Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

DEMAM TIFOID DAN PENATALAKSANAANNYA

Oleh:

SYEFRINA YUWINDA
NIM: 221015201114

DOSEN PENGAMPU :
RATNA DEWI, S.ST, M.Biomed

YAYASAN PENDIDIKAN SUMATERA BARAT

UNIVERSITAS SUMATERA BARAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PRODI S1 KEBIDANAN

TAHUN 2024

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan

penyusunan makalah dengan judul “Demam Tifoid dan Penatalaksanaannya”.

Shalawat serta iringan salam tak lupa kita panjatkan untuk Nabi Muhammad

SAW, semoga kita selalu dapat meneladani segala sisi dalam kehidupan beliau.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu

Kesehatan Anak yang diampu oleh ibu Ratna Dewi, S.ST, M.Biomed.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam

makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,

saya berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah

saya buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna

tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh siapapun yang

membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya

sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila

terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenang dan kami memohon kritik

dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan

datang.

Padang, Januari 2024

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...3
1.1 Latar Belakang................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 6
1.3 Tujuan.............................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………..………………..7
2.1 Defenisi Demam Typhoid.............................................................................. 7
2.2 Etiologi Typhoid.............................................................................................8
2.3 Manifestasi Klinis Typhoid............................................................................ 9
2.4 Klasifikasi Typhoid...................................................................................... 12
2.5 Patofisiologi Typhoid................................................................................... 13
2.6 Penatalaksanaan Demam Typhoid............................................................... 15
2.7 Pemeriksaan Penunjang Typhoid................................................................. 18
2.8 Pencegahan Typhoid.................................................................................... 20
2.9 Komplikasi Demam Typhoid....................................................................... 21
BAB III PENUTUP……………………………………………..………………22
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam typhoid telah menyebar diseluruh dunia sejak bertahun-tahun

yang lalu, terutama di negara-negara berkembang beriklim tropis. Indonesia

merupakan salah satu negara berkembang berilim tropis di asia tenggara. Di

indonedia penyakit ini jarang ditemui secara epidemis tetapi bersifat endemis dan

banyak di jumpai pada kota-kota besar. Penyakit demam typhoid termasuk dalam

salah satu dari 23 penyakit dengan kejadian luarbiasa berdasarkan dari early

warning and respons system (Kementerian Kesehatan RI, 2019). Penyakit demam

typhoid merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak

orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Penyakit ini biasa dikenal dengan

penyakit tipes dikalangan masyarakat umum, dapat menyerang siapa saja terutama

anak-anak (Cahyani & Suyami, 2021).

Demam typhoid merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia

sehingga harus diberi perhatian serius karena bisa menjadi ancaman kesehatan

masyarakat (Ainil, 2021). Demam typhoid di Negara Indonesia merupakan

penyakit menular yang setiap tahunnya meningkat, typhoid dapat menelan korban

jiwa dalam jumlah besar. Demam typhoid ini seringkali dialami oleh anak-anak

maupun remaja. Hal ini terjadi disebabkan karena mereka belum menyadari

pentingnya kebersihan makanan dan lingkungan (Elyta et al., 2023).

Para ahli menggolongkan usia pada usia prasekolah (3-6tahun) sebagai

tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan

penyakit dan penyakit yang seringkali di jumpai adalah penyakit infeksi, termasuk

demam typhoid (Widyawati et al., 2022).

3
Disamping itu, penderita anak-anak umumnya belum memiliki kekebalan tubuh

yang sempurna terhadap infeksi (Betan et al., 2022).

Anak-anak adalah kelompok rentan yang masih membutuhkan

pengawasan, sehingga tidak jarang mereka sering tertular penyakit ini. Penyakit

ini sering terjadi pada anak karena sistem kekebalan tubuh yang masih lemah dan

kurangnyapengetahuan tentang personal hygiene (Pratiwi & Putri, 2022). Demam

tyoid yang memberat mengakibatkan anak untuk dirawat dirumah sakit untuk

menjalani perawatan lebih lanjut. Disamping rasa cemas dan gelisah akibat

kondisi yang dirasakannya, anak yang sedang menjalani hospitalisasi juga akan

merasa cemas akan kondisi hospitalisasi di rumah sakit (Setiawati & Sundari,

2019).

Menurut WHO (2020), Salmonella typhi menyebabkan 6,9 juta hingga

48,4 juta kasus per tahun dengan sebagian besar terjadi di Asia. Jumlah kasus

typhoid fever di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 500-100.000 kasus.

Kejadian tertinggi typhoid fever terjadi pada anak-anak dengan usia 1-18 tahun,

hal ini berdasarkan penelitian pada tahun 2019 bahwa jumlah kejadian demam

tifoid sebesar 81,7% insiden tiap 100.000 per tahunnya (Pratama, 2020).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018). Prevalensi demam typhoid

di Indonesia mencapai 1,7%. Distribusi prevelensi tertinggi adalah pada usia 5-14

tahun (1,9%), usia 1-4 tahun (1,6%), usia 15-24 tahun (1,5%) dan usia ,< 1 tahun

(0,8%). Kondisi ini menunjukkan bahwa anak anak (0-19 tahun) merupakan

populasi penderita typhoid terbanyak di Indonesia.

4
Penyebab utama demam typoid ini adalah bakteri Salmonella Typhi.

Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin,

makanan/minuman yang terkontaminasi, formalitas dan lain sebagiannya.

Satu-satunya yang menjadi reservior dari Salmonella Typhi adalah

manusia, dimana jalur penularannya melalui feses-oral. Maksudnya jika ada

makanan, minuman atau apapun yang telah terkontaminasi feses manusia (yang

mengandung Salmonella Typhi) lalu dikonsumsi oleh manusia itu sendiri, maka

penularan bisa terjadi (Radhakrishnan et al., 2018). Berdasarkan penjelasan teori

mengenai penularan demam typoid tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

penularan demam typoid melalui 5F yaitu food (makanan), fingers (jari tangan/

kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan feses (Nur, 2022).

Kebiasaan anak-anak yang sering jajan sembarangan di pinggir jalan turut

menjadi faktor pemicu. Jajanan dipinggir jalan berpotensi untuk terkontaminasi

debu dan mengandung banyak kuman penyakit.. Penyakit demam typhoid dapat

ditularkan melalui makanan, feses, urine, maupun air yang terkontaminasi oleh

bakteri (Hati R Hulu et al., 2021).

Dampak typhoid menjadi tidak baik apabila terdapat gambaran klinik

yang berat, seperti demam tinggi (hiperpireksia), febris remiten, kesadaran

sangat menurun (stupor, koma atau delirium), terdapat komplikasi yang berat

misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi. Demam typhoid terutama pada anak

yang tidak tertangani dengan baik dapat menyababkan kematian. Akibat dari

gejala-gejala yang ditimbulkan anak akan merasa tidak nyaman terhadap kondisi

tubuhnya. Rasa tidak nyaman ini dapat memicu perasaan cemas dan gelisah pada

anak. Untuk mengatasi gejala-gejala patologis yang timbul ini, hospitalisasi

5
merupakan penanganan yang dilakukan dirumah sakit untuk mencegah terjadinya

komplikasi yang kemungkinan timbul. Dampak yang timbulkan tidak hanya dari

segi patologis, tetapi juga gejala psikologis pada anak seperti merasa cemas atau

ansietas akibat rasa tidak nyaman akan kondisi tubuhnya dan kondisi hospitalisasi

di rumah sakit (Cahyani & Suyami, 2022).

Upaya untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit ini dibutuhkan

kesadaran masing-masing tekait personal hygiene dan kebersihan lingkungan.

(WHO, 2018) Menjelaskan bahwa pemberian pendidikan kesehatan, sanitasi dan

kebersihan merupakan salah satu dari konteks intervensi pencegahan. Ajarkan

anak untuk menjaga kebersihan dirinya mulai dari hal kecil, seperti mencuci

tangan sebelum makan.

Berdasarkan hal tersebut diatas penulis tertarik membahas tentang

penyakit demam tifoid dan penatalaksanaanya.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana tentang penyakit demam tifoid dan penatalaksanaanya ?

1.3 Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang

penyakit demam tifoid dan penatalaksanaanya.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Tifoid (Typhoid)

Typhoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala

demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan

atau tanpa gangguan kesadaran. Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi

sistematik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Cahyani &

Suyami, 2022).

Thypoid atau thypus abdominalis adalah suatu infeksi akut yang

terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi.

Typhi dengan masa tunas 6-14 hari. Demam thypoid adalah masalah kesehatan

yang penting bagi masyarakat apalagi cara penularannya yang sangat mudah yaitu

melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri salmonella thyposa.

Faktor penyebaran berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,

kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar kebersihan

industri. Bagian primer demam thypoid yang berulang dapat lebih ringan dan

dapat menimbulkan gejala yang lebih berat daripada infeksi primer tersebut.

Demam thypoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya demam

thypoid yang berulang dari 10%. (Desli Sumarni, 2021).

Penyakit Typhoid Fever (TF) atau masyarakat awam mengenalnya dengan

tifus ialah penyakit demam karena adanya infeksi bakteri Salmonella Typhi yang

menyebar ke seluruh tubuh (Febriana et al., 2018).

7
Demam typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang

disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis, hal

ini biasa di tandai dengan panas (hipertermi) yang berkepanjangan (Ratnawati et

al., 2018). Pada dasarnya demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang

mengenai saluran pencernaan dengan gejala seperti demam lebih dari tujuh hari,

gangguan pada saluran cerna, dan beberapa kasus yang tergolong berat

menyebabkan adanya gangguan kesadaran (Melarosa et al., 2019). Demam

typhoid adalah sebuah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran

cerna dan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran

pencernaan dan gangguan kesadaran (Khairunnisa et al., 2022)

2.2 Etiologi Typhoid

Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi.

Bakteri salmonella typhi adalah berupa basil gram negative, bergerak

dengan rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu

antigen O (somatic yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H

(flagella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (agglutinin)

terhadap ketiga macam antigen tersebut. Factor pencetus lainnya adalah

lingkungan, system imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang

terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya (Azizah, 2020).

8
Demam enterik (demam tifoid dan paratifoid) disebabkan oleh Salmonella

enterica serovar Typhi (S. Typhi) dan Salmonella enterica serovar Paratyphi (S.

Paratyphi). S. Paratyphi A dan B (dan, tidak biasa terjadi, S. Paratyphi C) (WHO,

2018b). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat

hidup dalamair, sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan

pemanasan suhu 600 selama 15- 20 menit (Fauzan, 2019). Penyakit typoid ini

juga sangat diperngaruhi oleh lingkungan terutama pada penyediaan air

minumnya tidak memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang buruk pada

lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit typoid tersebar yaitu

polusi udara, sanitasi umum, kualitas air temperatur, kepadatan penduduk,

kemiskinan dan lain-lain (Ardiaria, 2019).

Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan melalui berbagai

cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),

Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses (Kristina Handu, 2018).

2.3 Manifestasi Klinis Typhoid

Menurut (Amelia Rahma Putri & Rizqiea, 2022) gejala utama yang

muncul yaitu demam > 37,50C, disertai, diare, mual, muntah dan kehilangan nafsu

makan. Berikut tanda dan gejala demam typhoid pada anak menurut (Fauzan,

2019) :

1. Inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10- 14hari

2. Demam meninggil sampai akhir minggu pertama

3. Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tidak

tertanganiakan menyebabkan syok, stupor, dan koma

4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari

9
5. Nyeri kepala, pusing, nyeriotot dan nyeri perut

6. Kembung, mual muntah, diare, konstipasi

7. Hepatomegali, splenomegali,meteorismus

8. Delirium / psikosis dan berupa somnolen

9. Lidah yang berselaput

10. Gangguan mental

11. Epiktaksis

12. Bradikardi

13. Batuk

Sedangkan menurut (Ardiaria, 2019) gejala umum yang terjadi pada

penyakit tifoid adalah sebagai berikut :

1. Demam naik secara bertahap pada minggu pertama lalu demam

menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam

terutama sore/malam hari.

2. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai

gejala meningitis

3. Gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi,

stupor,psikotik atau koma

4. nyeri otot dan nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan

apendisitis

5. Anoreksia, mual, dan muntah

6. Ganggaun pencernaan obstipasi atau diare

7. Pada tahap lain S. Typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan

menyebabkan meningitis.

10
8. Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi

usus.

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika

dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa

tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan.

Sedangkan, infeksi melalui minuman masa tunas terlama berlangsung 30 hari.

Selama masa inkubasi 5-10 hari, mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu

perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat,

yang kemudian disusul dengan gejala-gejala klinis (Tiesha, 2019).

1) Minggu Pertama Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore

hari dan malam hari dengan keluhan dan gejala nyeri otot, anoreksia,

mual muntah, bising usus melemah, konstipasi, diare dan perasaan tidak

enak diperut.

2) Minggu Kedua Pada minggu kedua gejala sudah jelas dapat berupa

demam, lidah yang khas putih dan kotor, bibir kering, hepatomegali,

splenomegali disertai nyeri pada perabaan dan penurunan kesadaran.

3) Minggu Ketiga Suhu badan berangsur - angsur turun dan normal kembali

pada akhir minggu ketiga.

Manifestasi klinis demam typhoid menurut Nur (2022) sebagai berikut:

1. Demam tinggi kurang lebih satu minggu disertai nyeri kepala hebat dan

gangguan saluran pencernaan, bahkan ada yang sampai mengalami

gangguan kesadaran. Pada anak yang mengalami demam tinggi dapat

terjadi kejang demam.

2. Gangguan pencernaan yang terjadi pada pasien demam typoid yaitu mual,

11
muntah, nyeri ulu hati, perut kembung, anoreksia, lidah tifoid (kotor,

bagian belakang tampak putih pucat dan tebal, serta bagian ujung dan tepi

kemerahan).

3. Dapat terjadi diare dan konstipasi

4. Gangguan kesadaran juga dapat terjadi pada pasien demam tifoid yaitu

apatis dan somnolen.

5. Pada minggu kedua dapat terjadi roseola. Roseola merupakan bintik kecil

kemerahan yang hilang dengan penekanan. Roseola ini juga terdapat pada

daerah perut, dada, dan kadang bokong.

6. Pembesaran limpa dapat terjadi pada akhir minggu pertama, tidak

progresif dengan konsistensi yang lebih lunak

7. Pada anak berusia dibawah 2 tahun, tanda dan gejala yaitu demam tinggi

mendadak, disertai muntah, kejang, dan tanda rangsangan meningeal.

2.4 Klasifikasi Typhoid

Menurut WHO dalam Nur (2022) terdapat 3 macam klasifikasi pada

demam thypoid dengan perbedaan gejala klinik

a. Demam typhoid akut non komplikasi

Adanya demam yang berkepanjangan pada demam thypoid akut terjadi

konstipasi pada penderita dewasa, diare pada anak-anak. Anoreksia, Malaise,

serta nyeri kepala atau sakit kepala.

b. Demam typhoid dengan komplikasi

Demam thypoid akan menjadi komplikasi yang parah tergantung pada

kualitas dalam pengobatan yang diberikan kepada penderita, komplikasi yang

12
terjadi biasanya seperti perforasi, usus, melena dan peningkatan

ketidaknyamanan abdomen.

c. Demam typhoid dengan keadaan karier

Penderita demam thypoid dengan keadaan karier terjadi pada 1- 5 %

tergantung pada umur pasien, yang bersifat kronis dalam hal sekresi

salmonella typhi di feses.

2.5 Patofisiologi Typhoid

Poses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui

makanan dan minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000 basil

kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan

sebagian lagi masuk ke usus halus (Kristina Handu, 2018).

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel

mukosa kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum

dan jejunum. Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat

bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe

usus halus menimbulkan tukak pada mukosa usus. Tukak dapat mengakibatkan

perdarahan dan perforasi usus. Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe lalu

bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo

Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa (Ardiaria, 2019).

Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar

plak peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Hati membesar

(hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel mononuclear.

Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini,

13
kuman salmonella thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,

sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan gejala

infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas

vaskuler dan gangguan mental koagulasi) (Kristina Handu, 2018). Semakin besar

dosis Salmonella Typhi yang tertelan semakin banyak pula orang yang

menunjukkan gejala klinis, semakin pendek masa inkubasi tidak merubah

sindrom klinik yang timbul (Ardiaria, 2019).

Penularan salmonella thypi dapat juga ditularkan melalui berbagai cara,

yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan & minuman), Fingers (jari

tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah

pada penderita typoid dapat menularkan kuman salmonella typhi kepada orang

lain, kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, lalat akan hinggap

dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut

kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan, makanan

akan rentan tercemar salmonella typhi dan masuk ke tubuh orang yang sehat

melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung dan sebagian lagi

masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Didalam

jaringn limpoid ini kuman akan berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah

untuk mencapai sel-sel retikuloendotetial. Sel-sel retikuloendotetial ini kemudian

akan melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia,

kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus, dan kandung empedu

(Prehamukti,2018). Kuman masuk ke dalam lambung dan sebagian lagi masuk ke

usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Didalam jaringn limpoid

ini kuman akan berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah untuk mencapai

14
sel-sel retikuloendotetial. Sel-sel retikuloendotetial ini kemudian akan melepaskan kuman

ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa,

usus halus, dan kandung empedu (Prehamukti,2018).

2.6 Penatalaksanaan Demam Typhoid

Penatalaksanaan deman typoid sampai saat ini di bagi menjadi dua bagian

yaitu (Idrus, 2020):

a. Penatalaksanaan medis

Pengobatan kasus demam typoid secara medis terkait dengan pemberian obat-

obatan seperti pemberian antibiotika yang meliputi Klorampenikol masih

merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan typoid fever. Diberikan

peroral atau intravena, diberikan sampai hari bebas demam. Penggunaannya

kepada anak-anak usia 6-13 tahun tanpa komplikasi masih efektif dalam

mengobati typhoid fever ini. Perbaikan klinis biasanya akan nampak dalam

waktu 72 jam, dan suhu akan kembali normal dalam waktu 3-6 hari, dengan

lama pengobatan antara 7-14 hari. Dosis yang biasa diberikan adalah 50-100

mg/kgBB/hari. Tiampenikol, efektifitas tiampenikol pada typhoid fever hampir

sama dengan Klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan terjadi anemia aplastik

lebih rendah dari Klorampenikol. Diberikan sampai hari ke 5 dan ke 6 bebas

demam. Pilihan lain yang analog dengan Kloramfenikol, yang masih

digunakan di Indonesia dan masih dianggap efektif untuk menyembuhkan

typhoid fever adalah Tiamfenikol. Efek samping hematologis pada penggunaan

Tiamfenikol lebih jarang daripada Kloramfenikol. Pada penggunaan

Tiamfenikol 75 mg/kgBB/hari, demam pada tifoid turun setelah rata-rata 5-6

15
hari (Sucipta, 2015).

b. Penatalaksanaan keperawatan

a) Istirahat dan perawatan

Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah

komplikasi. Pada anak tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat

seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan besar akan membantu

mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan demam thypoid pada

anak perlu sekali di jaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan

yang di pakai, khususnya tempat makan (Putra & Adimayanti, 2022).

b) Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang paling penting dalam proses penyembuhan

penyakit dengan typhoid fever pada anak, karena makanan yang kurang

bersih dan bergizi akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan

semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Pada anak

dengan demam typhoid diberikan makanan yang halus-halus seperti bubur

saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnaya di beri

nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan

pasien anak tersebut. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk

menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal

ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi

dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang

berserat) dapat diberikan dengan aman pada anak yang mengalami typhoid

fever (A. F. Lestari et al., 2023).


16
Menurut (Ardiaria, 2019) berikut tatalaksana demam tifoid pada anak :

1. Pemberian rehidrasi oral ataupun parenteral, penggunaan antipiretik.

2. Pemberian nutrisi yang adekuat serta transfusi darah bila ada indikasi,

merupakan tatalaksana yang ikut memperbaiki kualitas hidup seorang anak

penderita demam tifoid.

3. Tatalaksana umum (suportif) gejala demam tifoid pada anak lebih ringan

dibanding orang dewasa, karena itu 90 % pasien demam tifoid anak tanpa

komplikasi, tidak perlu dirawat di rumah sakit dan dengan pengobatan oralserta

istirahat baring di rumah sudah cukup untuk mengembalikan kondisi anak

menjadi sehat dari penyakit tersebut.

4. Pemilihan obat antibiotik lini pertama pengobatan demam tifoid pada anak di

negara berkembang didasarkan pada faktor efikasi, ketersediaan dan biaya.

Berdasarkan ketiga faktor tersebut, kloramfenikol masih menjadi obat pilihan

pertama pengobatan demam tifoid pada anak, terutama di negara berkembang.

Persoalan pengobatan demam tifoid saat ini adalah timbulnya resistensi terhadap

beberapa obat antibiotik yang sering digunakan dalam pengobatan demam tifoid

atau yang disebut dengan Multi Drug Resistance (MDR). S. Typhi yang

resisten terhadap kloramfenikol, yang pertama kali timbul pada tahun 1970, kini

berkembang menjadi resisten terhadap obat ampisilin, amoksisilin,

trimetoprimsulfametoksazol dan bahkan resisten terhadap fluorokuinolon.

Sedangkan menurut (Oktaviana & Noviana, 2021) terapi farmakologi

demam typhoid pada anak berupa Sefalosporin generasi ketiga mempunyai efikasi

dan toleransi yang baik untuk pengobatan demam tifoid. Sefalosporin generasi

ketiga yang digunakan dalam pengobatan disini meliputi ceftriaxone. Ceftriakson


17
adalah antibiotik yang digunakan untuk mengobati demam tifoid yang resisten

terhadap fluoroquinolon seperti ciprofloxacin. Dan dalam penelitiannya

disimpulkan bahwa efektivitas terapi antibiotika pasien anak demam tifoid

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada waktu bebas panas dan

lama rawat inap antara ceftriakson, cefuroxim, ciprofloxacin dan penicillin.

Dalam karya tulis ilmiah (Arfiansyah, 2018) dan (Fauzan, 2019) berikut salah

satu terapi keperawatan dan norfarmakologi demam typhoid :

1. Pemberian nutrisi melalui oral/NGT/parenteral

2. Diet, diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai

dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat

3. Bed rest (Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau

kurang lebih dari selam 14 hari tujuan dari tirah baring adalah untuk mencegah

terjadinya komplikasi perforasi usus)

4. Mobilisasi bertahap bila tidak panas,sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien

5. Pasien dengan kesadarannya yang menurun,posisi tubuhnya harus diubah pada

waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan juga

decubitus

6. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadangterjadi

konstipasi

7. Mengobservasi dan memonitor pengobatan pasien.

2.7 Pemeriksaan Penunjang Typhoid

Pada 7 hari pertama terkadang masih sulit untuk mendiagnosis dema typhoid oleh

karena itu berikut beberapa pemeriksaan penunjang demam typhoid menurut (Qroma,

2019).

18
1. Tes Widal

Tes widal mendeteksi reaksi aglutinasi antara antigen dari bakteri S. Typhi

dengan serum antibodi yang disebut aglutinin. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

adanya salmonella dalam darah melalui pemeriksaan kultur dengan pemeriksaan

serologi widal untuk mendeteksi antigen O dan H sering digunakan sebagai alternatif.

Titer lebih 1/40 dianggap positif demam typhoid (Risa Yuniawati dkk, 2020).

2. Uji Thyphidot

Tes ini dilakukan untuk memeriksa antibodi IgM dan IgG yang spesifik terhadap

antigen bakteri S. Typhi dan hasilnya bisa positif pada 2-3 hari setelah infeksi. Tes ini

memungkinkan terjadi ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada pada

serum pasien, disebutkan juga bahwa dibanding kultur tes ini lebih sensitif (bisa

mencapai 100%) dan lebih cepat (3 jam).

3. Kultur Darah

Kultur darah tetap menjadi standar baku untuk demam tifoid. Karena merupakan

tes yang paling sering dilakukan, mudah dilakukan, tersedia di semua tingkat layanan

kesehatan, dan juga tentunya tidak mahal. Tapi harus diperhatikan beberapa hal

karena bisa didapatkan hasil negatif palsu jika pasien sebelum tes dilakukan sudah

mengonsumsi antibiotik ataupun volume darah yang digunakan sedikit <5cc.

4. Kultur Feses

Kultur feses maksimalnya hanya bisa dilakukan pada minggu kedua dan ketiga

dengan sensitivitas <50%. Sensitivitasnya bergantung pada lama penyakit dan jumlah

19
sampel feses yang diambil. Selain itu dari beberapa sumber, diperkirakan bahwa hasil

positif hanya didapatkan pada sekitar 37% pasien yang terapi antibiotik.

Menurut Sucipta, (2015) pemeriksaan penunjang pada typhoid yaitu :

1) Pemeriksaan Darah Tepi Pada penderita Thypoid Fever bisa didapatkan anemia,

jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan

trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri,

mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase

lanjut.

2) Uji Widal Prinsip uji widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam

serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen

somatic (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga

terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi

menunjukkan titer antibodi dalam serum. Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan

dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Hasil uji

widal pada pasien thypoid fever adalah positif baik pada antigen O, H, paratypi A

dan B. Pada anak yang mengalami demam thypoid akan mengalami peningkatan

pemeriksaan widal dari 1/80 – 1/320.

2.8 Pencegahan

Demam tifoid banyak ditemukan di negara berkembang dimana higiene pribadi

dan sanitasi lingkungannya kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung lokasi,

kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat (Oktaviana & Noviana, 2021).

Menurut (Sari, 2020) demam typhoid dapat dicegah dengan :

1. Edukasi penyakit demam typhoid mengenai penyebab, penanganan awal,

komplikasi, dan pencegahan hal yang dapat menyababkan penyakit demam

typhoid kembali timbul.

2. Edukasi mengenai personal hygiene seperti cuci tangan yang baik dan benar,
20
memotong kuku dan mandi sehari minimal dua kali.

3. Edukasi kepada anggota keluarga mengenai pencegahannya serta penjelasan

mengenai pola hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti bagaimana mencuci tangan

yang baik dan benar, kebiasaan dalam memperhatikan sumber air yang bersih

misal dengan memasak atau merebus air sampai matang, membersihkan rumah

setiap hari, membiasakan segera mencuci piring sehabis makan, dan memberikan

edukasi dalam memperhatikan bagaimana cara mengkonsumsi makanan yang

sehat dan bersih.

2.9 Komplikasi Demam Typhoid

Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan usus dan

perforasi. Perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan perlu

diwaspadai. Sekitar 5 persen penderita demam tifoid mengalami komplikasi ini.

Komplikasi lain yang lebih jarang antara lain pembengkakan dan peradangan pada otot

jantung (miokarditis), pneumonia, peradangan pankreas (pankreatitis), infeksi ginjal atau

kandung kemih, infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis), serta timbulnya

masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis (Nurkhasanah et al.,

2019).

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Typhoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala

demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan

atau tanpa gangguan kesadaran. Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi

sistematik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Cahyani &

Suyami, 2022). Pemeriksaan Penunjang Typhoid adalah dengan Tes Widal, Uji

Thyphidot, Kultur Darah danKultur Feses.

3.2 Saran

Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua pembaca khususnya penulis

dan dapat membantu mahasiswa kebidanan dalam memahami tentang D emam

Typhoid dan penatalaksanaannya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Sidabutar, S., & Satari, H. I. (2016). Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada

Anak: Kloramfenikol atau Seftriakson?. Sari Pediatri, 11(6), 434-9.

http://eprints.stikesbanyuwangi.ac.id/id/eprint/194/2/BAB%201-3.pdf

http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/10504/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pu

staka.pdf

https://www.academia.edu/11653058/LP_Typhoid

23
24

Anda mungkin juga menyukai