
bersama mereka. Jika ada anggota keluarga sakit, keluarga berdoa kepada
Tuhan untuk mendapatkan pertolongan dan kesehatan.

c. Status Sosial Ekonomi Keluarga :


Anggota keluarga yang mencari nafkah : Sumber pendapatan keluarga
diperoleh dari pensiunan dan gaji.
Penghasilan : Rp. 2.300.000
Upaya lain : Rp. 1.000.000
Harta benda yang dimiliki (perabot,transportasi,dll) : rumah, satu set kursi
tamu, satu mesin cuci, satu kulkas, satu TV, handphone, satu motor, kipas
angin, kompor gas, blender.
Kebutuhan yang dikeluarkan tiap bulan :

Listrik : Rp 70.000

Air : Rp 40.000

Paket Internet : Rp.70.000


Belanja bulanan : Rp 700.000
Total : Rp 880.000,00
d. Aktivitas Reaksi Keluarga : Rekreasi yang digunakan untuk mengisi
kekosongan waktu dengan menonton televisi. Rekreasi di luar rumah sering
dengan bersosialisasi dengan tetangga sekitar.

II. RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA


a. Tahap perkembangan keluarga saat ini (ditentukan dengan anak
tertua): Tahap perkembangan keluarga Ny.F merupakan tahap VI.
Dimana anak pertama telah menika

b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi dan


kendalannya : tidak ada.
c. Riwayat kesehatan keluarga inti :
a) Riwayat kesehatan keluarga saat ini : Ny.F mengalami Stroke, katarak
b) Riwayat kesehatan keluarga keturunan : Ny.F menderita hipertensi tapi
keluarganya Ny.F dari pihak Bapak/ Ibu tidak ada yang menderita
stroke.
c) Riwayat kesehatan masing – masing anggota keluarga

No. Nama Umur Keadaan Masalah Tindakan yang telah


kesehatan kesehatan dilakukan
1. Ny.F 56 Sehat - -
2. Tn.M 27 Sehat - -
3. Ny.M 23 Sehat - -
4. Ny.F 85 Sakit Kebas akibat stroke Gerakan sederhana
5. Ny.S 53 Sehat - -

d) Sumber pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan : Jika sakit berobat ke


bidan terdekat dan puskesmas darussalam.
e) Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya : Sebelum menderita penyakit
ini, Ny.F perna mengalami penyakit jantung dan katarak.
III. PENGKAJIAN LINGKUNGAN
a. Karakteristik rumah

a) Luas rumah :6x9M


b) Tipe rumah : Permanen
c) Kepemilikan : Pribadi
d) Jumlah dan ratio kamar/ruangan : 4 kamar
e) Ventilasi/jendela : terdapat 4 jendela
f) Pemanfaatan ruangan : ruangan diisi dengan perabotan rumah tangga
seperti kursi, sofa, lemari, TV, dll.
g) Septi tank : ada, letak : dibelakang
h) Sumber air minum: Aqua
i) Kamar mandi : ada 3
j) Sampah : dibuang oleh petugas sampah
k) Kebersihan lingkungan : lingkungan bersih

b. Karakteristik tetangga dan komunitas RW

a) Kebiasaan : Kebiasaan warga berkumpul di warung tempat penjualan


sayur dan warung kelontong

b) Aturan/kesepakatan : Hubungan antar tetangga saling membantu, bila


ada tetangga yang membangun rumah dikerjakan saling gotong royong.
c) Budaya : -
c. Mobilitas geografis keluarga :
Sebagai penduduk, tidak pernah transmigrasi maupun imigrasi
d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat:
Jarang berkumpul dengan masyarakat.
e. Sistem pendukung keluarga:
Ny.F mengatakan pertolongan pertama saat sakit adalah memeriksakan
diri pada pelayanan kesehatan terdekat .

IV. STRUKTUR KELUARGA


a. Pola/cara komunikasi keluarga: Ny.F menggunakan bahasa bahasa
indonesia dalam berkomunikasi sehari-harinya dan mendapatkan informasi
kesehatan dari petugas kesehatan.
b. Struktur kekuatan keluarga : Ny.F menderita penyakit stroke, anggota
keluarga lainnya dalam keadaan sehat.
c. Struktur peran ( peran masing – maing anggota keluarga) : Ny.F berperan
sebagai ibu rumah tangga dan kepala keluarga.
d. Nilai norma keluarga : Ny.F percaya bahwa hidup sudah ada yang
mengatur, demikian pula dengan sehat dan sakit keluarga juga percaya
bahwa tiap sakit ada obatnya, bila ada keluarga yang sakit dibawa ke RS
atau petugas kesehatan yang terdekat.
V. FUNGSI KELUARGA

a. Fungsi afektif
Hubungan antara keluarga baik, mendukung bila ada yang sakit langsung
dibawa ke petugas kesehatan atau rumah sakit.
b. Fungsi sosialisasi

1) Kerukunan hidup dalam keluarga:

Ny.F sangat menyayangi keluarga dan saling menjaga antar satu dengan
lain, berusaha mendidik anaknya agar selalu menghormati anatar satu
dengan lainnya.
2) Interaksi dan hubungan dalam keluarga : Interaksi dan hubungan
keluarga baik
3) Anggota keluarga yang dominan dalam pengambilan keputusan: Ny.F
4) Kegiatan keluarga waktu senggang: Menonton TV dan bersosialisasi
dengan tetangga sekitar
5) Partisipasi dalam kegiatan sosial : Selalu ikut dalam kegiatan pengajian
c. Fungsi perawatan kesehatan ( 5 tugas keluarga dibidang kesehatan)
1) Mengenal Masalah : Ny.F kurang mengetahui masalah kesehatan yang
dialaminya saat ini.
2) Mengambil keputusan masalah terhadap keluarga yang sakit : keluarga
hanya mengetahui sedikit tentang kesehatan anggota keluarga,
berusaha agar sakitnya tidak parah.
3) Merawat keluarganya yang sakit : bila ada anggota keluarga yang sakit
keluarga merawat.
4) Memodifikasi lingkungan dalam dan luar rumah : Ny.F selalu menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan
5) Memanfaatkan fasilitas kesehatan : selalu memanggil petugas
kesehatan bilang keluarga mengalami masalah kesehatan.
d. Fungsi reproduksi
1) Perencanaan jumlah anak : tidak ada
2) Akseptor : tidak
3) Akseptor : tidak alasannya karena sudah menuju lanjut usia.
4) Keterangan lain:

e. Fungsi ekonomi

1) Upaya pemenuhan sandang pangan : Ny.F mampu memenuhi


kebutuhan sandang dan pangan dari pendapatan yang diterimanya
perbulan.

2) Pemanfaat sumber dimasyarakat : Tidak dapat bantuan


VI. Tugas keluarga

f. Keluarga kurang mengenal masalah kesehatan Ny.F


g. Setiap mengambil keputusan keluarga selalu bermusyawara
h. Ny.F dirawat keluarga dengan baik terlebih memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
i. Ny.F pernah mengalami jatuh saat kekamar mandi sendirian.
j. Saat anggota keluarga sakit langsung menghubungi pelayanan
kesehatan terdekat.

VII. STRES DAN KOPING KELUARGA

a. Stressor jangka pendek : Ny.F sering mengeluh kebas

b. Stressor jangka panjang : Ny.F khawatir tentang penyakitnya dan takut


akan lebih parah.

c. Respon keluarga terhadap stressor: Ny.F selalu memeriksakan anggota


keluarga yang sakit ke RS dan petugas kesehatan.

d. Strategi koping individu : Ny.F selalu bermusyawarah dengan anak-


anaknya yang tinggal jauh dengan melalui telepon untuk menyelesaikan
masalah yang ada.

e. Strategi adaptasi fungsional : Ny.F bila sedang sakit pusing maka dibuat
tidur atau istirahat.

VIII. HARAPAN KELUARGA


a. Terhadap masalah kesehatannya: Ny.F berharap selalu sehat dengan usia
yang sudah 85 tahun, namuin harapannya selalu diberi kesehatan.

b. Terhadap petugas kesehatan yang ada : Ny.F berharap petugas kesehatan


selalu memberikan pelayanan, pengobatan terbaik untuk masayarakat
apalagi lansia.

IX. PEMERIKSAAN FISIK


NAMA ANGGOTA KELUARGA
NO. VARIABEL Ny.F
1. Riwayat Klien mengatakan kebas dibagaian lengan dan
Penyakit Saat kaki
Ini
2. Keluhan kebas dibagaian lengan dan kaki
Yang
Dirasakan
3. Tanda Dan Gejala - kebas

4. Riwayat
Penyakit Penyakit jantung dan katarak
Sebelumnya
5. Tanda – Tanda 120/80 mmhg
Vital
6. Sistem -
Cardiovaskul
ar
7. Sistem Respirasi Normal

8. Sistem Gi Tract

9. Sistem Persarafan

10. Sistem Tidak bisa berjalan lagi dengan lancar


Muskuluoskelet
al
11. Sistem Genitallia

X. Analisa Data :
Data Problem Etiologi
1. DS : Ketidakmampuan
Gangguan mobilitas
- Ny. F mengatakan dia tidak keluarga merawat
fisik
bisa beraktifitas sepenuhnya, ia anggota keluarga yang
mau beraktifitas bila ada yang menderita Stroke
memapah
- ny. F mengatakan “ Saya dulu
pernah belajar berjalan
menggunakan tongkat tapi
semenjak jatuh saya takut lagi,
semenjak itu kalau tidak
dipapah saya tidak mau berjalan
DO :
- Ny.F hanya tiduran di tempat
tidur atau duduk di kursi

DS : Pemeliharaan Ketidakmampuan
kesehatan tidak keluarga merawat
- NN. S mengatakan, :”dulu
efektif anggota keluarga
rajin membawa Ny.F ke
dengan stroke
rumah sakit atau dokter
praktek, karena tidak ada
kemajuan serta pelayanan
rumah sakit tidak memuaskan
maka keluarga minta
pengoobatan
dihentikan
- Ny. F mengatakan menu
makan sama dengan yang
dimakan keluarga
DO :
- Keluarga cukup sering
melatih klien untuk
mobilisasi
DS : Ny. M mengatakan pernah Resiko jatuh Ketimampuan keluarga
jatuh memodifikasi
lingkungan
DO :Penerangan kurang
Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
ketidakmampan keluarga merawat anggota keluarga dengan
stroke.
2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan
stroke
3. Resiko cedera pada keluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan
XI Skoring
1. Diagnosis keperawatan: Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga merawat anggota
keluarga dengan stroke

Kriteria Skor Total Pembenaran


1. Sifat Masalah : 3/3x1 1
Tidak sehat
Masalah adalah aktual
karena sudah terjadi

2. Kemungkinan 1/2x2 1
Tingkat
Masalah dapat
pengetahuankeluarag
diubah : sebagian yang kurang,dan ny.m
tidak mau dilakukan
terapi, tapi keluaraga
sudah berusaha untuk
mengobati

3. Kemungkinan 1/3x1 1/3


Masalah sudah
Masalah dapat
berjalan lama, dan
dicegah : rendah sudah terjadi
gangguan pada ny. F
4. Menonjolnya 0/2x1 0
Masalah gangguan
Masalah :masalah tidak
mobilisasi fisik tidak
dirasakan dirasakan oleh
keluarga karena
sudah berjalan lama

Jumlah 2 1/3

2. Diagnosis keperawatan: pemeliharaan kesehatan tidak


efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat
anggota keluarga dengan stroke
Kriteria Skor Total Pembenaran
2. Sifat Masalah : 3/3x1 1 Masalah
Tidak sehat
kesehatan tidak
efektif adalah
aktual
2. Kemungkinan 1/2x2 1 Karena
pengetahuan
Masalah dapat diubah
keluarga tentang
: sebagian pemeiharaan
kesehatan
kurang,
sementara
sumber daya
keluarga cukup
3. Kemungkinan 2/3x1 2/3 Penyakit sudah
berjalan lama,
Masalah dapat dicegah
sudah
: cukup mengalami
gangguan gerak,
keluarga skarang
tidak
mengupayakan
kegiatan mencari
kesehatan
4. Menonjolnya Masalah 1/2x1 1/2 Keluarga
mengaggap
: tidak perlu segera
sakitnya ny.F
ditangani merupakan
masalah, tapi
tidak
memerlukan
penanganan
segera karena
sdah berjalan
lama.
Jumlah 3 1/6

3. Diagnosa keperawatan : Resiko cedera berhubungan


dengan ketidaktahuan keluarga memodifikasi lingkungan.
Kriteria Skor Total Pembenaran
3. Sifat Masalah : Ancaman 2/3x1 2/3 Masalah belum
terjadi tetapi ada
kesehatanTidak sehat
riwayat pernah
jatuh, sehingga
diperlukan
upaya
pencegahan
supaya tidak
terjadi cedera
2. Kemungkinan 1/2x2 1 Masalah tidak
terlalu mudah di
Masalah dapat diubah
ubah karena
: sebagian dana dan
kemauan
keluarga untuk
mengatasi
masalah
3. Kemungkinan Masalah 2/3x1 2/3 Dalam masalah
ini keluarga
dapat dicegah
telah melakukan
: cukup sebagian upaya
pencegahan
cedera dengan
membuat wc
duduk dari kursi
4. Menonjolnya Masalah 1/2x1 1/2 Ny. F pernah
jatuh ddan
: masalah berat harus segera
menimbulkan
ditangani trauma
psikologis
Jumlah 2 5/6

PRIORITAS MASALAH
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga dengan stroke
2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga dega stroke

3. Resiko cedera pada keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga


memodifikasi lingkungan.
4. XII. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
Keluarga
1 Gangguan mobilitas SLKI L.05042 (2018) SIKI (2018)

fisik berhubungan Setelah dilakukan kunjungan 1. Edukasi latihan fisik

dengan rumah 3x diharapkan dengan latihan ROM

ketidakmampuan keluarga mampu memberikan didampingi keluarga

keluarga merawat perawatan pada Ny.F dengan 2. Promosi latihan fisik

anggota keluarga kriteria hasil : dengan cara mengenal

dengan stroke 1. Pergerkan latihan ROM


ekstremitaskekuatan otot 3. Latihan penguatan otot
rentang geraksendi progresif.
meningkat 4. Terapi relaksasi otot
2. Kelemahan fisik menurun progresif.

2 Pemeliharaan SLKI L.12105 (2018) SIKI (2018)

kesehatan tidak Setelah dilakukan kunjungan 1. edukasi kesehatan dengan

efektif berhubungan rumah 3x diharapkan mengenal tanda dan gejala

dengan keluarga mampu memberikan stroke.

ketidakmampuan perawatan pada Ny.F dengan 2. edukasi keluarga: cara

keluarga merawat kriteria hasil : memanfaatkan pelayanan

anggota keluarga 1. Kemampuan menjelaskan masyarakat yang ada.

dega stroke masalah kesehatan yang 3. edukasi penyakit yang


dialami meningkat dialami pasien
2. Aktivitas keluarga 4. Edukasi program
mengatasi masalah pengobatan terapi
kesehatan tepat meningkat komplementer.
3. Gejala penyakit abggota
keluarga menurun
3 Resiko cedera pada SLKI L.14128 (2018) SIKI (2018)

keluarga Setelah dilakukan kunjungan 1. Identifikasi risiko cedera

berhubungan dengan rumah 3x diharapkan dengan mengamati bahaya

ketidakmampuan keluarga mampu memberikan disekitar lingkungan.

keluarga perawatan pada Ny.F dengan 2. Edukasi pengurangan risiko

memodifikasi kriteria hasil : cedera

lingkungan 1. Kemampuan untuk 3. Pencegahan risiko


mengidentifikasi risiko lingkungan dengan
cedera meninkat. memodifikasi lingkungan
2. Kemempuan melakukan nyaman.
kontrol risiko cedera
meningkat.
3. Kemampuan
menghindari faktor
risiko cidera.
4. Kemampuan modifikasi
gaya hidup.
XIII. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi

1 Gangguan 5 Mei 2023 1. mengedukasi S: keluarga Ny.F dapat


latihan fisik dengan mengetahui latian ROM. Ny.
mobilitas fisik
Mengetahui latihan ROM
berhubungan latihan ROM
secara sederhana
dengan ketidak didampingi keluarga
2. melakukan O: Ny.F dapat mengaplikasikan
mampuan
latihan ROM secara mandiri
keluarga merawat promosi latihan fisik
dengan sederhana
anggota keluarga dengan cara
mengenal latihan A: Masalah belum teratasi
dengan stroke
ROM
P: Intervensi kembali di
3. latihan penguatan lanjutkan.
otot progresif.
4. Terapi relaksasi
otot progresif.
5. Meningingkatkanp
engetahuan keluarga
2 Pemeliharaan 5 Mei 2023 S: keluarga mengetakan tanda
1. mengedukasi dan gejala stroke secara
kesehatan tidak
kesehatan dengan sederhana, dimana stroke
efektif dapat terjadi dikarenakan
mengenal tanda dan
berhubungan adanya pola hidup yang
gejala stroke. kurang teratur yang sudah
dengan
2. mengedukasi berkelangsungan lama, yang
ketidakmampuan dapat menyebabkan tekanan
keluarga: cara
keluarga merawat darah meningkat.
memanfaatkan
anggota keluarga
pelayanan masyarakat O: keluarga mampu
dega stroke menyebutkan tanda dan gejala
yang ada.
stroke
3. mengedukasi
penyakit yang dialami A : Masalah belum teratasi
pasien
P :intervens dilanjtkan kembali
4. mengdukasi
program pengobatan
terapi diberikan

3 Resiko cedera 5 Mei 2023 1. mengidentifikasi S: keluarga mengetahui


risiko cedera lingkungan yang aman dan
pada keluarga
nyaman pada pasien struk
berhubungan dengan mengamati
O: keluarga mengetahui
dengan bahaya disekitar dampak lingkungan yang
lingkungan. kurang baik bagi pasien struk
ketidakmampuan
A : Masalah belum teratasi
keluarga 2. mngedukasi

memodifikasi pengurangan risiko P :Lanjutkan intervens


lingkungan cedera
3. mencegah risiko
lingkungan dengan
memodifikasi
lingkungan
nyaman.

1 Gangguan 8 Mei 2023 1. mengedukasi S: keluarga Ny.F dapat


mobilitas fisik latihan fisik mengetahui manfaat latian
dengan latihan ROM kepada Ny dan
berhubungan
Mengetahui latihan ROM
dengan ketidak ROM didampingi
secara sederhana kepada ny.
mampuan keluarga F
keluarga merawat 2. melakukan
O: Keluarga Ny.F dapat
anggota keluarga promosi latihan fisik
mengaplikasikan latihan
dengan stroke dengan cara ROM secara mandiri dengan
mengenal latihan sederhana
ROM
A: Masalah belum teratasi
3. latihan penguatan
otot progresif. P: Intervensi kembali di
4. Terapi relaksasi lanjutkan.

otot progresif.
5. Meningingkatkanpe
ngetahuan
keluarga
2 Pemeliharaan 8 Mei 2023 1. mengedukasi S: keluarga mengatakan mampu
kesehatan dengan mengetahui tanda dan gejala
kesehatan tidak
stroke secara sederhana,
efektif mengenal tanda dan
dimana stroke dapat terjadi
berhubungan gejala stroke. dikarenakan adanya pola
2. mengedukasi hidup yang kurang teratur
dengan
yang sudah berkelangsungan
ketidakmampuan keluarga: cara
lama, yang dapat
keluarga merawat memanfaatkan menyebabkan tekanan darah
pelayanan meningkat.
anggota keluarga
dega stroke masyarakat yang
O: keluarga mampu
ada. menyebutkan cara penanganan
3. mengedukasi sederhana pada tanda dan gejala
penyakit yang stroke

dialami pasien A : Masalah belum teratasi


4. mengdukasi
program P :intervens dilanjtkan kembali
pengobatan terapi
diberikan
3 Resiko cedera 8 Mei 2023 1. mengidentifikasi S: keluarga dapat menciptakan
risiko cedera lingkungan yang aman dan
pada keluarga
nyaman pada pasien struk
berhubungan dengan mengamati
O: keluarga mengetahui
dengan bahaya disekitar manfaat lingkungan yang
lingkungan. kurang baik bagi pasien struk
ketidakmampuan
A : Masalah belum teratasi
keluarga 2. mngedukasi

memodifikasi pengurangan risiko P :Lanjutkan intervens


lingkungan cedera
3. mencegah risiko
lingkungan dengan
memodifikasi
lingkungan
nyaman.

1 Gangguan 9 Mei 2023 1. mengedukasi S: Ny.F dapat mengetahui dan


latihan fisik mengaplikasikan manfaat
mobilitas fisik
latian ROM
berhubungan dengan latihan
O: Ny.F dapat mengaplikasikan
dengan ketidak ROM didampingi latihan ROM secara mandiri
keluarga dengan sederhana
mampuan
keluarga merawat 2. melakukan
A: Masalah sebagian teratasi
anggota keluarga promosi latihan fisik
dengan cara P: Intervensi dilanjutkan
dengan stroke
mengenal latihan
ROM
3. latihan penguatan
otot progresif.
4. Terapi relaksasi
otot progresif.
5. Meningingkatkanpe
ngetahuan
keluarga
2 Pemeliharaan 9 Mei 2023 1. mengedukasi S: klien Ny.F terlihat mampu
kesehatan dengan menyebutkan tanda dan
kesehatan tidak
gejala stroke secara
efektif mengenal tanda
sederhana.
berhubungan dan gejala stroke. O: klien mampu menyebutkan
2. mengedukasi cara penanganan sederhana
dengan
pada tanda dan gejala stroke
ketidakmampuan keluarga: cara

keluarga merawat memanfaatkan A : Masalah belum teratasi


anggota keluarga pelayanan
P :intervens dilanjtkan kembali
dega stroke masyarakat yang
ada.
3. mengedukasi
penyakit yang
dialami pasien
4. mengdukasi
program
pengobatan terapi
diberikan

3 Resiko cedera 9 Mei 2023 4. mengidentifikasi S: klien dapat mengetahui


risiko cedera manfaat lingkungan yang aman
pada keluarga
dan nyaman pada pasien struk
berhubungan dengan mengamati
O: keluarga mampu
dengan bahaya disekitar menciptakan lingkungan yang
lingkungan. baik bagi pasien struk
ketidakmampuan
A : Masalah belum teratasi
keluarga 5. mngedukasi

memodifikasi pengurangan risiko P :Lanjutkan intervens


lingkungan cedera
6. mencegah risiko
lingkungan dengan
memodifikasi
lingkungan
nyaman.
BAB 4
PEMBAHASAN

Pada BAB ini penulis melakukan pembahasan Asuhan Keperawatan Keluarga


Pada Ny.F dengan Gangguan SistemNeurologi: Stroke Di Puskesmas Darussalam,
dimana terdapat kesenjangan antara teori dengan keadaan yang ada di dalam
keluarga saat ini. Dalam melakukan askep keluarga, penulis menggunakan
pendekatan proses keperawatan yang dimulai dari tahap pengkajian, perumusan
diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Penulis melakukan
pembahasan keperawatan pada keluarga Ny.F membandingkan antara Bab II dan
Bab III.
A. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan penulis pada tanggal 3 Mei 2023, data yang diambil
dari keluarga, pemeriksaan fisik, serta observasi langsung dimana dalam
pengumpulan data ini penulis tidak mengalami hambatan. Pada saat penulis
melakukan pengkajian observasi dan pemeriksaan fisik didapatkan data terdapat
Ny.F

Berdasarkan data di atas, bahwa tidak terdapat kesenjangan teori dengan


kenyataan, yaitu pada kasus Ny.F Gejala ditemukan adalah sering kebas dan
mengalami keleahan otot yang merupakan gejala stroke, yang mana biasanya
pada penderita stroke biasanya menimbulkan gejala kebas, terutama pada area
ektremitas.

B. Diagnosa
Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan
pada pengkajian Dari hasil pengkajian yang dilakukan bahwa diagnosa yang
muncul pada Ny.F adalah :
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga dengan stroke
2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga dega stroke
3. Resiko cedera pada keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
memodifikasi lingkungan.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dibuat berdasarkan sifat masalah dan sumber-sumber yang ada
dalam keluarga. Penulis menentukan rencana sesuai dengan diagnosa yang telah
ditemukan dalam penilaian. Kemudian penulis menetukan prioritas untuk
mengetahui masalah yang paling tinggi skornya dan harus ditangani. Dari hasil
skoring, didapatkan Ny.F yang perlu dilakukan intervensi dengan stroke.

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga


merawat anggota keluarga dengan stroke
TUK 1 : Ny.F mampu melakukan latihan ROM
2.Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga dega stroke
TUK 2 : Keluarga mampuan menjelaskan masalah kesehatan yang dialami
meningkat
TUK 3 : Aktivitas keluarga mengatasi masalah kesehatan tepat meningkat
3.Resiko cedera pada keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
memodifikasi lingkungan.
TUK 4 : Keluarga mampuan untuk mengidentifikasi risiko cedera meninkat.
TUK 5 : Keluarga mempuan melakukan kontrol risiko cedera meningkat..

D. Implementasi
Implementasi yang dilakukan pada hari Jumat,5 Mei 2023 pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disepakati. Pada
tahap ini penulis tidak mengalami hambatan saat pelaksanaan, keluarga dapat
mengerti maksud dan tujuan. Penulis melakukan tindakan keperawatan antara lain
:

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga


merawat anggota keluarga dengan stroke
1. mengedukasi latihan fisik dengan latihan ROM didampingi keluarga
2. melakukan promosi latihan fisik dengan cara mengenal latihan ROM
3. latihan penguatan otot progresif.
4. Terapi relaksasi otot progresif.
5. Meningingkatkanpengetahuan keluarga
2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga dega stroke
1. mengedukasi kesehatan dengan mengenal tanda dan gejala stroke.
2. mengedukasi keluarga: cara memanfaatkan pelayanan masyarakat yang
ada.
3. mengedukasi penyakit yang dialami pasien
4. mengdukasi program pengobatan terapi diberikan
3.Resiko cedera pada keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
memodifikasi lingkungan.
1. mengidentifikasi risiko cedera dengan mengamati bahaya disekitar
lingkungan.
2. mngedukasi pengurangan risiko cedera
3. mencegah risiko lingkungan dengan memodifikasi lingkungan nyaman.

E. Implementasi dan intervensi keperawatan


Dapat dilakukan bersama keluarga. Penulis tidak mendapatkan hambatan karena
pada saat melakukan asuhan keperawatan keluarga Ny.F sangat kooperatif.

F. Evaluasi
Setelah melakukan tindakan keperawatan, penulis mengetahui keberhasilan
dengan menggukan SOAP dari hasil evaluasi didapatkan:
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga dengan stroke. Terbukti dengan keluarga Ny.F
mampu melakukan latihan fisik dengan baik dengan baik.
2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga dega stroke dibuktikn dengan klien tau apa
itu stroke serta tanda dan gejalanya.
3. Resiko cedera pada keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
memodifikasi lingkungan. Tidak pernah meninggalkan sendiri jika Ny.F
membutuhkan bantuan untuk bergerak.
BAB 5
KESIMPULAN

Pada bab ini penulis akan menyimpulkan dan memberikan saran dalam
melaksanakan Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Ny.F dengan Gangguan
SistemNeurologi: Stroke Di Puskesmas Darussalam Kesimpulan Berdasarkan
hasil pembahasan antara teori dan kasus, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada pengkajian secara teori dan kasus aspek yang dikaji sama, data yang
diperoleh berbeda karena pada kasus disesuaikan dengan kondisi keluarga,
tidak ada faktor penghambat dalam melakukan pengkajian, sedangkan
faktor pendukungnya yaitu keluarga sangat kooperatif dan dapat bekerja
sama dengan perawat.
2. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus berdasarkan tipologi
yaitu aktual. Pada tahap ini penulis tidak mengalami hambatan karena
keluarga sangat kooperatif
3. Pada perencanaan yang direncanakan adalah meningkatkan pengetahuan
keluarga sesuai dengan tindakan fungsi, perawat hanya dapat
merencanakan untuk meningkatkan fungsi kognitif dengan memberikan
informasi kepada keluarga terkait masalah yang dihadapi keluarga.
Sedangkan untuk afektif dan perilaku tidak direncanakan karena
keterbatasan waktu. Dalam perencanaan penulis tidak menemukan
hambatan, keluarga sangat kooperatif dan mau bekerjasama.
4. Pada tahap pelaksanaan tidak ditemukan adanya hambatan baik dari
keluarga maupun perawat seperti tercantum dalam teori. Pelaksanaan
tindakan disesuaikan dengan kondisi keluarga dan memperhatikan faktor
penghambat dalam teori
5. Pada evaluasi untuk evaluasi hasil berupa fungsi psikomotor dan perilaku
belum tercapai karena keterbatasan waktu pemberian asuhan keperawatan
keluarga. Untuk mengevaluasi aspek tersebut dibutuhkan asuhan yang
berkelanjutan, dari diagnosa keperawatan tujuan tercapai sebagian pada
TUK 3 dan TUK 4 karena keluarga belum melaksanakan secara maksimal.
Pada tahap ini penulis tidak mengalami hembatan.
B. Saran
Untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan maka penulis
dapat memberikan saran sebagai berikut :
1. Bagi keluarga Ny.F agar tetap mempertahankan kerjasama yang telah
terbina dalam memberikan asuhan keperawatan dan tetap melaksanakan
tindakan sesuai dengan kemampuan yang telah dicapai keluarga.
2. Agar asuhan keperawatan berkelanjutan diharapkan petugas puskesmas
bekerjasama dengan kader kesehatan untuk menindaklanjuti asuhan
keperawatan keluarga yang telah dilakukan oleh penulis dan memotivasi
keluarga untuk tetap memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk mengatasi
masalah kesehatan yang terdapat didalam keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, Arora Nexi. (2018). Asuhan Keperawatan Gangguan Oksigenasi Pada
Pasien Stroke Hemoragik Di Ruang Rawat Inap Syaraf RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Karya Tulis Ilimiah, Prodi D-III Keperawatan. Padang :
Poltekkes Kemenkes RI Padang.
Ambarwati, Fitri Resati. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta :
Dua Satria Offset.
Apriliyani, T. (2017). Pemberian Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan
Otot Ekstremitas Pada Asuhan Keperawatan Tn. A Dengan Stroke
Hemoragik Di Ruang Aggrek II RSUD dr. Moewardi Surakarta. Tugas
Akhir. Surakarta: Program Studi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.
Arum, Sheria Puspita.2015. Stroke kenali cegah & obati, Yogyakarta: Notebook.
Asmadi. 2013. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien.
Black, Joyce M dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah
Ed 8 Buku 2.Singapura : Elsevier.
Denney, A.S., & Tewksbury, R. (2013). How To Write A Literature Review.
Journal Of Criminal Justice Education, 24(2). 218-234
Dewi, R. K., Pinzon R. T, & Priatmo S. (2016). Pemberian Kombinasi Vitambin
B1, B6, dan B12 Sebagai Faktor Determinan Penurunan Nilai Total
Gejala Pada Pasien Neuropati Perifer Diabetik. Jurnal Farmasi Sains dan
Komunitas. Vol.13 No.2, Hal 97-194.
Fajar Yudha dan Gustop Amatiria. (2014). “Pengaruh Range Of Motion (ROM)
Terhadap Kekuatan Otot Pasien Pasca Perawatan Stroke”. Jurnal
Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN 1907 – 0357
Febrianto, Eko. (2018). ‘Asuhan Keperawatan Pada Tn. L Dengan Kasus Diabetes
Melitus Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Di Ruang Melati Rsud
Kota Kendari Tahun 2018’. Study Literatur, Prodi D-III Keperawatan.
Kendari : Politeknik Kesehatan Kendari.
Fitriyani, W. N. (2015). ‘Efektivitas Frekuensi Pemberian Range Of Motion
(ROM) Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Di Instalasi Rawat
Inap RSUD Prof. Dr. Margono Soekarja Purwekorto’. Skripsi.
Purwekerto : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Purwekerto.
Geofani, Putri. (2017). ‘Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke
Hemoragik Di Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang’. Karya
Tulis Ilimiah, Prodi D-III Keperawatan. Padang : Poltekkes Kemenkes RI
Padang.
Gina Dwi Anggrain, Septiyanti, dan Dahrizal. (2018). “Range Of Motion (ROM)
Spherical
Grip dapat Meningkatkan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pasien Stroke”.
Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Bengkulu. Jurnal Ilmu Dan Teknologi
Kesehatan Vol 6, No 1, September 2018, ISSN: 2338-9095 (Print) ISSN:
2338-9109 (online)
Heriana, P. 2014. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang : Binarupa
Aksara. Indrawati, L.,W. Sari., dan C. S Dewi. (2016). Care Your Self
Stroke Cegah dan Obati
Insani, Ikrar. (2017). ‘Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke
Hemoragik Di Irna C Lantai 1 Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit
Tinggi’. Study Literatur, Prodi D-III Keperawatan. Padang : Poltekkes
Kemenkes RI Padang.
Irfan, M. (2014). Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Khaira, Fathmi. (2018). ‘Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke
Hemoragik Di Bangsal Saraf RSUP Dr M. Djamil Padang’. Karya Tulis
Ilimiah, Prodi D-III Keperawatan. Padang : Poltekkes Kemenkes RI
Padang.
Kun Ika Nur Rahayu. (2015). “Pengaruh Pemberian Latihan Range Of Motion
(ROM) Terhadap Kemampuan Motorik Pada Pasien Post Stroke Di Rsud
Gambiran”. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri. Jurnal
Keperawatan. P-ISSN 2086-3071 E-ISSN 2443-0900
Maghfiroh, Ervi. (2018). ‘Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragik Pada Ny. T
dan Tn. S Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik Di
Ruang Melati RSUD Dr. Haryoto Lumajang Tahun 2017’. Study
Literatur, Prodi D-III Keperawatan. Lumajang : Universitas Jember.
Munir, B. 2015. NEUROLOGI DASAR. 1 ed. Jakarta: CV Sagung Seto.
Nasution, L. 2013. Stroke Non Hemoragik Pada Laki-Laki Usia 65 Tahun. Karya
Tulis Ilimiah, Prodi D-III Keperawatan. Lampung : Universitas Lampung

Nugraha, Alan Yudha. (2018). ‘Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke
Hemoragik Di Ruang Rawat Inap Syaraf RSUP Dr.M.Djamil Padang’.
Karya Tulis Ilimiah, Prodi D-III Keperawatan. Padang : Poltekkes
Kemenkes RI Padang.
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai