Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengaturan usia merupakan hal penting dalam hukum. Indonesia sebagai negara
hukum hadir mengatur sedemikian ketat umur warganya, baik umur yang dianggap cakap
berindak hukum, umur yang dianggap dewasa, umur menikah dengan harus mendapat
izin dari kedua orang tua, dan umur seseorang yang dikatakan dapat menikah. Polarisasi
umur menikah di negara kita awalnya adalah berpatokan pada kebiasaan, budaya, adat
yang selama ini berjalan di tengah-tengah masyarakat.
Syariat Islam memiliki sudut pandang yang sangat luas melebihi fiqih. Syariat
memberikan semangat atau spirit kemaslahatan bagi umat manusia, sementara dalam fiqih
klasik tidak ada ketentuan umur dibolehkannya melangsungkan pernikahan. Bahkan
anak-anak yang belum mencapai usia baligh pun bisa nikahkan oleh walinya dengan
beberapa ketentuan.1
Secara fiqih, dasar seseorang melakukan pernikahan dibawah umur dan atau
menikah dengan wanita yang rentan masih mudah, bahkan belum juga khaid, karena
berdasarkan sejarah, Nabi perna menikah dengan putri sahabatnya Abu Bakar yang sangat
mudah, namun jika pendekatan sosologis dan agama masa itu, kemudian kita kaitkan
dengan waktu sekarang, sunggulah sangat jahu berbeda, pada masa sekarang hampir di
seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia sedang gencar untuk membatasi usia
dibolehkannya melakukan pernikahan.
Secara yuridis normative pembatasan usia nikah di Indonesia awalnya berdasarkan
kepada balighnya seseorang2, ketentuan tersebut mengikuti ketentuan fikih yang diajarkan
secara turun - temurun oleh para tokoh agama, kemudian dengan perkembangan
masyarakat yang sadar hukum, maka diaturlah usia yang dirasa dan dianggap sudah
dewasa.
Dalam peraturan perundang-undangan dianyatakan bahwa “Perkawinan hanya
diizinkan apabila pria telah mencapai umur 19 tahun dan wanita sudah mencapai umur 16

1
Kadarisman Achmad dan Hamidah Tutik, Pembatasan Usia Pernikahan Dalam Sudut Pandang Maqashid
Syar’ah Al Syathibi, STAI Hasan Jufri Bawean dan Hakim PA Bawean, 1 UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang Email: 1achmadkadarisman@gmail.com, 2 tutikhamidah@uin-malang.ac.id
2
Romadhan Iwan Sitorus Usia Perkawinan dalam UU Nomor 16 tahun 2019 Perspektif Maslahah
Mursalah, Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu Email:
iwanramadhan@iainbengkulu.ac.id

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.1


(sembilan belas ) tahun, 3 kemudian pasal tersebut diubah dalam Undang-Undang Nomor
16 tahun 2019 dalam pasal yang sama bahwa Perkawinan hanya diizinkan apabila pria
dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun dan menyebutkan pembatasan usia menikah
yang dijadikan patokan menikah adalah sebagaimana disebutkan dalam pasal 7 ayat 1
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974.4
Sama halnya dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 15 ayat (1) diamanatkan bahwa
untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon
mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No.1
tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri
sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.5 Dan yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 16 tahun 2019.
Umur 19 (sembilan belas) tahun sebagai batas minimal perkawinan bagi seorang
laki-laki dan perempuan menurut Undang-Undang adalah usia yang dianggap sudah boleh
kawin, sudah dewasa dan memiliki kemampuan untuk beradaptasi di masyarakat, sudah
bisa bertanggungjawab mampu menjaga akibat yang timbul dalam berumah tangga,
seperti kehamilan, nafkah keluarga, dan kemampuan menjaga dan merawat keturuan.
Akibat dari pembatasan umur nikah oleh konstitusi, maka setiap warga negara
Indonesia yang belum cukup umur minimal 19 tahun diharamkan oleh Negara melakukan
hubungan suami istri (dibaca perkawinan), namun diberikan pengecualian bagi laki-laki
dan perempuan yang ingin melakukan hubungan suami istri adalah dengan cera
pernikahan lebih dahulu. Menikah tidak selama identic dengan perkawinan, karena
beberapa kasus yang ditemukan laki-laki dan perempuan yang sudah menikah, namun
tidak berakhir dengan perkawinan, karena factor indifidu yang melatarbelakanginya.
Jadi, pembatasan usia menikah dan sekaligus sebagai larangan perkawinan di
bawah umur yang dilakukan oleh negara merupakan upaya pembaharuan hukum Islam,
dan sekaligus merupakan masalah ijtihadiyah.
Berdasarkan pemapaparan tersebut, pemakalah mencoba membahas tentang
pembatasan umur menikah di Indonesia dalam perspektif uhsul fiqih.
B. Rumusan Masalah
1. Apa dasar pembatasan umur menikah ?
2. Apa Alasan Pembatasan Usia Nikah dianjurkan?
3
Mahkamah Agung RI, Dirjen Badang Peradilan Agama, Kumpulan Peraturan-peraturan MA-RI, thn 2014
hal.340
4
Ibid. Kumpulan Peraturan-peraturan MA-RI, hal. 1022
5
Mahkamah Agung RI, Direktoran Jendral Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam, 2015, hal. 52

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.2


3. Pembatasan usia nikah di Indonesia dalam perspektif ushul fiqih
C. Tujuan
Untuk mengetahui alasan pembatasan usia nikah.
D. Kesempulan

BABA II

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.3


PEMBAHASAN

A. Dasar Pembatasan Usia Nikah


1. Menurut Hukum Islam.
Ketentuan batas minimal usia menikah tidak secara jelas dinyatakan dalam al-
Qur’an maupun Hadits yang notabene menjadi sumber utama hukum Islam. Al-
Qur’an hanya mengisyaratkan, salah satunya dalam surat al-Nisa’ ayat 6:
…‫َو ٱْبَتُلو۟ا ٱْلَيَٰت َم ٰى َح َّتٰٓى ِإَذ ا َبَلُغو۟ا ٱلِّنَك اَح َفِإْن َء اَنْس ُتم ِّم ْنُهْم ُر ْش ًدا َفٱْدَفُع ٓو ۟ا ِإَلْيِهْم َأْم َٰو َلُه‬
Artinya: Dan ujilah anak-anak yatim sampai mereka mencapai usia nikah.
Apabila kalian menemukan kecerdasannya maka serahkanlah harta-harta itu
kepada mereka.
Lafadz ‫( َبَلُغ و۟ا ٱلِّنَك اَح‬mencapai usia nikah) dijadikan sandaran ulama fiqih untuk
menentukan batas minimal usia untuk melaksanakan pernikahan.
Hamka menafsirkan ‫ َبَلُغ و۟ا ٱلِّنَك اَح‬dengan dewasa. Kedewasaan itu bukan
tergantung pada usia, namun tergantung pada kecerdasan atau kedewasaan
pikiran6. Al-Razi, dalam Tafsir al-Kabir, menyatakan bahwa tanda-tanda ‫َبَلُغ و‬
umumnya dengan datangnya mimpi, ditentukan dengan usia khusus dan
tumbuhnya bulu rambut pada daerah tertentu, datangnya haid dan terjadinya
kehamilan. Menurut Imam Syafi’i, masa dewasa itu dimulai dengan sempurnanya
umur 15 tahun bagi laki-laki dan perempuan7.
Selain itu dalam sebuh hadis, Nabi Muhammad menganjurkan bagi pemuda
yang belum mampu menikah agar menahan pandangan atau berpuasa,
sebagaimana hadis berikut ini:
‫ َو َأْح َص ُن‬، ‫ َفِإَّنُه َأَغُّض ِلْلَبَص ِر‬، ‫َيا َم ْعَش َر الَّش َباِب َم ْن اْسَتَطاَع منُك م اْلَباَء َة َفْلَيَتَز َّو ْج‬
8
‫ َو َم ْن َلْم َيْسَتِط ْع َفَع َلْيِه ِبالَّص ْو ِم َفِإَّنُه َلُه ِوَج اٌء‬،‫ِلْلَفْر ِج‬
“Wahai para pemuda, siapa yang mampu menanggung beban pernikahan maka
hendaklah dia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih menundukkan
pandangan dan lebih menjaga kemaluan, dan siapa saja yang tidak mampu, maka
hendaklah baginya berpuasa, karena sesunguhnya puasa itu adalah perisai
baginya” (HR. Bukhari dan Muslim).
6
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Bulan Bintang, 1983
7
Abd ar-Rahman az-Zahiri, Al-Fiqh ‘Ala Madzahib Al-Arba’ah, Bairut: dar al-Fikr, 1985
8
Abū ‘Abdillah Muḥammad ibn Isma`il ibn Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari, Sahihal-
Bukhāri Juz VI , (Riyadh: Daral-Salam, 2008), Hal. 438.

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.4


Dalam hadis ini kita dikenalkan dengan konsep ‫( اْلَباَء َة‬kemampuan) sebagai
patokan bagi seseorang yang akan melakukan pernikahan. Konsep ‫ اْلَب اَء َة‬dalam
pernikahan yaitu kemampuan dalam segala hal, baik kemampuan memberi nafkah
lahir dan juga batin kepada istri maupun kemampuan mengendalikan gejolak emosi
yang menguasai dirinya9. Jika kemampuan dalam hal tersebut ada, maka ajaran
Islam mempersilahkan seseorang untuk menikah. Namun jika belum maka
dianjurkan untuk berpuasa terlebih dahulu.
2. Menurut hukum Positif
Sebagaimana telah disinggung pada pendahuluan diatas bahwa pembatan usia
nikah dalam hukum positif diatur dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974. Yang berbunyi bahwa “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria telah
mencapai umur 19 (sembilan belas ) tahun dan wanita sudah mencapai umur 16
(enam belas) tahun, kemudian pasal tersebut diubah dalam Undang-Undang Nomor
16 tahun 2019 dalam pasal yang sama bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila
pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.
Sama halnya dalam Pasal 15 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam diamanatkan
bahwa untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh
dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal
7 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yakni ayat (1) calon suami sekurang-
kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16
tahun, ayat (2) Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus
mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2),(3),(4) dan (5) UU
No.1 Tahun 197410.
Sejalan dengan konsepsi hukum Islam diatas, maka ketentuan mengenai usia
nikah sekaligus larangan perkawinan di bawah umur yang dilakukan oleh negara
Indonesia melalui Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 atas
perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan dikuatkan oleh Kompilasi
Hukum Islam sebagaimana disinggung diatas, merupakan upaya negara
mewujudkan kemaslahatan bagi suami istri khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Inilah salah satu tujuan hukum dari pembatasan usia nikah.
Pertimbangan kemaslahatan dalam pembatasan usia nikah ini, secara eksplisit
dimaksudkan dalam pasal 15 ayat 1, yaitu untuk kemaslahatan keluarga dan rumah
9
A. Zuhdi Mihdlor, Memahami Hukum Perkawinan, cet. Ke-2 (Bandung: al-Bayan, 1995), hal. 23
10
ibid

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.5


tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai
umur sekurang-kurangnya berumur 19 tahun baik untuk calon suami maupun calon
istri.”11. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pembatasan umur menikah dan
dilarangannya perkawinan di bawah umur didasarkan pada pertimbangan maslahat.
Jadi, semua tindakan dan kebijakan negara termasuk pembatasan umur menikah
bermuara dan memiliki tendensi pada untuk menciptakan kemaslahatan atau
kesejahteraan bagi rakyatnya.12. hal tersebut sejalan dengan kaidah fiqh yang
berbunyi:
‫َتَص ُّر ُف اِأْل َم ِام َع َلى الَّراِع َّيِة َم ُنْو ٌط ِباْلَم ْص َلَح ِة‬
Tindakan pemimpin terhadap rakyat harus berdasarkan atas perimbangan
kemaslahatan
Intervensi yang dilakukan negara terhadap pembatasan usia nikah didasarkan
pada maslahat ini merupakan keikutsertaan dan keperdulian pemerintah dalam
rangka mewujudkan perkawinan di kalangan umat Islam, yaitu menciptakan
keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah serta kekal selama- lamanya.
Sekaligus menjaga atau memelihara keturunan (nasl) yang menjadi salah satu di
antara daruriyah al-khams, di samping hifz ad-din, hifz an-nafs, hifz al-’aql dan hifz
al-mal. 13
Oleh karena itu haketnya pembatasan usia nikah lebih didasari pertimbangan
maslahat, sebab kemaslahatan dari perkawinan di bawah umur lebih sedikit
dibandingkan dengan resiko yang ditimbulkannya. Karena sesungguhnya
perkawinan di bawah umur memiliki dampak negatif yang tidak sedikit, baik secara
biologis, sosiologis, psikologis, hukum dan ekonomis.14

B. Alasan Dianjurkan Pembatasan Umur Menikah


Di Indonesia, pernikahan dibawah umur dapat terjadi dengan berbagai alasan
dan salah satunya adalah untuk mencegah terjadinya hubungan seks di luar nikah.
Ada pula orang tua yang menikahkan anak mereka yang masih remaja karena alasan

11
Pasal 15 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam
12
Al-Suyuti, Al-Asybah wal al-Nazhair, (Beiru: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1983), hal. 83
13
Abu Ishaq al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Jilid II, (Beirut : Dar al- Kutub al-
Alamiyah, tt.), hal. 4
14
Moh. Ali Wafa, “Telaah Kritis Terhadap Perkawinan Usia Muda Menurut Hukum Islam”, Jurnal Ilmu
Syariah, Vol. 17, No. 2, 2019, hal. 39.

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.6


ekonomi15. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa dengan menikahkan anak, beban
orang tua akan berkurang karena hidup anak tersebut akan menjadi tanggung jawab
pasangannya setelah menikah.
Tidak sedikit pula orang tua yang beranggapan bahwa anak akan memiliki
kehidupan yang lebih baik setelah menikah. Padahal, bila anak tersebut putus
sekolah, justru hanya akan memperpanjang rantai kemiskinan. Pernikahan dibawah
umur juga lebih banyak terjadi pada golongan masyarakat menengah ke bawah.
Perlu disadari bahwa pernikahan dibawah umur bukanlah satu-satunya solusi,
karena pernikahan tersebut bisa menimbulkan perkara lain. Berikut ini adalah
alasan tidak dilakukan pernikahan dibawah umur:

1. Risiko Kekerasan Seksual Meningkat


Studi menunjukkan bahwa perempuan yang menjalani pernikahan dibawah
umur cenderung mengalami kekerasan dari pasangannya. Usia yang masih muda
untuk menjalani rumah tangga sering kali membuat pasangan belum mampu
berpikir dewasa yang dipikirkan adalah beramin-main bersama teman sebayanya,
tidak memiliki tanggung jawab rumah tangga, kondisi emosionalnya belum stabil,
sehingga mudah terbawa rasa marah dan ego. Pada akhirnya, masalah bukannya
diselesaikan dengan jalan komunikasi dan diskusi, melainkan dengan cara
kekerasan, baik secara fisik maupun verbal.
Meski awalnya pernikahan dimaksudkan untuk melindungi diri
dari perzinaan, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, risiko kekerasan semakin
tinggi, terutama jika jarak usia antara suami dan istri semakin jauh.

2. Risiko Kehamilan Meningkat


Kehamilan usia dini bukanlah hal yang mudah dan cenderung lebih berisiko,
deretan risiko yang bisa terjadi pun tidak main-main dan bisa membahayakan
kondisi ibu dan janin, bayi lahir prematur dan berat badan lahir rendah. Bayi juga
bisa mengalami masalah tumbuh kembang karena berisiko lebih tinggi mengalami
gangguan sejak lahir, ditambah kurangnya pengetahuan orang tua dalam
merawatnya.

15
https://www.alodokter.com/ini-alasan-pernikahan-dini-tidak-disarankan

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.7


Sementara itu, ibu yang masih remaja juga lebih berisiko
mengalami anemia dan preeklamsia. Kondisi inilah yang akan memengaruhi
kondisi perkembangan janin. Jika preeklamsia16 sudah menjadi eklamsia17, kondisi
ini akan membahayakan ibu dan janin, bahkan dapat mengakibatkan kematian.
3. Risiko Mengalami Masalah Psikologis
Tidak hanya dampak fisik, gangguan mental dan psikis juga berisiko lebih
tinggi terjadi pada perempuan yang menikah di usia muda. Penelitian menunjukkan
bahwa semakin muda usia perempuan saat menikah, semakin tinggi risikonya
terkena gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, gangguan suasana hati,
dan depresi, di kemudian hari.
4. Risiko Tingkat Sosial dan Ekonomi yang Rendah
Tidak hanya dari segi kesehatan, pernikahan dibawah umur juga bisa dikatakan
merampas masa remaja perempuan itu sendiri. Masa muda seharusnya dipenuhi
oleh bermain dan belajar untuk mencapai masa depan dan kemampuan finansial
yang lebih baik, masa dimana momentum bersosialisasi dengan masyarakat namun,
kesempatan ini justru ditukar dengan beban mengurus anak dan rumah tangga.
Sebagian dari mereka yang menjalani pernikahan dibawah umur cenderung putus
sekolah, karena mau tidak mau harus memenuhi tanggung jawabnya setelah
menikah. Begitu juga dengan remaja pria yang secara psikologis belum siap
menanggung nafkah dan berperan sebagai suami dan ayah.
Pernikahan tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Perlu kematangan dalam
hal fisik, psikologis, dan emosional. Inilah mengapa pernikahan dibawah umur
tidak disarankan dan angka pernikahan dini harus ditekan.
Kedewasaan diri secara mental dan finansial juga merupakan aspek penting yang
perlu diperhatikan sebelum memutuskan untuk menjalani pernikahan dan
membangun rumah tangga.

C. Pengaturan Pembatasan Usia Nikah.

1. Dalam Perspektif Biologis


Dari segi biologis, dampak dari pernikahan dibawah umur adalah bahwa anak

16
Preeklampsia adalah salah satu komplikasi kehamilan yang terjadi karena tekanan darah terlalu tinggi
semasa mengandung bayi
17
Eklampsia adalah komplikasi lanjut dari preeklampsia berupa gejala kejang, sakit kepala, penurunan
produksi air seni, dan beberapa kondisi medis lain

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.8


secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan
sehingga bulum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya,
apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan
terjadi trauma.
Menurut dr. Joko dalam sebuah halaman jateng kemenag.go.id. Pemerintah
membuat undang-undang pernikahan dengan menaikan umur menikah yang
awalnya 19 untuk laki-laki dan 16 untuk perempuan dan sekarang sama-sama 19
tahun dengan tujuan untuk menunjang kesehatan reproduksi. “Penentuan batasan
umur menurutnya adalah karena masa reproduksi yang bagus untuk wanita itu
antara umur 20-35 tahun. Kalau hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari umur
35 tahun beresiko tinggi.
Disebutkannya, bahwa Indonesia adalah negara peringkat pertama se-Asia
tenggara dengan tingkat angka kematian bayi dan ibu melahirkan karena hamil
tidak pada masa reproduksi karena sangat muda melakukan perkawinan. “Maka
dari itu kita harus menjaga 4 terlalu dan 3 terlambat. Yaitu terlalu muda untuk
hamil, terlalu tua hamil, terlalu sering hamil dan terlalu dekat/rapat jarak
kehamilan. Sedangkan 3 terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan untuk
mencari upaya medis, terlambat tiba di fasilitas Kesehatan, dan terlambat
mendapat pertolongan medis. 18
Belum matangnya alat reproduksi, kemudian terjadinya kematian ibu dan
bayi akibat dari menikah dibawah umur, maka pembatasan umur menikah oleh
negara dalam hal ini pemerintah adalah sesuai dengan kaidah fiqih yang
berbunyi;

“Menolak kemudaratan didahulukan daripada mengambil manfaat”;


2. Dalam Perspektif Psisikologi
Selaian Perspektif biologis yang berkaitan dengan kesehatan alat reproduksi,
dari Perspektif psikologis, pembatasan usia nikah untuk menghindarai
perkawinan di bawah umur adalah bahwa secara psikis anak juga belum siap dan
mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis
berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan.

18
https://jateng.kemenag.go.id/2022/03/batasan-umur-nikah-melindungi-kesehatan-catin/

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.9


Ikatan perkawinan yang terlalu dini akan menghilangkan hak anak untuk
memperoleh pendidikan, hal mana itu tidak sejalan dengan tujuan negara dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka dari itulah pernikahan dibawah
umur apalagi pernikahan itu atas kehendak orangtua, maka hakekatnya itu
sebuah penjajahan yang harus dihapuskan di mua bumi ini, karena tidak sesuai
dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.
Oleh karena itu dengan hadirnya negara mengatur umur menikah yang
dirasa mampu dalam membagun rumah tangga adalah sesuai dengan kaidah fiqh:
‫ﺍﻟَّﻀ َﺮ ﺍُﺭ ُﻳَﺰ ﺍُﻝ ِﺑَﻘْﺪ ِﺭ ﺍﻻْﻣ َﻜ ﺎْﻥ‬
Kemudharatan harus ditolak dalam batas-batas yang memungkinkan
Salah satu untuk menghilangkan kemudaratan itu adalah dengan adanya
pengaturan umur menikah dan penolakan nikah oleh Kantor Urusan Agama
melalui regulasi-regulasi mau putusan-putusan pengadilan dengan tidak
memberikan izin permohonan dispensai nikah bagi anak masih dalam masa-masa
sekolah.

3. Perspektif Sosiologis
Sedangkan dari segi sosial, bahwa fenomena sosial ini berkaitan dengan
faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang
menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap
pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran
agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan
(rahmatan li al- alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya
patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap
perempuan.
Pedofilia bisa juga terjadi pada perkawinan dibawa umur, prilaku seksual
menyimpang, yang gemar berhubungan seks dengan anak-anak. Perbuatan
ini jelas merupakan tindakan ilegal (menggunakan seks anak), namun
dikemas dengan perkawinan seakan-akan menjadi ilegal.
Dari uraian tersebut jelas bahwa perkawinan dibawah umur (anak) lebih
banyak mudarat dari pada mafsadatnya. Oleh karena itu langkah pembatasan
umur menikah yang dilakukan oleh negara patut didukung , sebab di
samping dampak di atas, ternyata perkawinan mempunyai hubungan dengan

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.10


masalah kependudukan.19 Fakta lain adalah bahwa batas umur yang rendah
bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran lebih
tinggi.20
Mengingat dampak/madarat yang ditimbulkan oleh perkawinan di bawah
umur yang sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan rumah tangga dan
masyarakat, maka pemerintah berhak mengatur batas minimal usia nikah.
Pembatasan ini bertujuan untuk menjaga kemaslahatan keluarga. Hal ini
sejalan dengan kaidah ushululiyyah, yaitu dengan asumsi bahwa hukum ini
hanyalah alat yang tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan kemaslahatan
bagi manusia.
Oleh karena itu, apabaila negara tidak mengatur usia nikah, tentu akan
mendatangkan kerusakan atau kemudharatan, hal ini didasarkan pada prinsif
bahwa menghilangkan kemudharatan itu harus diutamakan sejalan dengan
kaidah fiqh:

‫َد ْر ُء اْلَم َفاِس ِد ُم َقَّد ٌم َع َلى َج ْلِب اْلَم َص اِلِح‬


“Menolak kemafsadatan didahulukan dari pada mengambil kemaslahatan”

4. Dalam Perspektif Hukum


Berbicara tentang pembatasan usia nikah dalam Perspektif hukum tidak
terlepas dari kasus-kasus yang diselesaikan oleh pengadilan, maka yang menjadi
dasar pertimbangan adalah banyak kasus pernikahan dibawa umur yang terjadi
khususnya di Ponorogo. Berdasarkan perkembangan perkara dispensasi nikah
yang masuk di Pengadilan Agama Ponorogo pada tahun 2022 berjumlah 165
perkara dan sudah diputus 144.21 adalah kebanyakan pasangan calon suami istri
sudah melakukan hubungan suami istri dan perempuan sudah hamil:
Dari pernikahan dibawah umur yang dikabulkan Pengadilan akibat sudah
hamil, terdapat beberapa perkawinannya tidak bertahan lama, dan berakhir dengan
pengajuan perceraian ke pengadilan, ini menandakan bahwa perkawinan dibawah
19
Masri Singarimbun, Penduduk dan Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 72
20
Keterangan ini sangat jelas sebagai landasan mengapa ditentukan batas minimal usia perkawinan, dapat
dicermati dalam Penjelasan Umum UU Perkawinan nomor 4 poin (d) dalam Soemiyati, Hukum
Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty, 1986), hal. 161, atau juga Arso
Sosroatmodjo dan Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal.
102-103
21
Laporan bulanan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Agama Ponorogo, data
diambil pada tanggal 27 Oktober 2022.

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.11


umur sagat rentan bercerai karena tidak matang psikologinya dalam tidak
memiliki solusi dalam mengantisipasi gonflik dalam berumah tangga.
Dalam sebuah seminar yang dilakukan oleh Dinas Sosil Kabupaten Ponorogo
bersama pihak terkait pada akhir tahun 2021, bersepakat untuk bersama-sama
pihak pengadilan memperketat izin menikah bagi wanita yang belum hamil
meskipun telah melakukan hubungan suami istri, sikap itu diambil adalah untuk
mencega perceraian dini akibat pernikahan dibawah umur.
Sikap yang diambil dari seminar itu didasarkan pada fenomena perceraian
dini akibat nikah dibawah umur dan hadirnya negara mengatur batas umur
menikah sebagaimana pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang
perubahan atas pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 harus didukung dan
disosialisasikan kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan kaidah fiqih yang
berbunyi:
‫تغيراالحكام بتغيراالزمنة واالمكنة واالحوال‬
Perubahan hukum itu berdasarkan perubahan zaman, tempat dan keadaan
Artinya perubahan hukum sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi suatu
zaman namun tetap berada dalam ketentuan yang disyariatkan.

5. Dalam Perspektif Ekonomi


Factor ekonomi merupakan salah satu sebab meningkatnya perselisihan dan
pertengkaran yang berakhir dengan perceraian, factor perceraian karena masaah
ekonimi adalah yang terbanyak di Pengadilan Agama, karena rata-rata suami tidak
memiliki pekerjaan tetap, kerjanya serabutan sehingga tidak ada yang menopang
rumah tangga, akhirnya terjadi perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga,
Kemauan berumah tangga dan kemampuan kerja yang tidak ditopang dengan
keahlian dan pendidikan yang baik, sangat berpengaruh kepada keutuhan rumah
tangga, oleh karena itu pertimbangan negara dalam menetapkan usia19 tahun
sebagai usia seorang laki-laki dan perempuan boleh menikah adalah juga karena
umur tersebut seorang laki-laki sudah mampu bekerja mandiri dan seorang
perempuan juga sudah siap mental dalam masalah ekonomi keluarga dan kesiapan
dalam menghadapi kehamilan, sehingga sikap yang diambil oleh negara sejalan
dengan kadiah fiqih yang menyatakan hukum itu mengikuti kemaslahatan yang
paling banyak, yaitu :

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.12


‫الُح ْك ُم َيَّتِبُع اْلَم ْص َلَح َة الَّراِج َح ة‬
Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling kuat / banyak

‫اْلُم َتَع ِّدي َأْفَض ُل ِم َن اْلَقاِص ِر‬


Perbuatan yang mencakup kepentingan orang lain lebih utama dari pada
yang hanya sebatas kepentingan sendiri
Masalah menentukan usia dalam undang-undang perkawinan ataupun dalam
kompilasi, memang bersifat ijtihad. Hal tersebut digunakan sebagai usaha dalam
pembaharuan pemikiran fikih yang telah dirumuskan para ulama terdahulu.22
Dari fakta-fakta diatas tergambar, bahwa negara dalam memberikan
pembatasan umur nikah adalah atas pertimbangan dari segala aspek kehidupan,
dan menggunakan pendekatan dengan berbagai cara yang telah disebutkan diatas
serta mencurhakan segala kemampuan daya upayah dalam menggali hukum oleh
karenaya, sebagai warga negara yang baik harus ikut terlibat langsung dalam
mensosialisasikan maksud dan tujuan dari aturan tersebut.

BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Tujuan hukum atau tujuan syari’ah adalah untuk mewujudkan kebahagiaan dan
kesejahteraan yang hakiki bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Artinya
kemaslahatan manus ialah yang menjadi tujuan utama dari hukum Islam.
2. Dengan majunya zaman, Negara hadir melanjutkan tujuan dari syari’ah dengan
membuat regulasi dalam peraturan-peaturan dalam mengatur pembatasan umur
nikah.
3. Ketentuan batas minimal usia menikah dari dua perspektif hukum.
22
Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, (Bandung: Pustaka al-Fikris, 2009), hal 51.

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.13


Hukum Islam: tidak secara jelas dinyatakan dalam al-Qur’an maupun Hadits yang
menjadi sumber utama hukum Islam. Al-Qur’an hanya mengisyaratkan, salah
satunya, dalam surat al-Nisa’ ayat 6, yaitu Lafadz balagh al-nikah, lafat tersebut
dijadikan sandaran ulama fiqih untuk menentukan batas minimal usia untuk
melaksanakan perkawinan.
Hukum Positif: Ketentuan usia nikah sekaligus larangan perkawinan dibawah
umur, dijelaskan dalam pasal 7 Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun
2019 atas perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan dikuatkan oleh
Kompilasi Hukum Islam, dalam pasal 15 ayat 1, yaitu untuk kemaslahatan
keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai
yang telah mencapai umur sekurang-kurangnya berumur 19 tahun baik untuk
calon suami maupun calon istri.
4. Alasan dianjurkan pembatasan umur menikah :
 Meningkatnya risiko kekerasan seksual.
 Meningkatnya risiko kehamilan.
 Meningkatnya risiko psikologis (kejiwaan pasangan).
 Risiko tingkat sosial dan ekonomi yang rendah.
5. Pengaturan Pembatasan Usia Nikah
 Dari Perspektif biologis; alat-alat reproduksinya dalam proses menuju
kematangan sehingga bulum siap melakukan hubungan seks, apalagi jika
sampai hamil kemudian melahirkan, jika dipaksakan justru akan terjadi
trauma.
 Dari Perspektif Psisikologi; secara psikis anak juga belum siap dan mengerti
tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis
berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan.
 Dari Perspektif Sosiologis; perkawinan dibawa umur, prilaku seksual
menyimpang, yang gemar berhubungan seks dengan anak-anak (Pedofilia),
selain itu perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan.
 Dari Perspektif Hukum: meningkatnya angka perceraian karena salah satunya
dipengaruhi oleh pernikahan dibawa umur.
 Dari Perspektif Ekonomi; ekonomi yang tidak kuat dalam berumah tangga,
mengakibatkan beberapa rumah tangga mudah harus mengakhir rumah
tangganya di pengadilan dengan perceraian.

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.14


Oleh karena itu demi menjaga kemaslahatan dan kebaikan semua pihak, baik
keluarga, masyarakat mapun pemerintah, dalam membatasi lajuh pertumbuhan
masyarakat maka sangat tepat untuk diberlakukan larangan perkawinan di bawah umur
atau pembatasan usia minimal menikah dan sebagai warga negara yang sadar
hukum juga harus terlibat langsung mensosialisasi anturan-aturan yang berkaitan
dengan pambatasan usia nikah.

DAFTAR PUSTAKA

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.15


Kadarisman Achmad dan Hamidah Tutik, Pembatasan Usia Pernikahan Dalam Sudut
Pandang Maqashid Syar’ah Al Syathibi, STAI Hasan Jufri Bawean dan Hakim PA
Bawean, 1UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Email:
1achmadkadarisman@gmail.com, tutikhamidah@uin-malang.ac.id.
Romadhan Iwan Sitorus Usia Perkawinan dalam UU Nomor 16 tahun 2019 Perspektif
Maslahah Mursalah, Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu Email:
iwanramadhan@iainbengkulu.ac.id.
Mahkamah Agung RI, Dirjen Badang Peradilan Agama, Kumpulan Peraturan-peraturan
MA-RI, thn 2014.
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Bulan Bintang, tahun 1983.
Abd ar-Rahman az-Zahiri, Al-Fiqh ‘Ala Madzahib Al-Arba’ah, Bairut: dar al-Fikr, 1985.
Abū ‘Abdillah Muḥammad ibn Isma`il ibn Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-
Bukhari, Sahihal-Bukhāri Juz VI , (Riyadh: Daral-Salam, 2008).
Zuhdi A. Mihdlor, Memahami Hukum Perkawinan, cet. Ke-2 (Bandung: al-Bayan, 1995)
Abu Ishaq al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Jilid II, (Beirut : Dar al-
Kutub al-Alamiyah, tt.).
Moh. Ali Wafa, “Telaah Kritis Terhadap Perkawinan Usia Muda Menurut Hukum
Islam”, Jurnal Ilmu Syariah, Vol. 17, No. 2, 2019.
https://www.alodokter.com/ini-alasan-pernikahan-dini-tidak-disarankan.
https://jateng.kemenag.go.id/2022/03/batasan-umur-nikah-melindungi-kesehatan-catin/
Masri Singarimbun, Penduduk dan Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996).
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, (Yogyakarta:
Liberty, 1986).
Arso Sosroatmodjo dan Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1975).
Laporan bulanan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Agama
Ponorogo, data diambil pada tanggal 27 Oktober 2022.
Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, (Bandung: Pustaka al-Fikris,
2009).

Ushul Fiqih_Pembatasan Usia Nikah dalam Perspektif Ushul Fiqih__Hal.16

Anda mungkin juga menyukai