Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN SULOSIO PLASENTA

Dosen Pembimbing : Ns.Dedeh Sri Rahayu,MAN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh :

Devina Rahmadantry
E.0105.20.012

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
CIMAHI TAHUN AKADEMIK 2021/2022
1. Defiinisi
Solusio plasenta merupakan terlepasnya plasenta yangletaknya normal pada
korpus uteriyang terlepas dari perlekatnya sebelum janin lahir. (Rukiyah &
Yulianti,2010: 199)
Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal
dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta sampai selesai, makin
hebat umumnya makin hebat komplikasinya. ( Nita Norma,2013, hal : 215 – 216 )
Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal di korpus uteri
yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan. ( Nita Norma,
2013, hal 213).

2. Etiologi
Etiologi solusio plasenta belum diketahui dengan jelas, namun diduga hal-hal
tersebut dapat disebabkan karena beberapa keadaan tertentu dapat menyertainya.
Adapun faktor predisposisinya antara lain :
1) Hipertensi dalam kehamilan (penyakit hipertensi menahun, preeklamsi, eklamsia)
2) Multiparitas, dengan umur ibu yang tua ( < 20 atau > 35 tahun)
3) Tali pusat pendek
4) Defisiensi gizi, asam folat
5) Trauma abdomen mis: kecelakaan lalu lintas
6) Tekanan pada vena cava inferior
7) Merokok
8) Mengkonsumsi alcohol
9) Penyalahgunaan obat – obatan ( Nita norma, 2013, hal 215 )

3. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya
terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak
jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan
tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta
lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya
dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang
telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi
menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah
besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus.
Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban dari vagina, atau
menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan
ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya
berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini
disebut uterus Couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya. Uterus
seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan
miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk
kedalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler di mana-
mana, yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus akan
tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok
dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis
tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali atau akibat nekrosis
korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus.
Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama
sekali, atau mengakibatkan gawat janin.
Waktu, sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal
dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta sampai selesai, makin
hebat umumnya makin hebat komplikasinya. ( Nita Norma,2013, hal : 215 – 216 )

4. Manifestasi Klinik

1) Perdarahan pervaginam disertai rasa nyeri di perut yang terus menerus, warna
darah merah kehitaman.
2) Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan
darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (wooden
uterus).
3) Palpasi janin sulit karena rahim keras
4) Fundus uteri makin lama makin naik
5) Auskultasi DJJ sering negatife
6) Kala uri pasien lebih buruk dari jumlah darah yang keluar
7) Sering terjadi renjatan (hipovolemik dan neurogenik)
8) Pasien kelihatan pucat, gelisah dan kesakitan
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai
contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta
belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga
terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepasseluruhnya dan
janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya
yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan
koagulopati yang lebih tinggi, namunjuga akibat intensitasperdarahan yang tidak
diketahui sehinga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.

5. Penatalaksanaan

a. Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila
solusio plasenta hanya berderajat ringan.Tidak adanya deselerasi tidak menjamin
lingkungan intrauterine aman.Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk
memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang
masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus di anggap kontra indikasi
pada solusio plasenta yang nyata secara klinis b. Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria.
Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan
koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga
menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila
perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan
penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi
persalinan pervaginam.
6. Pathway
7. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta
yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.Komplikasi
yang dapat terjadi pada ibu :
1) Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera.Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi
uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan
adanya kelainan pada pembekuan darah.Pada solusio plasenta berat keadaan syok
sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itupengobatan
segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin.Angka
kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat.Meskipun
kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas
kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan.
Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme
akibat perdarahan akanmeninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan
bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan
koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal,
karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga
dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.
2) Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang
terjadi.Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat
ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan
pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau
nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan
pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta
berat.Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan
mengatasi kelainan pembekuan darah. 3) Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di
RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus
solusio plasenta yang ditelitinya.Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil
cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen
plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase, yaitu: a. Fase I

Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan


darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran
darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar
fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga
coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan
tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut.Akibat
gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada
alatalat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat
menyebabkan oliguria/anuria.
b. Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka
kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat.Usaha ini dilaksanakan dengan
fibrinolisis.Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi
kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya
kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium,
namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang
terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama,
sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.
4) Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di
bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.Perdarahan ini
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru
atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire.Tapi apakah uterus ini harus diangkat
atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan
perdarahan.Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:
a. Fetal distress
b. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
c. Hipoksia dan anemia
d. Kematian

8. Pengkajian
Keluhan Utama
• Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri
• Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan
dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim tegang. 
Perdarahan yang berulang-ulang.
Riwayat Penyakit Sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darh, darah yang
keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan pucat.
Sebelumnya biasanya pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre
eklampsi, tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion
gameli) dll.
Riwayat Penyakit Masa Lalu
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi, tali pusat
pendek, trauma, uterus / rahim feulidli.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : composmetis s/d coma
Postur tubuh : biasanya gemuk
Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesaRaut wajah : biasanya pucat
Tanda-tanda vital
Tensi : normal sampai turun (syok)
Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
Suhu : normal / meningkat (> 370 c)
RR : normal / meningkat (> 24x/menit)
Pemeriksaan cepalo caudal
• Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut biasanya
rontok / tidak rontok.
• Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
• Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
• Mata : conjunctiva anemis
• Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat da dangkal,
hiperpegmentasi aerola.

Abdomen
– Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat linea alba dan ligra
– Palpasi rahim keras, fundus uteri naik
– Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin.
Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang merah kehitaman,
terdapat farises pada kedua paha / femur.

Analisa Data

No Data Etiologi masalah


1 DS Plasenta terlepas Nyeri Akut
- Mengeluh nyeri
Otot meregane ↓
DO
-Tampak meringis Otot tidak
-Bersikap protektif mempuberkontraksi
-Gelisah
-Frkuensi nadi meningkat Perdarahan
-Sulit tidur
-Tekanan darah meningkat Hematoma retroplasenter
-Pola nafas berubah
-Proses berfikir terganggu Sebagian atau seluruh
-Menarik diri plasenta terlepas dari
-Berfokus pada diri sendiri dinding uterus
-Diaforesis
Darah terekstraksi
diantara serabut uterus

Ekstraksi sangat hebat

Terasa tegang dan nyeri

Nyeri
2 Faktor Risiko: Plasenta terlepas Resiko Infeksi
-Penyakit kronis
-Efek prosedur invasive Otot meregane
-Malnutrisi
-Peningkatan paparan Perdarahan
organisme petogen
lingkungan Hematoma retroplasenter

-Ketidakadekuatan Sebagian atau seluruh


plasenta terlepas dari
pertahanan tubuh primer dinding uterus
(gangguan peristaltic,
kerusakan integritas kulit, Darah masuk ke selaput
perubahan sekresi Ph, ketuban
penurunan kerja siliaris,
status cairan tubuh) - Keluar melalui vagina
Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder Resiko infeksi
(penurunan hemoglobin,
imununpsupresi,
leukopenia, supresi respon
inflamasi, vaksinasi
tidakadekuat)
3 Faktor Risiko Plasenta terlepas Resiko
-Prosedur pembedahan ketidakseimbangan
mayor Otot meregane cairan
-Trauma atau perdarahan
-Luka bakar Perdarahan
-Aferesis
-Obstruksi intestinal Hematoma retroplasenter
-Peradangan pancreas -
Penyakit ginjal dan kelenjar Sebagian atau seluruh
-Disfungsi intestinal plasenta terlepas dari
dinding uterus

Darah masuk ke selaput


ketuban

Keluar melalui vagina

Ketidakseimbangan
cairan

Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d trauma jaringan d.d Mengeluh nyeri, Tampak meringis, Bersikap protektif,
Gelisah, Frekuensi nadi meningkat, Sulit tidur, Tekanan darah meningkat, Pola nafas
berubah, Proses berfikir terganggu, Menarik diri, Berfokus pada diri sendiri, Diaforesis.
2) Resiko tinggi infeksi b.d prosedur invasive d.d Penyakit kronis, Efek prosedur invasive,
Malnutrisi, peningkatan paparan organisme petogen lingkungan, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer, ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
3) Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif d.d Prosedur pembedahan
mayor, Trauma atau perdarahan, Luka bakar, Aferesis, Obstruksi intestinal, Peradangan
pancreas, Penyakit ginjal dan kelenjar, Disfungsi intestinal

Intervensi Keperawatan
Menurut PPNI, TP (2017)
No Dx Kep Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri akut b.d Setelah Intervensi Utama Intervensi
trauma jaringan dilakukan (Manajemen Nyeri) Utama
Ds : tindakan (Manajemen
Mengeluh nyeri, keperawatan Nyeri)
Do : selama 1x24
Tampak jam Observasi 1.
Observasi
meringis, diharapkan Untuk
1.
Bersikap tingkat nyeri mengetahui
I
protektif, menurun, lokasi,
d
Gelisah, dengan karakteristik,
e
Frekuensi nadi kriteria hasil : durasi,
n
meningkat, Sulit 1. Keluhan frekuensi,
t
tidur, Tekanan nyeri menurun kualitas,
i
darah meningkat, 2. Meringis intensitas pasien
f
Pola nafas menurun 3. 2. Untuk
i
berubah, Proses Sikap mengetahui
k
berfikir protektif skala nyeri
a
terganggu, menurun 4. pasien 3. Untuk
s
Menarik diri, Gelisah mengetahui
i
Berfokus pada menuruni respon nyeri
l
5. Frekuensi non
diri sendiri, o
nadi membaik verbal Pasien 4.
Diaforesis k
6. Kesulitan
a Untuk
tidur menurun
s mengetahui
7. Tekanan
i faktor yang
darah
, memperberat
membaik
k dan
8. Pola nafas
a memperingan
membaik 9.
r
Nafsu nyeri pasien 5.
a
makan Untuk
k
membaik mengetahui
t
10. pengetahuan
e
roses dan keyakinan
r
berpikir tentang nyeri
i
membaik pasien 6. Untuk
s
11.
enarik t mengetahui
diri i pengaruh
menuru k
n 12. ,
Berfoku d
u
s pada
r
diri
a
s
i
,
f
r
e
k
u
e
n
s
i
,
k
u
a
l
i
t
a
s
,
i
n
t
e
n
s
i
t
a
s

2.
I
d
e
n
t
i
f
i
k
a
s
i
s
k
a
l
a

n
y
e
r
i

3.
I
d
e
n
t
i
f
i
k
a
s
i
r
e
s
p
o
n
nyeri non verbal

4.
I
d
e
n
t
i
f
i
k
a
s
i
f
a
k
t
o
r

y
a
n
g

m
e
m
p
e
r
b
e
r
a
t
d
a
n

memperingan nyeri
5.
I
d
e
n
t
i
f
i
k
a
s
i
p
e
n
g
e
t
a
h
u
a
n

d
a
n

k
e
y
a
k
i
n
a
n

t
e
n
t
a
n
g

nyeri

6.
I
d
e
n
t
i
f
i
k
a
s
i
p
e
n
g
a
r
u
h

b
u
d
a
y
a

terhadap respon nyeri


sendiri 7. budaya
menurun I terhadap respon
13. Diaforesis d nyeri 7. . Untuk
menurun e mengetahui
n pengaruh nyeri
t pada kualitas
i hidup 8. Untuk
f mengetahui
i keberhasilan
k terapi
a komplementer
s yang sudah
i diberikan 9.
Untuk
p mengetahui
e apakah ada
n efek samping
g penggunaan
a analgetik
r
u Terapeutik 1.
h Untuk
mengurangi rasa
n nyeri pasien 2.
y Agar
e mengurangi rasa
r nyeri dan
i memberikan
rasa nyaman 3.
p Agar pasien
a istirahat dan
d rileks
a 4. Agar perawat
tidak salah
kualitas hidup memberikan
tindakan dalam
meredakan nyeri
8.
M Edukasi
o 1. Ada apa sih
n mengetahui
i
sebab periode
t
dan apa pemicu
o
r nyeri
k
e
b
e
r
h
a
s
i
l
a
n

t
e
r
a
p
i

k
o
m
p
l
e
m
e
n
t
e
r

y
a
n
g

sudah diberikan

9.
M
o
n
i
t
o
r

e
f
e
k

s
a
m
p
i
n
g

p
e
n
g
g
u
n
a
a
n

analgetik

Terapeutik
1. Berikan teknik non
farmakologisuntuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri

3.
F
a
s
i
l
i
t
a
s
i

i
s
t
i
r
a
h
a
t

dan tidur

4.
P
e
r
t
i
m
b
a
n
g
k
a
n

j
e
n
i
s

d
a
n

s
u
m
b
e
r

n
y
e
r
i

d
a
l
a
m

p
e
m
i
l
i
h
a
n

s
t
r
a
t
e
g
i

m
e
r
e
d
a
k
a
n

nyeri

Edukasi
1.
J
e
l
a
s
k
a
n

p
e
n
y
e
b
a
b
,

p
e
r
i
o
d
e
,

d
a
n

p
e
m
i
c
u

nyeri

2.
J
e
l
a
s
k
a
n

s
t
r
a
t
e
g
i

meredakan nyeri
2.
gar
3. Anjurkan pasi
memonitor nyeri en
secara mandiri 4. bisa
Anjurkan mer
menggunakan eda
analgetik secara tepat kan
nye
5. Ajarkan teknik non ri
farmakologis untuk seca
ra
mengurangi rasa nyeri
man
diri
3.
erpa
ti
bisa
me
Kolaborasi 1. man
Kolaborasi tau
pemberian nye
analgetik, ri
jika perlu seca
ra
man
diri
4.
Aga
r
pasi
en
men
ggu
nak
an
analgetik secara
tepat
5. Agar pasien
bisa
menggunakan
teknik non
farmakologi
untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi 1.
Untuk
mengurangi rasa
nyeri dengan
analgetik
2 Resiko tinggi Setelah Intervensi Utama Intervensi
infeksi b.d dilakukan (Pencegahan Infeksi) Utama
prosedur tindakan (Pencegahan
invasive d.d keperawatan Infeksi)
Penyakit kronis, selama 1×24
jam Observasi 1.
Efek prosedur Observasi
diharapkan Untuk
invasive, 1.
tingkat infeksi mengetahui apa
Malnutrisi, M
menurun, tanda dan gejala
peningkatan on
dengan infeksi lokal dan
paparan it
Kriteria hasil: sistemik
organisme or
1. Nyeri berkembang
ta
petogen abdomen
nd
lingkungan, menurun
a
ketidakadekuatan 2. Kram
da Terapeutik 1.
pertahanan tubuh abdomen
n Menghindari
primer, menurun
ge penyebaran
ketidakadekuatan 3. Frekuensi
jal infeksi
pertahanan tubuh defekasi a 2. Agar edema
sekunder membaik in bisa cepat
fe sembuh
ks
i
lo
ka
l
da
n
si
st
e
m
ik

Terapeutik 1.
Batasi jumlah
pengunjung
2.
B
er
ik
an
pe
ra
w
at
an
kulit pada area edema
4.
onsis 3. 3.
tensi C gar
feses u pasi
membaik ci en
5. ta tida
erist n k
altic g terp
usus membaik a apar
6. Nafsu makan n infe
se ksi
membaik 7.
b dan
Kemerahan
el kita
menurun 8. u tida
Bengkak m k
menurun d me
a mba
n wa
se infe
su ksin
d ya
a kelu
h ar
k 4.
o gar
nt pasi
a en
k teta
d p
e ama
n n
g dan
a tida
n k
p menyebabkan
as resiko infeksi
ie bertambah parah
n
d Edukasi
a 1.
n gar
lingkungan pasien pasi
en
men
4. geta
P hui
er tand
ta a
h dan
a geja
n la
k infe
a ksi
n 2.
te gar
k pasi
ni en
k men
as geta
e hui
pt cara
ik men
p cuci
a tang
d an
a den
p gan
as ben
ie ar 3.
n Men
berisiko tinggi ghin
dari
pen
ular
an
kum
Edukasi
an
1.
mel
Je
alui
la
batu
sk
k
a
atau
n
udar
ta
a 4.
n
Aga
d
r
a
pasi
d
en
a
tahu
n
cara
g
me
ej
meri
al
a ksa
in kon
fe disi
ks luka
i 5.
Aga
r
2. kese
A hata
ja n
rk pasi
a en
n tetap terjaga
ca dengan asupan
ra nutrisi
m 6. Agar pasien
e tidak dehidrasi
n
c
u Kolaborasi 1.
ci Agar imunitas
ta
pasien tetap
n
terjaga
g
a
n
dengan benar

3.
A
ja
rk
a
n
et
ik
a
b
at
u
k

4.
A
ja
rk
a
n
ca
ra
m
e
m
er
ik
sa
k
o
n
di
si
luka atau luka operasi

5.
A
nj
ur
k
a
n
m
e
ni
n
g
k
at
k
a
n
as
u
p
a
n
n
ut
ri
si
6.
A
nj
ur
k
a
n
m
e
ni
n
g
k
at
k
a
n
as
u
p
a
n
cairan

Kolaborasi 1.
Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika perlu
3 Resiko Setelah Intervensi utama Intervensi
kekurangan dilakukan (Edukasi kesehatan) Utama
volume cairan tindakan (Edukasi
b.d kehilangan keperawatan Observasi kesehatan)
cairan aktif d.d selama 1×24
Prosedur jam Observasi 1.
pembedahan diharapkan Untuk
mayor, Trauma keseimbangan
cairan 1. mengetahui
atau perdarahan,
meningkat, M status hidrasi
Luka bakar,
dengan on pasien
Aferesis, it
Obstruksi Kriteria
hasil: 1. or
intestinal, st
Asupan
Peradangan at 2.
cairan
pancreas, us ntu
meningkat 2.
Penyakit ginjal Asupan hi k
dan kelenjar, makanan dr men
Disfungsi meningkat 3. as geta
intestinal Edema i hui
menurun ( bera
4. Dehidrasi m t
is. bad
menurun 5.
Fr an
Membran ek hari
mukosa 6. ue an
Turgor kulit ns pasi
membaik 7. i en
Tekanan na 3.
darah di Unt
membaik , uk
ke men
ku geta
at hui
an per
na bed
di aan
, bera
ak t
ra bad
l, an
pe pasi
ng en
isi seb
an elu
ka m
pi dan
le sesu
r, dah
ke dial
le isis
m 4.
ba Unt
ba uk
n men
m geta
uk hui
os hasi
a, l lab
tu apa
rg kah
or ada
ku hasi
lit l
, yan
te g
ka tida
na k
n nor
da mal
ra 5.
h) Unt
2. uk
M men
on geta
it hui
or dina
be mik
ra a
t dari
ba aliran darah
da
n Terapeutik 1.
ha Untuk
ri mengetahui
an intake dan
output pasien
dalam 24 jam
3. 2. Agar
M kebutuhan
on cairan pasien
it terpenuhi
or 3.
be gar
ra pasi
t en
ba tidak dehidrasi
da
n
se
be
lu
m
da
n
se
su
da
h
dialysis

4.
M
on
it
or
ha
sil
pe
m
er
ik
sa
an
la
bo
ra
to
ri
u
m
(
m
is.
H
e
m
at
ok
rit
,
N
a,
K
,C
l,
be
ra
t
je
ni
s
ur
in
,
B
U
N
)
5.
M
on
it
or
st
at
us
hemodinamik

Terapeutik
1.
C
at
at
in
ta
ke
ou
tp
ut
da
n
hi
tu
ng
ba
la
nc
e
cairan 24 jam

2.
B
er
ik
an
as
up
an
cairan, sesuai
kebutuhan

3.
B
er
ik
an
ca
ir
an
in
tr
av
en
a,
ji
ka
pe
rl
u
Kolaborasi 1.
Kolaborasi 1. Agar pasien
Kolaborasi bisa cepat
pemberian diuretik, berkemih
jika perlu
Intervensi
Intervensi pendukung pendukung
(Pencegahan (Edukasi
Perdarahan) nutrisi anak)

Observasi Observasi 1.
1. Untuk
M mengetahui
on apakah ada
it tanda dan gejala
or pendarahan 2.
Untuk
ta
membandingkan
nd
apakah pasien
a kekurangan
da darah 3. Untuk
n mengetahui
gejala perdarahan apakah pasien
mengalami
penurunan
tekanan darah 4.
2. Untuk
M mengetahui
on apakah terjadi
it pembekuan
or darah
ni
lai Terapeutik 1.
he Agar pasien
m tidak kehilangan
at banyak darah 2.
ok Agar tidak
rit terjadi
/h pendarahan 3.
e Agar pasien
m tidak mengalami
og pendarahan
lo akibat tekanan
bi 4. Agar tidak
n terjadi
se
be
lu
m
da
n
se
tel
ah
kehilangan darah

3.
M
on
it
or
ta
nd
a-
ta
nd
a
vital ortostatik

4.
M
on
it
or
ko
ag
ul
as
i

Terapeutik
1. Pertahankan bed rest
selama pendarahan

2. Batasi tindakan
invasif, jika perlu

3. Gunakan kasur
pencegah decubitus

4. Hindari pengukuran pendarahan


suhu rektal melalui anus

Edukasi
1. Agar pasien
mengetahui
Edukasi tanda gejala
1. pendarahan 2.
J Agar kaki bersih
yang tidak
e
kedinginan 3.
l
Agar pasien
a tidak terkena
s konstipasi
k
a 4.
n gar
dara
t h
a tdak
n sem
d akin
a enc
er
5.
d
gar
a
asu
n
pan
mak
gejala perdarahan
ana
n
dan
2.
A vita
n min
j K
u terp
r enu
k hi
a 6.
n Aga
r
m
pen
e
n dara
g han
g bisa
u seg
n era
a dita
k nga
a ni
n

k
a
u
s

k
a
k
i

s
a
a
t

a
m
b
u
l
a
s
i

3
.

A
n
j
u
r
k
a
n

m
e
n
i
n
g
k
a
t
k
a
n

a
s
u
p
a
n

c
a
i
r
a
n

u
n
t
u
k

menghindari konstipasi
4. Anjurkan
menghindari aspirin
atau antikoagulan 5.
Anjurkan
meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin
K
6. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan

Kolaborasi 1.
Kolaborasi
pemberian
obat
pengontrol
pendarahan, jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian produk
darah, jika perlu 3.
Kolaborasi
pemberian
pelunak tinja, jika
perlu

Daftar Pustaka

Norma. Nita,2013. Asuhan Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika


PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Rukiyah, Ai yeyeh, S.Si.T dan Yulianti, Lia, Am.Keb, MKM. 2010. Asuhan Kebidanan 4
(Patologi). Jakarta CV. Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai