Anda di halaman 1dari 53

Adsorben

Fly Ash

Studi Aplikasi Fly Ash


pada Limbah Cair
Cold Storage

Sinardi

Penerbit Fakultas Teknik Universitas Fajar


Adsorben Fly Ash
Studi Aplikasi Fly Ash pada Limbah Cair Cold Storage

Penulis : Dr. Sinardi., ST., SP., M.Si


Penyunting dan Layout : Tim Penerbit Fakultas Teknik
Ukuran Buku : 15,5 x 23 cm
ISBN. : 978-602-51509-3-7

Dilarang mengutip dan atau memperbanyak tanpa izin tertulis dari


penerbit sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun.

Diterbitkan oleh Penerbit Fakultas Teknik Universitas Fajar


Alamat : Jln, Prof. Abdurrahman Basalamah No 101, Makassar
Daftar Isi

1 Prakata
35 Reaktor Batch

Aplikasi Fly Ash


2 Sebuah
Pengantar
37 pada Limbah Cair
Cold Storage

9 40
Analisis Efektivitas
Adsorben
Adsorben Fly Ash

17 Limbah Cair
Cold Storage
44 Bahan Bacaan

24 Pengolahan
Limbah Cair
1

Prakata

Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas rahmat dan


karunia yang telah diberikan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penyusunan buku
Adsorben Fly Ash Studi Aplikasi Fly Ash pada
Limbah Cair Cold Storage.

Saat ini penggunaan bahan bakar yang berasal


dari batubara makin tinggi, dan salah satu hasil
samping penggunakan batubara adalah fly ash.
Meski pemanfaatan fly ash telah banyak,
penulis berupa menghadirkan solusi lain dengan
memanfaatkan fly ash sebagai adsorben untuk
digunakan pada pengolahan limbah cair.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada suami


yang telah mendukung penyusunan buku ini dan
juga kepada institusi tempat penulis mengajar,
Universitas Fajar yang telah memfasilitasi
penerbitan buku ini. Semoga buku ini memberi
manfaat dalam menambah wawasan tentang fly
ash dan pengolahan limbah cair.

Makassar, Desember 2019

Dr. Sinardi, ST., SP., M.Si


2

Sebuah Pengantar
Fly ash atau abu terbang merupakan salah
satu produk hasil pembakaran batubara.
Pada industri semen, batubara terbanyak
digunakan sebagai bahan bakar pada pusat-
pusat pembangkit tenaga listrik terutama
untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Lebih dari 90% abu yang dihasilkan terdiri
dari 20% bottom ash dan slag, sedang
sisanya adalah 75% berupa fly ash. Sekitar
70% - 80% abu batubara yang dihasilkan
dibuang ke landfill atau kolam. Sebagian fly
ash seringkali digunakan sebagai pengganti
semen dan beton, atau sebagai pengisi
konstruksi bangunan bahkan saat ini fly ash
juga dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan batako.
3

Pada industri semen, memanfaatkan fly ash sebagai


pengganti (substitusi) batuan trass yang bersifat
pozzolanik untuk pembuatan semen tahan asam.
Penggunaan semen pozzolan pada konstruksi
bangungan dapat meningkatkan ketahanan beton
terhadap oksidasi akibat lingkungan yang bersifat
asam utamanya daerah rawa.

Selain itu semakin banyak PT. PLN (Persero)


mengoperasikan PLTU berbahan bakar batubara,
sehingga timbul permasalahan dalam pembuangan
dan pemanfaatan limbah hasil pembakaran batubara
tersebut. Sampai saat ini pemanfaatannya masih
belum maksimal sehingga membutuhkan biaya dalam
pengelolaan limbahnya antara lain diperlukan tempat
pembuangan yang memenuhi syarat lingkungan.
4

Melihat jumlah fly ash yang dihasilkan dari


pembakaran batubara akan meningkat seiring dengan
pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar pada
PLTU sehingga akan menjadi masalah bila tidak
dimanfaatkan, maka perlu dilakukan kajian mengenai
pemanfaatannya. Agar limbah dari proses tersebut
tidak menimbulkan dampak negatif, pengelolaan yang
lebih baik adalah dengan memanfatkan kembali
secara optimal, tepat dan bijaksana. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan kegunaan fly ash sebagai adsorben
pengganti zeolit.
5

Fly ash merupakan material yang sangat halus


berukuran yaitu 0,1 – 50 µm. Salah satu sifat dan
komponen fly ash yang sangat menguntungkan
adalah kemiripan komponennya dengan zeolit.
Adapun komponen utama penyusun fly ash adalah
Silika, besi oksida, Aluminium oksida, Kalsium
oksida, dan Magnesium oksida.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan


memperlihatkan bahwa fly ash sangat efektif
mengadsorpsi bahan anorganik berupa ion tembaga
dalam air. Salah satu pemnafaatan fly ash di bidang
lingkungan adalah mengolah limbah cair yang berasal
dari cold storage menggunakan adsorben fly ash.
Limbah cair merupakan sisa dari suatu hasil usaha
dan atau kegiatan yang berwujud cair. Pada dasarnya
cold storage mengelola masukan yang berupa hasil
laut atau perikanan dengan teknik pendinginan dan
menghasilkan air buangan yang mengandung bahan
tersuspensi, bahan koloid dan bahan organik terlarut
dengan konsentrasi yang tinggi.
6

Keberadaan silika dan aluminium memungkinkan fly


ash dapat dijadikan sebagai bahan dasar zeolit. Uji
coba yang telah dilakukan memperlihatkan
kemampuan adsorben fly ash batubara dapat
menyisihkan parameter pencemaran Chemical
Oxygen Demand (COD), Amonium, dan Total
Suspended Solid (TSS) pada limbah cair berturut-
turut sebanyak 43 %, 53 %, dan 82 %.

Di Kota Makassar terdapat beberapa industri yang


bergerak pada sektor perikanan, khususnya di
Kawasan Industri Makassar. Industri tersebut
mengelola hasil-hasil di bidang perikanan dengan
teknik pendinginan (cold strorage). Pada dasarnya
cold storage mengelola masukan yang berupa hasil
laut atau perikanan dengan teknik pendinginan dan
menghasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah
cair.
7

Umumnya limbah cair langsung dibuang ke


lingkungan sehingga mencemari lingkungan karena
menurunkan kualitas air bila tidak tertangani dengan
baik. Limbah cair tersebut bersifat mencemari karena
di dalamnya terdapat zat-zat bahan organik dan
anorganik. Sebagian terlarut dan sebagian lagi
tersuspensi dalam air. Limbah yang mengandung
bahan pencemar tersebut akan mengubah kualitas
lingkungan bila lingkungan tersebut tidak mampu
memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukung
yang ada padanya.

Hal inilah yang mendorong para peneliti dan


pemerhati lingkungan untuk melakukan serangkaian
uji coba skala laboratorium. Uji coba yang dilakukan
dengan memanfaatkan fly ash sebagai pengganti
zeolit untuk mengolah limbah cair bahan organik cold
storage. Studi kasus aplikasi fly ash pada limbah cair
cold storage dilakukan dengan mengamati proses
adsorpsi limbah cair bahan organik cold storage
dengan melihat parameter organik dan menggunakan
beberapa parameter tersebut untuk menerangkan
karakteristisk bahan organik air limbah tersebut.
8

Berikut parameter-parameter yang dianalisis untuk


pengolahan limbah cair bahan organik antara lain:
pH, TSS, Biochemical Oxygen Demand (BOD), COD,
dan jumlah bakteri golongan Coli (Escherichia coli).
Fly ash diharapkan dapat menjadi salah satu
alternatif yang dapat dikembangkan dengan
memanfaatkan limbah batubara berupa fly ash untuk
mengolah limbah cair bahan organik cold storage
agar lebih ramah lingkungan.
9

Adsorben
Adsorben adalah zat padat yang dapat
menyerap partikel. Adsorben memiliki sıfat
yang spesifik yaitu berpori yang berfungsi
menyerap partikel-partikel. Karena itu pori-
pori adsorben yang sangat kecil berarti
memiliki permukaan zat dalam menyerap
partikel luas. Adsorben dibagi menjadi dua
jenis yaitu; adsorben polar atau hydrophilic
seperti silika gel, alumina aktif, zeolit; dan
adsorben non polar atau hydrophobic
termasuk polimer adsorben dan karbon aktif.

Menurut Internasional Union of Pure and


Applied Chemical (IUPAC) ada beberapa
klasifikasi pori yaitu :
1. Mikropori : diameter < 2nm
2. Mesopori : diameter 2 – 50 nm
3. Makropori : diameter > 50 nm
10
Proses adsorben menyerap partikel disebut adsorpsi.
Adsorpsi adalah penyerapan suatu zat pada
permukaan suatu zat lain ataupun kecendrungan
molekul atau ion dalam larutan untuk berkumpul pada
permukaan suatu zat padat. Adsorspsi terjadi oleh
adanya gaya atraktif antara molekul yang teradsorpsi
(adsorbate) dengan material pengadsorpsi
(adsorben). Suatu molekul dapat teradsorpsi apabila
gaya adhesi antara molekul adsorbate dengan
molekul adsorben lebih besar dibandingkan dengan
gaya kohesi dalam masing-masing molekul.

Teori adsorpsi menjelaskan bahwa larutan yang


menempel pada permukaan adsorben diakibatkan
oleh adanya ikatan Van Der Wall. Karena proses
menempelnya larutan pada adsorben lebih bersifat
fisik daripada kimia sehingga menimbulkan banyak
lapisan pada permukaan adseorben. Adsorpsi kimia
terjadi dimana partikel atau suatu zat melekat pada
permukaan dengan membentuk ikatan kimia
(biasanya ikatan kovalen).

Padatan dapat mengadsorpsi ion dari sutau larutan


dengan cara ion dalam larutan mengganti tepat ion
yang ada dalam padatan. Sedangkan adsorpsi secara
fisika dimana bahan padat dengan luas permukaan
dalam yang sangat besar. Permukaan yang luas
terbentuk karena adanya pori yang halus pada
padatan tersebut. Disamping luas permukaan dan
diameter pori, kerapatan distribusi dan ukuran
partikel merupakan karakteristik yang terpenting
suatu adsorben.
11

Kecepatan adsorpsi dipengaruhi oleh perbedaan


konsentrasi, luas permukaan adsorben, ukuran
partikel, porositas adsorben, ukuran molekul bahan
yang akan di adsorpsi dan viskositas campuran yang
akan dipisahkan. Kecepatan aliran larutan yang
maksimal untuk menembus lapisan pertukaran (waktu
tinggal larutan yang diperlukan dalam lapisan
pertukaran) ditentukan oleh waktu untuk proses
pertukaran pada setiap partikel penukar. Apabila
kecepatan terlalu tinggi (waktu tinggal yang terlalu
singkat) maka tidak semua ion yang akan dipisahkan
dapat ditukar sehingga syarat kemurnian cairan yang
diinginkan tidak tercapai.
12

Zeolit
Salah satu adsorben yang akan dibahas
adalah zeolit. Mineral zeolit telah dikenal
sejak tahun 1756 oleh Cronstedt ketika
menemukan Stibnit yang bila dipanaskan
mineral tersebut akan seperti batuan
mendidih (boiling stone) karena dehidrasi
molekul air yang dikandungnya. Pada tahun
1954 zeolit diklasifikasi sebagai golongan
mineral tersendiri, yang saat itu dikenal
sebagai molecular sieve materials.

Zeolit merupakan mineral yang terdiri atas


kristal aluminosilikat terhidrasi yang
mengandung kation alkali atau alkali tanah
dalam kerangka tiga dimensi. Ion-ion logam
tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa
merusak struktur zeolit dan dapat menyerap
air secara reversibel. Zeolit mempunyai sifat
sebagai penyaring molekul. Selain itu, zeolit
mempunyai struktur sangkar tiga dimensi
(framework). Zeolit juga mempunyai rongga
(cavity) dan saluran (channel),
13

yang ditempati oleh ion logam alkali dan alkali tanah


seperti Na, K, Mg dan Ca serta molekul air yang
mudah terhidrasi atau terdehidrasi. Ion logam dan
molekul air itu dapat diganti oleh ion atau molekul
lain secara reversibel, tanpa merusak struktur.

Zeolit alam merupakan senyawa aluminosilikat


terhidrasi, dengan unsur utama yang terdiri dari
kation alkali dan alkali tanah. Senyawa ini berstruktur
tiga dimensi dan mempunyai pori yang dapat diisi
oleh molekul air. Sifat zeolit sebagai adsorben dan
penyaring molekul, dimungkinkan karena struktur
zeolit yang berongga, sehingga zeolit mampu
menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran
lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya.
Selain itu kristal zeolit yang telah terdehidrasi
merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai
efektivitas adsorpsi yang tinggi.
14

Pada struktur zeolit, atom-atom Si dan Al merupakan


pembentuk struktur zeolit dengan atom oksigen.
Atom-atom tersebut menyusun kerangka zeolit
(aluminosilikat) yang merupakan matriks penukar.
Atom Si dan Al keduanya tetrahedral yang masing-
masing atom diantarai oleh atom oksigen, sehingga
menyebabkan adanya muatan negatif pada atom Al
yang merupakan ion tetap. Sedangkan ion-ion alkali
atau alkali tanah merupakan ion lawan yang dapat
dipertukarkan secara mudah dengan kation-kation
lain dalam larutan berair tanpa mempengaruhi
kerangka zeolit.
15

Fly Ash
Masyarakat pada umumnya mengetahui
bahwa pemakaian batubara sebagai bahan
bakar dapat menimbulkan polutan yang
mencemari udara berupa karbon monoksida,
oksida-oksida nitrogen, oksida-oksida
belerang, senyawa-senyawa karbon, dan fly
ash.

Fly ash merupakan fraksi yang halus dan


memiliki warna lebih terang serta memiliki
butiran lebih bundar dibandingkan dengan
bottom ash. Setelah proses pembakaran, fly
ash akan terbawa oleh gas buang
selanjutnya akan dipisahkan dari gas buang
oleh presipitator elektrostatik atau kantong-
kantong filter.
16

Kandungan kimia fly ash.

Komponen Berat (%)

Silika oksida 51

Alumunium oksida 31,86

Besi oksida 4,89

Kalsium oksida 2,86

Magnesium oksida 4,66

Sumber : PT. Semen Tonasa (2001) dan Sumitro. S (2002)


dalam Ambo Upe, 2006.

Berdasarkan kandungan kimia fly ash yaitu senyawa


silika oksida dan alumunium oksida yang tinggi
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pengganti
zeolit.
17

Limbah Cair Cold Storage


Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil
usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.
Pada dasarnya cold storage mengelola
masukan yang berupa hasil laut atau
perikanan dengan teknik pendinginan dan
menghasilkan air buangan yang
mengandung bahan tersuspensi, bahan
koloid dan bahan organik terlarut dengan
konsentrasi yang tinggi.

Limbah cair cold storage mempunyai


kandungan BOD antara 400-3.000 mg/L dan
bahan tersuspensi 200-3.000 mg/L.
Konsentrasi ini dapat menjadi lebih tinggi
jika limbah cold storage tersebut seluruhnya
langsung dimasukkan ke dalam air buangan.
18

Dampak pembuangan limbah cair ke lingkungan


adalah :
1. Zat bahan organik terlarut, yang akan
menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut
dalam badan air sehingga badan air tersebut
mengalami kekurangan oksigen yang pada
akhirnya akan menurunkan kualitas air.
2. Zat padat tersuspensi, pengendapan zat pada ini
akan mengganggu kehidupan dalam badan air.
Selain itu endapan solid di dasar badan air akan
mengalami dekomposisi yang menyebabkan
menurunnya kadar oksigen terlarut dan juga akan
menimbulkan bau busuk.
3. Bahan-bahan terapung, akan menghalangi
penetrasi sinar matahari serta masuknya oksigen
dari udara ke dalam badan air sehingga air
menjadi tercemar.
19

Dampak pembuangan limbah cair ke lingkungan


adalah :
1. Zat bahan organik terlarut, yang akan
menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut
dalam badan air sehingga badan air tersebut
mengalami kekurangan oksigen yang pada
akhirnya akan menurunkan kualitas air.
2. Zat padat tersuspensi, pengendapan zat pada ini
akan mengganggu kehidupan dalam badan air.
Selain itu endapan solid di dasar badan air akan
mengalami dekomposisi yang menyebabkan
menurunnya kadar oksigen terlarut dan juga akan
menimbulkan bau busuk.
3. Bahan-bahan terapung, akan menghalangi
penetrasi sinar matahari serta masuknya oksigen
dari udara ke dalam badan air sehingga air
menjadi tercemar.
20

Karakteristik Limbah Cair


Limbah cair merupakan bahan sisa yang
dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses
produksi. Umumnya limbah berkonotasi
negatif sehingga dianggap sebagai
pengganggu dan harus mendapatkan
perhatian serius dalam penangannya.
Berikut karakteristik limbah cair yang terbagi
tiga yaitu fisika, kimia dan biologi.

Karakteristik fisika yaitu: zat padat yang


terbagi menjadi dua mudah terlarut dan tidak
mudah terlarut; Bau disebabkan adanya gas-
gas hasil dekomposisi zat di dalam limbah
cair. Gas yang terbentuk antara lain
hidrogen sulfida, amonia, dan senyawa
organik sulfida: Suhu air limbah biasanya
lebih tinggi dari pada suhu lingkungan di
sekitarnya. Kenaikan suhu menyebabkan
semakin berkurangnya oksigen,
meningkatnya reaksi kimia, dan mengganggu
kehidupan organisme lainnya; Warna yang
dipengaruhi oleh kandungan pada
limbahnya.
21

Perlu mendapat perhatian bahwa air yang tidak


berwarna bukan jaminan bahwa air tersebut tidak
mengandung limbah; Kekeruhan dikarenakan adanya
zat organik, lumpur, jasad renik, zat lainnya yang
mengapung pada air dan tidak segera mengendap.

Karakteristik kimia yaitu: bahan organik berupa


karbohidrat sekitar 65%, karbohidrat 25%, dan lemak
10%; BOD; COD; Puissance d'Hydrogen Scale (pH),
ukuran yang menunjukkan kadar asam atau basa
dalam suatu larutan. Larutan bersifat netral memiliki
pH=7, basa pH>7, asam pH<7. pH air limbah tidak
tentu, bisa asam, basa ataupun netral; dan logam
berat misalnya merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik
(As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), kromium (Cr), dan
nikel (Ni).

Karakteristik biologi yang digunakan untuk mengukur


kualitas air terutama untuk diminum. banyaknya
mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah
yang berbahaya bagi kesehatan karena dapat
menimbulkan penyakit. Bakteri yang digunakan
sebagai indikator adalah bakteri E-Coli.
22

Zat Pencemar
Beberapa zat pencemar pada air yang juga
menjadi parameter kualitas air bersih
beserta dampaknya sebagai berikut :

1. Nilai pH, perubahan keasaman air limbah


baik kearah alkali (pH naik) maupun
kearah asam (pH turun) akan sangat
menganggu ikan dan hewan air. Selain
itu, air limbah yang mempunyai pH
rendah bersifat korosif terhadap baja dan
sering mengakibatkan pipa besi berkarat
2. TSS berupa padatan yang tersuspensi di
dalam air berupa bahan-bahan organik
dan anorganik. Padatan tersebut
berdampak buruk terhadap kualitas air
karena mengurangi penetrasi matahari ke
dalam badan air.
3. BOD merupakan jumlah oksigen yang
digunakan untuk mendegradasi bahan
organik secara biokimia, dapat juga
diartikan sebagai ukuran bahan yang
dapat dioksidasi melalui proses biokimia.
Oleh karena itu tujuan pemeriksaan BOD
adalah untuk menentukan pencemaran
air akibat limbah industri.
23

4. COD merupakan banyaknya oksigen yang


dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara
kimiawi. Sama halnya dengan BOD, COD juga
digunakan untuk menduga jumlah bahan organik yang
dapat dioksidasi secara kimia.

5. Bakteri Coli, keberadaan bakteri tersebut berasal


dari usus hewan limbah cold storage. Bakteri ini
bersifat patogen dan konsentrasinya sangat rendah
sehingga sulit dideteksi.

Proses adsorpsi dilakukan untuk mengurangi


senyawa bahan organik yang terdapat dalam limbah
cair. Proses adsorpsi ini terjadi karena adanya
tegangan permukaan dari fly ash, dimana makin
besar area yang disediakan maka makin banyak
molekul yang di serap.

Analisis mikrobiologi untuk bakteri Coli didasarkan


pada organisme penunjuk (indicator organism).
Bakteri Coli dalam sampel secara cepat berkembang
biak di permukaan suatu bahan menghasilkan coloni
dan setiap jumlah coloni memberikan konsentrasi Coli
dalam sampel.
24

Pengolahan Limbah Cair


Tujuan pengolahan limbah cair adalah untuk
menurunkan kadar zat-zat pencemar yang
terkandung di dalam air limbah sampai
memenuhi persyaratan efluen yang berlaku.
Proses pengolahan air limbah tidak akan
menghilangkan sama sekali kadar zat
pencemar, melainkan hanya menurunkan
sampai batas-batas yang diperkenankan
oleh peraturan yang berlaku.

Mutu air merupakan kondisi kualitas air yang


diukur dan diuji berdasarkan parameter-
parameter tertentu dan metode tertentu yang
sesuai dengan baku mutu. Baku mutu air
limbah adalah ukuran batas atau kadar
unsur pencemar dan atau jumlah unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam air limbah yang akan dibuang atau
dilepas ke dalam sumber air dari suatu
usaha dan atau kegiatan
25

Persiapan Adsorben
Sebelum fly ash digunakan dalam proses
adsorpsi, fly ash harus terlebih dahulu
diaktivasi. Beberapa tahap dalam melakukan
aktivasi adsorben adalah dealuminasi,
pertukaran ion, dan kalsinasi.

Pembuatan adsorben dari fly ash dilakukan


dengan cara mengaktivasi fly ash dengan
asam-asam kuat. Asam sulfat umum
digunakan sebagai aktivator karena
mempunyai jumlah ion H+ lebih banyak dari
asam-asam lainnya, serta mempunyai sifat
higroskopis yang dapat menyerap
kandungan air pada fly ash. Selain itu,
tujuan aktivasi ini adalah untuk menukar
kation yang ada dalam fly ash menjadi H+
dan melepaskan ion alumunium, besi,
magnesium dan pengotor-pengotor lainnya
(mengandung unsur alkali/alkali tanah) dari
kisi-kisi struktur.

Fly ash dan zeolit dengan ukuran 50 – 100


mesh dipanaskan di dalam oven pada suhu
110 derajat Celcius selama 1 jam.
26

Pra Pengolahan

Limbah cair cold storage yang diperoleh Jenis


penelitian ini bersifat eksperimen dengan melihat
perbedaan mutu limbah cair bahan organik cold
storage sebelum dan sesudah adsorpsi dengan
menggunakan fly ash dan zeolit. Selain itu juga
melihat efektifitas fly ash dalam menyerap limbah cair
bahan organik cold storage.
27

Pengolahan Fisika

Proses pengolahan secara fisika merupakan metode


pengolahan air dengan cara menghilangkan polutan
secara fisika seperti sedimentasi, penyaringan, dan
screening. Prinsip utama dari pengolahan limbah
secara fisika adalah untuk menghilangkan padatan
yang tersuspensi pada air.
28

Pengolahan fisika dapat dilakukan dengan cara


analisis TSS dengan Metode Gravimetri. Prosedur
penentuan TSS berdasarkan SNI 06-2413-1991
adalah:

Penimbangan kertas saring kosong:

1. Kertas saring ditaruh ke dalam alat penyaring.


2. Kertas saring dibilas dengan air suling sebanyak
20 mL kemudian mengoperasikan alat penyaring.
3. Pembilasan diulang sampai kertas saring bersih
dari partikel-partikel halus.
4. Kertas saring kemudian diletakkan pada cawan
petri.
5. Kertas saring dikeringkan dalam oven pada
temperatur 103 – 105 o C selama 1 jam.
6. Kertas saring didinginkan dalam desikator selama
10 menit.
7. Kertas saring ditimbang dengan neraca analitik
8. Prosedur 5 sampai 7 diulang hingga diperoleh
berat tetap (kehilagan berat < 4%), (B mg).
29

Penyaringan sampel dan penimbangan residu


tersuspensi:

1. Kertas saring ditimbang.


2. Sampel dikocok hingga merata kemudian
dimaksukkan ke dalam alat penyaring. Banyaknya
sampel yang diambil sebanyak 100 mL.
3. Sampel disaring kemudian residu tersuspensi
dibilas dengan air suling sebanyak 10 mL dan
diakukan 3 kali pembilasan.
4. Kertas saring diletakkan pada cawan petri
5. Kertas saring dikeringkan dalam oven pada
emperature 103 – 105 o C selama 1 jam.
6. Kertas saring didinginkan dalam desikator selama
10 menit.
7. Kertas saring ditimbang dengan neraca analitik
8. Prosedur 5 sampai 7 diulang hingga diperoleh
berat tetap (kehilagan berat < 4%), (A mg).
30

Pengolahan Kimia

Proses pengolahan air limbah secara kimia adalah


proses yang melibatkan penambahan bahan kimia
untuk mengubah atau menghilangkan kontaminan.
31

Pengolahan kimia dilakukan dengan cara analisis pH


dengan Metode Elektormetri.

Prosedur penentuan pH berdasarkan SNI-06-1140-


1989 adalah:

1. Elektroda dibersihkan dengan air suling kemudian


dicelupkan ke dalam sampel.
2. Suhu alat dan suhu sampel disamakan kemudian
dicatat nilai pHnya.

Analisis BOD dengan Metode Titrimetri, penentuan


BOD berdasarkan SNI-06-2503-1991 adalah:

1. Botol Winkler yang berisi sampel ditambahkan 1


mL mangan sulfat dan 1 mL alkali-iodida-azida.
2. Botol Winkler dikocok beberapa kali, kemudian
didiamkan sampai terbentuk endapan kira-kira
setengah bagian dari botol.
3. 1 mL asam sulfat dimasukkan ke dalam botol
Winkler, kemudian dikocok lagi sampai endapan
yang terbentuk larut.
4. Sampel diambil sebanyak 200 mL dan dimasukkan
ke dalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat pentahidrat sampai
berubah warna menjadi kuning muda.
5. 1 – 2 mL indikator kanji ditambahkan ke dalam
sampel sampai timbul warna biru kemudian
dititrasi kembali sampai warna biru hilang pertama
kali. Banyaknya larutan natrium tiosulfat
pentahidrat yang dipakai dicatat.
32

Apabila perbedaan pemakaian larutan natrium


tiosulfat pentahidrat secara duplo lebih dari 0,10 mL
maka pengujian diulangi. Sedangkan bila kurang dari
0,10 mL dirata-ratakan hasilnya untuk perhitungan
organik terlarut.
33

Pengolahan Biologi

Proses pengolahan limbah dengan pengolahan


biologi adalah proses penghacuran atau dengan
menggunakan bantuan mekroorganisme. Tujuan
urama pengolahan biologi adalah untuk
menghilangkan atau mengurangi bahan organik
biodegradable dari air limbah ke tingkat yang dapat
diterima sesuai ambang batas yang telah ditentukan.
34

Pengolahan biologi dilakukan dengan cara analisis


kandungan E. Coli.

Analisis E. Coli dengan Metode APM (Angka Paling


Prosedur penentuan E. Coli berdasarkan SNI-19-
2897-1992 butir 3 adalah:

1. Sampel dipipet sebanyak 10 mL ke dalam 5


tabung yang berisi 10 m LST, yang di dalamnya
terdapat tabung Durham terbalik.
2. Sampel dipipet sebanyak 1 mL dan 0,1 mL ke
dalam tabung yang kedua dan ketiga yang berisi 5
mL pembenihan yang sama.
3. Semua sampel disimpan ke dalam inkubator
selama 24 jam dan 48 jam.
4. Tabung yang membentuk gas pada masing-masing
pengenceran setelah 24 jam dicatat. Sedangkan
tabung yang tidak membentuk gas dalam
inkubator disimpan kembali ke dalam inkubator.
5. Semua tabung yang membetuk gas dicatat.
6. 1 loopful biakan yang positif gas pada LST dari
pengujian APM dimasukkan ke dalam tabung
berisi E. Coli yang di dalamnya terdapat tabung
Durham terbalik.
7. Sampel diinkubasi dalam pemanas air pada suhu
44 - 45 derajat Celcius selama 24 - 48 jam.
8. Tabung yang di dalamnya terbentuk gas dicatat.
(E. Coli dianggap positif jika di dalam tabung
terbentuk gas).
35

Reaktor Batch
Reaktor kimia dirancang untuk mereaksikan
bahan-bahan kimia, atau juga sering disebut
sebagai tempat untuk mengonversi bahan
baku menjadi produk. Reaktor sering juga
dianalogikan sebagai jantungnya proses
kimia. Desain reaktor kimia dengan
kandungan bahan kimia yang cukup banyak
akan disintesis pada skala komersial
tergantung pada beberapa aspek kimia.

Menentukan jenis reaktor yang digunakan


pada proses pengolahan limbah perlu
memperhatikan reaksi yang terjadi selama
proses. Selain itu juga harus memastikan
bahwa proses reaksi dengan efisiensi tinggi
pada produk keluaran yang diinginkan,
menghasilkan yield tinggi dengan biaya yang
paling efektif.
36

Proses batch merupakan sebuah proses dimana


semua reaktan dimasukan bersamasama pada awal
proses dan produk dikeluarkan pada akhir proses.
Dalam proses ini, semua reagen ditambahkan di awal
proses dan tidak penambahan atau pengeluaran
ketika proses berlangsung. Proses batch cocok untuk
produksi skala kecil termasuk pada uji coba adsorben
fly ash pada pengolahan limbah cair cold storage.
37

Aplikasi Fly Ash pada


Limbah Cair Cold Storage
Percobaan yang dilakukan untik melihat
perbedaan mutu limbah cair bahan organik
cold storage sebelum dan sesudah adsorpsi
dengan menggunakan fly ash dan zeolit
sebagai pembandingnya. Selain itu juga
melihat efektifitas fly ash dalam menyerap
limbah cair bahan organik cold storage.

Adsorpsi limbah cair cold storage


menggunakan fly ash sebanyak 2 kg.
Kemudian melakukan uji parameter organik
limbah cold storage setiap 2 jam
pengambilan sampel selama 6 jam.
38

Hasil uji parameter organik adsorpsi limbah cair cold


storage menggunakan fly ash.

Waktu Pengambilan
Parameter Sampel (jam)

0 2 4 6

pH 8,93 7,86 6,93 8,28


TSS 361 65,1 54,5 61,5
BOD 478,17 372,24 321,44 332,22
COD 888,16 575,84 397,72 522,16
E.Coli 130 34 6 16

Satuan TSS, BOD, dan COD (mg/L), dan satuan E.Coli


(jumlah/100 mL)
39

Hasil uji parameter organik adsorpsi limbah cair cold


storage menggunakan zeolit.

Waktu Pengambilan
Parameter Sampel (jam)

0 2 4 6

pH 8,90 7,48 7,39 7,43


TSS 335 67,0 65,5 66,0
BOD 575,15 249,41 152,88 169,05
COD 880,0 214,72 141,52 173,24
E.Coli 150 30 17 15

Satuan TSS, BOD, dan COD (mg/L), dan satuan E.Coli


(jumlah/100 mL)
40

Analisis Efektivitas
Adsorben Fly Ash
Hasil analisis laboratorium terhadap
kemampuan adsorpsi fly ash dengan waktu
pengambilan sampel tiap 2 jam seperti yang
terlihat bahwa terdapat perbedaan mutu
limbah cair organik cold storage sebelum
adsorpsi dan sesudah adsorpsi. Hal ini
dikarenakan fly ash memiliki rongga yang
bila dipanaskan maka rongga tersebut
mampu mengadsorpsi limbah cair yang
dilewatkan padanya. Fly ash dapat
digunakan sebagai adsorben yang
menjanjikan untuk menghilangkan berbagai
jenis polutan dari air limbah.

Setelah pengambilan sampel 4 jam, terjadi


penurunan kemampuan fly ash dalam
mengadsorpsi limbah cair tersebut. Hal ini
dikarenakan fly ash sudah mengalami
kejenuhan, seiring berjalannya waktu,
perlahan proses adsorpsi menjadi tidak
efektif lagi dan pada akhirnya, fly ash yang
telah jenuh limbah tidak bisa menyaring
kembali.
41

Dibandingkan dengan kemampuan zeolit yang juga


digunakan sebagai adsorben limbah cair cold
storage, hasil analisis laboratorium terhadap
kemampuan adsorpsi zeolit dengan waktu
pengambilan sampel tiap 2 jam seperti yang terlihat
terlihat bahwa terdapat perbedaan mutu limbah cair
organik cold storage sebelum adsorpsi dan sesudah
adsorpsi. Seperti diketahui bahwa salah satu sifat
zeolit adalah sebagai adsorben dan penyaring
molekul. Hal ini karena struktur zeolit yang berongga,
sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar
molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai
dengan ukuran rongganya. Molekul yang berukuran
lebih kecil dapat melintas sedangkan yang berukuran
lebih besar dari ruang hampa akan tertahan atau
tertolak.

Pengambilan sampel 4 jam, terjadi penurunan


kemampuan zeolit dalam mengadsorpsi limbah cair
tersebut. Hal ini dikarenakan kemampuan zeolit
sebagai adsorben mulai berkurang karena rongga-
rongga yang terdapat dalam zeolit telah terisi oleh
molekul organik sehingga zeolit tidak dapat lagi
menahan molekul-molekul organik lebih banyak.
Kemampuan adsorben selama beberapa waktu akan
meningkat tetapi setelah adsorben mulai jenuh maka
kemampuannya mengadsorpi menurun.
42

Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa fly


ash dan zeolit sama-sama memiliki kemampuan
mengadsorpsi limbah cair cold storage. Kemampuan
fly ash dan zeolit mengadsoprsi limbah cair cold
storage akan menurun seiring lamanya waktu kontak
antara adsorben (fly ash dan zeolit) dengan bahan
(limbah cair cold storage.
43

Perhitungan Efektivitas Fly Ash

Volume Bak = Panjang x Lebar x Tinggi


= 0,2 m x 0,2 m x 0,5 m
= 0,02 m3

Volume Media = Panjang x Lebar x Tinggi


= 0,2 m x 0,2 m x 0,05 m
= 0,002 m3

Kecepatan Alir = 0,55 m3/jam


Waktu Tinggal = 0,2 jam

Volume Efektif = Kecepatan Alir x Waktu


Tinggal
= 0,55 m3/jam x 0,2 jam
= 0,011 m3

Efektivitas = (Volume Bak – Volume Efektif) /


Volume Media
= 0,02 m3 – 0,011 m3 / 0,002 m3
= 0,45
= 45 %
44

Bahan Bacaan
Anonim. 2006. Pemanfaatan Fly Ash sebagai
Bahan Campuran Pembuatan Portland
Pozzolan Cemen (PPC) : Jurnal Manusia
dan Lingkungan Vol 13 No 3. Pusat Studi
Lingkungan Hidup. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.

Aan HB Martin. 1998. Prospek Zeolit Dalam


Industri. Buletin Limbah Teknologi
Berwawaskan Lingkungan. Vol.3 Nomor 1
Tahun halaman 38-40.

Atastina., dkk. 2004. Penghilangan


Kesadahan Air Yang Mengandung Ion Ca2+
Dengan Menggunakan Zeolit Alam Lampung
Sebagai Penukar Kation. Jurnal Natur
Indonesia 6(2): 111-117 ISSN 1410-9379.
Universitas Indonesia. Jakarta.

Basset, Denney, R., Jeffery. 1994. Vogel


Kimia Analisis Kuantitatif Anbahan organik
Edisi 4. Terjemahan ; Setiono L., dan
Pudjaatmaka. Kalman Media Pustaka.
Jakarta.
45

Bernasconi, G., dkk. 1995. Teknologi Kimia Bagian 2.


Terjemahan : Lienda Handono. Pradnya Paramita.
Jakarta.

Chang, W.S., Hong, S.W., and Park,J. 2002. Effect Of


Zeolite Media For The Treatment Of Textile
Wastewater In A Biological Aerated Filter. Process
Biochemistry, 37, 693-698.

Darmawan, AD. 2008. Abu Penyerap Limbah. Sains


dan Teknologi Jakarta.
Djajadiningrat. A. 1995. Pengelolaan dan Pengolahan
Limbah : Proyek Pengembangan Pusat Studi
Lingkungan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta.

Haslinda. 2007. Studi Kemampuan Ion Tembaga (II)


Dalam Air Dengan Menggunakan Zeolit Kalium Dari
Abu Terbang (Fly Ash) Batubara. Skripsi Tidak
diterbitkan. Jurusan Kimia Fakultas FMIPA.
Universitas Hasanuddin. Makassar.

Jalal, M. 2003. Pengaruh Dosis Karbon Aktif dan


Waktu Pngadukan Terhadap BOD, TSS dan NH3
Pada Efluen Pengolahan Sekunder PT. KIMA. Tesis
Tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin Makassar.
46

Jamuddin. 2003. Studi Penukaran Kation Nikel


dengan Menggunakan Zeolit Alam Asal Kabupaten
Tana Toraja. Skripsi Tidak diterbitkan. Jurusan Kimia
Fakultas FMIPA. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2006. Fly Ash dan
Pemanfaatannya. Jakarta.

Las, T. 2003. Potensi Zeolit untuk Mengolah Limbah


Industri dan Radioaktif. (online) http://www.batan
.go.id/p2plr/artike/zeolit.html.

Las, T. 2005. Pemanfaatan Zeolit Dalam Penanganan


Bahan Radioaktif Radioaktif. (online)
http://www.batan .go.id/p2plr/artike/zeolit.html.

Luna, Y., E., Otal, dkk. 2007. Use Of Zeolitised Coal


Fly Ash For Landfill Leachate Treatment : A pilot
plant study. Waste Management 27,1877-1883.

Marsh, dkk, 2006, Avtivated Carbon, Elsevier Ltd,


Oxford, UK.

Metcalf dan Eddy. 1990. Waste Water Engineering


Treatment Disposal Reuse. Tata Mc. Grow hill Edt.
New Delhi.
47

Musafira. 2002. Sintesis dan Karakteristik Zeolit dari


Fly Ash Batubara dan Aplikasinya Untuk Mengurangi
Konsentrasi Logam (Ca dan Mg) dalam Air Tambak.
Skripsi Tidak diterbitkan. Jurusan Kimia Fakultas
FMIPA. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Najib I. 1994. Pengaruh Pengaktifan Zeolit Lampung


dengan Asam Sulfat sebagai Adsorben Ion Amonium.
Skripsi Tidak diterbitkan. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.

Prihatiningsih, B. 2002. Penyisihan Logam Tembaga


(Cu) Menggunakan Media Zeolit Dengan Sistem
Batch. Jurnal Diagonal, Volume 3, Nomor 3, Journal
from JIPTUNMERPP / 2008-01-09 09:44:49.
Universitas Malang. Malang.

Putra, S. E. 2003. Zeolit sebagai Mineral Serba


Guna. Situs Web Kimia Indonesia Artikel - Zeolit
sebagai Mineral Serba Guna. www:http//chem-is-
try.org.

Rivaldi. 2004. Karakteristik Limbah Cair Cold storage


PT. Perikanan Samudra Besar dalam Upaya
Penerapan Produksi Bersih. Tesis Tidak diterbitkan.
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
Makassar.
48

Santoso, S. 2006. Menguasai Statistik di Era


Informasi Dengan SPSS. Elex Media Komputindo.
Jakarta.

Sastrawijaya, A,T. 2000. Pencemaran Lingkungan.


PT. Rineke Cipta. Jakarta.

Upe, A dan Muis. 2000. Pengolahan Limbah Cair


secara Fisika, Kimia dan Biologi. Makalah disajikan
dalam Pelatihan Singkat Pengelolaan Limbah Cair.
Bapedal Wilayah III bekerjasama dengan CEPI-
Canada. Ujungandang 31 Januari – 5 Februari 2000.

Upe, A. 1999. Pemantauan Kualitas Air. Makalah


disajikan dalam Pelatihan Singkat Pengelolaan
Limbah Cair dan Pengelolaan Terpadu DAS. SL-
Unhas bekerjasama dengan Bapedal Wilayah
III/CEPI-Canada. Ujungandang 8-20 Februari 1999.

Wang, S., Wu, H. 2006. Environmental-Benign


Utilization Of Fly Ash As Low-Cost Adsorbents. J.
Hazard. Mater. 136 (3), 482–501.

Yuliani, Tri Lestari, 2013, Pemanfaatan Limbah Abu


Terbang (Fly Ash) Batubara sebagai Adsorben untuk
Penentuan Kadar Gas NO2 di Udara. Universitas
Jember, Jember.
49

Tentang Penulis

Sinardi, lahir di Makassar 8 Maret 1980. Meraih gelar


Sarjana Teknik Kimia di Universitas Muslim Indonesia
tahun 2003. dan Sarjana Pertanian di Universitas
Hasanuddin pada tahun 2006. Gelar Magister
Pengelolaan Lingkungan Hidup di Universitas
Hasanuddin tahun 2008 dan gelas Doktor Teknik
Lingkungan di Institut Teknologi Bandung pada tahun
2016.

Menjadi dosen di Program Studi Teknik Kimia


Universitas Fajar sejak tahun 2008 hingga sekarang.
Pernah aktif melakukan penelitian yang dibiayai Dikti
tentang pengolahan air dan limbah cair. Mendapat
paten sederhana tentang Cangkang Kerang Hijau
sebagai Penjernih Air.

Aktif mengikuti seminar baik nasional maupun


internasional untuk mempublikasikan hasil penelitian
di bidang lingkungan. Penulis bisa dihubungi melalui
email sinardi@unifa.ac.id.
Penggunaan batubara pada industri sebagai bahan
bakar dalam jumlah besar, akan menghasilkan fly
ash. Hal ini berpotensi menimbulkan bahaya bagi
lingkungan dan masyarakat sekitar lokasi industri.
Fly ash akan terbawa ke perairan saat hujan, dan
dan ke udara saat tertiup angin akan mengganggu
pernafasan. Fly ash mengandung silika oksida,
alumunium oksida, besi oksida, magnesium oksida,
dan sisanya berupa karbon dan belerang. Buku ini
merupakaan hasil penelitian yang memanfaatkan fly
ash sebagai adsorben untuk digunakan pada
pengolahan limbah cair cold storage. Pemanfaatan
fly ash sebagai adsorben untuk menyisihkan senyawa
organik dan mengetahui efektivitas fly ash.

Anda mungkin juga menyukai